STUDI KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH BOTOL PLASTIK

(1)

ABSTRACT

MARSHALL STUDY ON CHARACTERISTICS OF ASPHALT MIXTURE WITH ADDITION OF WASTE PLASTIC BOTTLE

By:

SUHARDI

This experiment aims to investigate the Marshall characteristics due to the variation addition of PET (Polyethylene Terephthalate) at mixtures AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) finely graded with reference to the specification of Bina Marga 2010. This research was conducted by differentiating gradations of the test specimen and the percentage addition of PET (Polyethylene Terephthalate). The 1st group test object group was represented by middle limit gradation and The 2nd group test object was represented by the upper limit. Group specimen addition of PET (Polyethylene Terephthalate) are represented respectively gradation middle limit and upper limit gradation.

From the result of aalysis has obtained the values of Marshall parameters, the value of the 1st object groups test and 2nd object groups test, for the parameters marshall meets the specifications already determined by the Bina Marga 2010 on the asphalt level range 6.38% up 6.5%,and the optimum bitumen content value has been obtained is 6.44%. The addition of PET ( Polyethylene Terephthalate ) in a mixture of AC - BC performed at levels of 0 % , 1.5% , 2.5% , 3.5% , 4.5% , 5.5 % and 6.5 % . in this study experienced a change in parameters Marshall. The Changes that meet the standards of Bina Marga 2010 are in terms of strength stability, flow and Marshall Quotient values. While those does not meet the standards of Bina Marga 2010 are density values (VIM) cavity , the cavity filled with aggregate (VMA) and the cavity filled with asphalt (VFA)

.

This research proves that with the addition of variations of PET (Polyethylene Terephthalate) in a mixture of AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) was affected to the Marshall characteristics, as high as the levels of addition PET (Polyethylene Terephthalate) so the value of stability will increase but the percentage of the value of void content in the mix will be higher.

Keywords : AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course), Marshall, PET (Polyethylene Terephthalate)


(2)

ABSTRAK

STUDI KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH BOTOL PLASTIK

Oleh SUHARDI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik marshall akibat penambahan Variasi PET (Polyethylene Terephthalate) pada campuran AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) bergradasi halus dengan mengacu pada spesifikasi Bina Marga 2010. Penelitian ini dilakukan dengan membedakan gradasi benda uji dan persentase penambahan PET (Polyethylene Terephthalate). Kelompok benda uji I diwakili oleh gradasi batas tengah dan kelompok benda uji II diwakili oleh batas atas. Kelompok benda uji penambahan PET (Polyethylene Terephthalate) diwakili masing-masing yaitu gradasi batas tengah dan gradasi batas atas.

Dari hasil analisis diperoleh nilai nilai parameter-parameter Marshal, nilai kelompok benda uji I dan benda uji II untuk parameter marshall memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Bina Marga 2010 pada rentang kadar aspal 6,38 % sampai dengan 6,5%, dan nilai KAO yang didapatkan sebesar 6,44 %. Penambahan PET (Polyethylene Terephthalate) pada campuran AC-BC dilakukan pada kadar 0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, dan 6,5%. pada penelitian ini mengalami perubahan pada parameter-parameter Marshall. Perubahan yang memenuhi standar Bina Marga 2010 yaitu dari segi kekuatan stabilitas, nilai Flow dan Marshall Quotient. Sedangkan yang tidak memenuhi standar Bina Marga 2010 yaitu nilai kepadatan rongga (VIM), rongga terisi agregat (VMA) dan rongga terisi aspal (VFA).

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya penambahan variasi PET (Polyethylene Terephthalate) pada campuran AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) berpengaruh terhadap karakteristik Marshall, semakin tinggi kadar penambahan PET (Polyethylene Terephthalate) maka nilai stabilitas akan meningkat tetapi untuk nilai kadar rongga dalam campuran semakin tinggi persentasenya.

Kata Kunci : AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course), Marshall, PET (Polyethylene Terephthalate)


(3)

STUDI KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH BOTOL PLASTIK

Oleh SUHARDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

STUDI KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH BOTOL PLASTIK

(Skripsi)

Oleh SUHARDI

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ... 41

Gambar 2. Grafik hubungan antara kadar aspal rencana dengan stabilitas ... 51

Gambar 3. Grafik hubungan antara Flow Dengan kadar aspal ... 53

Gambar 4. Garfik hubungan antara MQ dengan kadar aspal ... 54

Gambar 5. Hubungan antara kadar aspal rencana dan Void In Mix (VIM) ... 56

Gambar 6. Grafik hubungan antara kadar aspal rencana dengan VMA ... 57

Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VFA ... 58

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Kadar PET dengan Stabilitas ... 65

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Kadar PET dengan Flow ... 66

Gambar 10. Grafik hubungan antara MQ dan Kadar PET ... 67

Gambar 11. Grafik Hubungan antara Kadar PET dengan nilai VIM ... 68

Gambar 12. Grafik hubungan antara Kadar PET dengan VMA ... 69


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston AC-MOD ... 10

Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar ... 12

Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus ... 13

Tabel 4. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal ... 15

Tabel 5. Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal Untuk Pencampuran dan Pemadatan ... 26

Tabel 6. Standar Pengujian Aspal ... 30

Tabel 7. Standar Pemeriksaan Agregat ... 31

Tabel 8. Hasil pengujian agregat kasar ... 42

Tabel 9. Hasil pengujian agregat halus ... 43

Tabel 10. Hasil Pengujian Semen ... 43

Tabel 11. Hasil Pengujian Aspal Pen 60/70 ... 44

Tabel 12. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal ... 45

Tabel 13. Jumlah proporsi agregat pada setiap batas saringan ... 46

Tabel 14. Perkiraan Nilai Kadar Aspal Batas Tengah ... 47

Tabel 15. Perkiraan Nilai Kadar Aspal Batas Atas ... 47

Tabel 16. Perhitungan berat jenis teori maksimum batas tengah ... 47

Tabel 17. Perhitungan berat jenis teori maksimum batas tengah ... 48

Tabel 18. Contoh berat masing-masing agregat untuk batas tengah ... 48

Tabel 19. Hasil pengujian sampel pada batas tengah ... 50

Tabel 20. Hasil pengujian sampel batas atas ... 50

Tabel 21. Kadar Aspal Optimum Untuk Batas Tengah ... 59

Tabel 22. Kadar Aspal Optimum Untuk Batas Atas ... 60

Tabel 23. Hasil pengujian KAO di tambah dengan PET pada batas tengah ... 60


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahrna :

1. Skripsi dengan judul Studi Karaktenstlk Marshall Pada Campuran Aspal Dengan Penambahan Limbah Botol Plastik adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuat tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

Hak

intelektual atas karya

ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya kepada

Lrniversitas Lampung.

\tas

pemyataan

ini,

apabila dikemudian

hari

ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya dan saya sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Februari 2016

Pembuat Pemyataan

2.


