Bentuk Tindak Tutur Ekspresif dalam Pementasan

A. Bentuk Tindak Tutur Ekspresif dalam Pementasan

Pada bab II telah dijelaskan mengenai pemerian tuturan yang didasarkan atas tindakannya, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi, sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, dalam tinjauannya menggunakan tindak ilokusi dan tindak perlokusi. Tindak ilokusi dimaksudkan untuk mengetahui daya ujar yaitu maksud atau fungsi ujaran pada tuturan yang bersangkutan. Tindak perlokusi dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan efek tuturan tersebut.

Dalam penelitian ini kedudukan penutur dan mitra tutur dapat berubah. Untuk mengidentifikasi kedudukan penutur dan mitra tutur dalam penelitian ini disesuaikan dengan data dalam tindak tutur ekspresif. Artinya, kedudukan penutur dalam penelitian ini adalah seseorang yang menuturkan suatu tuturan dalam Dalam penelitian ini kedudukan penutur dan mitra tutur dapat berubah. Untuk mengidentifikasi kedudukan penutur dan mitra tutur dalam penelitian ini disesuaikan dengan data dalam tindak tutur ekspresif. Artinya, kedudukan penutur dalam penelitian ini adalah seseorang yang menuturkan suatu tuturan dalam

1. Tindak Tutur Berterimakasih

Tindak tutur berterimakasih yang terjadi karena mitra tutur bersedia melakukan apa yang diminta oleh penutur, karena tuturan memuji yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur dan karena kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada mitra tutur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

Data 1

Margiyati : Sang Empu, niki unjukane diunjuk riyin.

„Sang Empu, ini minumannya diminum dulu.‟ Sembada

: Matur nuwun Nini, kira-kira kepriye kahanane sang Empu Nini?

„Terimakasih Nini, kira-kira bagaimana keadaan sang Empu Nini ?‟

Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang, yaitu Margiyati dan Sembada. Margiyati adalah seorang warga desa yang kedudukan sosialnya lebih rendah dibandingkan dengan Sembada yang merupakan seorang prajurit. Pokok pertuturan keduanya adalah Sembada berterimakasih kepada Margiyati atas minuman yang Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang, yaitu Margiyati dan Sembada. Margiyati adalah seorang warga desa yang kedudukan sosialnya lebih rendah dibandingkan dengan Sembada yang merupakan seorang prajurit. Pokok pertuturan keduanya adalah Sembada berterimakasih kepada Margiyati atas minuman yang

sang Empu Nini? „Terimakasih Nini, kira-kira bagaimana keadaan sang Empu Nini ?‟ Pada tuturan ini Sembada selaku mitra tutur (MT) melakukan tindak tutur ekspresif berterimakasih kepada Margiyati selaku penutur (P) karena telah menyajikan minuman. Kata matur nuwun „terimakasih‟ merupakan penanda morfem adanya TTE berterimakasih.

2. Tindak Tutur Memuji

Tindak tutur memuji yang terjadi karena kondisi dari mitra tutur, karena penutur ingin melegakan hati mitra tutur, karena penutur ingin merayu mitra tutur, karena penutur telah bersedia meminta maaf dan berjanji kepada anaknya, karena penutur ingin menyenangkan hati mitra tutur dan karena perbuatan terpuji yang dilakukan oleh penutur. Tindak tutur memuji terdapat pada data berikut.

Data 2

BA : Kulub, mangertia menawa ngrembakaning angkara murka ing lumahing bumi kurebing langit kudu enggal disirep. Jejibahan kang abot iki, dening para Dewa dipasrahake marang kowe ngger. Ngelingi marang manthenging panembahmu, luhuring kasektenmu, lan sira sanyata satria mudha pinilih kang bangkit nguwasani lan BA : Kulub, mangertia menawa ngrembakaning angkara murka ing lumahing bumi kurebing langit kudu enggal disirep. Jejibahan kang abot iki, dening para Dewa dipasrahake marang kowe ngger. Ngelingi marang manthenging panembahmu, luhuring kasektenmu, lan sira sanyata satria mudha pinilih kang bangkit nguwasani lan

„Nak, mengertilah bahwa merajalelanya angkara murka di bumi dan langit harus segera dihentikan. Perkara yang

berat ini, oleh para Dewa dipasrahkan kepadamu nak, mengingat pada tegaknya niatmu, tingginya kesaktianmu dan kamu adalah satria muda terpilih yang bangkit menguasai dan berkuasa menggeser kemelutnya hawa nafsu. Buktinya kamu ti dak tergoda api asmara‟

Sukma : Lajeng keparenging para Jawata kula kedhah tumindak kados pundi?

„Lalu oleh para Dewa saya harus bertindak seperti apa?‟ Data dilakukan oleh dua orang, yaitu Bathara Anggajali dan Sukma. Bathara Anggajali adalah seorang Dewa yang kedudukan sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan Sukma yang merupakan seorang pertapa. Pokok pertuturan keduanya adalah Bathara Anggajali memuji Sukma atas niat dan kesaktiannya dalam hidup. Dalam tuturan tersebut ditemukan adanya bentuk tindak tutur eksprestif (TTE) dalam bentuk tindak tutur memuji seperti pada tuturan Ngelingi marang manthenging panembahmu, luhuring kasektenmu, lan sira sanyata satria mudha pinilih kang bangkit nguwasani lan kawasa ngendhih ubaling hawa kanepson. Buktine sira ora pasrah godhaning

asmaradahana. ‟mengingat pada tegaknya niatmu, tingginya kesaktianmu dan kamu adalah satria muda terpilih yang bangkit asmaradahana. ‟mengingat pada tegaknya niatmu, tingginya kesaktianmu dan kamu adalah satria muda terpilih yang bangkit

selaku penutur (P) melakukan tindak tutur ekspresif memuji kepada Sukma selaku mitra tutur (MT) atas niat dan kesaktiannya dalam hidup.

3. Tindak Tutur Menolak

Tindak tutur menolak yang terjadi karena mitra tutur tidak mau melakukan apa yang diminta oleh penutur dan karena mitra tutur tidak mau menerima pemberian dari penutur. Terdapat pada data berikut.

Data 3

Sembada : Keparenga pun apatik nyawisaken sedaya kabetahan ingkang kaperlokaken ing margi mangke. „Bolehkah sebentar menyiapkan semua kebutuhan yang dibutuhkan dijalan nanti.‟

ES : Ora perlu Sembada, sakcukupe wae. Mangertia menawa lakune awake dhewe mengko kajangkung dening para Dewa. Mula ayo. Saiki uga enggal budhal tumuju pulo Jawa. „Tidak perlu Sembada, secukupnya saja, mengertilah bahwa perjalanan kita nanti dilindungi oleh para Dewa. Maka ayo, sekarang juga cepat berangkat menuju pulau Jawa. ‟

Tindak tutur di atas dilakukan Sembada sebagai P dan Empu Sangkala sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Empu Sangkala menolak Sembada yang akan menyiapkan keperluan untuk perjalanan. Bentuk TTE menolak terdapat dalam tuturan ora perlu Sembada, sakcukupe wae. Mangertia menawa lakune awake dhewe mengko kajangkung dening para Dewa. Mula ayo. Saiki uga enggal budhal

tumuju pulo Jawa. „Tidak perlu Sembada, secukupnya saja, mengertilah bahwa perjalanan kita nanti dilindungi oleh para Dewa. Maka ayo, sekarang juga cepat berangkat menuju pulau Jawa.‟ Merupakan penanda lingual adanya TTE menolak. Dalam tuturan ini MT menolak P yang akan menyiapkan keperluan untuk perjalanan.

4. Tindak Tutur Menyalahkan

Tindak tutur menyalahkan yang terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh mitra tutur, karena mitra tutur tidak mau bertanggungjawab akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan karena mitra tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan. Terdapat pada data berikut ini.

Data 4

Margiyati : Titenana yen eneng apa-apa, aku ro simbok ra

tanggung! „Awas kalau ada apa-apa, saya dan ibu tidak menanggung!‟

N. Raras : Ra tanggung ya ra tanggung, tak tanggunge dhewe. Nyet aku ki ket biyen dadi sing nomer loro kok. Coba yen bapak isih ana. „Tidak menjamin ya tidak menjamin kok, saya tanggung sendiri. Memang saya dari dulu yang nomer dua. Coba

kalau bapak masih ada.‟ Data 4 dilakukan Margiyati sebagai P dan Niken Raras sebagai

MT. Pokok pertuturannya adalah Niken Raras menyalahkan Margiyati karena dia selalu dinomor duakan. Bentuk TTE menyalahkan terdapat dalam tuturan ra tanggung ya ra tanggung, tak tanggunge dhewe. Nyet aku ki ket biyen dadi sing nomer loro kok. Coba yen bapak isih

ana. „tidak menjamin ya tidak menjamin kok, saya tanggung sendiri. Memang saya dari dulu yang nomer dua kok. Coba kalau bapak masih ada.‟ Yang merupakan penanda lingual adanya TTE menyalahkan.

Data 5

N. Raras : Ra tanggung ya ra tanggung, tak tanggunge dhewe. Nyet aku ki ket biyen dadi sing nomer loro kok. Coba yen bapak isih ana. „Tidak menjamin ya tidak menjamin kok, saya tanggung sendiri. Memang saya dari dulu yang nomer dua kok.

Coba kalau bapak masih ada.‟

Margiyati : Kowe kuwi, bocah cilik ditresnani malah mbejijat. Simbok wis kelangan bapak merga dipangan Dewata Cengkar, aja nganti simbok kelangan maneh.

„Kamu itu, anak kecil disayangi malah bertingkah. Ibu sudah kehilangan bapak karena dimakan Dewata Cengkar, jangan sampai ibu kehilangan lagi. ‟

Tindak tutur ini dilakukan Niken Raras sebagai P dan Margiyati sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Margiyati menyalahkan Niken Raras karena dia terlaku banyak tingkah. Bentuk TTE menyalahkan terdapat dalam tuturan kowe kuwi, bocah cilik ditresnani malah mbejijat. Simbok wis kelangan bapak merga dipangan Dewata Cengkar, aja nganti simbok kelangan maneh. „Kamu itu, anak kecil disayangi malah bertingkah. Ibu sudah

kehilangan bapak karena dimakan Dewata Cengkar, jangan sampai ibu kehilangan lagi. Yang merupakan penanda lingual adanya TTE menyalahkan. Dalam tuturan ini MT menyalahkan P karena banyak bertingkah sehingga mengancak keamanan.

Data 6

Margiyati : Ki mau merga kowe Ken.

„Ini gara-gara kamu Ken.‟ N. raras : Ampun Den,, kula tesih pengin urip. „Jangan Den, saya masih ingin hidup.‟ Tindak tutur ini dilakukan Margiyati sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Margiyati menyalahkan Niken Raras karena tingkahnya. Bentuk TTE menyalahkan terdapat dalam tuturan ki mau merga kowe Ken.. „Ini „Ini gara-gara kamu Ken.‟ N. raras : Ampun Den,, kula tesih pengin urip. „Jangan Den, saya masih ingin hidup.‟ Tindak tutur ini dilakukan Margiyati sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Margiyati menyalahkan Niken Raras karena tingkahnya. Bentuk TTE menyalahkan terdapat dalam tuturan ki mau merga kowe Ken.. „Ini

Data 7

N. Raras : Jeneng kula Niken Raras, anake simbok sing paling

digethingi. „Nama saya Niken Raras, anaknya ibu yang paling dibenci.‟

Margiyati : Bola-bali cah gemblung, mbok eling lelakon ana dalan mau jan-jane sing nyebabake kowe awit saka patrapmu sing kaya bocah cilik. „Dasar anak tolol, coba ingat kejadian di jalan tadi sebetulnya yang menyebabkan kamu karna sikapmu yang

seperti anak kecil.‟ Data di atas merupakan TTE menyalahkan dengan ditandai

satuan lingual bola-bali cah gemblung, mbok eling lelakon ana dalan mau jan-jane sing nyebabake kowe awit saka patrapmu sing kaya

bocah cilik. „Dasar anak tolol, coba ingat kejadian di jalan tadi sebetulnya yang menyebabkan kamu karna sikapmu yang seperti anak kecil.‟ Dalam tuturan ini MT menyalahkan P karena tingkahnya di

jalan sehingga mengancam keselamatan mereka.

5. Tindak Tutur Mencurigai

Tindak tutur mencurigai yang terjadi karena penutur mempunyai anggapan bahwa mitra tutur telah berbuat sesuatu yang kurang baik. Terdapat pada data berikut.

Data 8

BA : Apa jeneng kita lali marang watake si Dora kang kurang jujur, lan sok goroh. Banjur eling-elingen welingmu dhewe marang si Sembada nalika kita bakal budhal menyang Medhang Kamulan kene. „Apa kamu lupa terhadap wataknya si Dora yang kurang jujur, dan kadang bohong. Kemudian ingat-ingatlah pesanmu sendiri kepada si Sembada ketika kamu akan

berangkat ke Medhang Kamulan sini.‟

Aji Saka : Adhuh, kula kalimput rama.. Dora, Sembada, entenana

aku. „Aduh, saya lupa bapak, Dora, Sembada, tunggulah aku.‟

Tindak tutur ini dilakukan Bathara Anggajali sebagai P dan Aji Saka sebagai MT. Bentuk TTE mencurigai terdapat dalam apa jeneng kita lali marang watake si Dora kang kurang jujur, lan sok goroh. „Apa kamu lupa terhadap wataknya si Dora yang kurang jujur, dan kadang bohong.‟ Merupakan penanda lingual adanya TTE

mencurigai. Dalam tuturan ini P berbincang dengan MT mencurigai watak Dora yang kurang jujur dan kadang berbohong.

6. Tindak Tutur Menuduh

Tindak tutur menuduh yang terjadi karena penutur ingin membuktikan anggapannya bahwa mitra tutur telah melakukan sesuatu yang kurang baik. Sebagai contoh adalah data berikut.

Data 9

Dora : Sembada. Mosok kowe ora percaya karo aku? Aku uga mung netebi dhawuhe Kanjeng Gusti, yen nganti aku ora bisa nuhoni, iba wirangku Sembada. „Sembada. Apa kamu tidak percaya dengan saya? Saya juga hanya melaksanakan tugas dari Kanjeng Gusti, kalau sampai saya tidak bisa melaksanakan hancur nasibku

Sembada.‟

Sembada : Nanging aku uga nuhoni dhawuh Kakang, apa mengkene wae Kakang, si Kakang bali meneh menyang Medhang Kamulan lan matur marang Kanjeng Gusti apa kang tak aturake kabeh mau. Apa yen perlu karo aku. „Tetapi saya juga melaksanakan tugas Kakak, apa begini saja Kakak, Kakak balik lagi ke Medhang Kamulan dan bicara kepada Kanjeng Gusti apa yang saya sampaikan semuanya tadi. A pa kalau perlu bersama dengan saya.‟

Data di atas dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dora yang menuduh Sembada yang kurang percaya terhadapnya. Bentuk TTE menuduh terdapat dalam Sembada. Mosok kowe ora percaya karo aku? „Sembada. Apa kamu Data di atas dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dora yang menuduh Sembada yang kurang percaya terhadapnya. Bentuk TTE menuduh terdapat dalam Sembada. Mosok kowe ora percaya karo aku? „Sembada. Apa kamu

MT dan menuduh bahwa dia sekarang kurang percaya terhadapnya.

7. Tindak Tutur Menyindir

Tindak tutur menyindir yang karena penutur tidak suka dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur, karena penutur menyampaikan alasan-alasan yang tidak masuk akal kepada mitra tutur, dan karena tuturan pertanyaan penutur terhadap mitra tutur. Terdapat pada data berikut.

Data 10

Dewata Cengkar (DC) :H eee… padha ngapa iki?

„Heee..apa yang kalian lakukan?‟ Punggawa

: Leren Kyaine. „Istirahat Kyai‟

DC : Leren? Dha takkon ngapa ya,, tak kon ngapa? Mbisu kabeh, padha wis nguntal kowe? Nguntal urung? „Istirahat? Kalian saya suruh apa ya, saya suruh apa? Diam semua, sudah makan semua kamu? Makan belum? ‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Prajurit sebagai MT. Bentuk TTE menyindir ditandai dengan penanda lingual leren? Dha tak kon ngapa ya, tak kon ngapa? „Istirahat?

