PENGARUH BERWUDHU TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA SISWA SMA YANG MENGHADAPI UJIAN NASIONAL
KECEMASAN PADA SISWA SMA YANG MENGHADAPI
UJIAN NASIONAL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
ANINDYA SEKAR UTAMI 20120320092
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
(2)
KECEMASAN PADA SISWA SMA YANG MENGHADAPI
UJIAN NASIONAL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
ANINDYA SEKAR UTAMI 20120320092
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
Nama : Anindya Sekar Utami
NIM : 20120320092
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 18 Juli 2016 Yang membuat pernyataan,
(4)
Papa (Bambang Eka Darutama) dan mama (Sri Juliyanti), orang tua terbaik yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat di setiap langkah anak-anaknya. Terimakasih telah mempercayakan Nindy dalam menentukan jalan
hidup dan meraih impian. Terimakasih karena selalu mendukung apa yang menjadi pilihan Nindy. Semoga papa dan mama selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin
Kakak tersayang, Aditya Yudha Pratama. Kakak yang selalu menyertakan adiknya dalam doa-doa yang dipanjatkan. Semoga kita menjadi anak yang berbakti pada
orang tua dan juga menjadi seseorang yang bermanfaat bagi sesama. Amin Sahabat-sahabat tersayang Hasna Mufidah dan Fariz Mujahid yang tidak pernah
absen mendoakan dan mendukung dalam hal kebaikan; Syabina Aghni Mufida, Iffianti Azka Atsani, Alda Widya Prihartini A, Imar Cindraini, Yuri Ardhya Stanny, Desi Dwidawanti, dan Marini Susanti sahabat dari SMP dan semoga sampai kita punya anak cucu; Linda Trie Amalia teman pertama di kampus dan selalu ikhlas kamar kost nya dirusuhin, Dwi Puji Putranti, Hikmah Syahputri, Agnes Widhiya
Pangesti, Dewi Pangestuti, Zulfa Ratnaningsih yang selalu bersedia menemani dari awal semester kuliah sampai jadi mahasiswa tua. Terimakasih untuk waktu,
doa, dan kasih sayang kalian. Semoga kita semua dapat meraih impian kita masing-masing. Amin
Teman- teman satu bimbingan, Dwi Sasmoko, Nawanggalih Citrasmi, Latansa Fikri, Miranda Ayu, Herka Setiadi, Ahmad Nugroho, Ilham Romadon. Terimakasih
telah berjuang bersama, maaf bila banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga kita senantiasa diberikan yang terbaik oleh-Nya. Amin
Keluarga besar UMY yang telah mengijinkan saya menuntut ilmu dan meraih impian-impian saya di kampus berkualitas Internasional ini.
PSIK UMY, terimakasih atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan. Semoga PSIK UMY selalu menjadi lebih baik dan menjadi terbaik. Amin Teman-teman seperjuangan PSIK UMY 2012, terimakasih sudah menerima saya
menjadi salah satu bagian dari keluarga ini. Semoga kita semua bisa lulus dan sumpah Ners bersama satu angkatan, serta menjadi perawat profesional dan
(5)
Hasbunallah wani mal wakiil
Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.
(QS. Ali Imran: 173)Laa Haula Wa laa Quwwata Illaa Billaah
There is no power nor might except with Allah.
(HR. Bukhari & Muslim)Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Al-Insyirah: 5-6)
I think that is very important if you know what you want, understand where
you are heading towards, and try your best to get it. It is only when we use
our heart to do it, and fall in love with what we are doing, then can we really
get real determination~
Emma Watson(6)
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Berwudhu Terhadap Tingkat Kecemasan pada Siswa SMA yang Menghadapi Ujian Nasional”. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep, Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Shanti Wardaningsih, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Jiwa, PhD selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan peneliti dalam penyusunan karya tulis ini dengan sabar dan teliti.
4. dr. Warih Andan Puspitasari, Sp.KJ, M.Sc selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran untuk memperbaiki karya tulis ilmiah ini.
