Hasan Al Banna Pengamal Sunnah bukan pembuat bid'ah

Hasan Al Banna Pengamal Sunnah bukan pembuat bid'ah

Dalam kesempatan lain, Hasan al-Banna dan beberapa Ikhwan berfikir untuk menghidupkan sunnah melalui shalat 'Id di tanah lapang. Al-Banna mengatakan: " Aku dikejutkan dengan serangan kasar dari orang-orang yang mencari celah untuk menghantam da'wah dengan menyebutkan bahwa ide tersebut adalah bid'ah, menyia-nyiakan masjid, fatwa sesat, dan, siapa yang mengatakan bahwa jalanan lebih baik dari pada masjid... ?

Kebetulan saat aku sedang melakukan i 'tikaf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan di masjid al-Abbasi. Banyak orang yang datang dan menanyakanku tentang masalah "bid'ah baru" tersebut. Aku terkejut dengan tuduhan yang tanpa dasar terhadap ide shalat 'Id di tanah lapang. Selanjutkan saya jelaskan hukurn agama dengan mudah, dan tidak terikat. Aku sampaikan kepada mereka beberapa nash fiqih dalam masalah ini, dan aku tetap berupaya menghindari perdebatan. Aku pesankan mereka untuk tetap menjaga persatuan dan jauh dari permusuhan. "

Hasan al-Banna telah menentukan untuk diri dan jama'ahnya strategi tertentu dalam masalah ini, guna memelihara apa yang mereka ketahui dari sensitifnya masyarakat setempat terhadap masalah perselisihan masalah-masalah keagamaan. Di samping itu, mereka juga dekat dengan zaman perselisihan-perselisihan masa lalu. Karenanya, al-Banna mengatakan:

"Saya menetapkan untuk tidak melangkah kecuali setelah lebih dulu konsultasi dengan para ulama, dan mereka sama-sama sepakat untuk melakukan sesuatu. Bila mereka sepakat, maka saya lakukan, namun bila tidak, maka terhimpunnya berbagai pendapat di atas perbedaan yang ada, itu lebih baik daripada munculnya perpecahan dan hancurnya persatuan karena menentukan mana yang lebih baik. Meskipun begitu, mayoritas ummat Islam, bila telah menyaksikan suatu kebenaran, toh mereka siap menjadi pendukungnya dan menerima usul tersebut. Akhirnya, kaum muslimin sepakat terhadap kebenaran dan sunnah. Mereka mengumumkan bahwa shalat akan dilakukan di tanah lapang. Dan hal tersebut sungguh-sungguh dilaksanakan."

Dalam hal ini, Hasan al-Banna sedapat mungkin memelihara diri untuk benturan dan serangan. Melalui setiap pengajian-pengajiannya, beliau menyentuh bab aqidah yang benar, membangunnya, menguatkannya dan mengokohkannya sesuai dengan arahan al-Qur' an, hadits- hadits Rasul saw. dan sirah para salafushalih. Beliau tidak menyampaikannya melalui landasan pada teori-teori filsafat atau fiqih, tapi mengajak para pendengamya untuk melihat sisi keagunganAllah swt di alam semesta ciptaan-Nya, kebesaran sifat-sifat-Nya, peringatan terhadap akhirat, dengan tetap terikat pada keagungan al-Qur'an. Al-Banna tidak serta merta menghancurkan pemahaman aqidah yang keliru kecuali setelah berhasil membangun kokoh landasan aqidah yang benar. Sebab pada hakikatnya, mudah sekali menghancurkan sebuah bangunan manakala sebuah bangunan kokoh telah berdiri.

Waktu terus berputar, pemikiran al-Banna semakin mengkristal, tidak hanya tercermin dalam bentuk iltizamnya kepada pemahaman Islam para salafushalih, tapi juga dalam bentuk perlawanannya secara terang-terangan kepada mereka yang bertentangan, baik perkataan, dan perbuatan, dengan pemahaman salafushalih terhadap Islam. Pada akhir mudzakkirahnya yang diselesaikan pada tahun 1350 H atau 1931 M itu, al-Banna menceritakan seseorang yang datang ke kota Isma'iliyah dan menyeru masyarakat agar bergabung pada aliran tarekatnya. Hasan al-Banna berkata pada dirinya sendiri: "Sesungguhnya aku hanya memposisikan diri untuk berda'wah kepada sesuatu yang kupandang sebagai jalan terbaik untuk ishlah kepada Islam. Tapi orang-orang seperti mereka ingin merubah da'wah, dan membentuknya sesuai keinginan mereka. Hal itu tidak aku ingini."

Sekarang sudah tiba saatnya, di mana sebelumnya aku cenderung menyingkirkan diri dari semua propaganda yang rancu, kini aku paparkan tujuan ishlah kepada Islam yang intinya adalah kembali pada al-Qur'an dan sunnah rasul-Nya, membersihkan akal dari semua khurafat dan waham,

dan mengajak manusia kembali padapetunjuk Islam yang hanif." 17 []

17 Mudzakkiratu ad-Da’wah wa ad-Da’iyah, Hasan al-Banna, cet. II, Beirut, tahun 1366 H – 1966 M, hal 25, 58-59, 61, 74, 79, 100-102, 126. Dikutip dari as-Salafiyah fi al-Mutama’at al-Mu’ashirah, Muhammad Fathy Utsman, hal. 122-