Kalian saya suruh apa ya, saya suruh apa? ‟ Dalam tuturan ini P menyindir MT yang sedang enak-enak beristirahat.

Data 11

DC : Galaki nguntalmu thok. He kowe nguntal apa?? „Dibesarkan makanmu saja, he kamu makan apa??‟

Punggawa I

: Kula mbadhog celeng Kyaine, „Saya makan celeng Kyai.‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Prajurit sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dewata Cengkar menyindir para prajurit yang cuma sibesarkan makannya saja. Bentuk TTE menyindir terdapat galaki nguntalmu thok . „Dibesarkan makanmu saja.‟ Yang merupakan penanda lingual adanya TTE menyindir. Dalam tuturan ini P menyindir MT yang cuma dibesarkan makannya saja.

Data 12

DC : Sapi? Mbok apakne sapine? Mbok beleh, mbok kepruk, mbok klethak? Leng-keleng, tak gatekne awit mau, suntrut praubamu, luuecek praenmu, sajake ana sing bakal kok kandhakake. Mikir apa kowe le? Ndang nyangkema, aja mung pendelak- pendelik! Hwahahahaha…. „Sapi? Kamu apakan sapinya? Kamu sembelih, kamu pukul, kamu kunyah?

Leng-keleng, saya perhatikan dari tadi murung mukamu, lecek mukamu, sepertinya ada yang akan kamu sampaikan, mikir apa kamu nak? Cepat berbicaralah, jangan cuma ketakutan! Hwahahaa…‟

Pth. Kar. Keleng : Kyai, ketiwasan Kyai.

„Kyai, kelupaan Kyai..‟

Data 12 dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Patih Karang Keleng sebagai MT. Bentuk TTE menyindir ditandai oleh penanda lingual Leng-keleng, tak gatekne awit mau, suntrut praubamu, luuecek praenmu, „Leng-keleng, saya perhatikan dari tadi murung mukamu, lecek mukamu,‟ Dalam tuturan ini P menyindir MT karena mukanya

yang terlihat murung dan lecek.

Data 13

N. Raras : Sing pidhato pun sami rampung Den? Mangga lho nek

tesih ajeng nyambung. „Yang pidato sudah selesai Den?? Silakan kalau masih mau disambung.‟

Ny. Sagopi : Woo anak setan tenan kowe kuwi, dikandhani wong tuwa kok malah ngeyel, wis Mar, ayo tinggal wae yo. „Woo anak setan beneran kamu itu, diberitahu orang tua malah ngeyel, sudah Mar, ayo ditinggal saja ya.‟

Tindak tutur ini dilakukan Niken Raras sebagai P dan Nyai Sagopi sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Niken Raras yang menyindir Nyai Sagopi yang sedang berbicara. Bentuk TTE Tindak tutur ini dilakukan Niken Raras sebagai P dan Nyai Sagopi sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Niken Raras yang menyindir Nyai Sagopi yang sedang berbicara. Bentuk TTE

sudah selesai Den ? Silakan kalau masih mau disambung.‟

Data 14

N. Raras : Jeneng kula Niken Raras, anake simbok sing paling

digethingi. „Nama saya Niken Raras, anaknya ibu yang paling dibenci.‟

Data di atas merupakan TTE menyindir ditandai oleh penanda lingual pada jeneng kula Niken Raras, anake simbok sing paling digethingi.. „Nama saya Niken Raras, anaknya ibu yang paling dibenci.‟ Dalam tuturan ini P menyindir Nyai Sagopi yang disampaikan kepada MT karena merasa dirinya adalah anak yang paling dibenci.

Data 15

Dora : Sing tenan lho Dhi, ora mung nggah-nggih ning ora kepanggih. „Yang serius lho Dik, jangan hanya iya-iya tetapi tidak paham.‟

Sembada : Iya Kakang, aja kuwatir.

„Iya Kakak, jangan khawatir.‟ Tindak tutur tersebut dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai MT. Bentuk TTE menyindir terdapat pada sing tenan lho Dhi, ora mung nggah-nggih ning ora kepanggih.. „Yang serius lho Dik, „Iya Kakak, jangan khawatir.‟ Tindak tutur tersebut dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai MT. Bentuk TTE menyindir terdapat pada sing tenan lho Dhi, ora mung nggah-nggih ning ora kepanggih.. „Yang serius lho Dik,

8. Tindak Tutur Mengkritik

Tindak tutur mengkritik yang karena penutur merasa jijik dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur dan karena penutur tidak suka atau tidak sependapat dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur. Tindak tutur ekspresif mengkritik terdapat pada.

Data 16

ES : Uwis ta uwis, besuk meneh sing luwih waskita, lan kebek pengati-ati. Ora ana simbok gething anak, anane simbok tresna anak. Sak galak-galake macan ora bakal kolu mangan gogore dhewe. Terus Nyai, bacutna caritamu mau.

„Sudah to sudah, besok lagi yang lebih cermat dan hati-hati. Tidak ada ibu yang benci anak, adanya ibu sayang anak. Segalak-galaknya harimau tidak akan doyan makan anaknya sendiri, terus Nyai, lanjutkan ceritamu tadi. ‟

Data 16 merupakan TTE mengkritik dengan ditandai oleh penanda lingual Ora ana simbok gething anak, anane simbok tresna anak . Sak galak-galake macan ora bakal kolu mangan gogore dhewe.

„Tidak ada ibu yang benci anak, adanya ibu sayang anak. Segalak- „Tidak ada ibu yang benci anak, adanya ibu sayang anak. Segalak-

yang dibenci oleh ibunya.

Data 17

BA : Ajisaka! Ora ana gunane nggetuni lelakon kang wus dumadi, besuk meneh kudu luwih wicaksana, pancen kudu mangkono garising kawasa. Prastawa iki minangka kaca brenggala menawa jagad iki dumadi saka rong perkara kang baku. Ana apik ana elek, ana lanang ana wadon, ana awan ana bengi, ana raga ana sukma, ana thesis lan ana anti thesis, iku mau jenenge oposisi binner, rong perkara mau saknyatane ora bakal bisa nyawiji selawase. Kamardhikan iku pancen larang regane, panebuse ora mung sarana bandha, nanging uga tetesing ludira wekasan. Jer basuki mawa bea! „Ajisaka! Tidak ada gunanya menyesali kajadian yang sudah terlaksana, besok lagi harus lebih bijaksana, memang seperti itu garis Tuhan. Peristiwa ini untuk cermin bahwa jagad ini terdiri dari dua perkara yang baku. Ada baik ada jelek, ada laki-laki ada perempuan, ada siang ada malam, ada raga ada jiwa, ada thesis ada antithesis. Itu tadi namanya oposisi binner, dua perkara itu sebenarnya tidak bisa BA : Ajisaka! Ora ana gunane nggetuni lelakon kang wus dumadi, besuk meneh kudu luwih wicaksana, pancen kudu mangkono garising kawasa. Prastawa iki minangka kaca brenggala menawa jagad iki dumadi saka rong perkara kang baku. Ana apik ana elek, ana lanang ana wadon, ana awan ana bengi, ana raga ana sukma, ana thesis lan ana anti thesis, iku mau jenenge oposisi binner, rong perkara mau saknyatane ora bakal bisa nyawiji selawase. Kamardhikan iku pancen larang regane, panebuse ora mung sarana bandha, nanging uga tetesing ludira wekasan. Jer basuki mawa bea! „Ajisaka! Tidak ada gunanya menyesali kajadian yang sudah terlaksana, besok lagi harus lebih bijaksana, memang seperti itu garis Tuhan. Peristiwa ini untuk cermin bahwa jagad ini terdiri dari dua perkara yang baku. Ada baik ada jelek, ada laki-laki ada perempuan, ada siang ada malam, ada raga ada jiwa, ada thesis ada antithesis. Itu tadi namanya oposisi binner, dua perkara itu sebenarnya tidak bisa

Ajisaka : Mugi jagad anyekseni, wiwit dinten menika kula badhe damel prasasti kangge ngengeti lelabuhanipun Dora lan Sembada, WONTEN UTUSAN, PERANG TANDHING, SADAYA UNGGUL, SADAYA GUGUR. „Semoga jagad menjadi saksi, mulai hari ini saya akan membuat prasasti untuk mengenang perjalanan Dora dan Sembada, ADA UTUSAN, PERANG TANDING, SEMUA MENANG, SEMUA GUGUR. ‟

Tindak tutur ini dilakukan Bathara Anggajali sebagai P dan Ajisaka sebagai MT. Bentuk TTE mengkritik terdapat pada ora ana gunane nggetuni lelakon kang wus dumadi, besuk meneh kudu luwih

wicaksana, pancen kudu mangkono garising kawasa. „Tidak ada gunanya menyesali kajadian yang sudah terlaksana, besok lagi harus

lebih bijaksana, memang seperti itu garis Tuhan.‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE mengkritik. Dalam tuturan

ini P mengkritik MT menyesali kejadian perang yang menyebabkan tewasnya Dora dan Sembada.