5. Kepala sekolah beserta guru dan karyawan, serta siswa-siswi kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang telah membantu peneliti selama proses penelitian berlangsung.
(7)
banyak. Amin. Akhirnya penulis berharap saran dan kritik untuk perbaikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 18 Juli 2016 Penulis
(8)
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO HIDUP... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
INTISARI ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Ujian Nasional ... 9
2. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ... 10
3. Terapi Berwudhu ... 19
B. Kerangka Konsep ... 27
C. Hipotesis ... 28
BAB III METODE PENELITIAN... 29
A. Desain Penelitian ... 29
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
D. Variabel Penelitian ... 32
(9)
J. Pengolahan Data ... 42
K. Analisis Data ... 43
L. Etik Penelitian ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah... 46
B. Hasil Penelitian ... 47
C. Pembahasan ... 53
D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(10)
Tabel 3.3. Teknik Penskoran InstrumenState Anxiety Inventory form Y... 36
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai r Reliabilitas ... 41
Tabel 4.1. Gambaran Karakteristik Responden ... 48
Tabel 4.2. Distribusi Kecemasan Berdasarkan Karakteristik Responden ... 49
Tabel 4.3. Skor Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 50
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data ... 51
Tabel 4.5. Hasil ujiPaired Sample t-testKelompok Intervensi ... 51
Tabel 4.6. Hasil ujiPaired Sample t-testKelompok Kontrol ... 52
Tabel 4.7. Hasil ujiIndependent t-Testpadapre-test ... 52
(11)
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4. Surat Kelayakan Etik Penelitian Lampiran 5. Sertifikat Translasi Bahasa
Lampiran 6. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 8. Lembar Data Demografi Responden Lampiran 9. Lembar Kuisioner Kecemasan Lampiran 10. Lembar Kuisioner Spiritual Lampiran 11. Lembar Checklist Wudhu Lampiran 12. Satuan Acara Pengajaran Lampiran 13. Leaflet
Lampiran 14. Modul Pelaksanaan Berwudhu Lampiran 15. Hasil Analisa Data Penelitian
(12)
(13)
INTISARI
Kecemasan menjadi jenis gangguan mental paling sering terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu hal yang dapat menimbulkan kecemasan adalah Ujian Nasional karena banyak materi yang harus dipelajari dan siswa merasa takut hasil ujian tidak memuaskan. Cemas yang berlebihan dapat mengganggu secara fisik, kognitif, emosional, dan perilaku. Gangguan kecemasan dapat ditangani dengan cara farmakologi dan non-farmakologi. Salah satu teknik non-farmakologi untuk kecemasan adalah terapi wudhu. Berwudhu memiliki prinsip penanganan kecemasan yang sama dengan hidroterapi, di samping itu juga memiliki nilai ibadah bagi yang melakukannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional.
Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan desain penelitianpre-post test with control group. Sampel yang digunakan sebanyak 70 responden, yang dipilih melalui simple random sampling. Instrumen kecemasan yang digunakan adalah S-AI (State-Anxiety Inventory). Data dianalisis signifikansinya dengan uji statistik T-Test.
Hasil analisis paired t-test menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05) pada kelompok intervensi dan p=0,948 (p>0,05) pada kelompok kontrol, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok intervensi sebelum dan setelah terapi berwudhu, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional. Kata kunci: Kecemasan, terapi wudhu, Ujian Nasional
(14)
ABSTRACT
Anxiety becomes the most common class of mental disorder present in the world, including Indonesia. One of the things that could cause anxiety was National Examination. The anxiety arised because there was a lot of subject to be learned and students were afraid the exam result were not satisfactory. Excessive anxiety could interfere physical, cognitive, emotional, and behavioral. Anxiety could be treated with pharmacological and non-pharmacological therapy. One of non-pharmacological therapy was wudu’ therapy. Wudu’ had the same principles with hydrotherapy in the treatment of anxiety; besides, it also had worship value for the people who did this therapy.
