Upacara Perkawinan Dalam Agama Hindu (1)

UPACARA PERKAWINAN
(Perspektif Pendidikan Agama Hindu)
Oleh : I Ketut Sudarsana
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
email : iketutsudarsana@ihdn.ac.id

Upacara dalam agama Hindu tidak

pelaksanaan

upacara,

(4)

jenis-jenis

bisa lepas dari berbagai peralatan atau

upacara, (5) tujuan upacara dan (6)

sarana upacara (upakara). Upacara pada


peralatan upacara.

dasarnya

suatu

untuk

Upacara secara etimologi yang

menghubungkan diri kehadapan Ida Sang

berasal dari bahasa Sanskerta, yakni upa

Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha

dan cara . Upa berarti sekeliling atau

Esa, dalam bentuk korban suci atau


menunjuk segala. Cara berarti gerak atau

persembahan baik secara material ataupun

aktivitas. Sehingga kata upacara berarti

non material. Persembahan dalam bentuk

gerakan atau aktivitas sekeliling kehidupan

material, digunakan bentuk benda-benda

umat manusia (Oka Suparta, 2000: 10).

materi dengan sistem ritualnya. Dalam

Pengertian upacara di Kamus Istilah

hubungan


yajña

Agama Hindu “upacara” artinya tindakan

mempergunakan alat atau benda, seperti :

dalam kegiatan ritual (Tim Penyusun,

sarana upakara sesuai dengan keperluan

2005: 139). Dari sudut filsafatnya upacara

upacara. Sehubungan dengan hal diatas

adalah cara-cara melakukan hubungan

berikut diuraikan secara berturut-turut

antara Atman dengan Para Atma, antara


tentang: (1) pengertian upacara, (2) dasar

manusia dengan Hyang Widhi serta semua

pelaksanaan

manifestasinya, dengan jalan yajña untuk

inilah

usaha

pelaksanaan

upacara,

(3)

sistem


mencapai kesucia jiwa (Sudartha, 2001:

www.iketutsudarsana.com

58). Putra dalam bukunya Upakara yajña

Dalam penjelasan dari pasal 1

(2006: 6), dikemukakan bahwa upacara

Undang-Undang Perkawinan ditegaskan

adalah pelaksanaan dari suatu yajña atau

bahwa negara yang berdasarkan Pancasila

korban suci. Perlengkapannya disebut

yang sila pertamanya adalah ke-Tuhanan


upakara/ banten yang pada umumnya

Yang

lebih banyak berbentuk material. Istilah

mempunyai hubungan yang sangat erat

upacara

dirangkaikan

sekali dengan agama/kerohanian. Jadi

dengan upakara (upakara-upacara ). Kata

perkawinan bukan saja mempunyai unsur

upakara berarti panyembrama , pelayanan,


lahir atau jasmani, tetapi juga unsur bathin/

servis akan hadirnya Ida Sang Hyang

rohani yang juga mempunyai peranan yang

Widhi Wasa, sebagai Bhatara-Bhatari

sangat penting. Jadi membentuk keluarga

yang kehadirannya itu dipandang sebagai

yang bahagia erat hubungannnya dengan

tamu. Sedangakan rangkaian kegiatan

keturunan yang juga merupakan tujuan

persembahan panyembrama , pelayanan itu


perkawinan (Pudja, 1975: 15).

di

Bali

sering

disebut dengan upacara (Sura, 1994: 73).
Sedangkan

istilah

Maha

Esa,

maka


perkawinan

Jika dikaji dari susastra Hindu,

perkawinan

maka perkawinan dikenal dengan istilah

sendiri secara etimologi berasal dari kata

pawiwahan yang berasal dari kata wiwaha ,

dasar “kawin” yang berarti perjodohan

yang berarti meningkatkan kesucian dan

laki-laki dan perempuan menjadi suami

sepiritual (Sudarsana, 2005: 2-3). Kitab


istri (nikah), mendapat konfiks “per-an”

Manusmrti

yang berarti proses. Jadi istilah perkawinan

perkawinan bersifat religius dan obligator

berarti proses perjodohan laki-laki dan

karena

perempuan untuk menjadi suami istri

seseorang untuk mempunyai keturunan

(nikah) (Poerwadarminta, 1982; 453).

serta menebus dosa-dosa orang tua dengan


dikaitkan

menurunkan

www.iketutsudarsana.com

dapat

diketahui

dengan

seorang

putra.

bahwa

kewajiban

Dengan

lembaga perkawinan juga dimaksudkan

meninggal. Triguna memaparkan bahwa

untuk mengatur hubungan seks yang

dalam masyarakat

layak, yakni suatu hubungan biologis yang

untuk kawin di luar batas suatu lingkungan

diperlukan

tertentu

dalam

kehidupan

seorang

tertentu dianjurkan

(exogami),

seperti

exogami

sebagai pasangan suami istri. Di samping

keturunan inti, exogami marga, maupun

itu,

exogami desa. Demikian pula halnya

diidentikkan

wiwaha

dengan

samskara , yang menyebabkan lembaga

dengan

perkawinan sebagai lembaga yang tidak

kebalikan dari exogami tersebut (Triguna,

terpisah

1997:

sebagai

hukum

agama

dan

endogami,

63-64).

yang

Selain

merupakan

istilah

kawin,

persyaratannya pun harus dipenuhi sesuai

masyarakat

dengan ketentuan dari ajaran atau hukum

menyebutnya dengan “nganten”.

Agama Hindu. Menurut pandangan Agama

nganten ini mengandung makna yang

Hindu bahwa perkawinan itu adalah yajña

sama

(kewajiban

masyarakat Hindu Bali yang sering disebut

suci),

karena

dengan

juga

dengan

perkawinan diharapkan akan melahirkan

makrab

anak

pewarangan

suputra .

Dengan

demikian

perkawinan itu merupakan kodrat manusia

istilah

kambe,

(lazim)

lumrah

lainnya

pawiwahan,

(P.Windia,

dalam

Istilah

pada

atau

Astiti,

2009: 55).

atau suatu kewajiban yang harus dijalani

Berdasarkan

uraian

di

atas

oleh manusia dalam hidupnya. Dengan

perkawinan adalah merupakan ikatan lahir

demikian di samping tujuan perkawinan

bathin antara seorang laki-laki dengan

untuk membentuk keluarga yang bahagia,

seorang perempuan sebagai suami istri

juga

memperoleh

dengan tujuan membentuk keluarga yang

keturunan

bahagia dan kekal menurut ajaran Agama

bertujuan

keturunan

sebagai

untuk
penerus

keluarga, dan merupakan penyelamat roh
dari

orang

tua

apabila

Hindu.

kemudian

www.iketutsudarsana.com