9. Tindak Tutur Meminta Maaf

Tindak tutur meminta maaf yang terjadi karena permintaan mitra tutur, karena perasaan tidak enak penutur terhadap mitra tutur karena telah mengganggu waktu mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 18

Sembada : Adhuh Kakang, aku njaluk ngapura. Ora kok jeneng aku ora percaya karo si Kakang, nanging pitungkase Kanjeng G usti mbiyen marang aku “aja pisan-pisan masrahake pusaka iki marang sapa wae kajaba ingsun dhewe si ng mundhut.” lan Kakang uga nekseni. Dadi kepeksa aku ora bisa ngulungake kakang. Aku wis janji marang Kanjeng Guru bakal ngreksa pusaka iki ngluwihi nyawaku dhewe Kakang. „Aduh Kakak, saya minta maaf. Bukannya saya tidak percaya terhadap Kakak, tetapi pesan Kanjeng Gusti

dulu kepada saya “jangan sekali-sekali memberikan pusaka ini kepada siapa saja kecuali saya sendiri yang

mengambil.” Dan Kakak juga menjadi saksi. Jadi terpaksa saya tidak bisa memberikan Kakak. Saya

sudah berjanji kepada Kanjeng Guru akan menjaga pusaka ini melebihi nyawaku sendiri K akak.‟

Dora : Sembada. Mosok kowe ora percaya karo aku? Aku uga mung netebi dhawuhe Kanjeng Gusti, yen nganti aku ora bisa nuhoni, iba wirangku Sembada.

„Sembada, apakah kamu tidak percaya dengan saya? Aku juga cuma melaksanakan perintah Kanjeng Gusti, kalau sampai saya tidak bisa melaksanakan, bisa celaka saya Sembada.‟

Tindak tutur ini dilakukan Sembada sebagai P dan Dora sebagai MT. Bentuk TTE meminta maaf terdapat pada Adhuh Kakang, aku njaluk ngapura. Ora kok jeneng aku ora percaya karo si Kakang.

„Aduh Kakak, saya minta maaf. Bukannya saya tidak percaya terhadap kakak,‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE meminta maaf. Dalam tuturan ini P meminta maaf kepada MT karena tidak bisa memberikan pusaka kepadanya.

Data 19

Sembada : Kakang Dora, aku ora sengaja Kakang. Dikuat- kuatne Kakang.. ooh Kakang. Aku njaluk ngapura. „Kakak Dora, saya tidak sengaja Kakak. Dikuat- kuatkan Kakak. Oh Kakak. Saya minta maaf. ‟

Dora : Sembada, dikaya ngapaa kowe adhiku, tak trima, sejatine aku kautus Kanjeng Gusti mboyong kowe lan pusaka. „Sembada, mau seperti apapun kamu itu adik saya, saya terima, sejatinya saya diutus Kanjeng Gusti menjemput kamu dan pusaka. ‟

Data tersebut dilakukan Sembada sebagai P dan Dora sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Sembada meminta maaf kepada

Dora karena secara tidak sengaja dia telah menusuk Dora dengan keris. Bentuk TTE meminta maaf ditandai dengan penanda lingual kakang Dora, aku ora sengaja kakang. Dikuat-kuatne Kakang.. ooh

Kakang. Aku njaluk ngapura. „Kakak Dora, saya tidak sengaja Kakak.

Dikuat-kuatkan Kakak. Oh Kakak. Saya minta maaf.

Data 20

Ajisaka : Dora Sembada, kepiye iki mau, kabeh iki salahku dhewe, aku njaluk pangapura. Oh Dewa-dewa kula nyuwun pangayoman. „Dora Sembada, bagaimana ini tadi, ini semua salah saya sendiri, saya minta maaf. Oh Dewa-dewa saya minta perlindungan.‟

Data 20 dilakukan Ajisaka sebagai P dan Dora serta Sembada sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Ajisaka meminta maaf kepada Dora dan Sembada karena merasa bersalah atas kejadian meninggalnya mereka. Bentuk TTE meminta maaf terdapat pada Dora Sembada, kepiye iki mau, kabeh iki salahku dhewe, aku njaluk

pangapura. Oh Dewa-dewa kula nyuwun pangayoman. „Dora Sembada, bagaimana ini tadi, ini semua salah saya sendiri, saya minta maaf. Oh Dewa- dewa saya minta perlindungan.‟ sebagai penanda lingual.

10. Tindak Tutur Mengejek

Tindak tutur mengejek yang terjadi karena sikap mitra tutur yang tidak bersedia menuruti permintaan penutur dan karena penutur tidak suka dengan Tindak tutur mengejek yang terjadi karena sikap mitra tutur yang tidak bersedia menuruti permintaan penutur dan karena penutur tidak suka dengan

Data 21 N. Raras

: Ampun Den,, kula tesih pengin urip. „Jangan Den, saya masih ingin hidup.‟

Pth. Kar. keleng : H whahahaha… bengak-bengoka nganti telakmu njepat ora bakal ana sing wani nulungi. Yen ana malah kepeneran, bisa tak cekel kanggo tandho badhogane Kyaine, ndang ditali seret gawa bali cah!

„Hahahaha..

teriak-teriak

saja sampai kerongkonganmu keluar tidak bakal ada yang berani menolong. Kalau ada malah kebetulan, bisa saya tangkap untuk cadangan makanan Kyai, cepet ditali seret bawa balik nak! ‟

Tindak tutur ini dilakukan Patih Karang Keleng sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Bentuk TTE mengejek terdapat pada

hwhahahaha… bengak-bengoka nganti telakmu njepat ora bakal ana sing wani nulungi. Yen ana malah kepeneran, bisa tak cekel kanggo tandho badhogane Kyaine, ndang ditali seret gawa bali cah!

„Hahahaha.. teriak-teriak saja sampai kerongkonganmu keluar tidak bakal ada yang berani menolong. Kalau ada malah kebetulan, bisa saya tangkap untuk cadangan makanan Kyai, cepet ditali seret bawa balik nak !‟ yang merupakan penanda lingual adanya TTE mengejek.

Dalam tuturan ini P mengejek MT yang berteriak-teriak mencoba untuk mencari pertolongan.

11. Tindak Tutur Menyayangkan

Tindak tutur menyayangkan yang terjadi karena penutur merasa iba atau kasihan terhadap mitra tutur. Contoh terdapat pada data berikut ini.

Data 22

Margiyati : Wis togna wae Mbok, bocah siji kuwi pancen paling pinter nyengkakke patine wong tuwa,, aja maneh simbok, aku wae cumleng mbok-mbok.. „Sudah biarkan saja bu, anak satu itu memang pintar mempercepat matinya orang tua, jangankan ibu, saya sendiri saja bingung bu- bu.‟

Data tindak tutur diatas dilakukan Margiyati sebagai P dan Nyai Sagopi sebagai MT. Bentuk TTE menyayangkan terdapat pada wis togna wae Mbok, bocah siji kuwi pancen paling pinter nyengkakke patine wong tuwa,, aja maneh simbok, aku wae cumleng Mbok-mbok.. „Sudah biarkan saja Bu, anak satu itu memang pintar mempercepat matinya orang tua, jangankan ibu, saya sendiri saja bingung Bu- bu.‟ Dalam tuturan ini P berkeluh kesan MT menyayangkan tidakan dan sifat Niken Raras.

