Urgensi Penelitian Rumusan Masalah Ruang Lingkup.

9 Jenis Penga win uperengga seperti; tombak, umbul-umbul, dan pajeng sebagai sarana kelengkapan ritual keagamaan, penyambutan pembesar kerajaan, dan berperang telah digunakan dan berlangsung sejak dahulu di Nusantara ini. Penomena ini dapat dilihat pada salah satu bagian relief candi Borobudur memperlihatkan adanya seseorang yang sedang memegang payung. Dalam relief tersebut payung dipegang oleh seorang yang sedang duduk bersila “abdi” dalam suatu pertunjukan tari. Edi Sedyawati, 1998:10 Selain penggunaan payung, pemakaian tombak sebagai alat berburu juga telah ada sejak dahulu, ini dapat ditemukan di goa liang-liang Sulewesi maupun pada relief yeh Pulu di Bebulu Bali. Dalam buku Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagara Krtagama Masa Keemasan Majapahit juga disebutkan telah menggunakan tunggul dan panji-panji untuk kerajaan dan hiasan jalan ketika baginda raja sedang bepergian. Dalam kakawin tersebut kober ditulis dengan sebutan tungngul. I Ketut Riana, 2009: 403. Dalam kamus jawa kuna-Indonesia, tunggul mempunyai mempunyai hiasan hanoman, Kumlab nira ng wana ra mangap , berkibarlah benderanya bergambar kera menganga. L. Mardiwarsito, 1985: 621. Melihat pentingnya penggunaan suatu alat yang terkait dengan keagamaan seperti uperengga berserta kelengkapannya, perlu adanya suatu penelitian untuk membedakan dan mengklasifikasikan dengan batasan-atasan yang jelas tentang uperengga baik dari segi sasaran, fungsi, bentuk, dan maknanya.

2. Urgensi Penelitian

Urgensi penelitian ini juga untuk mendapatkanmenemukan perbedaan identitas jenis kober, pajengtedung , dan umbul-umbul yang dijadikan sarana upacara di pura khayangan tiga puseh, dalemkhayangan ,dan bale agungdesa, yang sakral dengan yang fropan seperti yang banyak dijadikan dekorasihiasan hotel maupun tempat umum lainnya. Tradisi berkesenian yang berkelanjutan dilakukan masyarakat Bali bagaikan lingkaran ekosistem dengan mensinergikan beberapa unsur lainnya untuk menjaga keberlanjutan yang harmonis. Aktifitas tersebut dilakukan selain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup secara jasmani dan rohani. Keseimbangan lahir dan batin sebenarnya telah dikehendaki dan dilakukan manusia sejak kecil ketika dia mulai belajar berdiri dan berdiri untuk mencapai keseimbangan tubuhnya. Dalam penciptaan karya seni, aspek keseimbangan dapat dicapai melalui cara pembuatan dan penataan yang simetris dan asimetris. Keseimbangan yang simetris relatif lebih mudah dicapai dibandingkan dengan keseimbangan asimetris. Dalam prinsip keseimbangan, baik yang dicapai dengan 10 penempatanpenataan bentuk, ukuran, dan warna yang sama simetris diantara sisi kanan-kiri, depan-belakang, atas-bawah, maupun dengan mengelompokkan beberapa bentuk, ukuran dan warna yang berbeda asimetris sama-sama mempunyai makna keseimbangan.

3. Rumusan Masalah

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, beberapa persoalan muncul dan didapat dalam penelitian ini, adapun persoalan dan permasalahan tersebut adalah: 1. Apa saja jenis-jenis penga win pada Upacara Agama Hindu di Bali termasuk bagaimana mengenai bentuk, warna, ukuran, dan hiasannya? 2. Bagaimana model ukuran, bentuk, warna, hiasan, dan penempatan , untuk dapat dijadikan pedoman pembuatan pengawin yang disakralkan? 3. Adakah standarisasi sakral dan tidak sakral pada pengawin di Bali?

4. Ruang Lingkup.

Beragam ukuran, bentuk, dan bahan dasar pembuatan serta penggunaan Penga win uparengga dan gambar ornamen yang digunakan masyarakat Hindu untuk sarana ritual keagamaan menjadi bagian penting dalam penelitian ini. Keragaman masyarakat Hindu Bali secara stratifikasi “ wa rnakasta “, adat kebiasaan, kebiasaan lama kuna drasta, dan kondisi tempat atau desa desa, kala, patra yang sering dikatakan tradisi, menjadikan Penga win uperengga sangat variatif. Varian tersebut menjadikan pembuatan dan penggunaan Penga win uperengga terkesan ekpresif “bebas”, padahal sarana ritual religius magis tersebut disertakan berdasarkan tatanan dan tuntunan sastra agama. Oleh sebab itu perlu adanya suatu normalisasi model identitas Penga win uperengga yang dapat dijadikan acuan dan pedoman oleh para undagisangging atau para kriyawan maupun desainer. Lewat kegiatan penelitian ini pula, perbedaan umbul-umbul, kober, bandrangan, tumbak, mamas, payung pagut, tedung agung robrob , Pena wesange, dan Dwaja antara sakral dan profan dapat diklasifikasikan dengan cara memilah dan memilih berdasarkan tempat dan jenis hiasannya. Perlu juga dijelaskan dan dibatasi, yang dijadikan pokok bahasan penelitian ini melingkupi Penga win seperti 1. umbul-umbul, 2. kober, dan 3. Tedung agungrobrob. Pemilihan sarana ritual keagamaan jenis ini dilakukan, 11 berdasarkan hasil survey di lapangan dan tiga jenis sarana upacara keagamaan ini banyak dan sering digunakan baik di tempat suci maupun di tempat-tempat umum. Selain ketiga jenis sarana keagamaan tersebut, penelitian ini juga mengungkap dan membahas jenis- jenis lainnya yang umum dipakai sarana ritual keagamaan oleh umat Hindu khususnya di Bali. Guna mendapatkan variasi data seperti: ukuran, bentuk, warna, dan bahan umbul-umbul, kober, dan tedung agungrobrob, peneliti melakukan komperasi data dengan melakukan penelusuran di kantong-kantong perajinpembuat umbul-umbul, kober, dan tedung agungrobrob seperti; di Kabupaten Bangli, Klungkung, Badung, dan Gianyar. Kabupaten Bangli sebagai populasisampel sebagai pilihan, karena kabupaten tersebuat memiliki tempat suci pura yang telah dikenal secara umum dan terkait dengan sejarah Bali Pegunungan. Adapun pura yang dimaksud seperti pura Batur, Balingkang, dan pura Kahen. Kabupaten Klungkung selain memiliki para sangging, undagi yang sangat terkenal pada jaman kerajaan Gelgel, sekarangpun Klungkung tetap eksis dibidang seni dan kerajinan. Gianyar selain sebagai gudangnya para seniman dan perajin, Kabupaten Gianyar juga terkenal dengan seringnya melaksanakan upacara panca yadnya , yang secara tidak langsung banyak membutuhkan sarana ritual keagamaan seperti: umbul-umbul, kober, dan tedung agungrobrob. Begitu juga dengan kabupaten Badung, tidak jauh berbeda kondisinya dengan kabupaten Gianyar yang banyak memiliki sentra kerajinan dan sering melaksanakan upacara panca yadnya . 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA