PENDAHULUAN FORDA - Jurnal

12 Tekno Hutan Tanaman Vol. No. , 1 1 November 2008, 11 - 22

I. PENDAHULUAN

Hasil pemantauan citra satelit NOAA-AVHRR National Oceanic Atmospheric Administration- Advanced Very High Resolution Radiometer menunjukkan bahwa kejadian kebakaran lahan berdasarkan data hotspot sebagian besar berada di luar kawasan hutan. Jika pada tahun 2002 hingga tahun 2005, luasan lahan terbakar 60-70 berada di luar kawasan hutan, maka pada tahun 2006 terjadi peningkatan menjadi 76 kebakaran terjadi diluar kawasan hutan. Kebakaran tersebut telah memusnahkan berbagai tanaman milik masyarakat, mengganggu transportasi dan perekonomian masyarakat dan meningkatkan penderita penyakit ISPA akibat asap. Fenomena kebakaran hutan telah terbukti sangat berhubungan dengan kesengajaan pembakaran lahan untuk berladang, peremajaan rumput pakan ternak, pembakaran lahan tidur untuk tujuan kepemilikan di lahan rawa gambut dan kegemaran bermain dengan api fire maniac Akbar, 2004; Saharjo, 2006; Usup, 2006. Umumnya titik panas hotspot berada pada zona-zona pemanfaatan intensif lahan untuk pertanian dan perladangan khususnya di luar Jawa. Kini kejadian kebakaran sebagian besar terjadi pada lahan-lahan masyarakat dan bukan lagi di kawasan hutan. Demikian luasnya lahan-lahan tidur yang dimiliki oleh para Pengusaha dan Kelompok Masyarakat Mampu lainnya yang tidak digarap, telah menjadikan tempat tersebut sebagai muara dari api-api liar yang berasal dari pembakaran ladang dan peremajaan rumput. Pada kejadian kebakaran yang luas, api juga sering bermula dari kebiasaan membakar lahan tidur di areal rawa gambut. Lahan-lahan tidur tersebut jika terbakar akan menghasilkan kabut asap tebal mencemari lingkungan. Lahan-lahan tidur tanpa penghuni sering dianggap kawasan hutan oleh masyarakat awam, padahal jika lahan tersebut akan dijadikan tempat pembangunan rumah, perkantoran atau bangunan lainnya oleh pemerintah, Pemilik lahan akan keluar dari persembunyiannya dan akan menuntut ganti rugi lahan yang akan digunakan tersebut. Jika melihat contoh kasus di Kalimantan Selatan dan Tengah, setiap tahun lahan-lahan tidur tersebut utamanya di lahan rawa gambut kiri kanan jalan raya Trans Kalimantan dibakar dengan tujuan agar tidak menjadi hutan dan menunjukkan kepemilikan jika ada pembeli. Selama kebiasaan buruk ini masih dipelihara di masyarakat maka sesungguhnya peristiwa kebakaran tidak akan berakhir. Di sisi lain tidak siaganya perusahaan-perusahaan perkebunan besar dalam mematikan api dini dari api liar yang masuk, telah meningkatkan luas areal terbakar, terlebih lagi jika bahan bakar potensial bawah tanaman perkebunan sangat rapat akibat tidak dipelihara. Akibat dari kebakaran lahan dan hutan telah terjadi pelepasan senyawa karbon ke udara. Dengan meningkatnya senyawa karbon CO2 sebagai gas rumah kaca, maka efek rumah kaca pun meningkat. Efek terpenting yang sangat tidak diharapkan dalam kehidupan makhluk di dunia adalah terjadinya peningkatan pemanasan bumi secara global global warming pada lapisan biosfer. Meningkatnya emisi gas-gas rumah kaca ternyata terjadi juga di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia sehingga perlu ada upaya penurunan emisi. Upaya penurunan emisi karbon di negara-negara berkembang akibat kebakaran hutan, deforestasi dan degradasi selama ini disebut REDD Reducing Emissions from Deforestation and Degradation Emil Salim, 2007; Masripatin, 2007. Isu-isu perubahan iklim dan upaya-upaya mitigasi emisi gas rumah kaca menjadi agenda Sidang UNFCCC United Nation Framework Convension on Climate Change yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007. Penanganan masalah kebakaran hutan yang terfokus pada pemadaman dan teknologi semata ternyata tidak mampu menghentikan kejadian kebakaran yang datang setiap tahun. Dalam kenyataan di lapangan upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan lahan berdasarkan aspek sosial ekonomi dan budaya, kelembagaan dan kebijakan pemerintah juga memegang peranan penting dalam pengendalian kebakaran hutan. Pengendalian kebakaran berbasis Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Brigdalkarhut atau Manggala Agni Galaag yang berada paling rendah ditingkat DAOPS di Kabupaten, ternyata belum efektif menghentikan kejadian kebakaran. Lokasi kebakaran yang umumnya berada di desa-desa sekitar hutan yang jauh dari akses kendaraan roda empat menyebabkan api sulit ditangani oleh pasukan kavaleri dari kota, melainkan harus ditangani oleh regu-regu infanteri masyarakat sekitar hutan. Untuk itu makalah ini memaparkan hasil kajian prospek pengendalian kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat sekitar hutan dan lahan dalam hubungannya dengan REDD. mengatasi Risiko dalam REDD Acep Akbar 13

II. METODOLOGI