Perbedaan Pendapat (Dissenting Opinion) Putusan MK tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama
D. Pendapat terhadap Pasal 4:
Pasal 4 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa, “Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum menge- luarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgu- naan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.
Terhadap rumusan dalam Pasal 4 Undang-Un- dang a quo saya berpendapat bahwa pengaturan yang memerintahkan penambahan suatu pasal ke dalam Undang-Undang lain adalah sesuatu yang tidak lazim dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Pendapat tersebut dapat
M e m a h a m i Pe n d a p a t B e r b e d a ( D i s s e n t i n g O p i n i o n ) Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
dikesampingkan, oleh karena pada saat terben- tuknya Undang-Undang a quo memang belum ter- dapat pedoman yang mengatur tentang hal terse- but. Walaupun rumusan dalam Pasal 156a tersebut bukanlah merupakan delik materiil, namun karena pasal tersebut ditempatkan di antara Pasal 156 dan Pasal 157 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang termasuk dalam “haatzaai artikelen”) maka ketentuan dalam pasal a quo dalam pelaksanaannya lebih sering diterapkan secara sewenang-wenang.
Kesimpulan:
Berdasarkan uraian di atas, maka saya berpenda- pat bahwa terhadap Undang- Undang Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terdapat beberapa permasalahan yang mendasar antara lain:
1. Bahwa Undang-Undang
a quo merupakan produk masa lampau, yang walaupun ber- dasarkan Aturan Peralihan Pasal I Undang- Undang Dasar 1945 secara formal masih mempunyai daya laku (validity), namun secara substansial mempunyai berbagai kelemahan karena adanya perubahan yang sangat men- dasar terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal-pasal yang menyangkut hak- hak asasi manusia.
B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
2. Bahwa dengan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Ber- bagai Penetapan Presiden dan Peraturan Pres- iden Sebagai Undang-Undang, yang merupa- kan perintah dari Ketetapan MPRS Nomor XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kem- bali Produk-Produk Legislatif Negara Di Luar Produk MPRS Yang Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS Nomor XIX/ MPRS/1966, maka pelaksanaan dari perintah kedua Ketetapan MPRS dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang, khususnya dalam Pasal 2 dan Penjelasannya sudah ber- langsung selama 40 (empat puluh) tahun.
3. Bahwa dengan terjadinya berbagai permasala- han yang seringkali menimbulkan adanya tin- dakan yang sewenang-wenang dalam pelak- sanaan Undang-Undang a quo dan adanya pertentangan dalam ketentuan pasal-pasalnya terhadap beberapa pasal dalam Undang-Un- dang Dasar 1945, khususnya Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945, saya berkesimpulan bahwa permoho-
M e m a h a m i Pe n d a p a t B e r b e d a ( D i s s e n t i n g O p i n i o n ) Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
nan para Pemohon seharusnya dikabulkan.
Apakah dissenting opinion mengikat secara hu- kum ?
Tidak, walau merupakan satu kesatuan dalam putu- san hakim, dissenting opinion tidak mengikat. Namun, perbedaan pendapat ini akan dapat digunakan seba- gai dasar untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang.
DAFTAR ALAMAT
1. KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANU- SIA (KOMNAS HAM)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat Telp/Fax: 021 - 3925 230021 - 3925 227 Emaik: [email protected]
2. OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (ORI)
Jl. Ir. H. Djuanda No. 36 Jakarta Pusat Telp : +62 21 351 0071
3. GERAKAN ANTI DISKRIMINASI (GANDI)
Jl. Mandala Raya 24 Tomang Jakarta 11440 T : 021-68700570
F : 021 – 5673869 Email :gandi_ancyahoo.com, [email protected], [email protected]
M e m a h a m i Pe n d a p a t B e r b e d a ( D i s s e n t i n g O p i n i o n ) Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
4. LBH JAKARTA
Jl.Diponegoro No. 74 Jakarta Telp/Fax: 021-3145518/ 021-3912377
5. INDONESIAN CONFERENCE ON RE- LIGION AND PEACE (ICRP).
Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta 10520 Telepon: 021-42802349 / 42802350 Fax: 021-4227243 Email: [email protected] Website: www.icrp-online.org
6. ALIANSI NASIONAL BHINEKA TUNG- GAL IKA (ANBTI)
Jl.Tebet Barat Dalam Vii No.19, Jakarta Telp/Fax :021-8312771
7. BADAN KOORDINASI ORGANISASI KEPERCAYAAN (BKOK)
Jl.Wastukancana No. 33 Bandung T :022-4265318
8. HIMPUNAN PENGHAYAT KEPER- CAYAAN THD TUHAN YANG MAHA ESA (HPK)
Jl.Ir.H.Juanda No. 4 A Jakarta
Daftar Alamat
9. THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC)
Jl.Tebet Timur I No.4, Tebet Jakarta Selatan Telp : 021-93821173, Fax : 021-8356641 Email : [email protected] Website : www.mitrahukum.org
10. HUMAN RIGHTS WORKING GROUP
Jiwasraya Building Lobby Floor Jl. R.P Soeroso No 41 Gondangdia, Menteng Jakarta 10350 Email : [email protected], Telp: 021-3143015 – 021-7073350562 Fax: 021-3143058
Tentang ILRC
THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC) MITRA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN HUKUM INDONESIA
Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia menghadapi masalah tingginya tingkat korupsi, min- imnya jaminan hak azasi manusia (HAM), dan lemah- nya penegakan hukum. Dalam penegakan hukum, selain produk legislasi dan struktur aparat penegak hukum di butuhkan pula budaya hukum yang kuat di masyarakat. Namun, faktanya kesadaran hak di ting- kat masyarakat sipil masih lemah, begitu juga dengan kapasitas untuk mengakses hak tersebut.