Data 23

Ny. Sagopi : Aja dha udreg ta cah. Kowe kuwi sedulur, kowe kabeh tak gadhang-gadhang supaya bisa mikul dhuwur mendhem jero jenenge wong tuwa, ya senadyan kowe bocah wadon. „Jangan ribut terus, kamu itu saudara, kamu semua saya gadang-gadang supaya bisa mikul dhuwur mendhem jero namanya orang tua, ya walaupun kamu anak perempuan .‟

Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Niken Raras serta Margiyati sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi menyayangkan Margiyati dan Niken Raras yang selalu bertengkar. Bentuk TTE menyayangkan terdapat pada aja dha udreg ta cah. Kowe kuwi sedulur, kowe kabeh tak gadhang-gadhang supaya bisa mikul dhuwur mendhem jero jenenge wong tuwa, ya senadyan

kowe bocah wadon.. „Jangan ribut terus, kamu itu saudara, kamu semua saya gadang-gadang supaya bisa mikul dhuwur mendhem jero namanya orang tua, ya walaupun kamu anak perempuan .‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual dari TTE menyayangkan.

12. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Heran

Tindak tutur mengungkapkan rasa heran yang terjadi karena rasa keheranan penutur terhadap sikap atau tuturan mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 24

DC : Kowe mbadhog celeng? „Kamu makan babi hutan?‟

Punggawa I

: Inggih Kyaine. „Iya Kyai‟

Data diatas merupakan TTE mengungkapkan rasa heran yang ditandai dengan penanda lingual kowe mbadhog celeng? „Kamu makan babi hutan ?‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa heran kepada MT karena memakan babi hutan.

Data 25

DC : Hahahahaha. Kowe, nguntal apa? „Hahahaha. Kamu, makan apa?‟

Punggawa II : Sapi Kyaine.

„Sapi Kyai‟ DC : Sapi? Mbok apakne sapine? Mbok beleh, mbok kepruk, mbok klethak? Leng-keleng, tak gatekne awit mau, suntrut praubamu, luuecek praenmu, sajake ana sing bakal kok kandhakake. Mikir apa kowe Le? Ndang

Hwahahahaha „Sapi? Kamu apakan sapinya? Kamu sembelih, kamu pukul, kamu kunyah? Leng-keleng, saya perhatikan dari tadi murung mukamu, lecek mukamu, sepertinya ada yang akan kamu sampaikan, mikir apa kamu Nak? Cepat berbicaralah, jangan cuma ketakutan! Hwahahaa ‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Punggawa II sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dewata Cengkar yang heran dengan makanan prajuritnya. Bentuk TTE mengungkapkan rasa heran ditandai oleh penanda lingual Sapi? Mbok

apakne sapine? Mbok beleh, mbok kepruk, mbok klethak? „Sapi? Kamu apakan sapinya? Kamu sembelih, kamu pukul, kamu kunyah? ‟

Data 26

Ny.Sagopi : Kisanak, sampeyan niku sinten lan asale saking pundi? Kok wona-wanine nglawan prajurite Dewata Cengkar? „Kisanak, anda itu siapa dan asalnya darimana? Kok berani-beraninya melawan prajuritnya Dewata Ceng kar?‟

ES : Jenengku Empu Sangkala Nyai, lan wong loro iki muridku. „nama saya Empu Sangkala Nyai, dan dua orang ini murid saya.‟

Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Empu Sangkala sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi bertanya heran karena ada orang yang berani melawan prajurit Dewata Cengkar. Bentuk TTE mengungkapkan rasa heran ditandai oleh penanda lingual kisanak, sampeyan niku sinten lan asale saking pundi? Kok wona-wanine nglawan prajurite Dewata Cengkar?

„Kisanak, anda itu siapa dan asalnya darimana? Kok berani-beraninya melawan prajuritnya Dewata Cengkar?‟

Data 27

Dora : Lha apa ora ana sing wani menggak Nyai? „Kenapa kok tidak ada yang berani mencegah Nyai?‟

Ny. Sagopi : Boten wonten, wong Dewata Cengkar niku kejeme boten ukur, saktine nggih boten enten tandhingane. „Tidak ada, karena Dewata Cengkar itu kejamnya tidak terukur, saktinya juga tidak ada tandingannya.‟

Data 27 dilakukan Dora sebagai P dan Nyai Sagopi sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dora bertanya heran karena tidak ada orang yang berani mencegah Dewata Cengkar. Bentuk TTE mengungkapkan rasa heran terdapat pada lha apa ora ana sing wani

menggak Nyai? „Kenapa kok tidak ada yang berani mencegah Nyai?‟

Data 28

DC : Kowe-kowe ki padha kalah? „Kalian kalah?‟

Punggawa

: Inggih Kyai. „Iya Kyai.‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Punggawa sebagai MT. Kalimat dalam kowe-kowe ki padha kalah? „Kalian kalah?‟ merupakan penanda lingual adanya bentuk TTE

mengungkapkan rasa heran. Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa heran kepada MT karena prajurit kalah semua.

13. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Terkejut

Tindak tutur mengungkapkan rasa kaget atau terkejut yang diterjadi karena rasa kaget yang dirasakan oleh penutur terhadap sikap atau tuturan mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 29

DC : Hahahaha.. apa aku ora salah krungu? Tenan kuwi? „hahaha.. apa saya tidak salah dengar? Betul itu?‟

ES : Leres sang Prabu, sowan kula ing ngriki badhe nyarawidekaken gesang supados dados dhaharipun Sang Dewata Cengkar. „Betul sang Prabu, datang saya kesini mau mengorbankan hidup saya supaya jadi makanannya Sang Dewata Cengkar.‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Empu Sangkala sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa terkejut terdapat pada hahahaha.. apa aku ora salah krungu? Tenan kuwi? „Hahaha.. apa saya tidak salah dengar? Betul itu?‟ Kalimat merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa terkejut. Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa terkejut kepada MT karena mengatakan kesediaannya untuk menjadi makanannya.

Data 30

DC : Lemah? Njaluk lemah thok. Nggo kuburan? Saiki miliha lemah sing ngendi? „Tanah? Hanya minta tanah. Untuk kuburan? Sekarang pilihlah tanah yang mana?‟

ES : Pundi kemawon hamba purun, ananging siti ingkang hamba suwun inggih sami kaliyan destar ingkang hamba beta. „Yang mana saja mau, tetapi tanah yang saya minta ya sama seperti destar yang saya bawa.‟

Data diatas dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Empu Sangkala sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa terkejut terdapat pada lemah? Njaluk lemah thok. Nggo kuburan? Saiki miliha

lemah sing ngendi? „Tanah? hanya minta tanah. Untuk kuburan? Sekarang pilihlah tanah yang mana?‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa terkejut. Dalam lemah sing ngendi? „Tanah? hanya minta tanah. Untuk kuburan? Sekarang pilihlah tanah yang mana?‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa terkejut. Dalam

Data 31

Sembada : Kakang Dora, lagi wae meneng dadi rerasan. dipenakake sing lungguh Kakang. „Kakak Dora, baru saja berhenti dibicarakan, dienakkan dulu yang duduk K akak.‟

Dora : Kaya wis prayoga Yayi, Nyai, Nini, padha becik?? „Seperti sudah digariskan Yayi, Nyai, Nini, baik semua? ‟

Tindak tutur ini dilakukan Sembada sebagai P dan Dora sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Sembada terkejut dengan Dora yang tiba-tiba datang setelah menjadi pembicaraan. Bentuk TTE mengungkapkan rasa terkejut ditandai oleh penanda lingual Kakang Dora, lagi wae meneng dadi rerasan.. dipenakake sing lungguh

Kakang.. „Kakak Dora, baru saja berhenti dibicarakan, dienakkan dulu yang duduk K akak.‟

Data 32

Sembada : Yen mengkono Kanjeng Gusti wis mangkat Kakang? Oh Gusti. „Kalau begitu Kanjeng Gusti sudah mangkat Kakak? Oh Gusti. ‟

Dora : Kosik ta, crita durung rampung kok dipedhot. „Sebentar to, cerita belum selesei kok diputus.‟

Tindak tutur ini dilakukan Sembada sebagai P dan Dora sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Sembada terkejut dengan Dora yang mengira bahwa Ajisaka sudah meninggal. Bentuk TTE mengungkapkan rasa terkejut terdapat pada yen mengkono Kanjeng

Gusti iwis mangkat Kakang? Oh Gusti. „Kalau begitu Kanjeng Gusti sudah mangkat Kakak? Oh Gusti .‟ yang merupakan penanda lingual TTE megungkapkan rasa terkejut.

