Simulasi pola sebaran suhu media tanam arang sekam pada sistem hidroponik substrat dengan menggunakan computational fluid dynamics (CFD)

(1)

SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG

SEKAM PADA SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN

MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

SKRIPSI

DRUPADI CIPTANINGTYAS

F14070082

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SIMULATION OF HUSK CHARCOAL’S DISTRIBUTION TEMPERATURE AS

A PLANTING MEDIA IN SUBSTRAT HYDROPONIC SYSTEM USING

COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

Drupadi Ciptaningtyas and Herry Suhardiyanto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62 856 24347274, e-mail: drupadi.ciptaningtyas@gmail.com

ABSTRACT

Root’s temperature is one of the most important factors beside leaf temperature that influence plant growth. Therefore, it is very important to know the physical characteristics and temperature distribution of husk charcoal as a planting media in substrat hydroponics system. The objective of this research is to predict temperature distribution of husk charcoal through simulation by using Computational Fluid Dynamics.The research is started with calculating the thermophysical characteristics of husk charcoal, such as bulk density, porosity, thermal conductivity and specific heat. The measurement of temperature in husk charcoal was 3 x 24 hours, using thermocouple and recorder. Simulation results show that the average temperature of husk charcoal in the bigger polybag were lower than that of in the smaller polybag, because the bigger polybag has more hole than the smaller one. The errors on calculated temperature were less than 95.54% than that of the measured values. It was noted that the CFD could be used to predict temperature distribution of husk charcoal accurately.


(3)

Drupadi Ciptaningtyas. F14070082. Simulasi Pola Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam pada Sistem Hidroponik Substrat dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Di bawah bimbingan Herry Suhardiyanto. 2011

RINGKASAN

Suhu akar adalah salah satu parameter penting bagi pertumbuhan tanaman selain suhu daun. Pengetahuan tentang karakteristik fisik maupun pola sebaran suhu arang sekam sebagai media tanam dalam sistem hidroponik substrat. Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang baik dan produktifitas yang optimal. Untuk mengetahui pola sebaran suhu tersebut, dilakukan simulasi pola sebaran suhu dengan menggunakan softwareComputational Fluid Dynamics (CFD).

Tujuan penelitian ini adalah melakukan simulasi sebaran suhu media tanam arang sekam pada sistem hidroponik substrat dengan menggunakan program Solid Works 2010. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011.

Penelitian dimulai dengan mengukur sifat termofisik dari arang sekam, yaitu bulk density, porositas, panas jenis, dan konduktivitas panas. Pengukuran suhu media tanam dilakukan pada dua buah polybag berukuran berbeda, yaitu polybag besar (30 cm x 30 cm x 0.07 mm) dan polybag kecil (20 cm x 20 cm x 0.07 mm). Ukuran tersebut adalah ukuran ketika polybag dalam kondisi terlipat. Kedua buah polybag tersebut diisi arang sekam yang sama. Pengukuran dilakukan selama 3 x 24 jam setiap 30 menit.

Simulasi suhu arang sekam menggunakan CFD dimulai dengan pembuatan geometri polybag berisikan arang sekam dan penentuan computational domain. Computational domain dibuat berjarak 0.5 m dari pusat polybag, kecuali untuk computational domain bagian bawah polybag dibuat setebal 1 mm karena tebal polybag hanya 0.07 mm. Simulasi dilanjutkan dengan pembuatan definisi sistem masing-masing komponen, yaitu arang sekam dan polybag dengan memasukkan data termofisik yang dimiliki. Arang sekam didefinisikan sebagai poros medium sedangkan polybag didefinisikan sebagai polyethylene low or medium density.

Dari hasil simulasi, suhu arang sekam di dalam polybag kecil selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu arang sekam di dalam polybag besar. Hal ini terjadi karena, polybag besar memiliki jumlah lubang yang lebih banyak dibandingkan dengan polybag kecil. Perbandingan jumlah lubang yang dimiliki polybag besar dengan polybag kecil adalah 28 : 12, sehingga aliran udara di dalam polybag besar lebih baik dibandingkan dengan aliran udara di dalam polybag kecil.

Hasil pengujian akurasi simulasi yang dilakukan dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa dari persamaan linier y = ax + b, nilai a sebesar 1.350 dan b sebesar 9.586. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi sebaran suhu media tanam arang sekam dengan akurasi yang baik. Hal ini didukung oleh nilai a yang mendekati 1, serta nilai korelasi R2 sebesar 0.969 dimana nilai ini mendekati 1 yang menunjukkan keragaman data. Saran bagi penelitian selanjutnya, agar hasil simulasi lebih akurat sebaiknya nilai pressure drop diukur menggunakan wind tunnel dibandingkan dengan menggunakan pendekatan rumus Darcy Weisbach.


(4)

SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG SEKAM PADA

SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DRUPADI CIPTANINGTYAS

F14070082

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Judul Skripsi : Simulasi Pola Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam pada Sistem Hidroponik Substrat dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Nama : Drupadi Ciptaningtyas NIM : F14070082

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc NIP. 19590910 198503 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Simulasi Pola Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam pada Sistem Hidroponik Substrat dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Yang membuat pernyataan

Drupadi Ciptaningtyas F14070082


(7)

BIODATA PENULIS

Drupadi Ciptaningtyas. Lahir pada tanggal 16 November 1989 di Bandung. Penulis lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Herry Sugianto dan Ibu Nining Murningsih. Pendidikan formal mulai ditempuh di TK Dewi Kania, Bandung (1994-1995), SD Islam Asy-Syifa, Bandung (1995-2001), SLTPN 28, Bandung (2001-2004), SMAN 22, Bandung (2004-2007), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem) Fakultas Teknologi Pertanian (2007-2011). Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2008-2009 sebagai staf Riset dan Teknologi, Biro Sistem Informasi. Adapun prestasi yang pernah diukir penulis antara lain sebagai Juara II Lomba Peningkatan Kreasi Seni Dalam Budidaya Pertanian, Direktorat Kemahasiswaan IPB (2009) dan The Most Favorite Winner of Fateta Technopreneurship Competition, Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2009). Pada tahun 2010, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Perkebunan Nusantara VIII Perkebunan Malabar, Kab. Bandung, Jawa Barat

selama 40 hari kerja dengan topik ”Pengendalian Lingkungan dan Teknologi Penanganan Limbah di

Kebun dan Pabrik Pengolahan Teh Malabar, PT Perkebunan Nusantara VIII”. Di tahun berikutnya, penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul

”Simulasi Pola Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam pada Sistem Hidroponik Substrat dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)”.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga dihaturkan kepada junjungan baginda Rasulullah SAW, pemimpin besar umat Islam. Penelitian ini berjudul “Simulasi Pola Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam pada Sistem Hidroponik Substrat dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)” dilaksanakan di laboratorium lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, Leuwikopo sejak Maret sampai Mei 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta inspirasi selama pelaksanaan penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si serta Dr. Ir. Dyah Wulandari, M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ayah, Ibu, dan Adik untuk semua pertolongan, dukungan moril dan materil, kasih sayang, do’a, dan semua pengorbanan yang tak ternilai.

4. Kak Agus, Pak Dody, Kak Wahhaab, dan Ririn untuk semua bantuan, dan kesabaran yang diberikan.

5. Pak Ahmad, Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Harto serta seluruh civitas Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

6. Ichsan Gantina untuk persaingan sehat dalam menyelesaikan tugas akhir ini, sehingga menjadi motivasi tersendiri bagi penulis.

7. Nurul Inayah, Tri Yulni, Kadek Noni Lokasari, dan Wawat Rodiahwati sebagai rekan kuliah terbaik penulis selama berada di TEP 44.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Juni 2011


(9)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I.

PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Tujuan ... 2

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A.

Hidroponik Substrat ... 3

B.

Greenhouse ...

4

C.

Arang Sekam ... 4

D.

Plastik

Polybag ...

5

E.

Pindah Panas ... 6

a.

Konduksi ... 6

b.

Konveksi ... 6

c.

Radiasi ... 6

F.

Pressure Drop ...

7

G.

Dasar-dasar Simulasi ... 7

H.

Computational Fluid Dynamics

(CFD) ... 8

a.

Pra pemrosesan (pre-processor) ... 8

b.

Pencarian solusi (solver) ... 8

c.

Pasca pemrosesan (post-processor) ... 9

I.

Validasi ... 9

III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 10

A.

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

B.

Alat dan Bahan ... 10

a.

Rumah Tanaman ... 10

b.

Plastik

Polybag ...

10

c.

Hybrid Recorder...

10

d.

Thermal Conductivity Meter Kemtherm

ATM-D3 ... 10

e.

Calorimeter ...

10

f.

Software

”AutoCad”

... 10

g.

Software

”SolidWorks”

... 10

h.

Personal Computer

(PC) ... 10

i.

Peralatan Pendukung

...

10

j.

Bahan Penelitian... 10


(10)

v

a.

Persiapan Penelitian ... 11

b.

Pengukuran Sifat Fisik dan Termal Arang Sekam ... 11

c.

Perlakuan Penelitian ... 13

d.

Pengamatan dan Pengukuran ... 13

e.

Pensimulasian dengan CFD ... 15

f.

Asumsi yang Digunakan ... 15

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A.

Sifat Termofisik Arang Sekam ... 16

a.

Bulk Density

... 16

b.

Porositas ... 16

c.