The purpose of this study to determine the effect of wudu’ towards anxiety level of Senior High School students in National Examination.
This study was an quasy experiment with pre-post test with control group design. Sample of this study were 70 respondents that had been chosen by accidental sampling. This study used S-AI (State-Anxiety Inventory) instrument to measure anxiety level. The data would analyze with statistical test of T-Test.
Paired t-test results showed p value=0,000 (p<0,05) in intervention group and p=0,948 (p>0,05) in control group, it means that there were significant difference in intervention group before and after wudu’. In conclusion, wudu’ therapy affect the level of anxiety of Senior High School students in National Examination.
(15)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan jenis gangguan mental paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi lebih dari 15%, dengan persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria (Centers for Disease Control and Prevention [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) di Indonesia sebesar 6% (lebih dari 14 juta jiwa) untuk usia 15 tahun ke atas, dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi. Kecemasan adalah kondisi kejiwaan penuh kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal aneh (Az-Zahrani, 2005). Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek sehat dan aspek membahayakan, tergantung pada tingkatannya (ringan, sedang, berat dan panik) (Videbeck, 2015).
Kecemasan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, dan melindungi diri sendiri jika masih dalam batas normal (cemas ringan). Sebaliknya, kecemasan yang berlebihan akan sangat mengganggu kehidupan individu. Hal ini dikarenakan cemas mempengaruhi seseorang pada empat hal; 1) secara fisik, diantaranya: detak jantung meningkat, rasa tidak nyaman di perut (butterflies), gemetar, mual, ketegangan otot, berkeringat, dan nafas
(16)
pendek; 2) secara kognitif, yaitu sulit konsentrasi, motivasi belajar menurun, mudah lupa, dan disorientasi (waktu, orang, dan tempat); 3) secara emosional, yaitu: gelisah, khawatir, bingung, tidak bisa mengendalikan diri, dan mudah putus asa; 4) secara perilaku, seperti komunikasi inkoheren, menjauhi benda, tempat, atau situasi tertentu, dan menarik diri dari kehidupan sosial (Videbeck, 2015).
Kecemasan terjadi salah satunya pada saat Ujian Nasional (UN). Beberapa media, baik media cetak maupun online telah memberitakan hal tersebut, diantaranya yakni seorang siswi SMA 2 Salatiga tidak bisa melanjutkan mengerjakan UN karena pingsan. Panitia Ujian Nasional mengatakan bahwa siswi tersebut pingsan karena takut hasil ujian jelek sehingga belajar terlalu keras dan mengakibatkan kelelahan (Kundori, 2013). Selain itu, sejumlah siswa di Kabupaten mendatangi paranormal agar mendapat ketenangan saat mengerjakan soal, dan puluhan siswa di Purbalingga mengalami kesurupan saat sebelum dan setelah mengerjakan Ujian Nasional (Andrianto, 2011). Kecemasan menjelang UN juga timbul karena nilai UN digunakan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, salah satunya untuk masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur tidak tertulis (Aminah, 2015).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 23 Januari 2016 melalui wawancara dengan 10 siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang akan mengikuti UN, 7 dari 10 siswa mengatakan merasakan cemas yang terkadang mengganggu konsentrasi dan mengurangi kualitas tidur.
(17)
Penyebab kecemasan antara lain karena belum melakukan banyak latihan soal, takut soal ujian sulit, dan takut hasil ujian jelek. Tiga siswa lainnya mengatakan merasa sedikit cemas karena banyak yang harus dipelajari.
Penanganan kecemasan terdiri dari dua macam pendekatan, yakni farmakologi dan non-farmakologi (Videbeck, 2015). Saat ini banyak dikembangkan terapi non-farmakologi untuk menangani kecemasan karena terapi farmakologi memiliki banyak efek samping bagi tubuh. Townsend (2009) menyebutkan bahwa obat-obatan anti ansietas dapat menyebabkan depresi susunan syaraf pusat secara menyeluruh, ketergantungan fisik atau psikologis, dan mengakibatkan toleransi obat jika digunakan terus-menerus. Salah satu terapi non-farmakologi adalah hidroterapi. Hidroterapi merupakan metode pengobatan menggunakan air untuk mengobati/meringankan kondisi sakit dengan mengandalkan respon-respon tubuh terhadap air (Damayanti, 2014).