14. Tindak Tutur mengungkapkan Rasa Jengkel

Tindak tutur mengungkapkan rasa jengkel atau sebal yang terjadi karena penutur merasa kesal terhadap apa yang dilakukan oleh mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 33

DC : Wedi karo aku? Pa dha wedi kowe karo aku? Saiki piye caramu menungsa-menungsa kuwi kudu mbok cekel, lebokne kandhang kanggo badhoganku, padha mbisu ngapa dha njawaba! „Takut dengan saya? Apa kalian takut dengan saya? Sekarang bagaimana caramu manusia-manusia itu harus kamu tangkap, masukkan kandang untuk makananku, kok membisu kenapa ayo jawab! ‟

Punggawa

: Nggih Kyaine „Ya Kyai.‟

Data tersebut dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Punggawa sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa jengkel terdapat pada wedi karo aku? Pa dha wedi kowe karo aku? Saiki piye caramu menungsa-menungsa kuwi kudu mbok cekel, lebokne kandhang kanggo badhoganku, padha mbisu ngapa dha njawaba! „Takut dengan saya? Apa kalian takut dengan saya? Sekarang

bagaimana caramu manusia-manusia itu harus kamu tangkap, masukkan kandang untuk makananku, kok membisu kenapa ayo jawab !‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa jengkel kepada MT karena mereka takut dan tidak berhasil menangkap para manusia untuk makan Dewata Cengkar.

Data 34

Niken Raras : Ora-orane Mbok, wong panggonan wis nylempit ra menakke ngene kok. Panas ki lho Mbok, panas. Tak leren sik, mengko yen aku semaput piye coba? „Tidak-tidak Bu, orang tempat sudah sempit tidak enak begini kok. Panas ini lho Bu, panas, saya istirahat dulu, nanti kalau saya pingsan bagaimana

coba?‟

Ny. Sagopi : Oalah Beng-beng, kapan kowe ki yen tak kongkon ora nganggo semaur ngono kuwi? Mbok ya kaya mbakyumu kuwi, meneng ning rikat yen kon tandhang gawe.

„Oalah beng-beng, kapan kamu itu kalau disuruh tidak pakai menjawab seperti itu?! Coba seperti kakakmu itu, diam tapi cekatan kalau disuruh bekerja.‟

Tindak tutur ini dilakukan Niken Raras sebagai P dan Nyai Sagopi sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Niken Raras jengkel dengan Nyai Sagopi yang selalu menyuruh-nyuruh untuk pergi. Bentuk TTE mengungkapkan rasa jengkel ditandai oleh penanda lingual ora-orane Mbok, wong panggonan wis nylempit ra menakke ngene kok. Panas ki lho Mbok, panas. Tak leren sik, mengko yen aku

semaput piye coba? „Tidak-tidak Bu, orang tempat sudah sempit tidak enak begini kok. Panas ini lho Bu, panas, saya istirahat dulu, nanti

kalau saya pingsan bagaimana coba?‟

Data 35

N. Raras : Sing pidhato pun sami rampung Den? Mangga lho nek tesih ajeng nyambung. „Yang pidato sudah selesai Den? Silakan lho kalau masih mau dilanjutkan.‟

Ny. Sagopi : Woo anak setan tenan kowe kuwi, dikandhani wong tuwa kok malah ngeyel, wis Mar, ayo tinggal wae yo.. „Woo anak setan benar kamu itu, dikasih tahu orang tua kok malah ngeyel, sudah Mar, ayo ditinggal saja yo.‟

Data 35 dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi jengkel dengan

Niken Raras yang menurutnya susah untuk diberitahu. Bentuk TTE mengungkapkan rasa jengkel ditandai oleh penanda lingual woo anak setan tenan kowe kuwi, dikandhani wong tuwa kok malah ngeyel, wis

Mar, ayo tinggal wae yo.. „Woo anak setan benar kamu itu, dikasih t ahu orang tua kok malah ngeyel, sudah Mar, ayo ditinggal saja yo.‟

Data 36

Sembada : Yen kaya mangkono aku mung sakdrema ngladeni! Kowe sing miwiti! „Kalau begitu saya hanya bisa meladeni! Kamu yang memulai!‟

Dora : Murang tata, nantang wong tuwa kowe! „Kurang ajar, nantang orang tua kamu!‟

Tindak tutur diatas dilakukan Sembada sebagai P dan Dora sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa jengkel terdapat pada yen kaya mangkono aku mung sakdrema ngladeni! Kowe sing miwiti!

„Kalau begitu saya hanya bisa meladeni! Kamu yang memulai!‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE

mengungkapkan rasa jengkel. Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa jengkel kepada MT karena tantangan perang yang diucapkannya.

15. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Marah

Tindak tutur mengungkapkan rasa marah yang terjadi karena perasaan sangat tidak senang mitra tutur terhadap sikap penutur, dan karena rasa takut yang dirasakan penutur terhadap apa yang sedang dilakukan mitra tutur.

Tindak tutur ekspresif mengungkapkan rasa marah terdapat pada data berikut ini.

Data 37

DC : Ketiwasan piye? Cangkirmu ki sing cetha yen kandha! Rasah prembak-prembik, bedhes kowe! „Lupa bagaimana? Mulutmu yang jelas kalau bicara! Tidak usah berkaca-kaca, monyet kamu !‟

Pth. Kar.Keleng : Lha tibae niku, wewengkon ing Medhang Kamulan ngriki mpun sepi menungsa. Sing tesih ambegan, dha minggat ngungsi, sebab ajrih yen ajeng didhahar Kyaine. „Lha ternyata, daerah Medhang Kamulan situ sudah sepi manusia. Yang masih bernapas pergi mengungsi, sebab takut kalau mau dimakan K yai.‟

Data 37 merupakan TTE mengungkapkan rasa marah ditandai oleh penanda lingual ketiwasan piye? Cangkirmu ki sing cetha yen kandha! Rasah prembak-prembik, bedhes kowe! „Lupa bagaimana? Mulutmu yang jelas kalau bicara! Tidak usah berkaca-kaca, monyet

kamu!!‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa marah kepada MT karena tidak segera berbicara mengenai keadaan yang terjadi di

Medhang Kamulan.

Data 38

Punggawa

: Nggih Kyaine „Ya Kyai.‟

DC : Nggah-nggih nggah-nggih, ndang dha minggata! „Iya-iya iya-iya, cepat kalian pergi sana!‟

Tindak tutur tersebut merupakan TTE mengungkapkan rasa marah dengan ditandai oleh penanda lingual nggah-nggih nggah- nggih, ndang dha minggata! „Iya-iya iya-iya, cepat kalian pergi sana!‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa marah kepada MT karena tidak segera pergi melaksanakan perintah yang telah disampaikan.

Data 39

Margiyati : Titenana yen eneng apa-apa, aku ro simbok ra tanggung! „Lihat saja kalau ada apa-apa, saya dan ibu tidak menanggung!‟

N. Raras : Ra tanggung ya ra tanggung, tak tanggunge dhewe. Nyet aku ki ket biyen dadi sing nomer loro kok. Coba yen bapak isih ana. „Tidak menjamin ya tidak menjamin, saya tanggungnya sendiri. Memang saya dari dulu yang jadi nomor dua kok. Coba kalau bapak masih ada. ‟

Data diatas merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa marah yang ditandai oleh penanda lingual titenana yen eneng apa-apa, aku ro simbok ra tanggung! „Lihat saja kalau ada apa-apa, saya dan ibu tidak menanggung!‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa marah kepada MT karena susah untuk diberitahu.