Konduktivitas Panas ... 16

d.

Panas Jenis ... 16

B.

Suhu Lingkungan di Dalam Rumah Tanaman ... 17

C.

Suhu Media Tanam Arang Sekam di Dalam

Polybag ...

18

D.

Simulasi

Computational Fluid Dynamics ...

19

a.

Penggambaran Geometri ... 19

b.

Analisa Sebaran Suhu Arang Sekam Hasil Simulasi ... 20

c.

Hasil Simulasi

Computational Fluid Dynamics ...

22

E.

Validasi Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam ... 27

V.

SIMPULAN DAN SARAN ... 30

A.

Simpulan ... 30

B.

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(11)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi polybag yang digunakan dalam penelitian ... 13

Tabel 2. Computational domain polybag A dan B berisi arang sekam ... 20

Tabel 3. Masukan karakteristik polybag (Polyethylene low/medium density) ... 21


(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema irigasi tetes (Samodra dan Chen, 2008) ... 3

Gambar 2. Sekam padi ... 5

Gambar 3. Arang sekam ... 5

Gambar 4. Skema titik pengukuran suhu arang sekam di dalam polybag (tampak depan) ... 13

(A) Polybag A ... 13

(B) Polybag B ... 13

Gambar 5. Skema pindah panas pada polybag (tampak samping) ... 14

Gambar 6. Grafik suhu udara dan suhu lantai rata-rata di dalam rumah tanaman (28 Maret 2011 – 31 Maret 2011) ... 18

Gambar 7. Grafik suhu arang sekam di dalam polybag A dan polybag B (28 Maret 2011 – 31 Maret 2011) ... 19

Gambar 8. Domain dan geometri arang sekam di dalam polybag A tampak piktorial ... 19

Gambar 9. Domain dan geometri arang sekam di dalam polybag B tampak piktorial ... 20

Gambar 10. Tabel item properties arang sekam ... 21

Gambar 11. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 12:20 (29 Maret 2011) ... 24

Gambar 12. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 08:50 (30 Maret 2011) ... 25

Gambar 13. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 05:50 (31 Maret 2011) ... 26

Gambar 14. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (29 Maret 2011, pukul 12:20) ... 27

Gambar 15. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (30 Maret 2011, pukul 08:50) ... 27

Gambar 16. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (31 Maret 2011, pukul 05:50) ... 28

Gambar 17. Hubungan linier antara sebaran suhu arang sekam hasil simulasi dengan hasil pengukuran ... 29


(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran bulk density arang sekam ... 34

Lampiran 2. Hasil pengukuran porositas arang sekam ... 35

Lampiran 3. Tabel hasil pengukuran konduktivitas panas arang sekam ... 36

Lampiran 4. Hasil pengukuran panas jenis arang sekam ... 37

Lampiran 5. Hasil pengukuran panas jenis arang kayu ... 45

Lampiran 6. Hasil pengukuran panas jenis kayu ... 51

Lampiran 7. Perhitungan pressure drop pada arang sekam ... 57

Lampiran 8. Tabel sebaran suhu arang sekam pada polybag A ... 58

Lampiran 9. Tabel sebaran suhu arang sekam pada polybag B... 61

Lampiran 10. Tabel sebaran suhu udara dan suhu lantai di dalam greenhouse

...

64

Lampiran 11. Perhitungan error hasil simulasi ... 67

Lampiran 12. Gambar ortogonal polybag A ... 68


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Hidroponik adalah cara bercocok tanam yang tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya, namun menggunakan air dengan atau tanpa media berporos. Hidroponik dapat diterapkan di lahan yang sangat sempit. Oleh sebab itu, hidroponik merupakan jawaban bagi permasalahan pertanian saat ini, yaitu luasan lahan pertanian yang semakin sempit akibat semakin banyaknya lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi daerah industri dan perumahan. Dengan hidroponik, bercocok tanam dapat dilakukan dimana saja, bahkan di daerah yang kondisi tanahnya tidak subur.

Terdapat berbagai jenis sistem hidroponik yang sudah dikenal di Indonesia, misalnya Nutrient Film Technique, Root Mist Technique, Drip Irrigation Technique, Static and Dinamic Aerated Technique, dan masih banyak lagi (Suhardiyanto, 2010 (a)). Mengaplikasikan sistem hidroponik memang memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan cara bercocok tanam biasa, karena dibutuhkan instalasi khusus untuk menunjang sistem hidroponik tersebut. Disisi lain, produktifitas tanaman yang ditanam dengan sistem hidroponik pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan produktifitas tanaman yang ditanam dengan bercocok tanam biasa.

Salah satu sistem hidroponik yang banyak dijumpai adalah sistem hidroponik substrat. Pada sistem hidroponik ini, larutan nutrisi dialirkan kesekitar daerah perakaran setiap beberapa waktu. Debit larutan nutrisi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi dan jenis tanaman yang ditanam. Selain debit larutan nutrisi dan kandungannya, hal lain yang harus diperhatikan dalam sistem hidroponik ini adalah media tanam yang dipergunakan (Rest, 2004)

Media tanam adalah media yang digunakan sebagai tempat untuk akar, atau bakal akar tumbuh dan berkembang. Media tanam yang digunakan dalam sistem hidroponik substrat dapat berupa media tanam organik seperti arang sekam, serbuk gergaji, sabut kelapa, maupun media tanam anorganik, seperti pasir, rockwool, gravel, batu apung, dan lain sebagainya. (Suhardiyanto, 2010 (b))

Arang sekam adalah salah satu media tanam yang banyak digunakan di Indonesia, karena sekam banyak terdapat di Indonesia sebagai hasil samping penggilingan padi. Proses penggilingan padi biasanya menghasilkan sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63.5% data bobot awal gabah. Oleh sebab itu, Indonesia diperkirakan menghasilkan 10 juta ton sekam setiap tahunnya (Irzaman, 2010). Sekam-sekam tersebut kemudian di-pyrolisis untuk menguraikan partikel-partikelnya dengan cara dipanaskan. Selain karena sekam mudah diperoleh, arang sekam banyak dipilih sebagai media tanam karena harganya yang murah dan sangat baik sebagai tempat tumbuhnya akar tanaman.

Mengingat suhu akar adalah salah satu parameter penting bagi pertumbuhan tanaman selain suhu daun, maka pengetahuan tentang karakteristik fisik maupun pola sebaran suhu arang sekam sebagai media tanam dalam sistem hidroponik substrat sangat penting. Hal ini berguna sebagai dasar pengendalian lingkungan untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang baik dan tercapainya produktifitas yang optimal. Untuk mengetahui pola sebaran suhu tersebut, dilakukan simulasi pola sebaran suhu dengan menggunakan software Computational Fluid Dynamics (CFD).


(15)

2

B.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah melakukan simulasi pola sebaran suhu media tanam arang sekam pada sistem hidroponik substrat dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).

Sasaran dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat-sifat termofisik arang sekam, yaitu bulk density, porositas, konduktivitas panas, dan panas jenis.

2. Melakukan simulasi pola sebaran suhu pada media tanam arang sekam. 3. Membandingkan hasil simulasi dari dua dimensi polybag yang berbeda.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi tempat meletakkan emiter yang tepat agar sebaran suhu di dalam media tanam optimal untuk pertumbuhan akar, serta dapat memberikan gambaran mengenai sebaran suhu lingkungan akar tanaman dalam media tanam arang sekam pada sistem hidroponik substrat.


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Hidroponik Substrat

Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup. Kelebihan hidroponik jenis ini adalah dapat menyerap dan menghantarkan air, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, dan tidak mudah lapuk (Ricardo, 2009).

Pemberian nutrisi pada sistem hidroponik substrat biasanya dilakukan dengan irigasi tetes. Irigasi tetes adalah pemberian air irigasi dengan cara membasahi daerah sekitar tanaman atau daerah perakaran, yang bertujuan memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan dan efisiensi pemakaian air dapat mendekati 100% (Adirahardja, 1992). Menurut Davies (1974), dalam Adirahardja (1992) pemberian air dilakukan dengan mengunakan beberapa nozzle yang diletakkan di permukaan tanah dekat dengan perakaran tanaman, dengan head tekan yang kecil dan debit kurang dari sepertiga gallon per jam.

Menurut Schwab et al, (1981) dalam Adirahardja (1992), sistem irigasi ini cocok untuk lahan perkebunan dengan pohon kecil dan ditanami dengan jarak yang lebar, lahan yang berlokasi di daerah kering (dataran rendah), pertanian dengan tanaman yang rentan terhadap kekurangan air dan bernilai ekonomi tinggi. Panen dapat meningkat karena kelembaban tanah di daerah perakaran dapat dikontrol agar konstan.

Sistem di lapangan merupakan pengaturan fisik, untuk menyalurkan air dari sumber menuju lahan, melalui jaringan perpipaan. Menurut Jensen (1983) serta Benami dan Offen (1984), dalam Adirahardja (1992), komponen utama dari jarigan perpipaan pada irigasi meliputi lateral dan penetes dalam satu bagian mengaplikasikan pemberian air, saluran pembagi untuk memecahkan aliran menjadi sekumpulan lateral yang terkumpul dalam satu bagian, dan saluran utama untuk menghubungkan sumber air dengan saluran pembagi yang diletakkan di permukaan tanah. Penetes merupakan titik pemberian air pada tanah, beroperasi pada tekanan masukan yang rendah (kurang lebih sepuluh meter) dan debit keluaran yang kecil (2, 4, dan 8 liter per jam). Skema penggambaran umum sistem irigasi tetes dapat dilihat pada Gambar 1.


