Kinerja Saham Risiko Sistematik

Debt to Equity Ratio DER merupakan indikator struktur modal dan risiko finansial, yang merupakan perbandingan antara hutang dan modal sendiri. Purwanto dan Haryanto 2004 menyatakan bahwa semakin besar debt to equity ratio suatu perusahaan menunjukkan risiko distribusi laba usaha perusahaan akan semakin besar terserap untuk melunasi kewajiban perusahaan. Menurut Van Horne dan Wachowicz 1997 debt to equity ratio adalah perhitungan sederhana yang membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Semakin besar nilai debt to equity ratio maka akan menggambarkan posisi perbandingan antara total hutang perusahaan yang lebih besar dari total ekuitas pemegang saham. Dengan deikian, debt to equity ratio juga dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan. Weston dan Copeland 1994 mengungkapkan bahwa para kreditor lebih menyukai rasio hutang yang moderat. Karena semakin rendah debt to equity ratio , maka akan ada semacam jaminan sehingga kerugian yang mungkin diderita kreditor semakin kecil ketika terjadi likudasi. Sebaliknya, pemilik akan lebih menyukai rasio hutang yang tinggi, karena leverage yang tinggi akan memperbesar laba bagi pemegang saham atau jika menerbitkan saham baru berarti melepas kendali perusahaan.

2.1.4 Kinerja Saham

Seorang investor tentunya harus tahu bagaimana performa saham yang ia miliki atau ingin ia beli. Sehingga investor dapat menentukan keputusan yang dibuat. Apakah ia harus membeli, menjual, atau menahan saham yang ia miliki. Salah satu indikator yang kerap digunakan ialah Earning Per Share EPS. Menurut Darmadji dan Hendy M 2001 pengertian laba per lembar saham atau EPS merupakan rasio perhitungan yang menunjukkan berapa besarnnya keuntungan laba yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar sahamnya. Sedangkan Haruman,dkk 2005 menyatakan bahwa ekpsektasi pendapatan yang akan diperoleh merupakan faktor penentu harga saham. Saham dengan return tertinggi pada umumnya memiliki pendapatan yang lebih besar daripada yang diperkirakan. Umumnya setiap pengumuman earning suatu perusahaan akan diikuti dengan perubahan harga saham. Ketika terjadi perubahan harga saham , nilai EPS juga ikut berubah. Sehingga hubungan antara EPS dan harga saham adalah positif

2.1.5 Risiko Sistematik

Dalam investasi tentunya tidak lepas dari yang namanya risiko. Salah satu jenis risiko tersebut berupa risiko sistematik. Risiko sistematik adalah risiko yang tidak dapat kita hindari dan terjadi secara bersamaan dan luas. Risiko tersebut dihadapi oleh semua tingkatan ekonomi dan semuanya saling berkaitan secara sistematis. Salah satu indikatornya ialah berupa besaran inflasi. Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan kenikan harga harga secara umum secara terus menerus Dewanto dan Maulina,2006. Inflasi berkaitan erat dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari berbagai peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga saja. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mrmpengaruhi. Inflasi umunya diukur dengan menggunakan indeks harga Hardiningsih, dkk,2002 misalnya indeks biaya hidup, indeks perdagangan besar, dan GNS Deflator. Indeks biaya hidup mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa untuk keperluan hidup. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP sehingga jumlahnya lebih besar daripada indeks biaya hidup dan indeks perdagangan besar. GNP Deflator berasal dari pembagian GNP Nominal harga berlaku terhadap GNP Riil harga konstan. Ada beberapa metode penghitugan inflasi 1. Menggunakan Angka Harga Umum 2. Menggunakan Angka deflator produk nasional Bruto 3. Menggunakan Indeks Harga Konsumen Dari ketiga metode tersebut, metode yang paling banyak digunakan ialah metode Indeks Harga Konsumen. Karena data harga konsumen mudah untuk diperoleh dalam bentuk bulanan , triwulanan , atau tahunan. Sejak tahun 2001, Bank Indonesia menetapkan jenis inflasi yang digunakan sebagai sasaran inflasi adalah inflasi IHK. Pertimbangan yang mendasari kebijakan tersebut : 1. Penggunaan inflasi IHK lebih transparan bagi masyarakat. 2. Sasaran inflasi lebih acceptable, dan ekspektasi terhadap inflasi lebih mudah dipengaruhi oleh sasaran inflasi yang dimaksud. 3. Bank Indonesia mengumumkan inlasi jangka menengah yang dapat digunakan oleh masyarakat usaha sebagai acuan dalam perencanaan jangka menengah dan panjang.

2.1.6 Jenis Perusahaan