Penelitian terkait hidroterapi yang pernah dilakukan diantaranya oleh Damayanti (2014) tentang hidroterapi rendam hangat yang memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi, dan penelitian oleh Im,et al.(2013) tentang hidroterapi dengan pusaran air (whirlpool hydrotherapy) yang efektif mengurangi nyeri dan ansietas pada pasienmyofascial pain syndrome.
Beberapa studi juga telah menemukan adanya pengaruh hidroterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan, salah satunya oleh Bahadorfar (2014) pada jurnalnya yang berjudul A Study Of Hydrotherapy and Its
(18)
Health Benefits yang menyatakan bahwa efek massage oleh aliran semburan air membantu mengurangi stres, ansietas, dan merilekskan otot tubuh. Stan (2013) juga mengatakan air bekerja melalui interaksi dengan sistem saraf untuk mengurangi stres dan meningkatkan konsentrasi.
Prinsip penanganan kecemasan yang dilakukan dengan hidroterapi juga terjadi saat seseorang berwudhu. Menggosok anggota wudhu memberikan efek massage pada tubuh (Sagiran, 2012). Air wudhu mendinginkan ujung-ujung syaraf jari tangan dan kaki yang berguna memantapkan konsentrasi pikiran. Selain itu, terdapat ratusan titik akupunktur pada anggota tubuh yang terkena air wudhu yang bersifat reseptor terhadap stimulus berupa basuhan, gosokan, usapan, dan tekanan atau urutan ketika berwudhu. Stimulus tersebut akan dihantarkan melalui meridian ke sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang bersifat terapi (Matheer, 2015). Membasuh tubuh menggunakan air lima kali sehari membantu mengistirahatkan organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik dan psikis, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Apabila engkau sedang marah, maka berwudhulah”.(HR. Ahmad) Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan sebagai alternatif pengganti hidroterapi, yang tidak hanya untuk mengurangi kecemasan, tetapi juga memiliki nilai ibadah bagi yang melakukannya.
(19)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik responden penelitian.
b. Mengetahui tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional sebelum dan setelah berwudhu pada kelompok intervensi.
c. Mengetahui tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional sebelum dan setelah berwudhu pada kelompok kontrol.
d. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional sebelum berwudhu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
e. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional setelah berwudhu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
(20)
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan
a. Mampu menjadi salah satu dasar dan tambahan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya di bidang keperawatan jiwa.
b. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan, salah satunya pada siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional.
2. Bagi Masyarakat
a. Agar masyarakat dapat mengetahui pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan.
b. Sebagai masukan program preventive dalam kesehatan jiwa. 3. Bagi Institusi
a. Institusi pendidikan secara umum terlebih bagi institusi yang berlandaskan islam dapat menerapkan kebijakan penggunaan terapi berwudhu dalam mengurangi kecemasan siswa maupun seluruh anggota civitas akademika.
b. Institusi pelayanan kesehatan secara umum terlebih bagi institusi yang berlandaskan islam dapat menerapkan kebijakan penggunaan terapi berwudhu dalam pemberian asuhan keperawatan sebagai intervensi mengurangi kecemasan.
(21)
4. Bagi Peneliti Lain
Menambah referensi ilmiah tentang intervensi untuk mengurangi kecemasan, sehingga dapat digunakan oleh peneliti lain yang ingin meneliti hal yang berhubungan dengan kecemasan.
E. Keaslian Penelitian
1. Zarghami (2012), penelitiannya selama delapan minggu terkait pelatihan hydrotherapy di kolam renang pada sejumlah pekerja laki-laki di salah satu perusahaan di kota Omidiyeh, Iran, berdampak positif terhadap kesehatan mental, diantaranya yakni menurunkan tingkat depresi dan kecemasan para pekerja tersebut. Metode penelitian ini adalah semi experiment dengan control group design. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada responden dan jenishydrotherapyyang digunakan.
2. Utomo (2015) tentang pengaruh wudhu terhadap kecemasan mahasiswa saat menghadapi ujian praktikum keperawatan. Penelitian ini menggunakan desain quasy-exsperimentdengan one group pre-test and post test yang dilakukan pada 15 responden sesaat sebelum ujian dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh wudhu terhadap penurunan kecemasan dengan nilai p=0,000 (p< 0,05). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada desain penelitian dan jenis responden yang dipilih.
(22)
3. Rahmania (2010) tentang pengaruh wudhu dalam shalat tahajjud terhadap populasi angka kuman di rongga mulut. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental laboratory dengan dua kelompok independent, yaitu kelompok pengamal shalat tahajjud dan kelompok bukan pengamal shalat tahajjud. Persamaan penelitian ini terletak pada intervensi yang digunakan. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabeldependentnya.
Ketiga penelitian di atas memiliki perbedaan maupun persamaan dengan peneliti. Baik dalam variabel dependent maupun independent. Peneliti belum menemukan adanya penelitian yang serupa dengan “Pengaruh Berwudhu Terhadap tingkat Kecemasan Pada SiswaSMA yang Menghadapi Ujian Nasional”.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan teori dan beberapa penelitian terkait yang mendukung topik penelitian, yakni penjelasan tentang Ujian Nasional, kecemasan, terapi berwudhu, dan pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan.
A. Tinjauan Pustaka 1. Ujian Nasional
Ujian nasional menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 5 tahun 2015 Pasal 1 adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Pelaksanaan UN dapat dilakukan melalui ujian berbasis kertas (Paper Based Test) dan/atau ujian berbasis komputer (Computer Based Test) (Kemdikbud, 2015).
Hasil UN digunakan sebagai pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, dan pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan (Kemdikbud, 2015).
(24)
2. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) a. Definisi
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada objek yang tidak spesifik yang bersifat subjektif dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati et al., 2005). Dalam penelitian ini, kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan saat menghadapi Ujian Nasional.
Ujian Nasional (UN) merupakan sarana evaluasi belajar siswa secara nasional yang menentukan tingkat pemahaman siswa selama tiga tahun proses pembelajaran. Meskipun UN tidak lagi sebagai penentu kelulusan, UN masih menimbulkan kecemasan. Berdasarkan hasil penelitian Lastina dan Abidin (2013), faktor penyebab kecemasan pada UN adalah faktor internal (tidak percaya diri, kurang persiapan, takut gagal), dan faktor eksternal (lingkungan dan dukungan sosial). Sedangkan penelitian Walasary, et al. (2015) menyatakan bahwa kecemasan menghadapi UN sebagian besar berada pada tingkat ringan dan sedang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa definisi kecemasan menghadapi UN adalah kebingungan dan kekhawatiran siswa saat menghadapi UN dengan tingkat ringan hingga sedang yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.
(25)
b. Bentuk Kecemasan
Spielberger (cit. Safaria, 2005) mengemukakan ada dua bentuk kecemasan, yaitu:
1) Kecemasan Sesaat (State Anxiety) : kecemasan sebagai suatu reaksi terhadap situasi tertentu. Jika situasi itu tidak ada maka kecemasannya pun hilang. Misalnya cemas ketika ujian, cemas ketika melewati tempat yang sepi dan angker.
2) Kecemasan Dasar (Trait Anxiety): kecemasan yang menetap pada diri seseorang. Kecemasan model ini merupakan kecemasan berupa disposisi/sifat dari individu itu sendiri yang pencemas, sehingga kadang-kadang pada situasi yang sebenarnya tergolong biasa, dia bereaksi cemas.
c. Penyebab Kecemasan
Menurut Maramis (2009), ada beberapa penyebab kecemasan: 1) Frustasi
Frustasi terjadi bila keinginan yang ingin dicapai terhalang oleh sebab- sebab tertentu, bisa berasal dari individu tersebut atau dari luar yang berhubungan dengan kebutuhan harga diri. 2) Konflik
Konflik terjadi bila tidak bisa memilih antara dua atau lebih kebutuhan dan tujuan hidup.
(26)
3) Tekanan
Tekanan bisa berasal dari diri sendiri seperti memiliki cita-cita yang terlalu tinggi sehingga dalam proses pencapaiannya akan penuh dengan tekanan. Tekanan dapat pula berasal dari lingkungan sekitar, misal: lingkungan sekolah dan tempat tinggal yang menuntut keberhasilan gemilang dari suatu individu.
4) Krisis
Krisis adalah suatu keadaan mendadak yang menimbulkan stress pada seseorang, contohnya ujian mendadak, kehilangan pekerjaan mendadak, jatuh miskin mendadak, dan sebagainya.
Penyebab kecemasan pada penelitian ini berasal dari tekanan. Ujian Nasional dianggap sebagai tekanan karena siswa dituntut untuk mendapatkan nilai yang baik sebagai modal bersaing pada jenjang pendidikan selanjutnya.
d. Fisiologi Kecemasan
Kecemasan dimulai ketika stressor yang datang ditangkap melalui panca indera. Stressor tersebut diteruskan oleh sistem saraf panca indera ke sistem saraf pusat, yaitu pada sistem limbik di otak, kemudian diteruskan ke sistem saraf simpatis (Hawari, 2011). Serabut saraf simpatis “mengaktifkan” tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan
(27)
tubuh mengambil lebih banyak oksigen, mendilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung, membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas untuk menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal (Videbeck, 2015).
e. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau (cit. Videbeck, 2015), ada empat tingkat kecemasan yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.
1) Kecemasan ringan: individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2) Kecemasan sedang: individu terfokus hanya pada pikiran yang
menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 3) Kecemasan berat: lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat
perhatiannya pada detil yang spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan, otot-otot tegang, tanda vital meningkat, gelisah, dan iritabilitas.
(28)
4) Panik: individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang sehingga tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Selain itu, terjadi peningkatan aktivitas motorik dan respon fisik fight, flight, atau freeze (menyerang, menarik diri, atau beku tidak dapat melakukan sesuatu). Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda vital sangat meningkat, pupil membesar, dan satu-satunya proses kognitif berfokus pada pertahanan individu tersebut.
f. Adaptasi Fisiologis
Tubuh memiliki adaptasi terhadap stres atau kecemasan, salah satunya dengan sindrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrome/ GAS). General Adaptation Syndrome menggambarkan bagaimana respon tubuh terhadap stresor melalui reaksi peringatan, tahap pertahanan, dan tahap kelelahan (Potter & Perry, 2010).
General Adaptation Syndrome melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin, serta respon cepat terhadap stres. Ketika cemas/stres, kelenjar pituitari memulai GAS. Kelenjar pituitari berkomunikasi dengan hipotalamus, yang menyekresikan endorfin. Endorfin adalah hormon yang bekerja pada otak (seperti morfin dan opiate), menghasilkan perasaan damai dan mengurangi rasa nyeri (Potter & Perry, 2010).
(29)
a. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Respon Kecemasan Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap suatu stressor. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap stress/kecemasan diantaranya adalah:
1) Usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak pengalaman hidup yang dimilikinya. Pengalaman hidup tersebut dapat mengurangi respon seseorang terhadap kecemasan (Stuart & Laraia, 2005).
2) Jenis Kelamin. Gangguan kecemasan, baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk dengan perbandingan antara wanita dan pria 2:1 (Hawari, 2011). Perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif (Stuart & Laraia, 2005).
3) Pendidikan. Individu yang berpendidikan tinggi dapat menggunakan koping lebih baik sehingga memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah (Stuart & Laraia, 2005).