(17)

4

B.

Greenhouse

Menurut Nelson (1978) dalam Haryanto (2010) greenhouse didefinisikan sebagai suatu bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat masuk ke dalam rumah tanaman sehingga tanaman terhindar dari kondisi yang tidak menguntungkan. Selain itu, dengan pemakaian greenhouse maka suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan tanaman yang lain dapat diatur sehingga tanaman dapat ditanam sepanjang tahun.

Greenhouse di daerah tropis didefinisikan sebagai rumah tanaman agar mencerminkan fungsinya sebagai bangunan perlindungan tanaman (Suhardiyanto, 2009). Greenhouse mengatasi pengaruh buruk iklim luar sehingga pengetahuan prinsip dasar perencanaan greenhouse membantu memanipulasi kondisi iklim luar agar sesuai dengan pertumbuhan tanaman.

Didalam rumah tanaman, parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman yaitu cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, pasokan nutrisi, kecepatan angin, dan konsentrasi karbondioksida dapat dikendalikan dengan mudah.

Penggunaan rumah tanaman memungkinkan dilakukannya modifikasi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertubuhan tanaman menjadi lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman (Suhardiyanto, 2009).

C.

Arang Sekam

Terdapat beraneka ragam media tanam untuk sistem hidroponik substrat, antara lain arang sekam, pasir, zeolit, rockwoll, gambut (peat moss), dan serbuk sabut kelapa. Syarat terpenting untuk media tanam hidroponik substrat adalah ringan dan porus. Setiap media tanam memiliki porositas yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media tanam untuk hidroponik substrat sebaiknya dipilih media tanam yang ringan dan memiliki porositas yang baik, salah satunya adalah arang sekam.

Arang sekam, berasal dari sekam yaitu bagian dari bulir padi-padian (Serealia) berupa lembaran yang kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam yaitu endospermium dan embrio. Sekam dapat dijumpai pada hampir semua anggota rumput-rumputan (Poaceae). Meskipun pada beberapa jenis Serealia ditemukan pula variasi bulir tanpa sekam misalnya jagung dan gandum. Dalam pertanian, sekam dapat dipakai sebagai campuran pakan, alas kandang, dicampur di tanah sebagai pupuk, dibakar, atau arangnya dijadikan media tanam. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting.

Komposisi kimia sekam padi menurut Suharno (1979), dalam (Deptan, 2009): 1. Kadar air : 9.02%

2. Protein kasar : 3.03% 3. Lemak : 1.18% 4. Serat kasar : 35.68% 5. Abu : 17.17%

6. Karbohidrat dasar : 33.71

Komposisi kimia sekam padi menurut DTC - IPB, dalam (Deptan, 2009): 1. Karbon (zat arang) : 1.33%

2. Hidrogen : 1.54% 3. Oksigen : 33.64% 4. Silika : 16.98%


(18)

5

Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 1125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 Cal. Menurut Houston (1972), dalam (Deptan, 2009), sekam memiliki bulk density 0.100 g/ ml, nilai kalori antara 3300 -3600 Cal/kg sekam dengan konduktivitas panas 0.271 BTU.

Arang sekam mempunyai karakteristik ringan (berat jenis 0.2 kg/l), kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna hitam sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Rongganya banyak sehingga aerasi dan drainasenya baik, hal ini juga mempermudah pergerakan akar tanaman dalam media tanam tersebut. Arang sekam telah steril, karena saat pembuatannya sekam telah mendapat panas yang tinggi karena proses pembakaran sehingga tidak memerlukan desinfeksi dengan kemikalia apapun. Mempunyai daya melapuk lambat dan dianggap dapat bertahan kira-kira satu tahun sehingga dapat digunakan beberapa kali (Wuryaningsih, 2008). Arang sekam memiliki nilai permeabilitas sebesar 32.89 cm/jam (Patappa, 2001). Perbedaan fisik sekam padi dengan arang sekam, dapat dilihat masing-masing pada Gambar 2 dan 3.

D.

Plastik

Polybag

Polybag adalah suatu wadah penampung media tanam yang biasanya terbuat dari bahan polyethylene. Polyethylene merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110oC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polyethylene mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang termoplastik, polyethylene mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970) dalam (Nurminah, 2002).

Polybag termasuk ke dalam kelompok polyethylene yang memiliki berat jenis ringan (Low Density Polyethylene), dengan densitas sekitar 0.915 sampai 0.939 g/cm3 (Hui, 1992) dalam (Nurminah, 2002). Menurut Christopher (1981) dalam Nurminah (2002) konduktivitas termal polyethylene adalah 0.046 W/mK.

Polybag biasanya berwarna hitam, sehingga memerangkap panas dari lingkungan. Ukuran plastik polybag yang banyak dijual di pasaran antara lain 10 x 15 cm x 0,05 mm, 18 x 16 cm x 0,05 mm, 28 x 29 cm x 0,04 mm, 25 x 25 cm x 0,06 mm, 30 x 30 cm x 0,07 mm, 35 x 35 cm x 0,08 mm, 50 x 50 cm x 0,10 mm, dan 60 x 60 cm x 0,12 mm. Ukuran tersebut adalah ukuran ketika polybag dalam kondisi terlipat.

Gambar 2. Sekam padi


(19)

6

E.

Pindah Panas

Peristiwa pindah panas didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari beda suhu dari daerah-daerah tersebut (Kreith, 1994). Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

a.

Konduksi

Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besaran perpindahan panas konduksi tergantung dari nilai konduktivitas panas suatu bahan. Menurut Holman et al (1997), jika suatu bahan terdapat gradien suhu maka terjadi perpindahan energi atau panas dari bagian yang bersuhu tinggi ke yang lebih rendah. Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dalam:

……….……...……… (1)

dimana,

Qcond : panas konduksi (kJ)

k : koefisien pindah panas konduksi (W/m2.oC) T : suhu (oC)

A : luas penampang (m2)

b.

Konveksi

Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya, disebut sebagai konveksi (Cengel dan Boles, 2003)

Cengel dan Boles (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan bulk density yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut:

………... (2) dimana,

Qconv : panas konveksi (kJ)

h : koefisien pindah panas konveksi (W/m2.oC) T : suhu (oC)

A : luas penampang (m2)

c.

Radiasi

Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah bila benda-benda tersebut terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut dan energi panas yang berpindah ini disebut panas radiasi (Kreith, 1994). Laju aliran panas suatu benda dengan cara radiasi, dihitung dengan menggunakan persamaan:

……….………(3) dimana,


(20)

7

: konstanta Stefant Boltzmann (5.67 x 10

-8

W/m2K4)

: emisivitas

A : luas permukaan (m2) T : suhu (oC)

F.

Pressure Drop

Setiap material memiliki tahanan terhadap udara, begitu pula arang sekam. Hubungan antara debit fluida yang dialirkan dengan perubahan tekanan dapat dijabarkan dengan menggunakan hukum Darcy Weisbach mengenai laju aliran fluida, yaitu:

Q ... (4) dimana,

k : permeabilitas (darcy) Q : laju aliran fluida (cc/s)

: viskositas dinamik

: gradien tekanan dalam aliran (atm/cm) A : luas penampang (cm2)

G.

Dasar-dasar Simulasi

Menurut Syamsa (2003) dalam Haryanto (2010) simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya. Simulasi proses adalah penggunaan model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik variable-variable proses yang dipantau, misalnya suhu, tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau bekerja dengan model, diharapkan:

1. Dapat meramalakan hasil atau keluaran.

2. Lebih memahami model fisik dan matematika dari fenomena dan proses. 3. Bereksperimen dengan model.

4. Melakukan pengujian dengan model.

5. Menggunakan model untuk tujuan penelitian dan pelatihan.

Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi dalam keadaan dinamis (Syamsa, 2003 dalam Haryanto, 2010). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iterasi, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin untuk laju panas tertentu.

Sedangkan simulasi keadaan dinamis tidak hanya memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak, tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk


(21)

8

menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti suhu, tekanan, dan komposisi bahan (Haryanto, 2010)

H.

Computational Fluid Dynamics

(CFD)

Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). CFD mampu memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial), metode numerik (teknik solusi dan diskritasi) dan tools perangkat lunak (solves, pre-processing, dan post-processing). Secara garis besar penggunaan CFD meliputi konsep dari desain baru, pengembangan produk secara detail, analisis kegagalan, dan desain ulang.

CFD terbentuk berdasarkan algoritma numerik dari permasalahan fluida yang terjadi sehingga dibutuhkan solusi permasalahan berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi sifat fluida tersebut. Di dalam CFD, terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam melakukan pemprosesan ( post-processor) (Versteeg dan Malalasekera, 1995)

a.

Pra pemrosesan (pre-processor)

Pra pemrosesan merupakan tahapan dimana dilakukan pendefinisian masalah. Menurut Verteeg dan Malalasekera (1995) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam pra pemrosesan, yaitu:

1. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi. 2. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid). Grid

merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi menjadi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat computer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat.

3. Mendefinisikan fenomena-fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam permodelan.

4. Mendefinisikan karakteristik fluida.

5. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri. b.

