Ika Rokhanadewi BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Surfaktan Suatu zat pembasah adalah suatu surfaktan yang bila dilarutkan dalam
air, mengurangi tegangan permukaan, menurunkan sudut kontak yang baru dan membantu memindahkan fase cair dan akan terjadi pembasahan. Surfaktan sangat berguna dalam mengurangi tegangan antar muka antar partikel zat padat. Sudut kontak adalah tetesan cairan dan permukaan ke atas mana ia menyebar. Serbuk yang tidak mudah dibasahi dengan air menunjukkan suatu sudut kontak yang besar, sedangkan serbuk yang dapat di basahi dengan segera oleh air bila bebas dari kontaminan yang teradsorpsi di sebut hidrofilik ( Martin dkk, 1993: 966; 113).
Zat yang meningkatkan daya pembasah tablet ( bahan pengidrofil ) umumnya hanya meningkatkan kerja bahan penghancur menjadi optimal. Tabletasi zat-zat lipofil, menurut pengalaman seringkali menimbulkan banyak kesulitan karena kehancuran tidak memadai. Pembebasan bahan obat dari tablet tablet semacam ini sangat rendah, sehingga bahan penghancur yang diracik sama sekali tidak atau sangat terhambat dalam menimbulkan kerjanya (Voight, 1995 : 210).
B. Uraian Tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat kempa cetak yang biasa di buat dengan penambahan bahan tambahan farmasetik yang sesuai ( Ansel, 1987: 224 ). Untuk mendapatkan tablet yang baik maka bahan yang akan di kempa menjadi tablet harus memiliki sifat:
1. Tablet harus merupakan produk , menarik (bagus dilihat) yang mempunyai identitasnya sendiri serta bebas dari serpihan keretakan, pelunturan atau pemucatan, kontaminasi dan lain lain.
2. Harus sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi, pengepakan.
3
3. Harus mempunyai kestabilan kimia dan fisika untuk mempertahankan kelengketan fisiknya sepanjang waktu, sehingga tidak memungkinan terjadi pemalsuan atau penurunan mutu zat berkhasiat.
4. Harus, dapat melepaskan zat berkhasiat ke dalam tubuh (Lachman dkk, 1994: 647).
C. Bahan Tambahan Tablet
1. Bahan Pengisi Bahan pengisi ( dilluent) di masukkan untuk memperbesar volume tablet agar mudah di cetak dan di buat ( Anief , 1987 : 211 ). Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya kecil , sedikit atau sulit dikempa. Jika zat aktif kecil , sifat tablet secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya, untuk obat hidrofobik yang kelarutannya dalam air kecil maka digunakan bahan pengisi yang larut dalam air (Depkes RI, 1995:51).
Beberapa bahan pengisi yang sering digunakan yaitu laktosa yang dapat dikombinasi dengan zat aktif sebanyak 20-25%, tepung gandum, jagung atau kentang (Lachman, dkk. 1994: 699). Bahan lainnya Avicel dengan 70% zat aktif, kalsium,fosfat (Agoes, 2006: 180).
2. Bahan Pengikat Bahan pengikat berguna untuk perlekatan partikel dalam formulasi
(Ansel, 1989: 247). Kebanyakan bahan pengikat bersifat hidofilik dan larut dalam air dan menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granular (Voight, 1995: 202). Bahan pengikat ditambahkan agar tablet tidak pecah atau retak (Anief, 1997: 211). Bahan pengikat yang umum digunakan avicel, povidon, kopolividon, gelatin, sukrosa, Na alginat (Agoes, 2006: 189).
3. Bahan Penghancur Bahan penghancur akan membantu memecahkan atau menghancurkan tablet setelah pemberian menjadi partikel-partikel (Ansel,
1989:247) ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan (Lachman, 1994: 702) sehingga lebih mudah diadsorbsi (Ansel, 1989: 247). Bahan penghancur yang sering digunakan avicel PH 101 pada granulasi basah atau kempa langsung konsentrasinya 5-20%, amilum. NF, croscamellose Na, crosprovidon NF (Agoes, 2006: 190).