(8)

(9)

MOTTO



















































Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan

(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi


(10)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Program Studi

Fakultas

STUDI I{AfiAI{TERISTIK

IIAfrSIIALL

PAI}A

CAJTIPUTATI ASPAL DDNGAN PDNAITIBAIIAN

LIFIBAII BOTOL PLASTIK

$ufrarfi

1115011100 51 Teknik Sipil

Teknik

MENYETUJUI

1.

Komisi Pembimbing

i.'Iladi Ali, II.T.

NIP 19570619 198905 1 001

2. Ketua Jurusan Teknik Sipil

Gatot

Eko

Susilo,

S.T., M.Sc., Ph.D.

NrP 1970091s 199505

I

006

Pratomo,

[f.T.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rawa Jitu pada tanggal 26 Agustus 1992. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ponimin dan Ibu Susiyani.

Penulis memulai jenjang pendidikan dari Madrasah Ibtida’iyah Hidayatul islamiyah pada tahun 1999 dan melanjutkan ke jenjang sekolah MTs Hidayatul Islamiyah kecamatan kemiling pada tahun 2005 hingga lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS UNILA) 2013. Dan juga aktif di organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pada periode 2013-2014.

Pada tahun 2014 penulis melakukan Kerja Praktik pada Proyek Pembangunan Hotel mercure dijalan Raden Intan Bandar Lampung. Penulis menjadi Asisten Mekanika Rekayasa III periode 2013-2014, Asisten Mekanika Rekayasa II periode 2014-2015 Asisten Menggambar rekayasa periode 2014-2015 dan


(12)

menjadi Asisten Lab. Jalan Raya periode 2014-2015. Penulis juga telah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Way Rilau, Kecamatan Cukuh Balak, di Kabupaten Tanggamus selama 40 hari pada periode Januari-Maret 2015.


(13)

PERSEMBAHAN

“Bismillahirrahmanniraahim”

Sekripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua yang telah membantu dalam memberikan dukungan materi dan moral. Kepada kakak-kakak saya yang


(14)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat dan Rahmatnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi) yang berjudul “Studi Karakteristik

Marshall Pada Campuran Aspal Dengan Penambahan Limbah Botol Plastik” yang merupakan salah satu syarat akademis menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Diharapkan dengan dilaksanakan penelitian ini, Penulis dapat lebih memahami ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah serta menambah pengalaman dalam dunia kerja yang sebenarnya. Selain itu Penulis juga berharap skripsi ini bisa menjadi referensi bagi pembaca tentang solusi kerusakan jalan di kota Bandar Lampung.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Gatot Eko Susilo,S.T., M.Sc., Ph.D., selaku ketua jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

3. Bapak Ir. Priyo Pratomo, M.T., selaku dosen pembimbing 1 atas masukan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.


(15)

4. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku dosen pembimbing 2 atas masukan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Dwi Herianto, M.T., atas kesempatannya untuk menguji sekaligus membimbing penulis dalam seminar skripsi.

6. Ibu Siti Nurul Khotimah, S.T. M.Sc., selaku pembimbing akademis yang telah banyak membantu dalam perjalan perkuliah selama ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung atas ilmu bidang sipil yang telah diberikan selama perkuliahan. 8. Keluargaku terutama orangtuaku tercinta, Bapak Ponimin dan Ibu Susiyani

serta Mba Astin Tusinah dan Kakak Suhendro beserta keluarga yang telah memberikan dorongan materil dan spiritual dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

9. Kepada teman skripsi Kiki Lolita, Putri Ajeng dari awal hingga ahir dalam mengerjakan skripsi ini. Teman teman yang telah membantu Khiki Muchlisin, Ade harkitnas, Dheni saputra, adek-adek tingkat 2013- 2014 beserta rekan-rekan asisten perkersan jalan raya dan para teknisi lab inti jalan raya mas suruto dan pak mihardi yang telah banyak membantu penelitian ini 10. Serta teman – teman dan rekan – rekan teknik sipil, kaka–kakak, adik–adik

serta yang paling utama angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu untuk bantuan moril, tempat, waktu, doa dan dukungannya selama ini saya mengucapkan terima kasih banyak semoga kita semua tetap kompak dan sukses selalu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan .


(16)

Akhir kata semoga Allah SWT. membalas semua kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandar Lampung, Februari 2016 Penulis,


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

Cover ... i

Abstrak ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Batasan Masalah ... 2

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Campuran Beraspal Panas ... 5

B. Aspal ... 6

C. Aspal Lapis Beton ( Laston) ... 10

D. Bahan Bahan Penyusun Perkerasan jalan ... 11

E. Polyethylene Terephthalate (PET) ... 16

F. Karakteristik Campuaran Beraspal ... 18

G. Kadar aspal Rencana ... 20

H. Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 21

I. Suhu/Temperatur ... 26

J. Metode Marshal ... 27

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 31


(18)

iii

C. Peralatan ... 31

D. Tahap Tahap Penelitian ... 33

E. Diagram Alir Penelitian ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengjian Agregat ... 42

B. Pengujian Aspal ... 44

C. Perencanaan Campuran ... 44

D. Hasil Pengujian Dengan Alat Marshall ... 50

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran A. Data Hasil Pengujian Agregat dan Aspal

Lampiran B. Data Hasil Pengujian Dan Perhitungan Marshall


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia, khususnya wilayah propinsi lampung setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah kendaraan. Dalam hal ini, tentu nya jalan jalan yang ada di propisi lampung haruslah di tingkatkan baik dalam bentuk kapasitas ataupun segi perkerasanya. Dalam hal peningkatan perkerasan ada beberapa yang harus di perhatikan yaitu kualitas agregat yang di gunakan, metode pelaksanaa nya, dan kualitas aspal.

Aspal adalah bahan pengikat campuran yang merupakan faktor utama dan mempengaruhi kinerja campuran beraspal (Sukirman, 1999). Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat fisik aspal sebagai bahan pengikat untuk menghasilkan suatu bahan campuran jalan yang lebih kuat. Salah satu cara mencegah terjadinya kerusakan dini pada perkerasan jalan akibat beban muatan dan pengaruh air adalah dengan meningkatkan mutu aspal sebagai bahan pengikat dari agregat.

Cara yang sering digunakan untuk menaikkan mutu aspal adalah dengan menambah bahan aditif. Salah satunya seperti polimer, plastik, arang atau dikenal dengan aspal modifikasi. Pemberian bahan tambah polimer diharapkan memberikan penambahan pada sifat-sifat fisik aspal seperti


(20)

2 kepekaan terhadap stabilitas yang lebih besar dari aspal konvensional atau aspal dengan penetrasi 60/70.

Dalam penelitian ini, saya menggunakan bahan aditif berasal dari limbah botol plastik PET (Polyethylene Terepthalate) untuk sebagai bahan campuaran beraspal (AC-BC) pada gradasi batas tengah dan atas. diharapakan hasil dari pengujian penelitian dapat memenuhi atau dapat meningkatkan kualitas dari aspal tersebut sehingga dapat meningkatkan umur rencana jalan raya.

B. Rumusan Masalah

Beberapa masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penambahan dengan limbah botol plastik memberikan pengaruh terhadap karakteristik marshal pada campuran lapis aspal AC-BC (Asphalt Concrete - Binder Coarse)

2. Masih banyak sisa pembuangan limbah botol plastik yang belum banyak digunakan.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Tipe campuran yang digunakan adalah Asphalt Concrete - Binder Coarse (AC-BC) dengan gradasi Halus menggunakan spesifikasi umum Bina Marga 2010.

2. Bahan tambahan yang digunakan yaitu dari limbah botol plastik yang berlebel PET dengan merek dan ukuran yang sama.


(21)

3 3. Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70

4. Proses pencampuran PET dengan agregat dan aspal menggunakan cara kering.

5. Penelitian di tinjau dari gradasi batas tengah dan batas atas pada lolos saringan dengan menggunakan campuaran aspal AC-BC (Asphalt Concrete - Binder Coarse).

6. Kadar variasi penambahan PET yang di gunakan adalah 0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, 6,5% pada gradasi batas atas dan tengah dengan nilai toleransi ± 0,5%..

7. Pengujian dilaboratorium meliputi pekerjaan uji stabilitas statis dengan metode Marshall.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan bahan limbah botol plastik atau sering disebut PET (Polyethylene Terepthalate) terhadap parameter marshall pada campuran aspal (AC-BC) dengan gradasi halus pada batas tengah dan batas atas. dan membandingkan campuran beraspal yang telah ditnambahan bahan PET dengan aspal kovensional pada gradasi batas tengah dan batas atas.

E. Mantaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat mengurangi limbah botol plastik yang dimana limbah botol plastik sangat susah di urai oleh tanah. Dan diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan bahan


(22)

4 pertimbangan tentang pentingnya mengunakan bahan bahan bekas seperti limbah botol plastik untuk pemanfaatkan pengunaan campuran aspal.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Campuran Beraspal Panas

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai.

Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung


(24)

6 pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

 AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

 HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)

 HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)

Laston (Lapis Aspal Beton) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base). Lataston (HRS) juga dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi. Latasir (HRSS) digunakan untuk lalu-lintas ringan (< 500.000 ESA).

B. Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya (Silvia Sukirman, 2003). Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous.

Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras.


(25)

7 Selain itu, aspal juga terdapat di alam secara alamiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga telah dikenal luas.

Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat rheologinya sehingga menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.

1. Aspal hasil destilasi

Minyak mentah disuling dengan cara destilasi, yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak

2. Aspal alam

Aspal alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokan ke dalam 2 kelompok, yaitu :

a. Aspal danau (lake asphalt)

Aspal ini secara alamiah terdapat di danau Trinidad, Venezuella dan Lawele. Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral dan bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat tinggi. Karena aspal ini sangat keras, dalam pemakaiannya aspal ini dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang tinggi dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan aspal dengan angka penetrasi yang diinginkan.


(26)

8 b. Aspal batu (rock asphalt)

Aspal batu Kentucky dan Buton adalah aspal yang secara alamiah terdeposit di daerah Kentucky, USA dan di pulau Buton, Indonesia. Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12 - 35 % dari masa batu tersebut dan memiliki tingkat penetrasi antara 0 - 40. Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditambang terlebih dahulu, lalu aspalnya diekstraksi dan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal keras dengan angka penetrasi yang lebih tinggi agar didapat suatu campuran aspal yang memiliki angka penetrasi sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut, sehingga menghasilkan aspal batu dalam bentuk butiran partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.

3. Aspal modifikasi

Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah. Polymer adalah jenis bahan tambah yang banyak digunakan saat ini, sehingga aspal modifikasi sering disebut juga sebagai aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu polymer elastomer dan polymer plastomer.

a. Aspal polymer elastomer

SBS (Styrene Butadine Styrene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene) dan karet adalah jenis-jenis polymer


(27)

9 elastomer yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahan polymer jenis ini maksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. Persentase penambahan bahan tambah (additive) pada pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian laboratorium karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif.

b. Aspal polymer plastomer

Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat sifik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara lain adalah EVA (Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene dan polyethilene. Persentase penambahan polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian laboratorium karena sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif.


(28)

10 C. Lapis Aspal Beton (Laston)

Lapis beton aspal (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu (Silvia Sukirman, 1999). Material agregatnya terdiri dari campuran agregat kasar, agregat halus dan filler yang bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Laston dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete). Tebal nominal minimum Laston adalah 4 - 6 cm, sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:

1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4 cm. 2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt

Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum adalah 5 cm. 3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt

Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah 6 cm.

Lapisan aspal beton (laston) yang secara umum digunakan secara luas diberbagai negara dalah direncanakan untuk memperoleh kepadatan yang tinggi, nilai struktural tinggi dan kadar aspal yang rendah. Hal ini biasanya mengarah menjadi suatu bahan yang relatif kaku, sehingga konsekuensi ketahanan rendah dan keawetan yang terjadi rendah pula. Ketentuan tentang sifat-sifat campuran laston AC dapat dilihat pada Tabel 1.


(29)

11 Tabel 1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston AC

Sifat Sifat Campuran

Laston

Lapis aus Lapis antara Pondasi halus kasar Halus kasar halus kasar Kadar Aspal Efektif (%) 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5 Penyerapan Aspal (%) Max 1,2

Jumlah Tumbukan Perbidang

75 112(1) Rongga Dalam Campuran

(%)(2)

Min 3,5

Max 5,0

Rongga Dalam Agregat (VMA)(%)

Min 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1800(1)

Max - -

Pelelehan (Mm) Min 3 4,5(1) Marshall Quotient (Kg/Mm) Min 250 300 Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum

Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)

D. Bahan Bahan Penyusun Perkerasan Jalan

Bahan lapis aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras. Berikut bahan penyusun konstruksi perkerasan jalan yang digunakan:

1. Agregat

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.


(30)

12 Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003).

Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan.

Berdasarkan ukuran butirannya aggregate dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Agregat Kasar

Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan di saringan 2,36 mm, atau sama dengan saringan standar ASTM No. 8. Dalam campuran agregat - aspal, agregat kasar sangat penting dalam membentuk kinerja karena stabilitas dari campuran diperoleh dari interlocking

antar agregat. Fungsi agregat kasar adalah untuk memberikan kekuatan pada campuran dan memperluas mortar, sehingga campuran menjadi lebih ekonomis. Selain memperkecil biaya, tingginya kandungan agregat kasar juga memberi keuntungan berupa meningkatkan tahanan gesek lapis perkerasan. Tingginya kandungan agregat kasar membuat lapis perkerasan lebih permeabel. Hal ini menyebabkan ronga udara meningkat, sehingga air mudah masuk dan menurunnya daya lekat bitumen, maka terjadinya pengelupasan


(31)

13 aspal dari batuan. Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah Tabel 2 yang berisi tentang ketentuan untuk agregat kasar.

Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat SNI 3407:2008 Maks.12 %

Abrasi dengan mesin Los Angeles

Campuran AC bergradasi kasar

SNI 2417:2008

Maks. 30% Semua jenis campuran

aspal bergradasi lainnya Maks. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI

03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) DoT’s

Pennsylvania Test Method, PTM No.621

95/90 1

Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) 80/75 1

Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791

Perbandingan 1 :5

Maks. 10 %

Material lolos Ayakan No.200 SNI

03-4142-1996 Maks. 1 %

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(1a)

b. Agregat Halus

Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel. Bahan ini dapat terdiri dari butiran-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya tertera pada Tabel 3.


(32)

14 Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997

Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC

bergradasi kasar Material Lolos Ayakan No.

200 SNI 03-4428-1997

Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1% Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93

Min. 45 Angularitas (kedalaman dari

permukaan 10 cm) Min. 40

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan UmumRepublik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(2a)

c. Bahan Pengisi (Filler)

Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.

d. Sifat Agregat

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan


(33)

15 dengan aspal (Silvia Sukirman, 2003). Adapun sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain:

1) Gradasi seragam

Gradasi seragam adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga atau ruang kosong antar agregat.

2) Gradasi rapat

Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus atau garadasi baik (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air, dan berat volume besar. 3) Gradasi senjang

Gradasi senjang adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebut diatas.


(34)

16 Tabel 4. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos LASTON (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

(Inci) (mm) AC-WC AC-BC AC-Base AC-WC AC-BC AC-Base

11/2'' 37,5 - - 100 - - 100

1" 25 - 100 90 - 100 - 100 90 - 100

3/4'' 19 100 90 – 100 73 - 90 100 90 - 100 73 - 90

1/2'' 12.5 90 - 100 74 – 90 61 - 79 90 - 100 71 - 90 55 - 76

3/8'' 9.5 72 - 90 64 – 82 47 - 67 72 - 90 58 - 80 45 - 66

No.4 4.75 54 - 69 47 – 64 39,5 - 50 43 - 63 37 - 56 28 - 39,5

No.8 2.36 39,1 - 53 34,6 – 49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8

No.16 1.18 31,6 - 40 28,3 – 38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1

No.30 0.6 23,1 - 30 20,7 – 28 17,6 - 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6

No.50 0.3 15,5 – 22 13,7 – 20 11,4 - 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4

No.100 0.15 9 – 15 4 – 13 4 - 10 6 – 13 5 - 11 4,5 - 9

No.200 0.075 4 – 10 4 – 8 3 – 6 4 - 10 4 - 8 3 - 7

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.3

2. Bahan Pengisi (Filler)

Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.

E. Polyethylene Terephthalate (PET)

Polyethylene terephthalate (PET), merupakan suatu poliester termoplastik linier yang disintesis melalui esterifikasi asam tereftalat (TPA) dan etilen glikol (EG) atau dengan transesterifikasi dimetil tereftalat (DMT) dan EG.


(35)

17 Bahan tambahan adalah suatu bahan diluar bahan penyusun utama yang ditambahkan ke dalam suatu campuran untuk memperbaiki kinerja campuran tersebut. Dalam inovasi campuran ini menggunakan bahan tambahan Polyethyene prephtalate (PET).

PET adalah polimer sintetis termoplastik semi-kristal, yang memiliki umur panjang karena tahan terhadap biodegradasi dan sebagai hasilnya sejumlah besar limbah PET terakumulasi. Proses daur ulang fisik, mekanik dan kimia telah dikembangkan bahkan untuk skala industri. Daur ulang secara mekanik dan fisik mempunyai kelemahan, karena itu daur ulang kimia merupakan daur ulang yang menarik di dunia.

Menurut Mujiarto (2005), Polyethylene perephtalate yang sering disebut PET dengan rumus kimia (C10H8O3)n dibuat dari glikol (EG) dan terephtalic acid (TPA) atau dimetyl ester atau asam perepthalat (DMT). PET film bersifat jernih, kuat, liat, dimensinya stabil, tahan nyala api, tidak beracun, permeabilitas terhadap gas, aroma maupun air rendah. PET memiliki daya serap uap air yang rendah, demikian juga daya serap terhadap air. Penggunaan PET sangat luas antara lain untuk botol-botol untuk air mineral, soft drink, kemasan sirup, saus, selai, minyak makan. Botol minuman plastik yang beredar di Indonesia terbuat dari PET (Polyethilene Perepthalate), dapat dikenali dengan simbol angka 1 pada bagian dasar botol. PET memiliki berat jenis 1,38 g/cm3 (200C), titik leleh 2500 C, titik didih 3500C (terdekomposisi), modulus elastisitas 2800-3100 MPa, dan kuat tarik 55-75 MPa.


(36)

18 Penambahan Polypropylene (PP) juga memberikan tambahan kekuatan atau ketahanan (stabilitas) perkerasan jalan sebesar 46,7% pada penambahan sebesar 5% (10,876 KN) dibandingkan perkerasan jalan tanpa PP yang memiliki ketahanan/stabilitas sebesar 7,412 KN. Terjadi peningkatan angka stabilitas sebesar 58% pada penambahan serat polypropylene sebesar 0,3%, yakni dari 1541 kg menjadi 2108 kg.

Menurut Nugrohojati (2002), menjelaskan bahwa adanya plastik (PET) diyakini dapat meningkatkan kekakuan campuran. Dalam penelitiannya, dengan kadar campuran 0,3% pada kadar aspal 6,8% dan 7,3% menghasilkan nilai stabilitas yang lebih tinggi dari pada campuran dengan kadar additive 0,2% untuk kadar aspal yang sama.

F. Karakteristik Campuran Beraspal

Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser (skid resistance), kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Dibawah ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut :

1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan


(37)

19 dengan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah :

a. Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir-butir atau bentuk butir-butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

2. Durabilitas lapis keras jalan adalah kemampuan untuk mencegah terjadinya perubahan pada bitumen, kehancuran agregat, dan mengelupasnya selaput aspal pada batuan agregat. Faktor eksternal yang mempengaruhi durabilitas adalah cuaca, air, suhu udara dan keausan akibat gesekan dengan roda kendaraan.

3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.

5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda


(38)

20 kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir atau slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.

7. Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.

G. Kadar Aspal Rencana

Perkiraan awal kadar aspal optimum dapat direncanakan setelah dilakukan pemilihan dan pengabungan pada tiga fraksi agregat. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut:

Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K ...(1) Keterangan :

Pb = Perkiraan kadar aspal optimum CA = Nilai presentase agregat kasar FA = Nilai presentase agregat halus


(39)

21 FF = Nilai presentase Filler

K = konstanta (kira-kira 0,5 - 1,0)

Hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5% ke atas terdekat.

H. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji campuran yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara volumetrik tersebut adalah: Volume rongga diantara mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam campuran (VIM), Volume aspal yang diserap agregat.

1. Rongga Udara dalam Campuran / Voids In Mix (VIM)

Voids In Mix atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta ketidakseragaman bentuk agregat. Rongga udara merupakan indikator durabilitas campuran beraspal sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu besar.