4) Keadaan Fisik. Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, penyakit, operasi, lebih mudah mengalami kelelahan fisik sehingga mudah mengalami kecemasan (Stuart & Sundeen, 1998citSadiah, 2014).
5) Faktor Budaya. Budaya memengaruhi individu dalam menilai stres/kecemasan. Apa yang dirasakan sebagai suatu stresor
(30)
pada suatu budaya dapat dipandang sebagai masalah kecil pada budaya lain. Budaya juga memberikan cara yang berbeda untuk beradaptasi dengan stres/kecemasan (Potter & Perry, 2010). 6) Sistem Pendukung. Sistem pendukung adalah kesatuan antara
individu, keluarga, lingkungan, dan masyarakat sekitar yang mempengaruhi mekanisme koping individu sehingga memberi gambaran kecemasan yang berbeda (Stuart & Laraia, 2005) 7) Spiritualitas. Individu yang menganut agama dan aliran
spiritual serta berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dilaporkan memiliki kesehatan fisik lebih baik, depresi lebih sedikit, dan dukungan sosial yang lebih baik (Potter & Perry, 2010). Puchalski (cit. Angelos, 2007) mengatakan bahwa spiritualitas merupakan sumber koping bagi individu dengan cara membuat individu memiliki keyakinan dan harapan positif, mampu menerima kondisi, sumber kekuatan, dan membuat hidup lebih berarti. Selain itu, Puchalski mengemukakan bahwa spiritual dapat dikaji melalui empat domain, yakni Faith or belief, Importance and influence, Community, dan Address in Care (FICA) yang kemudian dijadikan sebuah instrumen untuk memudahkan petugas kesehatan dalam pengkajian spiritual pada klien/pasien (Angelos, 2007).
(31)
b. Dampak Kecemasan
1) Fisiologis. Respons tubuh terhadap kecemasan adalah mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Sistem saraf simpatis mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem parasimpatis meminimalkan respons tubuh. Rangsangan yang diterima korteks otak akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat.
2) Psikologis. Kecemasan memengaruhi aspek interpersonal maupun personal, yakni dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
3) Kognitif. Kecemasan memengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya yaitu konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
4) Afektif. Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan (Stuart, 2009).
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kecemasan berdampak pada fisiologis, psikologis, kognitif, dan afektif yang dapat menyulitkan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional.
(32)
c. Penatalaksanaan Kecemasan
Kecemasan dalam menghadapi ujian dapat diatasi dengan pendekatan farmakologis dan non-farmakologis, diantaranya: 1) Farmakologi. Farmakologi hanya digunakan pada kecemasan
tingkat berat, yakni dengan benzodiazepin, buspiron, dan berbagai antidepresan juga digunakan. Farmakologi untuk kecemasan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan (Isaac, 2005citWandi, 2013).
2) Non-Farmakologi. Penatalaksanaan pada kecemasan yang belum parah/berat diantaranya adalah dengan olahraga teratur, humor, nutrisi dan diet yang baik, istirahat yang cukup, teknik relaksasi, pijat, dan spiritualitas (Potter & Perry, 2010).
a) Olahraga Teratur. Olahraga meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan, dan meningkatkan relaksasi.
b) Humor. Menyerap hal lucu dan tertawa dapat melepaskan endorfin ke dalam sirkulasi sehingga stress dapat hilang. c) Nutrisi dan Diet. Setiap orang didorong untuk
memperhatikan kualitas makanan dan mempertahankan berat badan sesuai rentang standar usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh untuk menghindari masalah metabolisme. Diet yang buruk juga dapat memperburuk respon stres.