4. Bahan Pelincir Bahan pelincir berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Pelicir (Bahan pengatur aliran)
Bahan ini memperbaiki daya luncur massa/granulat yang ditabletasi (Voigt, 1995-2-04), dengan jalan mengurangi gesekan diantara partikel-partikel (Lachman, 1994: 703). Bahan yang digunakan antara lain talk, asam stearat, parafin, mg stearat dengan konsentrasi 0, 2-0, 3% (Voigt, 1995: 204-205), tepung jagung, aerosil. (Lachman dkk, 1994: 703).
b. Bahan pelincir (lubrikan) Bahan pelincir berfungsi untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding ruang cetak (die) pada saat tablet ditekan keluar (Lachman dkk, 1994: 703). Bahan pelincir yang sering digunakan adalah asam stearat, magnesium stearat dengan konsentrasi 0, 2-2, 0%, PEG, kalsium stearat (Agoes, 2006: 191).
c. Bahan anti lekat (antiadheran) Bahan anti lekat berfungsi untuk mengurangi melekatnya massa tablet pada permukaan punch atau Binding die (Lachman, dkk.
1994: 703). Bahan yang digunakan antara lain avicel PH MCC, amilum jagung, talk (Agoes, 2006: 192), dan juga magnesium stearat dan calcium (Lachman dkk, 1994: 703).
D. Metode Pembuatan Tablet
Sebelum, pentabletan dilakukan, bahan obat dan bahan tambahan yang diperlukan digranulasi terlabih dahulu. Granulasi berarti partikel-partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat (Voight, R. 1995: 171). Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Ansel, 1985: 212). Tablet kempa dirancang untuk dapat langsung ditelan sehingga kebanyakan mengandung obat yang diharapkan berefek lokal dalam saluran cerna (Lachman dkk, 1994: 706-706).
Ada 3 metode dalam pembuatan tablet kompresi yaitu metode granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung (Voight, R. 1995: 259).
1. Granulasi Basah Metode granulasi basah merupakan metode yang banyak digunakan dalam pembuatan tablet kompresi (Ansel, 1985: 261). Hal yang menarik pada granulasi basah yaitu bahannya dibasahi, penggilingan basah, serta pengeringan (Lachman dkk, 1994: 690).
Langkah-langkah dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah: a. Menimbang dan mencampur bahan
Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formula tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah tablet yang akan diproduksi dan dicampur, diaduk baik, biasanya dengan menggunakan mesin pencampur serbuk atau mikser (Ansel, 1989-.263).
b. Pembuatan Granul Basah Granul dibentuk dengan jalan mengikat serbuk dengan suatu perekat (Lachman dkk, 1994: 690). Hal ini dapat dilakukan secara baik dengan penambahan cairan pengikat atau perekat kedalam campuran serbuk, melewatkan adonan lembab melalui ayakan yang ukurannya seperti yang diinginkan, granul yang dihasilkan melalui pengayakan dikeringkan, lalu diayak lagi dengan ayakan yang ukurannya lebih kecil supaya mengurangi ukuran granul berikutnya (Ansel, 1989: 263- 264). c. Penyaringan Adonan Lembab Menjadi Granul Granulasi basah dilewatkan melalui ayakan nomor 6 atau 8
Mesh . Proses pengayakan basah mengubah massa lembab menjadi
dinding kasar, yang dibuat granul dengan melewatkan massa pada penggilingan yang dilengkapi pengayak yang berlubang-lubang. Setelah semua menjadi granul, kemudian ditebarkan diatas selembaran kertas yang lebar dalam nampan yang dangkal dan dikeringkan (Ansel, 1989: 264).
d. Pengeringan Granul Proses pengeringan diperlukan untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pembentukan gumpalan-gumpalan granul. Bagaimanapun kelebihan jumlah uap air yang tertinggal pada granulasi ini sering menyebabkan terjadinya pecah pada tablet. Kebanyakan granul dikeringkan, dalam cabinet pengering dengan sistem sirkulasi udara dan pengendalian temperatur (Ansel, 1989: 264).
e. Pengayakan kering Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang lebih kecil daripada yang biasa dipakai untuk pengayakan granulasi asli. Seberapa jauh ukuran granul dihaluskan, tergantung pada ukuran punch yang akan dipakai dan tablet yang akan diproduksi. Ayakan yang dipakai adalah ukuran 12 sampai 20 Mesh (Ansel, 1989: 266).
f. Pencampuran bahan pelicin Setelah pengayakan kering, biasanya bahan pelicin ditambahkan ke dalam Granul, sehingga setup granul dilapisi oleh bahan pelicin. Bahan pelincir dalam pembentukan tablet kompresi bermanfaat untuk mempercepat aliran granul corong ke dalam rongga, cetakan, dan mencegah melekatnya granul pada punch dan die, mengurangi gesekan antar tablet dan dinding cetakan (Ansel, 1989: 266). g. Pencetakan Tablet Cara kerjanya memasukkan granul ke dalam rung cetakan dan dikempa oleh kedua gerakan punch atas dan bawah (Ansel, 1989: 266).