Data 40

DC : Dha ngapa iki? Pa kowe dha ra ngerti aku wes luwe? „Apa yang kalian lakukan? Apa tidak tahu kalau saya sudah lapar?‟

Kar. Keleng

: Anu. „Anu.‟

Tindak tutur ini dilakukan Dewata Cengkar sebagai P dan Patih Karang Keleng sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dewata Cengkar marah kepada Patih Karang Keleng tidak paham bahwa dirinya sudah lapar. Bentuk TTE mengungkapkan rasa marah ditandai oleh penanda lingual dha ngapa iki? Pa kowe dha ra ngerti aku wes

luwe? „Apa yang kalian lakukan? Apa tidak tahu kalau saya sudah lapar?‟

Data 41

Dora : Sembada! Yen kaya mangkono mau tegese kowe ngina marang kaluhuraning Kanjeng Gusti ya sang Prabu Aji Saka. Pangkatmu kuwi apa he? Rak mung gedibal ta! Gene wani-wani ngereh ratu! „Sembada! Kalau seperti itu artinya kamu menghina keluhuran Kanjeng Gusti ya sang Prabu Aji Saka. Pangkatmu itu apa he? Hanya pengikut kan? Kok berani- berani menghina raja!‟

Sembada : Kakang, genea si Kakang nesu? Aku rak mung nuhoni dawuh lan janji. Apa wae sing bakal tumempuh iki tak rungkebi! „Kakak, kenapa si Kakak marah? Saya hanya melaksanakan perintah dan janji. Apa saja yang bakal

saya tempuh saya jalani.‟ Tindak tutur ini dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai

MT. Pokok pertuturannya adalah Dora yang marah karena menurutnya perkataan Sembada menghina sang Aji Saka. Bentuk TTE mengungkapkan rasa marah terdapat Sembada! Yen kaya mangkono mau tegese kowe ngina marang kaluhuraning Kanjeng Gusti ya sang Prabu Aji Saka. Pangkatmu kuwi apa he? Rak mung gedibal ta! Gene

wani-wani ngereh ratu! „Sembada! Kalau seperti itu artinya kamu menghina keluhuran Kanjeng Gusti ya sang Prabu Aji Saka. Pangkatmu itu apa he? Hanya pengikut kan? Kok berani-berani

menghina raja!‟ sebagai penanda lingualnya.

Data 42

Dora : Wis menenga! Cekake yen pusaka ora kok pasrahake sarana aris, bakal tak rebut kanthi cara rudapeksa! „Sudah diamlah! Gampangnya kalau pusaka tidak diserahkan dengan cara baik, akan saya rebut dengan

cara paksa!‟

Sembada : Yen mangkono aku mung sakdrema ngladeni! Kowe sing miwiti! „Kalau begitu saya hanya bisa meladeni! Kamu yang memulai!‟

Data 42 merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa marah dengan penanda lingual wis menenga! Cekake yen pusaka ora kok pasrahake sarana aris, bakal tak rebut kanthi cara rudapeksa! „Sudah diamlah! Gampangnya kalau pusaka tidak diserahkan dengan cara baik, akan saya rebut dengan cara paksa!‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa marah kepada MT karena tidak segera memberikan pusaka dan mengancam akan mengambil secara paksa.

Data 43

Dora : Murang tata, nantang wong tuwa kowe! „Kurang ajar, menantang orang tua kamu!‟

Tindak tutur ini dilakukan Dora sebagai P dan Sembada sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Dora yang marah karena Sembada yang menantangnya untuk berkelahi. Bentuk TTE mengungkapkan rasa marah ditandai oleh penanda lingual murang tata, nantang wong tuwa kowe! „Kurang ajar, menantang orang tua kamu!‟

16. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Bangga

Tindak tutur mengungkapkan rasa bangga yang terjadi karena penutur merasa mempunyai keunggulan dibandingkan orang lain. Terdapat pada data berikut ini.

Data 44

DC : Mbok apakne celenge? „Kamu apakan babi hutannya?‟

Punggawa I : Inggih, kula mbadhog celeng, sirahe kula keprukne watu gilang, ambyar Kyaine. Polone kula dheruki, lalapane godhong kecubung, cemilan klabang dipepe, uenak tenan. hwahwahwahwahwahwa „Iya, saya makan babi hutannya, kepalanya saya pukul dengan batu, remuk Kyai. Otaknya saya ambil, lalapannya daun kecubung, camilannya kelabang dijemur, enak banget. hahahahahaha. ‟ DC :H ahahahaha… Kowe, nguntal apa? „Hahaha… Kamu, makan apa?‟

Data tersebut dilakukan Punggawa I sebagai P dan Dewata Cengkar sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Punggawa I yang bangga dengan makanan dan cara memakannya, dia memakan babi hutan, kelabang serta daun kecubung. Bentuk TTE mengungkapkan rasa bangga ditandai oleh penanda lingual inggih, kula mbadhog celeng, sirahe kula keprukne watu gilang, ambyar Kyaine. Polone kula dheruki, lalapane godhong kecubung, cemilan klabang dipepe, Data tersebut dilakukan Punggawa I sebagai P dan Dewata Cengkar sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Punggawa I yang bangga dengan makanan dan cara memakannya, dia memakan babi hutan, kelabang serta daun kecubung. Bentuk TTE mengungkapkan rasa bangga ditandai oleh penanda lingual inggih, kula mbadhog celeng, sirahe kula keprukne watu gilang, ambyar Kyaine. Polone kula dheruki, lalapane godhong kecubung, cemilan klabang dipepe,

Data 45

Dora : Lha yo iki perluku teka ing dukuh Bakalan kene. Kanjeng Gusti Empu Sangkala wiwit dina kuwi kawinisuda dening Dewa jumeneng nata Medhang Kamulan jejuluk P rabu “AJISAKA”. „Lha ya ini perlu saya datang di dukuh Bakalan sini. Kanjeng Gusti Empu Sangkala mulai hari itu disahkan oleh Dewa memimpin Medhang Kamulan dijuluki P rabu “AJISAKA”.‟

Sembada, Sagopi, anak-anak : We lha sukur, nyata bakal ana

peradaban anyar ing pulo kene. „Ya syukur, nyata akan ada peradaban baru di pulau ini.‟

Data 45 dilakukan Sembada, Nyai Sagopi dan anak-anaknya sebagai P dan Dora sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa bangga ditandai oleh penanda lingual we lha sukur, nyata bakal ana

peradaban anyar ing pulo kene. „Ya syukur, nyata akan ada peradaban baru di pulau ini.‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa bangga karena Empu Sangkala berhasil mengalahkan Dewata Cengkar dan peradaban anyar ing pulo kene. „Ya syukur, nyata akan ada peradaban baru di pulau ini.‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa bangga karena Empu Sangkala berhasil mengalahkan Dewata Cengkar dan

17. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Malu

Tindak tutur mengungkapkan rasa malu yang terjadi karena penutur merasa sangat tidak enak hati terhadap mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 46

BA : Kepriye kok kita nganti kekilapan? Dupeh darbe panguwasa kita lali marang janji-janjimu dhewe marang kawulamu dhewe. Kepriye kita iku? „Bagaimana kok kamu sampai lupa? Mentang- mentang punya kekuasaan kamu lupa terhadap janji- janjimu sendiri kepada rakyatmu sendiri, bagaimana kamu itu?‟

Aji Saka : Ingkang rama pukulun pikajengaken kados pundi? „Yang bapak guru inginkan seperti apa?‟

Tindak tutur ini dilakukan Bathara Anggajali sebagai P dan Aji Saka sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa malu ditandai oleh penanda lingual kepriye kok kita nganti kekilapan? Dupeh darbe panguwasa kita lali marang janji-janjimu dhewe marang kawulamu

dhewe. Kepriye kita iku? „Bagaimana kok kamu sampai lupa? Mentang-mentang punya kekuasaan kamu lupa terhadap janji-janjimu sendiri kepada rakyatmu sendiri, bagaimana kamu itu?‟ Dalam tuturan dhewe. Kepriye kita iku? „Bagaimana kok kamu sampai lupa? Mentang-mentang punya kekuasaan kamu lupa terhadap janji-janjimu sendiri kepada rakyatmu sendiri, bagaimana kamu itu?‟ Dalam tuturan

18. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Takut

Tindak tutur mengungkapkan rasa takut yang terjadi karena perasaan takut penutur terhadap sesuatu. Terdapat pada data berikut ini.