Rongga udara dalam campuran yang terlalu kecil dapat menimbulkan

bleeding. Bleeding disebabkan oleh penurunan rongga udara yang tidak diikuti oleh penurunan kadar aspal, jika penurunan rongga udara seiring dengan penurunan kadar aspal maka campuran tersebut mempunyai kemampuan menahan deformasi permanen sekaligus memberikan durabilitas yang baik. Semakin kecil rongga udara maka campuran


(40)

22 beraspal akan makin kedap terhadap air, tetapi udara tidak dapat masuk kedalam lapisan beraspal sehingga aspal menjadi rapuh dan getas. Semakin tinggi rongga udara dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan lebih cepat.

Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus:

100 mm m

mm

Keterangan:

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol)

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

2. Rongga pada Campuran Agregat / Void Mineral Aggregate (VMA) Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam persentase volume total campuran. Agregat bergradasi menerus memberikan rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga menyebabkan lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan menyebabkan terjadinya kerusakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. Seluruh jenis campuran aspal mempunyai cukup aspal menyelimuti partikel agregat dan juga cukup rongga udara dalam campuran (VIM) untuk mencegah adanya


(41)

23 bentuk kerusakan alur plastis. Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan:

a. Terhadap Berat Campuran Total

A 100 m s

s ( )

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran b. Terhadap Berat Agregat Total

Keterangan :

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

3. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan persamaan:

A 100 ( A )


(42)

24 Keterangan:

VFA = Rongga terisi aspal

VMA = Rongga diantara mineral agregat

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran Gmm = Berat jenis maksimum campuran

4. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry), berat jenis bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis). Perbedaan ketiga istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi kemampuan agregat menyerap air dan aspal.

a. Berat Jenis Bulk Agregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara (termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena agregat total terdiri dari atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut :

s 1 n

1

nn

( )

Keterangan berat jenis bulk agregate: Gsb = Berat jenis bulk total agregat

P1, P2 n = Persentase masing-masing fraksi agregat


(43)

25 b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat bahan di udara (tidak termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu tertentu pula, yang dirumuskan:

se mm mm

mm

( )

Keterangan:

Gse = Berat jenis efektif agregat

Pmm = Persentase berat total campuran (100%)

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%)

Gb = Berat jenis aspal

c. Berat Jenis Maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran (Gmm) pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Berat jenis maksimum campuran secara teoritis dapat dihitung dengan rumus :

mm mm

s se

( )

Keterangan:


(44)

26 Pmm = Persentase berat total campuran (100%)

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum

Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran Gse = Berat jenis efektif agregat

Gb = Berat jenis aspal

I. Suhu / Temperatur

Aspal pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk kedalam pori-pori saat penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Setiap jenis aspal mempunyai kepekaan terhadap temperatur berbeda – beda, karena kepekaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi tentang rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.

Pada tabel 5 memperlihatkan nilai viskositas aspal dan batasan suhu selama pencampuran, penghamparan dan pemadatan.


(45)

27 Tabel 5. Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal Untuk Pencampuran

dan Pemadatan

No. Prosedur Pelaksanaan Viskositas aspal (PA.S)

Suhu Campuran

(oC) Pen 60/70 1 Pencampuran benda uji Marshall 0,2 155 ± 1 2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 145 ± 1 4 Pencampuran rentang temperatur

sasaran

0,2 – 0,5 145 – 155

5 Menuangkan campuran dari AMP ke dalam truk

± 0,5 135 – 150 6 Pasokan ke alat penghamparan

(paver)

0,5 – 1,0 130 – 150 7 Penggilasan awal (roda baja) 1 – 2 125 – 145 8 Penggilasan kedua (roda karet) 2 – 20 100 – 125 9 Penggilasan akhir (roda baja) < 20 > 95 Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum

Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.5.1

J. Metode Marshall

Metode Marshall ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari suatu perkerasan lentur. Metode marshall ini terdiri dari Uji Marshall dan Parameter marshall yaitu sebagai berikut :

1. Uji Marshall

Metode Marshall ditemukan oleh Bruse Marshall. Pengujian Marshall

bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan Proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan


(46)

28 plastis atau flow. Benda uji Marshall standart berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas kelelehan serta hasil bagi Marshall/Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan kelelehan dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

( )

Keterangan:

MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S = nilai stabilitas terkoreksi (kg) F = nilai flow (mm)

2. Parameter pengujian Marshall

a. Kepadatan rongga dalam agregat (VMA)

Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam persentase volume total campuran.

b. rongga terisi aspal (VFA)

VFA adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.


(47)

29 c. rongga dalam campuran (VIM)

Voids In Mix atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta ketidakseragaman bentuk agregat.

d. Stabilitas Marshall

Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja tampa mengalami deformasi yang permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding yang di nyatakan dalam satuan Kg atau Lb. Nilai stbilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetan nya berkurang.

e. Kelelehan (Flow)

Seperti cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari masing masing yang di tujukan oleh jarum dial ( dalam satuan mm) pada saat melakukan pengjian Marshall. Suatu campuran yang mempunyai kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan cenderung untuk mengalami retak dini pada usia pelayanan nya. sedangkan nilai kelelehannya yang tinggi mengidikasikan campuran yang bersifat plastis.

f. Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient Merupakan hasil perbandingan antara stabilitas dengan kelelehan (Flow ). Semakin tinggi MQ, makan akan semakin


(48)

30 tinggi kekakuan campuaran dan semakin rentang terhadap kerusakan akibat ada nya beban yang bekerja di atasnya.


(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Agregat kasar yang digunakan berasal dari Tanjungan Lampung Selatan. 2. Agregat halus yang digunakan berasal dari Tanjungan Lampung Selatan. 3. Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras produksi

pen 60/70.

4. Filler atau material lolos saringan No.200 yang digunakan dalam penelitian ini adalah Portland Cement.

C. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Satu Set Saringan (Sieve)

Alat ini digunakan untuk memisahkan agregat berdasarkan gradasi agregat


(50)

32 Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat uji titik lembek, alat uji kehilangan berat, alat uji daktilitas, alat uji berat jenis (piknometer dan timbangan).

3. Alat uji pemeriksaan agregat.

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles (tes abrasi), alat pengering (oven), timbangan berat alat uji berat jenis (piknometer, timbangan, pemanas).

4. Alat karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall, meliputi :

a. Alat tekan Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji pengukur flowmeter.

b. Alat cetak benda uji berbentuk silinder diameter 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 3 inchi (7,5 cm).

c. Marshall automatic compactor yang digunakan untuk pemadatan campuran sebanyak 75 kali tumbukan tiap sisi (atas dan bawah). d. Ejektor untuk mengeluarkan benda uji setelah proses pemadatan. e. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi pengatur suhu.

f. Alat-alat penunjang yang meliputi penggorengan pencampur, kompor pemanas, termometer, sendok pengaduk, sarung tangan anti panas, kain lap, timbangan, ember untuk merendam benda uji, jangka sorong, dan tipe-ex yang digunakan untuk menandai benda uji.


(51)

33 D. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir seperti pada gambar (gambar alir penelitian) yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu persiapan bahan, dan juga persiapan alat-alat yang digunakan. Persiapan bahan (aspal keras, agregat kasar, agregat halus, filler) dengan mendatangkan bahan-bahan yang diperlukan ke laboratorium inti jalan raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dan menyiapkan serta mengecek peralatan tersebut sebelum digunakan. 2. Pengujian bahan

a. Aspal Shell 60/70

Pada aspal dilakukan uji penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, dan kehilangan berat. Standar pengujian aspal seperti tertera pada Tabel 6 dibawah.

Tabel 6. Standar Pengujian Aspal

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Penetrasi 25⁰C (mm) SNI 06-2456-1991 2 Titik Lembek (⁰C) SNI 06-2434-1991 3 Daktilitas pada 25⁰ (cm) SNI 06-2432-1991 4 Berat Jenis SNI 06-2441-1991

5 Kehilangan Berat SNI 06-2440-1991

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 hal 38

b. Agregat kasar, Agregat halus, dan filler

Agregat diperlukan sebagai bahan pengisi pada campuran beraspal dengan komposisi gradasi sesuai dengan gradasi terpakai yang


(52)

34 memenuhi spesifikasi yang ada. Untuk agregat kasar, agregat halus, dilakukan pengujian analisa saringan, berat jenis, penyerapan dan

filler yang digunakan adalah semen.

Tabel 7. Standar Pemeriksaan Agregat

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Analisa saringan SNI 03-1968-1990

2 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat halus SNI 03-1970-1990

3 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat kasar SNI 03-1969-1990

4 Los Angeles Test SNI 03-2417:2008

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6

3. Perencanaan Campuran

Untuk mendapatkan campuran yang ideal dan memberikan kinerja perkerasan yang optimal maka sebelum membuat campuran diperlukan perencanaan campuran untuk menentukan komposisi masing-masing bahan penyusun campuran agar diperoleh campuran beraspal yang memenuhi spesifikasi antara lain :

a. Pada Penelitian ini gradasi campuran agregat yang digunakan adalah gradasi campuran AC-BC. Perencanaan campuran beraspal AC-BC bergradasi halus dilakukan dengan mengambil batas atas dan batas tengah dari setiap persen berat lolos saringan, sesuai dengan spesifikasi Bina Marga 2010.

b. Melakukan analisa perhitungan komposisi yang ideal dan memenuhi persyaratan spesifikasi.


(53)

35

c. Setelah didapat komposisi masing-masing persen agregat,kemudian mengayak agregat sesuai dengan nomor saringan yang dibutuhkan.

d. Variasi kadar aspal dan jumlah benda uji

Dalam penelitian ini digunakan kadar aspal penetrasi 60/70 yang diproduksi didalam negeri. Pada gradasi % lolos batas tengah didapat kadar aspal yang dipakai adalah Pb -1.0(%), Pb-0,5(%), Pb (%), Pb+0,5(%), Pb+1,0(%). Untuk masing-masing campuran, dibuat benda uji sejumlah 3 sampel. Sehingga dihasilkan lima belas sampel dari lima kadar aspal. Dengan perlakuan yang sama pada setiap gradasi atau dua benda uji lainnya maka jumlah seluruh sampel yang dibuat untuk KAO adalah 30 sampel.

Sedangkan untuk jumlah sampel pembuatan dengan penambahan limbah botol plastik(PET) untuk masing masing batas prosentase nya 0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, 6,5%.

Untuk masing masing kadar Campuran dibuat Tiga sampel, sehingga dihasilkan 21 sampel untuk 7 kadar PET, pada lolos saringan batas tengah, dengan perlakuan yang sama untuk batas atas. jadi jumlah sampel keseluruhan untuk batas tengah dan batas atas adalah 42 sampel. Jadi jumlah sampel keseluruhan yang akan di buat untuk percobaan sebanyak 72 sampel.

4. Tahapan dalam merencanakan campuran aspal sebagai berikut :

a. Menghitung perkiraan awal kadar aspal optimum (Pb) sebagai berikut:


(54)

36 Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (% FF) + Konstanta

Keterangan:

Pb : Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran CA : Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36 mm)

FA : Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan tertahan saringan No.200 (0,075 mm)

Filler : Persen agregat minimal 75 % lolos No.200 (0,075 mm) K : Nilai Konstanta

Nilai konstanta kira-kira 0,5 sampai 1,0 untuk Laston dan 2,0 sampai 3,0 untuk Lataston. Untuk jenis campuran lain gunakan nilai 1,0 sampai 2,5.

b. Bulatkan perkiraan nilai Pb sampai 0,5% terdekat. Jika hasil

perhitungan diperoleh 5,85 % maka dibulatkan menjadi 6 %. c. Siapkan benda uji Marshall pada kadar aspal sebagai berikut:

1. Pada dua kadar aspal diatas nilai Pb 2. Pada dua kadar aspal dibawah nilai Pb

 Kadar aspal (Pb) – 1,0%  Kadar aspal (Pb) – 0,5%

 Kadar aspal (Pb)

 Kadar aspal (Pb)+ 0,5%

 Kadar aspal (Pb) + 1,0%

d. Setelah didapat nilai kadar aspal, selanjutnya berat jenis maksimum (BJ Max) dihitung dengan mengambil data dari percobaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus.


(55)

37 e. Jika semua data telah didapatkan, yang dilakukan berikutnya adalah menghitung berat sampel, berat aspal, berat agregat dan menghitung kebutuhan agregat tiap sampel berdasarkan persentase tertahan. f. Mencampur agregat dengan aspal pada suhu optimum 1550C pada

gradasi kasar pada batas atas dan batas tengah. 5. Pembuatan Benda Uji

a. Menimbang agregat sesuai dengan persentase agregat campuran yang telah dihitung, kemudian benda uji dibuat sebanyak tiga buah pada masing-masing variasi kadar aspal.

b. Memanaskan aspal untuk pencampuran, agar temperatur pencampuran agregat dan aspal tetap maka pencampuran dilakukan diatas pemanas dan diaduk hingga rata. Suhu pencampuran antara agregat dengan aspal dilakukan pada suhu 1550C dan pemadatan suhu nya berkisar antara 145oC.

c. Sebelum dilakukan pemadatan, terlebih dahulu memanaskan cetakan benda uji dengan tujuan agar tidak terjadi penurunan suhu campuran yang terlalu cepat. Benda uji yang dibuat berbentuk silinder dengan tinggi standar 6,35 cm dan diameter 10,16 cm.

d. Kemudian melakukan pemadatan standar dengan alat Marshall Automatic Compactor dengan jumlah tumbukan 75 kali dibagian sisi atas kemudian 75 kali tumbukan pada sisi bawah mold.

e. proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun, setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan ejektor dan diberi kode dengan menggunakan tipe-ex.


(56)

38 f. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm di keempat sisi benda uji dengan menggunakan jangka sorong dan ditimbang beratnya untuk mendapatkan berat benda uji kering.

g. Benda uji direndam dalam air selama 16 – 24 jam supaya jenuh. h. Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air untuk mendapatkan

berat benda uji dalam air.

i. Kemudian benda uji dikeluarkan dari bak perendam dan dikeringkan dengan kain lap sehingga kering permukaan dan didapatkan berat benda uji kering permukaan jenuh (saturated surface dry, SSD) kemudian ditimbang.

6. Pengujian dengan alat Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan (flow) dari campuran aspal sesuai dengan prosedur SNI 06-2489-1991. Berikut langkah-langkah pengujian dengan alat

Marshall :

a. Benda uji direndam dalam bak perendaman pada suhu 60ºC ± 1ºC selama 30 menit

b. Bagian dalam permukaan kepala penekan dibersihkan dan dilumasi agar benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.

c. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, letakkan benda uji tepat di tengah pada bagian bawah kepala penekan kemudian letakkan bagian atas kepala penekan dengan memasukkan lewat batang penuntun, kemudian letakkan pemasangan yang sudah lengkap tersebut tepat di


(57)

39 tengah alat pembebanan, arloji kelelehan (flow meter) dipasang pada dudukan diatas salah satu batang penuntun.

d. Kepala penekan dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji, kemudian diatur kedudukan jarum arloji penekan dan arloji kelelehan pada angka nol.

e. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm (2 inch.) per menit, dibaca pada saat arloji pembebanan berhenti dan mulai kembali berputar menurun, pada saat itu pula dibaca arloji kelelehan. Titik pembacaan pada saat arloji pembebanan berhenti dan mulai kembali menurun, itu merupakan nilai stabilitas Marshall.

f. Setelah pengujian selesai, kepala penekan diambil, bagian atas dibuka dan benda uji dikeluarkan.

7. Menghitung Parameter Marshall

Setelah pengujian Marshall selesai serta nilai stabilitas dan flow didapat, selanjutnya menghitung parameter Marshall yaitu VIM, VMA, dan paremeter lainnya sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran. 8. Pengolahan dan Pembahasan Hasil

Dari data hasil penelitian di Laboratorium akan membandingkan nilai stabilitas dan karakteristik campuran (rongga dalam campuran, rongga antar agregat dan rongga terisi aspal) akibat pengaruh penambahan limbah PET pada campuran AC-BC bergradasi halus dengan variasi prosentase 0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, 6,5. serta hasil pengolahan akan diuraikan dalam bentuk grafik hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, yaitu gambar grafik hubungan antara:


(58)

40 a. Kadar aspal terhadap Kepadatan

b. Kadar aspal terhadap VIM c. Kadar aspal terhadap VMA d. Kadar aspal terhadap VFA e. Kadar aspal terhadap stabilitas f. Kadar aspal terhadap flow


(59)

41

Gambar 1. Diagram penelitian E. Diagram Alir Penelitian

Pengujian Karakteristik Mutu:

1. Pengujian aspal (penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis,

kehilangan berat) didapat dari data sekunder.

2. Pengujian agregat (analisa saringan, berat jenis dan penyerapan

agregat kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, Los

Angeles Test) didapat dari data sekunder.

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Hasil dan Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selesai Persiapan

Pengujian bahan

Agregat Aspal Shell pen 60/70

Ya

Tidak

Penambahan campuran PET (0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, 6,5%) Memenuhi Spesifikasi

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Penentuan KAO Pembuatan benda uji

gradasi batas atas sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas atas dengan

penambahan PET sebanyak 21 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah dengan

penambahan PET sebanyak 21 sampel


(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan setelah dilakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pengjuian material meliputi pengujian aspal, pengujian agregat kasar dan halus, bahan bahan pengisi (filler) telah memenuhi standar bina marga 2010.

2. Berdasarkan pengujian marshall yang telah dilakukan untuk campuran laston AC-BC bergradasi kasar tidak memenuhi standar bina marga 2010. Sedangkan untuk bergradasi halus memenuhi standar bina marga 2010.

3. Untuk hasil analisis pengujian campuran laston AC-BC bergradasi halus yaitu sebagai berikut:

a. Hasil kadar aspal optimum (KAO) untuk batas atas dan batas tengah yaitu 6,44 %.

b. Nilai nilai parameter parameter marshall untuk campuraan laston AC-BC bergradasi halus rata-rata memenuhi spesifikasi bina marga 2010.

4. Untuk hasil analisis variasi PET campuran AC-BC bergradasi halus pada batas tengah yaitu :


(61)

73 a. Seiring bertambah nilai kadar PET pada campuran aspal maka nilai kekuatan Stabilitas dan MQ semakin bertambah sedangkan untuk nilai derajat kepadatan rongga nya semakin tinggi dikarenakan PET tidak bisa sebagai bahan pengisi agregat.

b. Untuk nilai optimum penambahan kadar PET pada campuran aspal yaitu berkisar 3% yaitu dengan hasil Stabilitas 1738,929 kg/mm, MQ 412,626 Kg/mm, VMA 17,722%, sedangkan untuk nilai VIM dan VFA tidak memenuhi standar bina marga 2010.

5. Untuk hasil analisis variasi PET campuran AC-BC bergradasi halus pada batas atas yaitu :

a. Untuk nilai kadai PET 0% pada parameter marshall memenuhi standar bina marga 2010. Sedangkan untuk panambahan nilai kadar PET selanjutnya ada beberapa yang memenuhi standar dan ada yang tidak memenuhi standar bina marga 2010.

b. Nilai optimum kadar PET pada batas atas hampir sama dengan batas tengah yaitu 3% Dengan hasil yang memenuhi syarat bina marga yaitu Stabilitas 1819,325 Kg/mm, MQ 455,862 Kg/mm, VMA 18,617 %. Sedangkan nilai VFA dan VIM tidak memenuhi standar bina marga 2010.

c. Semakin tinggi nilai kadar PET, maka derajat kepadatan semakin berkurang atau rongga di dalam campuran semakin tinggi.

6. Pada penelitaian ini dengan penambahan bahan PET pada parameter

marshall untuk segi kekuatan mengalami peningkatan tetapi dari segi derajat rongga megalami penurunan.


(62)

74 B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk campuran laston AC-BC bergradasi kasar sebaiknya di lakukan penelitian ulang, karena tidak memenuhi standar parameter marshall Bina Marga 2010. Dan sebaiknya menggunakan spesifikasi Bina Marga 2010 Rev 3.

2. Perlunya pengujian durabilitas pada variasi PET ini untuk mengasilkan ketahanan campuran laston AC-BC.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan pada campuran PET ini lebih dikembangkan ke penelitian aspal porus, karena rongganya cukup besar. 4. Untuk variasi PET, sebaiknya ukuran pemotongan PET lebih diperkecil

karena untuk mengurangi kadar rongga didalam campuran.

5. Perlunya perbaikan alat pengujian marshall karena alat tersebut kurang optimal saat dilakukan pengujian.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

_______. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus, SNI 03- 1970-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional Indonesia.

_______. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar, SNI 03-1969-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional Indonesia.

_______. 1991. Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI 06-2489-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU.

_______. 2001. Sistem Transportasi. Jakarta. Guna Dharma

_______. 2006. Manual pekerjaan Campuran Beraspal Panas, buku 1 Petunjuk Umum. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Prasarana Wilayah, Jakarta.

_______. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

_______. 2010. Spesifikasi Umum 2010 Devisi 6 Perkerasan Aspal. Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Jakarta.

_______. 2015. Pengaruh Penambahan Limbah Botol Plastik Polyethylene Terephthalate (Pet) Dan Minyak Pelumas Bekas (Mpb) Dalam Campuran Ac-Wc Terhadap Parameter Marshall. Makalah Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional Cbr Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung

_______. 2015. Pengaruh Penambahan Polyethylene Terepthalate (Pet) Dalam Campuran Aspal Ac-Wc Terhadap Nilai Stabilitas Marshall. Makalah Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional Cbr Unila.Universitas Lampung. Bandar Lampung


(64)

Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakteristik Matreal Plastik dan Bahan Aditif. Semarang. AMNI

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Bandung. Nova.

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung. Nova.

Suroso, Tjitjik Wasiah. 2008. Pengaruh Penambahan Plastik LDPE (Low Densty Polyethilen) Cara Basah Dan Cara Kering Terhadap Cara Kerja Campuran Beraspal. Puslitbang Jalan Dan Jembatan. Bandung.


(1)

41

Gambar 1. Diagram penelitian E. Diagram Alir Penelitian

Pengujian Karakteristik Mutu:

1. Pengujian aspal (penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, kehilangan berat) didapat dari data sekunder.

2. Pengujian agregat (analisa saringan, berat jenis dan penyerapan agregat kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, Los Angeles Test) didapat dari data sekunder.

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Hasil dan Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Persiapan

Pengujian bahan

Agregat Aspal Shell pen 60/70

Ya

Tidak

Penambahan campuran PET (0%, 1,5%, 2,5%, 3,5%, 4,5%, 5,5%, 6,5%) Memenuhi Spesifikasi

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Penentuan KAO Pembuatan benda uji

gradasi batas atas sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas atas dengan

penambahan PET sebanyak 21 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah dengan

penambahan PET sebanyak 21 sampel


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan setelah dilakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pengjuian material meliputi pengujian aspal, pengujian agregat kasar dan halus, bahan bahan pengisi (filler) telah memenuhi standar bina marga 2010.

2. Berdasarkan pengujian marshall yang telah dilakukan untuk campuran laston AC-BC bergradasi kasar tidak memenuhi standar bina marga 2010. Sedangkan untuk bergradasi halus memenuhi standar bina marga 2010.

3. Untuk hasil analisis pengujian campuran laston AC-BC bergradasi halus yaitu sebagai berikut:

a. Hasil kadar aspal optimum (KAO) untuk batas atas dan batas tengah yaitu 6,44 %.

b. Nilai nilai parameter parameter marshall untuk campuraan laston AC-BC bergradasi halus rata-rata memenuhi spesifikasi bina marga 2010.

4. Untuk hasil analisis variasi PET campuran AC-BC bergradasi halus pada batas tengah yaitu :


(3)

73 a. Seiring bertambah nilai kadar PET pada campuran aspal maka nilai kekuatan Stabilitas dan MQ semakin bertambah sedangkan untuk nilai derajat kepadatan rongga nya semakin tinggi dikarenakan PET tidak bisa sebagai bahan pengisi agregat.

b. Untuk nilai optimum penambahan kadar PET pada campuran aspal yaitu berkisar 3% yaitu dengan hasil Stabilitas 1738,929 kg/mm, MQ 412,626 Kg/mm, VMA 17,722%, sedangkan untuk nilai VIM dan VFA tidak memenuhi standar bina marga 2010.

5. Untuk hasil analisis variasi PET campuran AC-BC bergradasi halus pada batas atas yaitu :

a. Untuk nilai kadai PET 0% pada parameter marshall memenuhi standar bina marga 2010. Sedangkan untuk panambahan nilai kadar PET selanjutnya ada beberapa yang memenuhi standar dan ada yang tidak memenuhi standar bina marga 2010.

b. Nilai optimum kadar PET pada batas atas hampir sama dengan batas tengah yaitu 3% Dengan hasil yang memenuhi syarat bina marga yaitu Stabilitas 1819,325 Kg/mm, MQ 455,862 Kg/mm, VMA 18,617 %. Sedangkan nilai VFA dan VIM tidak memenuhi standar bina marga 2010.

c. Semakin tinggi nilai kadar PET, maka derajat kepadatan semakin berkurang atau rongga di dalam campuran semakin tinggi.

6. Pada penelitaian ini dengan penambahan bahan PET pada parameter

marshall untuk segi kekuatan mengalami peningkatan tetapi dari segi


(4)

74 B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk campuran laston AC-BC bergradasi kasar sebaiknya di lakukan penelitian ulang, karena tidak memenuhi standar parameter marshall Bina Marga 2010. Dan sebaiknya menggunakan spesifikasi Bina Marga 2010 Rev 3.

2. Perlunya pengujian durabilitas pada variasi PET ini untuk mengasilkan ketahanan campuran laston AC-BC.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan pada campuran PET ini lebih dikembangkan ke penelitian aspal porus, karena rongganya cukup besar. 4. Untuk variasi PET, sebaiknya ukuran pemotongan PET lebih diperkecil

karena untuk mengurangi kadar rongga didalam campuran.

5. Perlunya perbaikan alat pengujian marshall karena alat tersebut kurang optimal saat dilakukan pengujian.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

_______. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus,

SNI 03- 1970-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional

Indonesia.

_______. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar,

SNI 03-1969-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional

Indonesia.

_______. 1991. Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI

06-2489-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

_______. 2001. Sistem Transportasi. Jakarta. Guna Dharma

_______. 2006. Manual pekerjaan Campuran Beraspal Panas, buku 1 Petunjuk

Umum. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat

Jendral Prasarana Wilayah, Jakarta.

_______. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

_______. 2010. Spesifikasi Umum 2010 Devisi 6 Perkerasan Aspal. Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Jakarta.

_______. 2015. Pengaruh Penambahan Limbah Botol Plastik Polyethylene Terephthalate (Pet) Dan Minyak Pelumas Bekas (Mpb) Dalam

Campuran Ac-Wc Terhadap Parameter Marshall. Makalah Lomba

Perkerasan Jalan Tingkat Nasional Cbr Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung

_______. 2015. Pengaruh Penambahan Polyethylene Terepthalate (Pet) Dalam

Campuran Aspal Ac-Wc Terhadap Nilai Stabilitas Marshall. Makalah

Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional Cbr Unila.Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakteristik Matreal Plastik dan Bahan Aditif.

Semarang. AMNI

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Bandung. Nova.

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung. Nova.

Suroso, Tjitjik Wasiah. 2008. Pengaruh Penambahan Plastik LDPE (Low Densty Polyethilen) Cara Basah Dan Cara Kering Terhadap Cara Kerja