Pencarian solusi (solver)

Pencarian solusi merupakan tahapan dimana seluruh kondisi pra pemrosesan telah terpenuhi. Menurut Verteeg dan Malalasekera (1995), terdapat tiga teknik solusi teknik numerik dalam mencari solusi CFD, antara lain difference, finite element, dan spectral method.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi: 1. Memperkirakan variable aliran yang tidak diketahui mengunakan fungsi sederhana. 2. Diskritasi hasil prakiraan tersebut dengan mensubtitusi ke dalam persamaan aliran

fluida tersebut dan memanipulasi secara matematis. 3. Membuat solusi dengan persamaan aljabar.

Perbedaan yang mendasari teknik solusi di atas adalah pada proses memperkirakan dan diskritasi aliran tersebut. Pencarian solusi yang sering digunakan saat ini adalah


(22)

9

finite volume yang merupakan perkembangan dari finite difference. Finite volume didasarkan pada algoritma numerik dimana dilakukan pembangunan persamaan berdasarkan integrasi variable-variabel secara keseluruhan.

c.

Pasca pemrosesan (post-processor)

Menurut Wahhaab (2010), tahapan pasca pemrosesan merupakan tahapan terakhir dalam proses CFD yang bertujuan untuk menyajikan hasil dari analisi fluida. Hasil analisi didasarkan pada visualisasi warna yang meliputi:

1. Hasil dari geometrid dan grid yang telah dibentuk. 2. Plot berdasarkan vektor.

3. Plot berdasarkan kontur.

4. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi).

Visualisasi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman solusi yang dihasilkan dari CFD. Dalam proses ini dilengkapi dengan melakukan animasi dari solusi yang didapat.

I.

Validasi

Validasi dilakukan untuk membandingkan antara hasil pengukuran dengan hasil simulasi menggunakan CFD pada titik-titik tertentu yang diinginkan. Besarnya error dalam validasi dihitung menggunakan rumus (Yani et all, 2007 dalam Nurianingsih, 2011) sebagai bentuk:

……….(5) Dimana,

P : suhu udara hasil simulasi (oC) U : nilai suhu udara hasil pengukuran (oC)


(23)

10

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 21 Maret 2011 hingga 31 Mei 2011.

B.

Alat dan Bahan

a.

Rumah Tanaman

Rumah tanaman berfungsi untuk melindungi tanaman dari faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan. Rumah tanaman yang digunakan berukuran 6 m x 12 m yang dibangun membujur ke arah utara-selatan dengan bahan plastik PVC transparan 0.02 mm dan dindingnya terbuat dari kasa kawat dengan lubang 1 mm2. Lantai rumah tanaman dilapisi semen dengan pondasi setempat sedalam 50 cm.

b.

Plastik

Polybag

Plastik polybag berfungsi sebagai tempat penampung media tanam. Plastik polybag yang digunakan berukuran standar 30 cm x 30 cm x 0.07 mm dan 20 cm x 20 cm x 0.07 mm.

c.

Hybrid Recorder

Recorder digunakan untuk mencatat suhu pada titik-titik pengukuran tertentu yang dihubungkan dengan thermocouple.

d.

Thermal Conductivity Meter Kemtherm

QTM-D3

Digunakan untuk mengetahui nilai konduktifitas panas arang sekam.

e.

Calorimeter

Calorimeter digunakan untuk mengetahui nilai panas jenis arang sekam.

f.

Software “AutoCad”

Software “AutoCad” digunakan untuk membangun desain geometri polybag dan media tanam arang sekam.

g.

Software

“SolidWorks”

Software “SolidWorks” digunakan untuk melakukan simulasi aliran fluida pada media tanam.

h.

Personal Computer

(PC)

PC digunakan untuk proses simulasi menggunakan CFD.

i.

Peralatan Pendukung

Peralatan pendukung lain yang digunakan antara lain termometer air raksa untuk pembanding suhu pada pengukuran dengan thermocouple, timbangan digital dan gelas ukur yang digunakan saat melakukan pengukuran bulk density dan porositas, serta meteran untuk menentukan letak titik-titik pengukuran.

j.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya plastik polybag dan arang sekam.


(24)

11

C.

Metode Penelitian

a.

Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian merupakan kegiatan awal yang dilakukan agar proses penelitian dapat berjalan dengan lancar. Persiapan penelitian meliputi sterilisasi lahan, persiapan media tanam, dan pemasangan thermocouple di beberapa titik di dalam greenhouse.

b.

Pengukuran Sifat Fisik dan Termal Arang Sekam

1. Bulk density

Penentuan bulk density dilakukan dengan perbandingan massa arang sekam setiap 100 ml volume arang sekam, dengan langkah-langkah sebagi berikut:

1. Memasukkan 100 ml arang sekam ke dalam gelas ukur tanpa ketukan (Administratur Kebun Malabar, 2008).

2. Mengukur massa arang sekam di dalam gelas ukur dengan timbangan digital. 3. Mengukur massa gelas ukur kosong dengan timbangan digital.

4. Menghitung massa arang sekam dengan mengurangi hasil pengukuran (2) dengan hasil pengukuran (1).

5. Membandingkan massa arang sekam dengan volume arang sekam menggunakan persamaan (6).

……… (6) dimana,

= Bulk density (kg/m3) = Massa arang sekam (kg) = Volume arang sekam (m3) 2. Porositas

Penentuan porositas arang sekam dilakukan dengan metode pencampuran, dengan membandingkan volume rongga udara dalam arang sekam dengan volume arang sekam. Langkah-langkah pengukurannya adalah:

1. Memasukkan 500 ml arang sekam ke dalam gelas ukur tanpa ketukan atau pemadatan (Administratur Kebun Malabar, 2008).

2. Memasukan air sedikit demi sedikit kedalam gelas ukur berisi arang sekam. 3. Menghitung volume air yang tercampur bersama arang sekam, dengan cara

mengurangi volume awal air dengan volume air yang tersisa.

4. Menghitung persentase porositas arang sekam dengan persamaan berikut,

3. Panas jenis

Untuk menghitung panas jenis bahan, digunakan metode pencampuran dengan persamaan keseimbangan panas Mohsenin (1980).

QAir = QSampel + QCalorimeter ……… (7)

Ma Cpa (Te– Ta) = ms Cps (Ts - Te) + mc Cpc (Tc - Te)………..…………...… (8)

dimana,

QAir : panas total air (kJ)

Qsampel : panas total sampel (kJ)


(25)

12

Ma : massa air (kg)

Cpa : panas spesifik air (kJ/kgoK)

Te : suhu equilibrium (oK)

Ta : suhu air (oK)

Ms : massa sampel (kg)

Cps : panas spesifik sampel (kJ/kg o

K) Ts : suhu sampel (oK)

Mc : massa calorimeter (kg)

Tc : suhu calorimeter (oK)

Cpc : panas spesifik calorimeter (kJ/kgoK)

Langkah-langkahnya pengukurannya adalah : a. Penentuan QCalorimeter

1. Siapkan 0.05 kg air dingin, ukur suhu dan tuangkan ke dalam calorimeter. 2. Aduk menggunakan agitator dan rekam suhu dengan thermocouple. 3. Tambahkan 0.05 kg air panas yang suhunya telah diukur sebelumnya. 4. Aduk menggunakan agitator. Catat suhu pencampuran hingga kesetimbangan

tercapai.

5. Hitung QCalorimeter dalam persamaan (5) dan (6) tanpa sampel. b. Penentuan panas jenis sampel

1. Ulangi langkah-langkah a.1 dan a.2.

2. Siapkan 0.001-0.002 kg spesimen sampel, dan masukkan ke dalam calorimeter.

3. Ulangi langkah a.4.

4. Hitung panas spesifik sampel dengan menggunakan persamaan (6). 4. Konduktifitas panas

Metode yang digunakan untuk menentukan konduktivitas panas adalah metode Probe. Metode ini merupakan pengembangan dari metode kawat panas yang memasukkan kawat pemanasan di antara dua potong yang simetris. Dalam metode Probe, sampel material overlay dengan material lain yang dikenal sebagai k dan bahan terakhir ini terisolasi.

Nilai k ditentukan oleh rumus berikut:

………...……... (9) dimana,

I : arus konstan (A) K and H : konstanta Probe t1 and t2 : waktu sampel (detik)


(26)

13

c.

Perlakuan Penelitian

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengkajian pola aliran suhu pada dua ukuran polybag berbeda ukuran yang masing-masing berisi arang sekam yang sama. Dimensi dari kedua jenis polybag tersebut tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi polybag yang digunakan dalam penelitian.

Jenis

Polybag

Ukuran standar

Polybag (keadaan terlipat) Jumlah lubang udara pada polybag Diameter lubang (mm)

Setelah diisi Arang Sekam

Diameter (cm) Tinggi Polybag (cm) Tinggi arang sekam (cm)

A 30 x 30 x 0.07 mm 28 0.7 19.5 21 20

B 20 x 20 x 0.07 mm 12 0.7 15 18 12

d.

Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan dilakukan setiap hari selama proses pengambilan data berlangsung selama tiga hari. Parameter yang diukur meliputi suhu arang sekam dalam polybag, dan suhu lingkungan di dalam greenhouse. Pengukuran suhu arang sekam dilakukan pada sembilan titik pengukuran pada masing-masing ukuran polybag seperti terlihat pada Gambar 4.A dan 4.B.