Data 47

Nyai Sagopi : Wuk, ayo ta! Mbok rada cepet sing mlaku, mengko yen kecekel gedibale Dewata Cengkar simbok ra melu tanggung lho ya. „Nak, ayo! Cepat sedikit yang jalan, nanti kalau tertangkap anak buahnya Dewata Cengkar ibu tidak

ikut menanggung lho ya.‟

Niken Raras : Ora-orane Mbok, wong panggonan wis nylempit ra menakke ngene kok. Panas ki lho Mbok, panas. Tak leren sik, mengko yen aku semaput piye coba?

„Tidak-tidak Bu, orang tempatnya sudah sempit tidak mengenakkan gini kok. Panas ini lho Bu, panas. Saya istirahat sebentar, nanti kalau pingsan bagaimana coba?‟

Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi yang ketakutan jika ditangkap oleh anak buah Dewata Cengkar. Bentuk TTE mengungkapkan rasa takut ditandai oleh penanda lingual wuk, Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi yang ketakutan jika ditangkap oleh anak buah Dewata Cengkar. Bentuk TTE mengungkapkan rasa takut ditandai oleh penanda lingual wuk,

Data 48

Margiyati : Kowe kuwi, bocah cilik ditresnani malah mbejijat. Simbok wis kelangan bapak merga dipangan Dewata Cengkar, aja nganti simbok kelangan maneh. „Kamu itu, anak kecil disayangi malah bertingkah. Ibu sudah kehilangan bapak karena dimakan Dewata

Cengkar, jangan sampai ibu kehilangan lagi.‟ Data 48 merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa takut

dengan ditandai oleh penanda lingual Simbok wis kelangan bapak merga dipangan Dewata Cengkar, aja nganti simbok kelangan

maneh. „Ibu sudah kehilangan bapak karena dimakan Dewata Cengkar, jangan sampai ibu kehilangan lagi.‟ Dalam tuturan ini P

mengungkapkan rasa takut kepada MT karena dia takut kalau adiknya menjadi korban Dewata Cengkar seperti ayahnya dulu.

Data 49

Ny. Sagopi

:T ulung… tulung… ampun Den. „Tolong…tolong… jangan Den.‟

Tindak tutur diatas dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Punggawa Dewata Cengkar sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa takut ditandai oleh penanda lingual tulung… Tindak tutur diatas dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Punggawa Dewata Cengkar sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa takut ditandai oleh penanda lingual tulung…

Data 50

N. Raras : Ampun Den, kula tesih pengin urip. „Jangan Den, saya masih ingin hidup.‟

Pth. Kar. keleng : H whahahaha… bengak-bengoka nganti telakmu njepat ora bakal ana sing wani nulungi. Yen ana malah kepeneran, bisa tak cekel kanggo tandho badhogane Kyaine, ndang ditali seret gawa bali cah!

„Hahahaha..

teriak-teriak

saja sampai kerongkonganmu keluar tidak bakal ada yang berani menolong. Kalau ada malah kebetulan, bisa saya tangkap untuk cadangan makanan Kyai, cepet ditali seret bawa balik nak! ‟

Data 50 merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa takut dengan ditandai oleh penanda lingual ampun Den,, kula tesih pengin urip.. „Ampun Den, saya masih ingin hidup.‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa takut kepada MT yang telah menangkapnya.

Data 51

Punggawa 1 : Karep kula, sakderenge dibadhog kalih kyaine, rak luwih prayoga awake dhewe dhisik sing mbadhog, mbadhog penake cah ayu-ayu niki, nek mboke ditali ten uwit niku sik pripun?

„Keinginan saya, sebelum dimakan kyai, alangkah lebih baik kita dulu yang memakan, memakan enaknya anak cantik-cantik ini, kalau ibunya ditali dipohon itu dulu bagaimana? ‟

Ny. Sagopi

: Ampun Den, ampuuuun. „Jangan Den, jangan.‟

Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Punggawa I sebagai MT. Pokok pertuturannya adalah Nyai Sagopi takut karena tertangkap oleh punggawa I Bentuk TTE mengungkapkan rasa takut terdapat Ampun Den, ampuuuun. „Jangan

D en, jangan.‟ Yang merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa takut. Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa takut kepada MT yang telah menangkapnya.

19. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Simpati

Tindak tutur mengungkapkan rasa simpati yang terjadi karena rasa keikutsertaan penutur merasakan perasaan sedih yang sedang dirasakan oleh mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 52

Ny. Sagopi : Ampun dipikir abot-abot, mengke yen urusane pun rampung rak ndang wangsul utawi paring kabar. „Jangan dipikir terlalu berat, nanti kalau urusannya sudah selesai juga akan kembali atau memberi kabar.‟

Sembada : Ya muga-muga wae ora ana apa-apa Nyai.

„Ya semoga saja tidak ada apa-apa Nyai.‟ Data diatas merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa simpati yang ditandai oleh ampun dipikir abot-abot, mengke yen urusane pun rampung rak ndang wangsul utawi paring kabar. „Jangan dipikir terlalu berat, nanti kalau urusannya sudah selesai juga akan kembali atau memberi kabar.‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan

rasa simpati kepada MT yang sedang memikirkan tentang keadaan empu Sangkala yang sedang berada di Medhang Kamulan.

Data 53

Ajisaka : Mugi jagad anyekseni, wiwit dinten menika kula badhe damel prasasti kangge ngengeti lelabuhanipun Dora lan Sembada, WONTEN UTUSAN, PERANG TANDHING, SADAYA UNGGUL, SADAYA GUGUR. „Semoga jagad menjadi saksi, mulai hari ini saya akan membuat prasasti untuk mengenang perjalanan Dora dan Sembada, ADA UTUSAN, PERANG TAND ING, SEMUA MENANG, SEMUA GUGUR.‟

Dewa-dewi

: Ulun hanyekseni kulub.. „Kami menjadi saksi.‟

Data 53 merupakan bentuk TTE mengungkapkan rasa simpati yang ditandai oleh penanda lingual Ulun hanyekseni kulub.. „Kami menjadi saksi .‟ Dalam tuturan ini P mengungkapkan rasa simpati kepada MT yang sedang membuat sebuah prasasti.

20. Tindak Tutur Mengungkapkan Rasa Kecewa

Tindak tutur mengungkapkan rasa kecewa yang terjadi karena rasa kecil hati penutur terhadap apa yang dilakukan oleh mitra tutur. Terdapat pada data berikut ini.

Data 54

Ny. Sagopi : Oalah Beng-beng, kapan kowe ki yen tak kongkon ora nganggo semaur ngono kuwi? Mbok ya kaya mbakyumu kuwi, meneng ning rikat yen kon tandhang gawe.

„Oalah Beng-beng, kapan kamu itu kalau disuruh tidak pakai menjawab seperti itu? Coba seperti

kakakmu itu, diam tapi cekatan kalau disuruh bekerja.‟

Niken Raras : Kesel ki lho Mbok.

„Capek ini lho Bu.‟ Tindak tutur ini dilakukan Nyai Sagopi sebagai P dan Niken Raras sebagai MT. Bentuk TTE mengungkapkan rasa kecewa terdapat oalah Beng-beng, kapan kowe ki yen tak kongkon ora nganggo semaur ngono kuwi? Mbok ya kaya mbakyumu kuwi, meneng ning

rikat yen kon tandhang gawe. „Oalah Beng-beng, kapan kamu itu kalau disuruh tidak pakai menjawab seperti itu? Coba seperti kakakmu itu, diam tapi cekatan kalau disuruh bekerja.‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa rikat yen kon tandhang gawe. „Oalah Beng-beng, kapan kamu itu kalau disuruh tidak pakai menjawab seperti itu? Coba seperti kakakmu itu, diam tapi cekatan kalau disuruh bekerja.‟ Kalimat tersebut merupakan penanda lingual adanya TTE mengungkapkan rasa