Peran Perguruan Tinggi khususnya fakultas hukum sebagai bagian dari masyarakat sipil menjadi pent-
P ro f i l I L R C
ing untuk menyediakan lulusan fakultas hukum hu- kum yang berkualitas yang akan mengambil bagian di berbagai profesi, seperti birokrasi, institusi-institusi negara, peradilan, akademisi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Perguruan Tinggi mempunyai posisi yang legitimate untuk memimpin pembaharuan hukum. Di dalam hal ini, kami memandang pendidikan hu- kum mempunyai peranan penting untk membangun budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat sipil.
Pendirian The Indonesia Legal Resource Center (ILRC) merupakan bagian keprihatinan atas pendidi- kan hukum yang tidak responsif terhadap permasalahan keadilan sosial. Pendidikan hukum cenderung mem- buat lulusan fakultas hukum menjadi proit lawyer dan mengabaikan pemasalahan keadilan sosial. Walaupun Perguruan Tinggi mempunyai instrumen/institusi un- tuk menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk masyarakat miskin, tetapi mereka melakukan- nya untuk maksud-maksud yang berbeda.
Terdapat sejumlah masalah yaitu 1) Lemahnya para- digma yang berpihak kepada masyarakat miskin, kea- dilan sosial dan HAM; 2) Komersialisasi Perguruan Tinggi dan lemahnya pendanaan maupun sumber daya manusia di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan Pusat Hak Azasi Manusia (HAM) dan
M e m a h a m i Pe n d a p a t B e r b e d a ( D i s s e n t i n g O p i n i o n ) Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
3) Ketika pendidikan hukum di masyarakat sedang berkonlik oleh karena perbedaan norma antara hu-
kum yang hidup di masyarakat dan hukum negara. Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud un- tuk mengambil bagian di dalam reformasi pendidikan hukum.
Visi
Memajukan HAM dan keadilan sosial di dalam pen- didikan hukum
Misi
1. Menjembatani jarak antara Perguruan Tinggi dengan dinamika sosial;
2. Mereformasi pendidikan hukum untuk mem- perkuat perspektif keadilan sosial;
3. Mendorong Perguruan Tinggi dan organisasi-or- ganisasi masyarakat sipil untuk terlibat di dalam reformasi hukum dan keadilan sosial.
P ro f i l I L R C
STRUKTUR DAN PERSONAL Para Pendiri/Anggota Pengurus
Ketua : Dadang Trisasongko Sekretaris
: Renata Arianingtyas
Bendahara : Soni Setyana Anggota
1. Profesor Mohammad Zaidun, SH, MSi
2. Prof. Emiritus Drs. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA
3. Uli Parulian Sihombing
EKSEKUTIF
Direktur : Uli Parulian Sihombing Peneliti
: Fultoni, Siti Aminah,
Budi Widjardjo
Keuangan : Evi Yuliawati Administrasi
: Herman Susilo
Tentang Freedom House
! Freedom House is an independent watchdog orga-
nization that supports the expansion of freedom around the world. Freedom House supports demo- cratic change, monitors freedom, and advocates for democracy and human rights. We support nonviolent civic initiatives in societies where freedom is denied or under threat and we stand in opposition to ideas and forces that challenge the right of all people to
be free. Freedom House functions as a catalyst for freedom, democracy and the rule of law through its analysis, advocacy and action.
• Analysis The foundation of Freedom House’s work is its analysis. We evaluate the components of freedom and leverage our analytical work to strengthen our advocacy and action efforts. Freedom House’s rigor-
P ro f i l F re e d o m H o u s e
ous research methodology has earned the organization a reputation as the leading source of information on the state of free- dom worldwide. Learn more about Freedom House publications .
• Advocacy Freedom House ampliies the voices of those ighting for freedom in re- pressive societies. We press the United States, other governments, international institutions and regional bodies to adopt consistent poli- cies that advance human rights and democ- racy around the world.
• Action We work directly with democracy and human rights advocates in their own coun- tries and regions. These reformers include human rights defenders, civil society lead- ers and members of the media. Freedom House’s programs provide these advocates with resources that include training, expert advice, grants and exchange opportunities.
Freedom House was created in 1941 by prominent Americans concerned about the U.S. policy of iso- lationism as Nazism threatened to engulf Europe. The organization’s name was intended to counter the Brown House, the Nazi party headquarters in Ger- many where Adolf Hitler maintained an ofice. Af-
M e m a h a m i Pe n d a p a t B e r b e d a ( D i s s e n t i n g O p i n i o n ) Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a
ter World War II, Freedom House turned its focus to the struggle against Communism and other threats to freedom irrespective of ideology and embraced the organization’s mission to expand freedom worldwide and strengthen human rights and civil liberties in the United States.
Freedom House is led by David Kramer, the orga- nization’s executive director. The daily work of the organization is conducted by its approximately 150 staff members in Washington, New York, its Euro- pean ofice in Budapest and other ofices around the world.
The organization’s Board of Trustees, which includes Democrats, Republicans and Independents, is com- posed of a mix of business and labor leaders, former senior government oficials, scholars and journalists who agree that the promotion of democracy and human rights abroad is vital to America’s interests abroad and to international peace.
Contact 1301 Connecticut Ave. NW, Floor 6 Washington D.C. 20036. T el. (202) 296 5101 Fax: (202) 293 2840 Email : [email protected] 60