Pencatatan data suhu dilakukan pada masing-masing polybag menggunakan hybrid recorder yang dihubungkan pada titik pengukuran menggunakan thermocouple. Pencatatan data dilakukan selama 3 x 24 jam per 30 menit.

Hasil pengamatan mengenai distribusi suhu memberikan gambaran mengenai suhu media tanam di sekitar daerah perakaran tanaman. Skema titik-titik pengukuran suhu arang sekam dan lingkungan sekitar ditunjukkan pada Gambar 4. Penentuan titik-titik pengukuran ini diambil berdasarkan penelitian terdahulu mengenai sebaran kadar air pada arang sekam di dalam polybag yang dilakukan oleh Sapei (2008)

Gambar 4. Skema titik pengukuran suhu arang sekam di dalam polybag (tampak depan) (A) Polybag A dan (B) Polybag B

B

A

19,5 7,5 5 20 3 12 4 15


(27)

14

Gradien suhu dalam sistem menyebabkan perubahan suhu media tanam selama interval waktu pengukuran. Fluktuasi suhu arang sekam ini dipengaruhi oleh proses-proses perpindahan panas. Analisis pindah panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas secara konveksi dari fluida ke arang sekam, dan secara konduksi dari pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan berbeda suhu, yaitu antara dinding polybag dan arang sekam, serta antar arang sekam. Skema pindah panas yang terjadi dari lingkungan ke arang sekam, dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan:

Q : pindah panas (kJ) T : suhu (oC)

Untuk mengetahui pindah panas yang terjadi pada polybag, dapat menggunakan rumus berdasarkan pindah panas konveksi dan konduksi yang terjadi dari udara ke arang sekam melewati polybag dan pindah panas secara konveksi dan konduksi dari lantai ke arang sekam melewati polybag. Adapun persamaan yang digunakan sebagai berikut:

1. Bagian bawah polybag:

……….(10)

2. Bagian kiri dan kanan polybag:

………...…(11)

dimana,

Tudara

Tudara Tudara

Qpolybag Tmedia tanam

Qpolybag

Tlantai

Qlantai + Qpolybag


(28)

15

: tebal polybag (m)

: koefisien konveksi udara dalam rumah tanaman (W/m2.oC) : konduktivitas termal polybag (W/m2.oC)

: koefisien konveksi media tanam (W/m2.oC) : koefisien konveksi lantai (W/m2.oC) U : energi dalam (kJ)

e.

Simulasi dengan CFD

Simulasi digunakan untuk menduga sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag untuk mendapatkan kondisi yang optimal bagi akar tanaman. Simulasi pendugaan suhu arang sekam menggunakan persamaan keseimbangan dan pindah panas yang diolah secara terpadu dengan bantuan Computational Fluid Dynamics (CFD) yang terdapat pada software “Solidworks” 2010. Input yang digunakan meliputi geometri polybag berisi media tanam arang sekam, nilai koefisien pindah panas, suhu lantai, laju aliran massa udara, dan suhu udara harian di greenhouse.

f.

Asumsi yang Digunakan

1. Nilai temperatur leleh arang sekam diasumsikan 1000oC karena penelitian dilakukan jauh dibawah suhu yang memungkinkan arang sekam meleleh, maka hal ini tidak akan berpengaruh pada proses perhitungan.

2. Suhu dinding luar polybag diasumsikan sebagai suhu lantai, tidak diasumsikan sebagai suhu udara, karena titik pengukuran suhu udara dari polybag lebih jauh dibandingkan dengan titik pengukuran suhu lantai dari polybag.

3. Tidak ada pengaruh angin, karena kondisi greenhouse yang memiliki dinding beton setinggi 60 cm dari lantai menyebabkan pengaruh angin pada polybag yang diletakkan di atas lantai sangat kecil bahkan nyaris tidak ada karena terdapat faktor gesekan udara dengan lantai greenhouse.

4. Computational domain dibuat sejauh 0.5 m dari dinding luar masing-masing polybag dan diasumsikan pada jarak 0.5 m tersebut merupakan ruang kosong tanpa benda apapun. Padahal, kenyataannya dalam jarak 0.5 m dari masing-masing polybag terdapat sistem hidroponik rakit apung, sistem hidroponik NFT, dan juga terdapat polybag lain.

5. Nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam diasumsikan sama dengan nilai yang sudah diberikan oleh software yaitu 0.035W/m3/K, karena untuk menentukan nilai koefisien pindah panas volumetrik diperlukan penelitian tersendiri.


(29)

16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Sifat Thermofisik Arang Sekam

a.

Bulk Density

Bulk density arang sekam adalah massa arang sekam setiap satuan volume arang sekam. Semakin tinggi bulk density suatu benda maka akan semakin besar pula massa setiap volumenya. Perhitungan bulk density dilakukan dengan menggunakan Persamaan 6. Dari hasil pengukuran, didapatkan bulk density arang sekam sebesar 0.015324 gram/ml atau setara dengan 15.324 kg/m3 .

Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, yaitu 100 kg/m3 (Deptan, 2009). Hal ini berarti dalam massa yang sama arang sekam memiliki volume yang lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sekam. Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, disebabkan perlakuan penguraian karena panas, yaitu pyrolisis. Tabel pengukuran bulk density arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 1.

b.

Porositas

Porositas adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap fluida atau bahan formasi atau ruang-ruang yang terisi oleh fluida di antara zat-zat padat. Dari hasil pengukuran di dapatkan bahwa nilai porositas arang sekam sebesar 46% artinya dalam setiap 100 ml arang sekam, terdapat 46 ml ruang kosong yang dapat diisi oleh fluida. Nilai 46% adalah nilai yang sangat besar, karena hampir setengah dari volume arang sekam sebenarnya merupakan ruang kosong. Oleh sebab itu, arang sekam sangat baik bila digunakan sebagai media tanam, karena porositasnya yang tinggi memungkinkan arang sekam menyimpan air dan udara yang cukup untuk akar tanaman. Tabel pengukuran porositas arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 2.

c.

Konduktivitas Panas

Konduktivitas panas adalah kemampuan suatu benda untuk menghantarkan panas. Dari hasil pengukuran, nilai konduktivitas panas arang sekam adalah 0.0719 W/mK. Bila dibanding dengan kayu yang memiliki konduktivitas panas 0.13 W/mK, nilai konduktivitas panas arang sekam jauh lebih rendah. Ini artinya, kemampuan arang sekam menghantarkan panas jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu. Tabel pengukuran konduktivitas panas arang sekam terdapat pada Lampiran 3.

d.

Panas Jenis

Panas jenis adalah kapasitas panas suatu zat setiap satuan massa. Kapasitas panas adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat setiap satu satuan suhu. Dari hasil pengukuran, nilai panas jenis arang sekam adalah 7.942 kJ/kgoC, artinya setiap kilogram arang sekam akan membutuhkan 7.942 kJ untuk menaikkan suhu setiap satuan derajat Celsius. Perhitungan panas jenis dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7 dan Persamaan 8. Perhitungan panas jenis arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 4.

Nilai panas jenis arang sekam sangat tinggi bila dibandingkan dengan nilai panas jenis produk-produk pertanian lain misalnya kacang polong yang memiliki panas jenis sebesar 1.85kJ/kgoC. Hal ini kemungkinan besar karena arang sekam sudah diberikan perlakuan


(30)

17

berupa pyrolisis sehingga panas jenisnya sangat tinggi. Untuk menguji keakuratan hasil pengukuran, diukur pula panas jenis kayu dan arang kayu dengan alat yang sama. Dari hasil pengukuran, didapatkan hasil panas jenis kayu sebesar 3.853 kJ/kgoC mendekati panas jenis air yaitu 4.2 kJ/kgoC, sedangkan panas jenis arang kayu sebesar 7.046 kJ/kgoC. Perhitungan panas jenis arang kayu dan kayu dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Pengukuran panas jenis arang sekam dapat dikatakan akurat, karena bila dibandingkan antara panas jenis kayu dengan panas jenis arang kayu, didapatkan hasil bahwa panas jenis arang kayu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan panas jenis kayu, sedangkan panas jenis kayu mendekati panas jenis air. Produk pertanian biasanya memang memiliki panas jenis yang mendekati panas jenis air.

B.

Suhu Lingkungan di Dalam Rumah Tanaman

Suhu lingkungan di dalam rumah tanaman merupakan suhu yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu dalam media tanam arang sekam. Suhu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap suhu arang sekam adalah suhu udara di dalam rumah tanaman dan suhu lantai rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman diukur pada koordinat (3, 2, -7.65) m, sedangkan suhu lantai diukur pada koordinat (-3.15, 0, -6) m, dengan koordinat (0, 0, 0) m adalah pada sisi depan sebelah kanan bawah rumah tanaman.

Suhu udara di dalam rumah tanaman pasti lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah tanaman. Hal ini disebabkan karena adanya radiasi gelombang panjang sinar matahari yang terperangkap di dalam rumah tanaman, sehingga menyebabkan suhu di dalam rumah tanaman menjadi lebih tinggi.

Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman merupakan sinar matahari gelombang pendek berenergi tinggi. Setelah masuk melalui kanopi rumah tanaman akan dipantulkan oleh lantai rumah tanaman, berupa radiasi gelombang panjang dengan energi kecil. Dengan

berkurangnya energi, sinar matahari tersebut menjadi tidak dapat menembus keluar dari kanopi rumah tanaman sehingga akan kembali memantul ke lantai rumah tanaman. Sinar tersebut akan memantul terus menerus, sehingga menyebabkan suhu udara didalam rumah tanaman menjadi tinggi.

Dari hasil pengukuran selama tiga hari mulai dari tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga tanggal 31 Maret 2011 pukul 16:20, didapatkan suhu udara tertingi di dalam rumah tanaman adalah 35.40oC yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:20, sedangkan suhu udara terendah adalah 22.70oC yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu udara rata-rata dalam rumah tanaman adalah 25.95oC.

Suhu lantai juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu di dalam media tanam arang sekam karena lantai bersinggungan langsung dengan polybag berisi arang sekam, oleh sebab itu dilakukan pengukuran terhadap suhu lantai di dalam rumah tanaman. Dari hasil pengukuran selama tiga hari, didapatkan hasil suhu lantai tertinggi adalah 40.40oC, yang terjadi pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:50, sedangkan suhu terendah adalah 25.10oC yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 06:20. Suhu lantai di dalam rumah tanaman rata-rata adalah 28.88oC. Fluktuasi suhu udara dan suhu lantai di dalam rumah tanaman dari waktu ke waktu setiap harinya dapat dilihat pada Gambar 6. Data hasil pengukuran suhu udara dan suhu lantai dapat dilihat pada Lampiran 10.


(31)

18

C.

Suhu Media Tanam Arang Sekam di Dalam

Polybag

Suhu lingkungan akar merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal dari suatu tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik, terutama hidroponik substrat. Media tanam adalah tempat pertumbuhan akar, oleh sebab itu, suhu media tanam harus dikontrol agar suhu lingkungan akar optimal.

Sebaran suhu di dalam arang sekam terbentuk karena adanya pengaruh dari suhu udara di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari udara di dalam rumah tanaman ke dalam arang sekam terjadi secara konveksi. Selain itu, hal lain yang berpengaruh terhadap sebaran suhu arang sekam adalah suhu lantai di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari lantai ke dalam arang sekam terjadi secara konduksi.

Pengukuran sebaran suhu pada arang sekam dilakukan pada tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga 31 Maret 2011 pukul 15:50, pada dua buah polybag berukuran berbeda berisi arang sekam yang sama. Polybag berukuran 30 cm x 30 cm x 0.007 mm (polybag A) dan polybag berukuran 20 cm x 20 cm x 0.007 cm (polybag B). Polybag A diletakkan pada koordinat (-6, 0,- 3) m sedangkan polybag B diletakkan pada koordinat (-6, 0, -3.3) m.

Dari hasil pengukuran, suhu rata-rata pada polybag A lebih besar dibandingkan dengan suhu rata-rata pada polybag B. Hal ini disebabkan karena polybag A berada di sebelah timur polybag B, sehingga mendapatkan radiasi matahari lebih besar dibandingkan dengan polybag B. Data suhu hasil pengukuran pada arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

Hasil pengukuran pada polybag A menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag A adalah 37.90oC yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag A adalah 24.30oC yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag A selama tiga hari sebesar 28.02oC.

Hasil pengukuran pada polybag B menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag B adalah 37.10oC yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag B adalah 23.80oC yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag B

Gambar 6. Grafik suhu udara dan suhu lantai rata-rata di dalam rumah tanaman (28 Maret 2011- 31 Maret 2011)


(32)

19

selama tiga hari adalah sebesar 27.70oC. Sebaran media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Gambar 7.

D.

Simulasi

Computatinal Fluid Dynamics

a.

Penggambaran Geometri

Geometri polybag dan arang sekam dibuat menggunakan software AutoCad 2008 yang kemudian dikonversi kedalam software SolidWorks 2010. Model polybag berisi arang sekam dan pengkondisian lingkungan di dalam rumah tanaman kemudian disimulasikan dengan flow simulation. Geometri polybag A dan B dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Model polybag dan computational domain dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 dengan sumbu z sebagai arah utara.

Gambar 7. Grafik suhu arang sekam di dalam polybag A dan polybag B (28 Maret 2011 – 31 Maret 2011)


(33)

20

Tabel 2. Computational domainpolybag A dan polybag B berisi arang sekam

Computational Domain Polybag A Polybag B

Xmin 5.46 m 5.49 m

Xmax 6.66 m 6.63 m Ymin 17.11 m 17.09 m Ymax 17.82 m 17.77 m Zmin -0.60 m -0.57 m Zmax 0.60 m 0.58 m

Geometri yang dibuat tidak tepat berada pada titik (0, 0, 0) m karena geometri tersebut merupakan hasil konversi dari software AutoCad ke software SolidWork. Seluruh computational domain berjarak 0.5 m dari dinding terluar polybag, kecuali untuk Ymin yang

berjarak 1 mm dari dinding terluar polybag yaitu dinding bagian bawah polybag. Hal ini dilakukan karena, bagian bawah polybag bersentuhan langsung dengan lantai rumah tanaman, sehingga jarak computational domainnya hanya sedikit lebih besar dari tebal polybag yaitu 0.07 mm. Letak computational domain pada sistem dapat dilihat pada Tabel 2.

b.

Analisa Sebaran Suhu Arang Sekam

Pengukuran suhu dilakukan selam 3 x 24 jam mulai tanggal 28 Maret 2011 hingga 31 Maret 2011, namun data yang akan digunakan dalam simulasi adalah data pada pukul 12.20 pada tanggal 29 Maret 2011, data pukul 08:50 pada tanggal 30 Maret 2011, dan data pada pukul 05.50 pada tanggal 31 Maret 2011. Simulasi dibuat pada tiga waktu tersebut, karena pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu saat suhu udara di dalam greenhouse mencapai nilai ekstrim, baik ekstrim atas maupun ekstrim bawah serta nilai medium diantaranya.

Simulasi yang dilakukan adalah simulasi dengan tipe eksternal. Komponen yang digunakan sebagai masukan untuk pembuatan simulasi antara lain suhu udara, suhu lantai, suhu dinding polybag yang diasumsikan sama dengan suhu lantai, geometri polybag, karakteristik polybag dan karakteristik arang sekam. Output yang dihasilkan berupa potongan (irisan) kontur suhu media tanam arang sekam. Analisis aliran dan distribusi udara hasil


(34)

21

simulasi dilakukan pada domain. Hasil yang diperoleh ditampilkan dari tampak depan dan tampak atas pada setiap ketinggian pengukuran.

Polybag didefinisikan sebagai suatu material solid dengan seluruh bagian luar polybag merupakan real wall. Polybag terbuat dari material Polyethylene low/medium density. Masukan suhu dinding polybag diasumsikan sama dengan suhu lantai karena tidak dilakukan pengukuran suhu pada dinding polybag. Pada Tabel 3 tersaji masukan pendefinisian sistem untuk polybag.

Tabel 3. Masukan karakteristik polybag (Polyethylene low/medium density)

Masukan Besaran Satuan

Density 917 kg/m3

Spesific heat 1842 J/(kgK)

Conductivity type Isotropic

Thermal conductivity 0.322 W/(mK)

Melting suhue 0 K

Suhu dinding pukul 12.20 (29 Maret 2011) 40.1 C Suhu dinding pukul 08:50 (30 Maret 2011) 27.7 C Suhu dinding pukul 05.50 (31 Maret 2011) 25.2 C

Arang sekam di dalam polybag didefinisikan sebagai poros medium. Bila suatu benda didefinisikan sebagai poros medium, maka benda tersebut tidak dianggap sebagai benda solid, melainkan dianggap sebagai fluida yang memiliki nilai air flow resistance. Pada Lampiran 7 tersaji perhitungan nilai pressure drop pada arang sekam. Pada Gambar 10 tersaji tabel item properties arang sekam.

Nilai koefisien pindah panas yang diminta oleh software untuk melakukan perhitungan adalah nilai koefisien pindah panas konduksi dan nilai volumetric heat exchange coefficient. Nilai volumetric heat exchange coefficient digunakan untuk menghitung proses pindah panas konveksi dan radiasi yang terjadi pada sistem pindah panas, berupa arang sekam di dalam


(35)

22

polybag. Nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam diasumsikan sebesar 0.035 W/m3/K. Nilai tersebut adalah nilai yang diberikan oleh software Solidworks. Saat tabel item properties arang sekam diisi, nilai volumetric heat exchange coefficient sudah terisi dengan nilai tersebut. Cukup sulit mengetahui nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam, karena untuk mengetahuinya perlu dilakukan penelitian tersendiri.

Pada simulasi ini, mesh yang digunakan adalah pada tingkat lima. Software solidworks melakukan proses perhitungan pada setiap bagian yang disebut dengan mesh. Terdapat delapan tingkatan mesh dimana, semakin tinggi tingkatan mesh yang digunakan maka akan semakin detail perhitungan yang dilakukan, karena bagian yang dihitung akan semakin kecil. Pada pembuatan simulasi, dipilih mesh tingkat lima, karena tingkatan tersebut dianggap paling optimal. Mesh tingkat empat tidak dipilih karena, kontur hasil simulasi tidak begitu halus, sedangkan mesh tingkat enam tidak dipilih karena memori computer yang tidak mendukung.