2. Granulasi Kering Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembaban atau penambahan bahan pengikat kedalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan pecahan yang lebih kecil.
Metode ini khususnya untuk bahan bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaanya pada uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikan (Ansel, 1989: 269).
3. Kempa Langsung Metode ini biasanya untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dengan mesin tablet tanpa memerlukan granulasi. Contohnya kalium klorida, kalium iodida, ammonium klorida (Ansel, 1989.271).
E. Sifat Fisik Granul
Untuk menghasilkan tablet yang baik maka perlu diketahui sifat fisis dari campuran bahan akan di cetak, pemeriksaan kualitas campuran bahan meliputi:
1. Waktu alir Waktu alir adalah waktu yang di butuhkan bila sejumlah granul di tuangkan dalam suatu alat kemudian di alirkan. Mudah tidaknya aliran granul dapat di pengaruhi oleh bentuk granul, sifat permukaan granul dan kelembabannya. Bila granul memiliki ukuran yang tidak seragam menyebabkan daya kohesinya semakin besar sehingga granul sukar mengalir. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu alir yaitu sifat-sifat granul yaitu ukuran partikel, distribusi ukuran partikel dan kelembaban (Lachman dkk, 1994 : 684).
2. Sudut Diam Metode corong tegak dan kerucut yang berdiri bebas memakai corong yang di jaga agar ujungnya berada dalam suatu ketinggian yang di kehendaki diatas kertas grafik yang terletak pada bidang horisontal, bubuk atau granul di tuang perlahan-lahan sampai ke ujung corong. Bila sudut baring lebih kecil atau sama dengan 300 biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 400 biasanya daya mengalirnya kurang baik ( Ansel, 1989 : 685 ).
F. Sifat Fisik Tablet
Untuk menentukan sifat tablet mencangkup empat macam uji sifat fisik tablet, antar lain:
1. Keseragaman Bobot Tablet.
Keseragaman bobot tablet dipengaruhi faktor mesin tablet, kualitas cetakan dan punch, sifat-sifat fisik dan homogenitas granul, keteraturan aliran granul dari corong kecetakan. Tablet memenuhi syarat USP bila tidak lebih dari 2 tablet yang beratnya diluar batasan persentase, serta tidak satupun tablet yang beratnya lebih dari 2 kali batasan persentase yang diizinkan (Lachman dkk, 1994: 656).
Di tentukan berdasarkan pada besar dan kecilnya penyimpangan bobot tabletnya di hasilkan di Bandingkan terhadap rata-rata tablet Depkes RI, 1979 : 7 ). Tabel. 1 Keseragaman bobot tablet
Penyimpangan bobot rata-rata dalam % Bobot rata-rata
A B 25 mg atau kurang 15 % 30% 26 mg sampai dengan 10 % 20 % 150 mg 151 mg sampai dengan 7,5 % 15 % 300n mg
Lebih dari 300 mg 5% 10 %
2. Kontrol kekerasan tablet Pada umumnya tablet harus cukup keras untuk tahan pecah waktu dikemas, dikirim dengan kapal, harus cukup lunak untuk melarut dan akan menghancur dengan sempurna pada saluran pencernaan (Ansel, 1989: 255). Tablet yang besar memerlukan tenaga yang lebih banyak untuk mematahkannya, karena dia lebih lebih keras dari tablet yang kecil (Lachman dkk, 1994: 653).
3. Kontrol kerapuhan tablet Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui ketahanan tablet atas guncangan mekanik dari lingkungan produksi, peralatan produksi yang digunakan, dan pengujian secara kasar dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran bagaimana tablet bertahan didalam kemasannya serta dalam peti kemas selama pengapalan. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih, dan pecan-pecan akan kehilangan keelokannya serta konsumen enggan menerimanya, dan dapat mengotori tempat pengepakan dan pengangkutan (Lachman dkk, 1994: 654-655).
