Konteks Pengalaman Refleksi TINJAUAN PUSTAKA

20 LP3A Tugas Akhir – Rumah Retret Kaum Muda di Tuntang karena itu, nilai manusia akan lebih lengkap jika mereka mau menyerahkan dirinya untuk melayani sesama manusia.  Magis menjadi pribadi yang lebih baik Ini merupakan nilai refleksi dari runtutan nilai-nilai sebelumnya, Yesuit menuntut kaum muda untuk tidak hanya berhenti di suatu zona namun harus keluar dan memperbaiki dirinya sehingga mereka menjadi manusia baru yang lebih tangguh dan utuh dari sebelumnya. 2.2.4. PARADIGMA PEDAGOGI IGNASIAN Paradigma Pedagogi Ignasian terdiri dari tiga unsur utama : pengalaman, refleksi dan aksi atau tindakan. Namun supaya proses pembelajaran ini berhasil, perlu diperhatikan adanya unsur pra-pembelajaran pre-learning element yakni konteks context dan pasca- pembelajaran post-learning element, yakni evaluasi evaluation.

a. Konteks

Konteks ini bertautan dengan semua faktor yang mendukung atau pun menghambat proses pembelajaran. Dari sudut pandang administrator dan guru, hal ini berarti: i Pengenalan pribadi dan kepedulian bagi kaum muda oleh gurupembimbing; ii lingkungan yang mendukung untuk pembelajaran dan pertumbuhan dalam keterlibatan pada nilai-nilai. Dari sudut pandang kaum muda, konteks ini bertautan dengan kesediaan untuk belajar dan kesiapan untuk tumbuh.

b. Pengalaman

Pedagogi Ignasian memastikan bahwa kaum muda mempunyai pengalaman pembelajaran secara penuh, budi, hati dan tangan. Dalam buku, Ignasian Pedagogy: A Practical Approach 1993 yang dikeluarkan oleh International Centre for Jesuit Education in Roma, dikatakan pengalaman merupakan unsur kunci dalam pendidikan: “Di sekolah-sekolah Yesuit, pengalaman belajar diharapkan menggerakkan kaum muda melampaui sekedar pengetahuan hafalan menjadi pengembangan kemampuan belajar yang semakin kompleks, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.. . . .Kita gunakan istilah pengalaman untuk melukiskan setiap kegiatan dimana selain pemahaman kognitif, dari bahan yang dipelajari, mahasiswa juga menangkap kepekaan rasa. . . . Dalam pedagogi ini, Ignasius menggaris bawahi tahap afektif evaluatif dari 21 LP3A Tugas Akhir – Rumah Retret Kaum Muda di Tuntang proses pembelajaran karena ia sadar bahwa selain membiarkan seseorang ‘mengecap dan merasakan’ yakni memperdalam pengalamannya, perasaan afektif merupakan kekuatan motivasional yang menggerakkan pemahaman seseorang untuk terlibat dan bertindak.”

c. Refleksi

Bagian ini merupakan kunci dalam Paradigma Pedagogi Ignasian. Inilah sebabnya pedagogi ini menjadi lazim juga disebut Pedagogi Refleksi. Refleksi merupakan proses dengan mana kaum muda membuat pengalaman belajar menjadi miliknya apropriasi, memperoleh makna dan arti dari pengalaman pembelajaran untuk dirinya sendiri dan yang lain. Pedagogi Ignasian melukiskannya sebagai berikut: ”Dengan istilah refleksi kita maksudkan pertimbangan mendalam mengenai bahan, pengalaman, gagasan, tujuan atau reaksi spontan, dengan maksud untuk meresapkan signifikansinya secara penuh. Maka refleksi itu merupakan proses dengan mana makna menjadi kentara dalam pengalaman manusia…. Pada tahap ini, ingatan, pemahaman, imajinasi dan perasaan digunakan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang sedang dipelajari, untuk menemukan hubungannya dengan aspek- aspek lain dari pengetahuan dan aktivitas manusia, dan untuk menghargai dalam pencarian yang terus menerus akan kebenaran dan kebebasan…. Jikalau pembelajaran berhenti hanya pada pengalaman, maka ini bukan Ignasian. Karena akan kekurangan pada unsur refleksi dimana mahasiswa dipaksa mempertimbangkan arti dan makna manusiawi dari apa yang mereka pelajari dan mengintegrasikan makna itu sebagai mahasiswa yang bertanggung jawab yang tumbuh sebagai pribadi yang kompeten, sadar dan bela rasa competence, conscience and compassion

d. Tindakan