Hasil iterasi menunjukkan jumlah cell yang terbentuk terdiri dari fluid cell dan partial cell. Iterasi dilakukan hingga global goals mencapai konvergen. Hasil iterasi dan jumlah cell yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil iterasi dan jumlah cell

Pukul 12:20 Pukul 05:50 Pukul 08:50

Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B

Iterasi 82 91 82 91 82 91

Fluid cell 65509 90888 65509 90888 65509 90888

Partial cell 1989 2096 1989 2096 1989 2096

c.

Hasil Simulasi

Computational Fluid Dynamics

Gambar 11 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 12:20 tanggal 29 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 35.4oC hingga 40.1oC. Masukan yang digunakan adalah 35.4oC untuk suhu udara lingkungan dan 40.1oC untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim tertinggi yang didapat pada saat pengukuran.

Gambar 12 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 08:50 tanggal 30 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 25oC hingga 27.7oC. Masukan yang digunakan adalah 25oC untuk suhu udara lingkungan dan 27.7oC untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Data tersebut adalah data medium yang berada diantara waktu suhu ekstrim tertinggi dan suhu ekstrim terendah.

Gambar 13 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 05:50 tanggal 31 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 22.7oC hingga 25.2oC. Masukan yang digunakan adalah 22.7oC untuk suhu udara lingkungan dan 25.2oC untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim terendah yang didapat pada saat pengukuran.

Dari gambar dapat dilihat bahwa pada masing-masing polybag, baik polybag A maupun polybag B terdapat arang sekam yang bersuhu lebih rendah di sekitar arang sekam yang bersuhu tinggi. Arang sekam bersuhu rendah secara umum merupakan arang sekam yang terletak di bagian tengah polybag, sedangkan arang sekam yang bersuhu tinggi merupakan


(36)

23

arang sekam yang terletak dekat dengan dinding dalam polybag, baik itu dinding vertikal maupun dinding bawah yang bersentuhan langsung dengan lantai.

Dari gambar yang tersaji, dapat terlihat bahwa arang sekam di dalam polybag kecil pada suhu lingkungan yang sama memiliki sebaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag besar.

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B suhu paling tinggi yang terbentuk adalah 40.1oC. Suhu paling rendah dalam sebaran suhu yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 36oC, sedangkan suhu terendah yang terbentuk dalam sebaran suhu arang sekam di dalam polyabg B sekitar 37oC.

Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 27.7oC. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 25oC, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 26oC.

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 25.2oC. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 22oC, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 23oC.

Perbedaan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A dan polybag B disebabkan karena perbedaan jumlah lubang pada polybag. Perbedaan jumlah lubang pada polybag A dan polybag B yang cukup signifikan menyebabkan sirkulasi udara di dalam polybag B lebih sedikit dibandingkan dengan sirkulasi udara di dalam polybag A, sehingga sebaran suhu arang sekam di dalam polybag B lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag A.

Dari hasil pengukuran, telah dijelaskan bahwa rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag A lebih besar dibandingkan dengan rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag B, karena polybag A berada disebelah timur polybag B sehingga polybag A mendapatkan radiasi matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan polybag B. Namun, hasil simulasi menunjukkan polybag B memiliki nilai rata-rata suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu pada polybag A.

Perbedaan ini terjadi karena pada saat pembuatan simulasi masing-masing polybag tidak didefinisikan berada di tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan computational domain yang berjarak 0.5 m dari dinding terluar masing-masing polybag. Padahal kenyataannya, dalam jarak 0.5 m tersebut terdapat polybag lain berisi arang sekam, juga terdapat sistem hidroponik rakit apung dan sistem hidroponik NFT yang sebenarnya dapat menjadi penghalang bagi radiasi matahari ke polybag berisi arang sekam.


(37)

24

Tudara = 37oC Tlantai = 40.1oC Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B

Tampak depan

Tampak atas (5 dan 3 cm dari dasar)

Tampak atas (10 dan 6 cm dari dasar)

Tampak atas (15 dan 9 cm dari dasar)

18 cm

Gambar 11. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 12.20 (29 Maret 2011)

21 cm

15cm 19.5cm


(38)

25

Tudara = 25oC Tlantai = 27.7oC Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B

Tampak depan

Tampak atas (5 dan 3 cm

dari dasar)

Tampak atas (10 dan 6 cm dari dasar)

Tampak atas (15 dan 9 cm dari dasar)

Gambar 12. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 08.50 (30 Maret 2011)

19.5cm

18 cm 21 cm


(39)

26

Tlantai = 22.7oC Tlantai = 25.2oC Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B

Tampak depan

Tampak atas (5 dan 3 cm

dari dasar)

Tampak atas (10 dan 6 cm dari dasar)

Tampak atas (15 dan 9 cm dari dasar)

Gambar 13. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 05.50 (31 Maret 2011)

15cm 19.5cm

18 cm 21 cm


(40)

27

E.

Validasi Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran dan hasil simulasi memiliki sedikit perbedaan. Pengukuran sebaran suhu media tanam arang sekam dilakukan pada 18 titik, masing-masing sembilan titik untuk setiap polybag. Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim tertinggi tersaji pada Gambar 14.

Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data pukul 08:50, tanggal 30 Maret 2011 tersaji pada Gambar 15.

Gambar 14. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (29 Maret 2011, pukul 12:20).


(41)

28

Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim terendah tersaji pada Gambar 16.

Perbedaan hasil pengukuran dan hasil simulasi terjadi karena beberapa hal, diantaranya suhu dinding luar polybag diasumsikan sebagai suhu lantai yang sangat tinggi kemungkinan besar menjadi penyebab sebaran suhu hasil simulasi pada tanggal 29 Maret 2011 berada jauh diatas sebaran suhu hasil pengukuran. Peletakan thermocouple saat melakukan persiapan pengukuran juga sangat besar pengaruhnya pada perbedaan ini. Bila thermocouple diletakkan tidak tepat pada titik yang diharapkan, maka thermocouple akan mengukur suhu pada titik yang berbeda dengan titik sampel yang diambil pada hasil simulasi. Hal ini akan menyebabkan perbedaan nilai sebaran suhu hasil simulasi dibandingkan dengan hasil pengukuran.


(42)

29

Pengujian keakuratan hasil simulasi dapat dilakukan dengan analisis regresi yang terbentuk pada hubungan linier antara sebaran suhu media tanam arang sekam hasil simulasi dengan sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran yang ditunjukkan pada Gambar 17. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dari persamaan linier y = ax + b, nilai a sebesar 1.350 dan b sebesar 9.586. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi sebaran suhu media tanam arang sekam dengan akurasi yang baik. Hal ini didukung oleh nilai a yang mendekati 1, serta nilai korelasi R2 sebesar 0.969 dimana nilai ini mendekati 1 yang menunjukkan keragaman data. Nilai b seharusnya mendekati 0, namun pada persamaan linier tersebut didapatkan nilai b yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh homogenitas arang sekam pada saat pengukuran. Gambar 17. Hubungan linier antara sebaran suhu arang sekam hasil simulasi dengan hasil pengukuran


(43)

30

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan

1. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, didapatkan nilai bulk density arang sekam sebesar 15.324 kg/ml, nilai porositas arang sekam sebesar 46%, nilai konduktivitas arang sekam sebesar 0.0719 W/mK, dan nilai panas jenis arang sekam sebesar 7.942 kJ/kgoC. 2. Sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag kecil lebih tinggi

dibandingkan dengan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag besar. Hal ini disebabkan karena lubang pada polybag besar lebih banyak, sehingga sirkulasi udara lebih lancar.

3. Terdapat beberapa perbedaan pada sebaran suhu hasil simulasi dengan sebaran suhu hasil pengukuran. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dari persamaan linier y = ax + b, nilai a sebesar 1.350 dan b sebesar 9.586. Nilai b yang sangat besar dipengaruhi oleh homogenitas arang sekam saat pengukuran.

B.

Saran

Agar hasil simulasi menjadi semakin akurat, sebaiknya dilakukan:

1. Pengukuran nilai pressure drop arang sekam dengan menggunakan wind tunnel. Pada penelitian ini, nilai pressure drop arang sekam dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus Darcy Weisbach.

2. Perlu dilakukan penelitian tersendiri mengenai volumetric heat exchange coefficient arang sekam.


(44)

31

DAFTAR PUSTAKA

Adirahardja I. 1992. Kinerja Penetes dan Rancangan Sistem Irigasi Tetes pada Lahan Pertanian di Desa Cikarawang Darmaga-Bogor. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Administratur Kebun Malabar. 2008. Pedoman SMKP ISO 22000:2005. PTPN VIII Kebun Teh Malabar.

Cengel Y A, Boles MA. 2003. Thermodynamics an Engineering Approach. McGraw-Hill. New York. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah

Tangga Petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Haryanto T Y. 2010. Simulasi Distribusi Suhu Larutan Nutrisi Pada Bedeng Tanaman Sistem

NFT (Nutrient Film Technique) Dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Skipsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Tekologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Holman J P, Jassfi E. 1997. Pindah Panas. Erlangga. Jakarta

Irzaman. 2010. Silikon Murni dari Sekam Padi. http://abarky.blogspot.com/2010/12/silikon-murni dari-sekam-padi.html. [27 Januari 2011]

Kreith F. 1994. Prinsip-prinsip Perpindahan Kalor. Erlangga. Jakarta

Ni’am AG . 2008. Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

NN. 2011. Sekam. http://id.wikipedia.org/wiki/Sekam Sekam [ 15 Februari 2011]

Nurianingsih R. 2011. Analisis Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara pada Rumah Tanaman Standart Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurminah M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas.http://repository.usu.ac.id/bitstream. [22 Febuari 2011]

Patappa A.2001. Rancang Bangun dan Unjuk Kinerja Sistem Kendali Otomatik On-Off untuk Pengendalian Kelembaban Media Tanam Hidroponik Pada Budidaya Paprika (Capsicum annum L. Var Grossum). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rest H. 2004. Hydroponic Food Production. Sixth Edition. New Jersey: Newconcept Press.