4. Waktu Hancur Kehancuran tablet dilakukan dengan dua tahap, yakni melewati butiran granulat terlebih dahulu kemudian menjadi partikel serbuk. (Voigt,
1995: 225). Obat harus berada dalam bentuk larutan agar segera diadsorbsi (Lachman, 1994: 659). Sebagai medium kehancurannya digunakan air atau cairan pencernan buatan bersuhu tertentu (misainya 37°C). Dengan demikian, pengujiannya dilakukan pada kondisi yang sedapat mungkin mendekati situasi fisiologis (Voight, 1995: 225).
G. Uji Disolusi
Bila, suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukan kedalam beaker yang berisi air atau dimasukan kedalam salura cerna (saluran gastrointestinal), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau obat tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul da yang halus. Disitegrasi, serentak dengan melepas diberikan (Martin dkk, 1993:
Pada tablet asam dapar fosfat PH 9,0 denga Panjang gelombang serapa dalam waktu 45 menit) ha pada etiket.
1. Asam mefenamat
Gambar 1. Rumus mol Khasiatnya a dianggap sebagai zat a
301). Pemerian serbuk kurang 230°c di ser berikut: larut dalam kloroform, sukar larut dalam air (Depkes RI, 19
2. Avicel PH 101
Avicel PH MC mencegah granular mempercepat disolusi dan mengalami pemecahan menjadi partikel-par i, deagregasi, dan disolusi dapat berlangsung cec pasnya suatu obat dari bentuk dimana obat terse
, 1993: 845). m mefenamat, media disolusi dengan 900 ml Larut ngan tipe 2 dengan kecepatan 100 rpm selama 45 me rapan maksimum lebih kurang 243nm. C
45
(tolera harus larut tidak kurang 75% dari jumlah yang tert Asam mefenamat N-2,3-Xililanril C
H. Uraian Bahan
15 H
15 NO
2 BM 241.29
olekul asam mefenamat (Depkes RI, 1995 : 43) analgetik, antipiretik, dan anti radang. Umum at anti nyeri yang paling aman (Tan dan Raharja, 2002: buk hablur putih atau hampir putih melebur pada s sertai peruraian dan mempunyai kelarutan seba m larutan alkali hidroksida, agak sukar larut da rut dalam etanol dan hasil metanol, praktis tidak l I, 1995: 43).
MCC bekerja sebagai penghancur inter granulat r menjadi partikel lebih kecil sehingga a usi obat. Apabila dicampur dengan granul kering a partiel cecara rsebut arutan 45 menit. oleransi ertera, nrilat umnya , 2002: a suhu ebagai dalam k larut at dan akan ng akan meningkatkan keterpaan dan membantu pecahnya tablet karena bekerja pula sebagai intrgranular disintegran. (Agoes, 2006: 188).
3. Gelatin
Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dari tulang hewan. Pemberian lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau coklat terang; warna bervariasi tergantung ukuran partikel. Kelarutan tidak larut dalam air dingin, mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam etanol, kloroform, eter (Depkes RI, 1995: 404).
4. Laktosa Pemberian serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa agak manis.
Kelarutan larut dalam 6 bagian air, larut dalam satu bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform p dan eter p. Laktosa adalah bahan pengisi yang sering dipakai karena tidak berinteraksi dengan hampir semua bahan obat. Dapat dikombinasi dengan zat aktif sebanyak 20-25% (Lachman dkk, 1994: 699).
5. Magnesium Stearat
Magnesium stearat mengandug tidak kurang dari 6, 5% dan tidak lebih dari 8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemberian serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut air, etanol p, eter p (Depkes RI, 1979: 354). Disarankan ditambahkan Mg stearat dalam bentuk serbuk dengan konsentrasi 0,2-0, 3% (Voight, 1995: 205).
6. Peg 6000 (polietilen glikol)
PEG 6000 (polietilen glikol 6000 atau makrogol 6000 atau poliglikol). Polietilen glikol 6000 adalah polietilen glikol: bobot molekul rata-rata tidak kurang 7000 dan tidak lebih dari 9000; berupa serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading; praktis, tidak berbau dan tidak berasa, PEG 6000 mudah larut dalam air,dalam etanol ( 95% ) p dan dalam kloroform p ; praktis tidak larut dalam eter p dan mempunyai suhu beku 56 – 63 °C. PEG 6000 adalah salah satu senyawa yang mudah larut dalam air yang dapat digunakan sebagai pembawa (Depkes RI, 1995: 1193).