Iringi Ramadhan dengan Puasa Syawal

Iringi Ramadhan dengan Puasa Syawal

R asulullah  bersabda dalam sebuah hadits Qudsi:

amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” 374 ِر ْهَّلدا ِماَي ِصَك َنَكَ ٍلاَّوَش ْنِماًّتِس ُهَعَبْت أ َّمُث َنا َضَمَر َما َص ْنَم Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah , maka

"Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-

lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi  anjurkan setelah melakukan puasa

Ramadhan adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat

dilihat dari sabda Rasulullah ُهَّبِحُأ َّتََّح ِلِفاَوَّلناِب ََّلَِإ ُبَّرَقَتَي يِدْبَع ُلاَزَي اَمَو . Dari shahabat Abu Ayyub Al-Anshariy , beliau  bersabda:

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” 375

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh mazhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. 376

374 HR Bukhari 375 HR Muslim 376 Lihat Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 8/56

Iringi Ramadhan dengan Puasa Syawal |159

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa Ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. 377 Segala puji bagi Allah  yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.

1. Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Syawal?

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama mazhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fitri.

Begitu pula Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin  juga mengeaskan bahwa yang paling utama adalah berpuasa pada enam hari awal bulan Syawal sesudah hari Idul Fitri secara langsung, berturut-turut sebagaimana yang ditetapkan oleh para ulama, karena cara itu lebih maksimal dalam mewujudkan pengikutan seperti yang dituturkan dalam hadits, “kemudian mengikutinya” , dan karena cara itu termasuk bersegera menuju kebajikan yang diperintahkan oleh dalil-dalil yang menganjurkannya dan memuji orang yang mengerjakannya, juga hal itu termasuk keteguhan hati yang merupakan bagian dari kesempurnaan seorang hamba Allah, sebab kesempatan tidak selayaknya dibiarkan lewat percuma; karena seseorang tidak tahu apa yang dihadapkan kepadanya di kesempatan yang kedua atau akhir perkara.

Namun, jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa Syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut- turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal.

Catatan: Apabila seseorang memiliki uzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qadha’ (mengganti) puasa Syawal tersebut di bulan Dzulqa’dah. Hal ini tidaklah mengapa. 378 Wallahu a’lam.

377 Lihat Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Shalihin, 3/465 378 Lihat Syarh Riyadhus Shalihin, 3/466

160 | Tutorial Ramadhan

2. Tunaikanlah Qadha’ (Tanggungan) Puasa Terlebih

Dahulu

Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qadha’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi  mengatakan, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan.” Jadi, apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.

Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi

 tadi, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan. 379 ” Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh

seseorang mendahulukannya dari mengqadha’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qadha’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin  dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.

Kita ambil permisalan dengan shalat Zhuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena uzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa Syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa Ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!

379 Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100

Iringi Ramadhan dengan Puasa Syawal |161

3. Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah

Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah  pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah  mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah. Nabi  juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah

 dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. 380

380 Lihat Zadul Ma’ad, 2/79

162 | Tutorial Ramadhan