Ricardo 2009. Hydroponics Substrat. http://bscstlouis1.blogspot.com/2009/05/hidroponik-substrat-by ricardo.html. [28 Januari 2011]

Samodra I. Chen, J. 2008. Hydroponics.://ilhamsamodra.blogspot.com/2008_03_01_archive. Html. [28 Januari 2011]

Sapei A. Kusmawati, I. 2003. Perubahan Pola Penyebaran Kadar Air Media Tanam Arang Sekam dan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) pada Pemberian Air Secara Terus Menerus dengan Irigasi Tetes. http://e-jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id. [21 Febuari2011]

Suhardiyanto H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah. IPB Press. Dramaga. Bogor.

Suhardiyanto H. 2010 (a). Hydroponics System. Slide kuliah 18 November 2010.

Suhardiyanto H. 2010 (b). Media Tanam Pada Sistem Hidroponik. Slide kuliah 16 Desember 2011. Tuakia F. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent.Informatika. Bandung.


(45)

32

Volume Method. Harlow, Essex, England and Longman Scientific & Technical. New York Wahhab A. 2010. Pemilihan Jenis Material Bedeng Nutrient Film Technique (NFT) dengan

Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wuryaningsih S. 2008. Media Tanam Tanaman Hias.http://www.kebonkembang.com. [28 Febuari 2011]


(1)

64

Lampiran 10. Tabel sebaran suhu udara dan suhu lantai di dalam

greenhouse

Ulangan Waktu 19 20 1 16:20 27.5 30.6 2 16:50 27.5 30.3 3 17:20 27.4 30.1 4 17:50 26.7 29.6 5 18:20 26.2 29.1 6 18:50 26.3 28.8 7 19:20 25.6 28.5 8 19:50 25.3 28.1 9 20:20 25.3 28.1 10 20:50 24.9 27.7 11 21:20 24.9 27.7 12 21:50 24.6 27.3 13 22:20 24.6 27.3 14 22:50 24.4 27.2 15 23:20 23.8 26.8 16 23:50 24.1 26.8 17 0:20 23.8 26.5 18 0:50 23.9 26.4 19 1:20 23.8 26.4 20 1:50 23.7 26.4 21 2:20 23.6 26.3 22 2:50 23.2 26 23 3:20 23.1 25.9 24 3:50 23.3 25.9 25 4:20 23.1 25.6 26 4:50 23.2 25.6 27 5:20 23.8 25.7 28 5:50 23.6 25.7 29 6:20 23.6 25.8 30 6:50 24.4 26.2 31 7:20 25.6 26.9 32 7:50 27.7 28.2 33 8:20 30.2 30.1 34 8:50 31.1 32 35 9:20 29.5 32.3 36 9:50 30.9 32.9 37 10:20 31.3 34.7 38 10:50 32.9 36.1 39 11:20 32.2 36.6 40 11:50 33.2 37.4 41 12:20 35.4 40.1 42 12:50 34.2 40.4 43 13:20 34.8 40 44 13:50 29.6 36.6 45 14:20 28.5 34.9 46 14:50 27.3 33.3 47 15:20 27.5 32.5 48 15:50 27.4 31.6 49 16:20 26.7 31.1 50 16:50 27.6 31 51 17:20 27.4 30.6


(2)

65

Lampiran 10. (Lanjutan)

Ulangan Waktu 19 20 52 17:50 26.6 30 53 18:20 25.9 29.4 54 18:50 25.9 29.4 55 19:20 25.5 28.7 56 19:50 25.8 28.5 57 20:20 25.6 28.4 58 20:50 25.3 28.1 59 21:20 25.2 28 60 21:50 25.5 28 61 22:20 25.3 28 62 22:50 24.9 27.5 63 23:20 24.8 27.4 64 23:50 24.8 27.2 65 0:20 24.6 27.2 66 0:50 24.7 27 67 1:20 24.7 27 68 1:50 24.5 26.9 69 2:20 24.5 26.8 70 2:50 24.3 26.6 71 3:20 24 26.5 72 3:50 23.5 26.3 73 4:20 23.7 26.1 74 4:50 24 26.2 75 5:20 24.2 26.2 76 5:50 24 26.2 77 6:20 23.5 26.2 78 6:50 23.7 26.1 79 7:20 23.9 26.3 80 7:50 24.5 26.7 81 8:20 25 27.2 82 8:50 25 27.7 83 9:20 27.9 30.9 84 9:50 28.6 32.2 85 10:20 27.9 31.9 86 10:50 27.2 31.5 87 11:20 27.3 31 88 11:50 27.5 31.1 89 12:20 27.6 31.4 90 12:50 27.6 31.5 91 13:20 26.9 31 92 13:50 27.5 31.5 93 14:20 27.9 31.3 94 14:50 28 31.1 95 15:20 27.4 30.8 96 15:50 27.3 30.6 97 16:20 26.5 29.9 98 16:50 25.3 29.3 99 17:20 24.4 28.2 100 17:50 24.2 27.8 101 18:20 24 27.5 102 18:50 23.6 27.1 103 19:20 23.7 26.9


(3)

66

Lampiran 10. (Lanjutan)

Ulangan Waktu 19 20 104 19:50 23.8 26.7 105 20:20 23.8 26.6 106 20:50 23.6 26.4 107 21:20 23.7 26.4 108 21:50 23.9 26.3 109 22:20 23.7 26.3 110 22:50 23.6 26.1 111 23:20 23.5 26 112 23:50 23.4 25.9 113 0:20 23.3 25.7 114 0:50 23.4 25.8 115 1:20 23.3 25.7 116 1:50 23.4 25.7 117 2:20 23.5 25.6 118 2:50 23.2 25.6 119 3:20 23.1 25.4 120 3:50 23 25.3 121 4:20 23.1 25.4 122 4:50 22.7 25.1 123 5:20 22.8 25.2 124 5:50 22.7 25.2 125 6:20 22.9 25.1 126 6:50 23.5 25.6 127 7:20 24.9 26.2 128 7:50 25.8 27 129 8:20 25.7 27.3 130 8:50 26.3 27.9 131 9:20 27.3 28.8 132 9:50 28.3 29.8 133 10:20 29.2 30.7 134 10:50 29.1 31.9 135 11:20 30.9 32.9 136 11:50 31.5 35.6 137 12:20 33.2 36.1 138 12:50 31.6 35.9 139 13:20 30.3 34.1 140 13:50 28 32.6 141 14:20 26.7 31.4 142 14:50 24.4 29.8 143 15:20 24.9 29.3 144 15:50 25.2 28.8


(4)

67

Lampiran 11. Perhitungan

error

hasil simulasi.

Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B 29 Maret 2011, pukul 12:20

Simulasi (oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

Simulasi (oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

36.74 33.80 7.99 37.83 33.80 10.64 36.66 33.40 8.90 37.99 33.10 12.87 36.70 33.80 7.90 37.80 35.00 7.41 36.66 34.50 5.90 37.68 34.40 8.72 36.57 33.90 7.29 37.86 33.30 12.05 36.66 35.20 3.99 37.60 34.90 7.18 36.78 35.50 3.48 37.66 34.80 7.60 36.63 34.30 6.37 37.84 34.30 9.35 36.87 36.80 0.20 37.52 36.00 4.05

Rata-rata 5.78 Rata-rata 8.87

30 Maret 2011, pukul 08:50 Simulasi

(oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

Simulasi (oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

25.85 26.9 4.06 26.46 26.8 1.27

25.83 26.8 3.76 26.56 26.8 0.91

25.81 27.3 5.76 26.45 26.6 0.57

25.76 26 0.93 26.38 26.3 0.31

25.75 25.9 0.58 26.49 26.2 1.08

25.82 26.8 3.80 26.33 26.6 1.03

25.82 26 0.71 26.36 27.1 2.79

25.78 26.1 1.24 26.47 26.3 0.65

25.93 26.7 2.98 26.28 26.8 1.96

Rata-rata 2.65 Rata-rata 1.18

31 Maret 2011, pukul 05:50 Simulasi

(oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

Simulasi (oC)

Pengukuran (oC)

Error (%)

23.51 25.20 7.18 24.05 25.70 6.88 23.50 25.10 6.81 24.16 25.50 5.56 23.46 25.10 7.00 24.05 25.40 5.60 23.39 24.60 5.16 23.97 24.10 0.56 23.39 24.70 5.58 24.08 24.30 0.90 23.46 24.60 4.84 23.94 24.60 2.74 23.45 25.00 6.63 23.94 23.90 0.18 23.44 24.70 5.37 24.07 24.00 0.27 23.58 24.30 3.07 23.90 24.00 0.42


(5)

68

Lampiran 12. Gambar Ortogonal

Polybag

A

21

0.7


(6)

69

Lampiran 13. Gambar Ortogonal

Polybag

B

18

0.7