(33)
d) Istirahat. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh tetapi juga membantu merilekskan mental.
e) Teknik Relaksasi. Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres.
f) Terapi pijat. Terapi pijat memanipulasi jaringan ikat melalui pukulan, gosokan, atau meremas untuk meningkatkan sirkulasi, memperbaiki sifat otot, dan relaksasi.
g) Spiritualitas. Aktivitas spiritual mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stres. Praktik seperti berdoa, meditasi, atau membaca buku keagamaan dapat menjadi sumber kekuatan atau dukungan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa wudhu termasuk dalam terapi pijat dan spiritual. Terapi berwudhu akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
3. Terapi Berwudhu a. Pengertian
Wudhu secara etimologi berarti bersih. Menurut istilah, wudhu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan maksud untuk membersihkan dan mensucikan (Hasanuddin, 2007).
(34)
b. Hukum Wudhu dalam Islam
1) Fardlu/ wajib: ketika hendak melakukan shalat, memegang mushaf Al Quran, danthawafmengelilingi Ka’bah.
2) Sunah: sebelum berdzikir dan berdoa, sebelum tidur, setiap kali berhadast, setelah membawa jenazah, dan sebagainya.
3) Makruh: mengulang wudhu sebelum menunaikan shalat dengan wudhu yang pertama (berwudhu di atas wudhu yang lain). 4) Mubah/ boleh: wudhu untuk kebersihan dan kesegaran.
5) Haram: berwudhu dengan air rampasan dan anak yatim (Hasanuddin, 2007).
c. Rukun Wudhu
Rukun adalah sesuatu yang wajib dikerjakan. Rukun wudhu menurut surat Al-Maidah ayat 6 adalah membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap kepala satu kali, membasuh kaki sampai mata kaki (Jamaluddin, 2011).
d. Sunah Wudhu
Sunah wudhu diantaranya adalah bersiwak, mencuci kedua telapak tangan, mengusap anggota wudhu, membasuh tiap anggota wudhu sebanyak tiga kali kecuali kepala, berdoa, dan shalat dua rakaat setelah wudhu (Sagiran, 2012).
e. Tata Cara Berwudhu
Berikut paparan tentang tata cara berwudhu yang dicontohkan Rasulullah SAW (Jamaluddin, 2011):
(35)
1) Niat berwudhu karena Allah semata dan mengucapkan bismillah.
“...dan tidak dipandang wudhu orang berwudhu dengan tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya)
2) Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jemari. Beliau juga mencontohkan cara membasuh anggota wudhu yakni dengan sedikit menggosoknya.
3) Berkumur dengan istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dan istinsyar (mengeluarkannya kembali) tiga kali.
4) Membasuh wajah tiga kali
5) Membasuh tangan hingga siku tiga kali
6) Mengusap kepala sekaligus dengan telinga satu kali 7) Membasuh kaki tiga kali sambil menyela-nyelai jemari 8) Tertib
9) Membaca doa
Setelah berwudhu, Nabi SAW berdoa:
Asyhadu alla ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuuwa rosuuluhuu.
“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhanselain Allah, yang tidak pernah ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”(HR. Muslim).
(36)
f. Manfaat Wudhu dalam Kesehatan
Allah dan Rasulnya membuat perintah untuk berwudhu sudah pasti ada manfaatnya. Manfaat yang terkandung di setiap gerakan wudhu diantaranya adalah:
1) Membasuh tangan
Tangan menjadi agen pembawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain. Mencuci tangan saat berwudhu memutus mata rantai kuman sehingga dapat mencegah penyakit. Selain itu, menggosok sela-sela jari dapat memperlancar aliran darah perifer yang menjamin pasokan makanan dan oksigen (Sagiran, 2012). Air yang mengalir lembut dengan suhu dingin juga memberikan rasa segar dan menenangkan pikiran (Sangkan, 2008).
2) Berkumur denganistinsyaqdanistinsyar
Berkumur dapat mencegah infeksi gigi dan mulut (Zein, 2015). Berkumur juga dapat menggerakkan otot-otot wajah yang memberikan efek relaksasi pada wajah (Matheer, 2015).
3) Membasuh muka
Membasuh muka dapat mengurangi depresi dan melancarkan peredaran darah sehingga membuat wajah segar dan sehat (Zein, 2015).
(37)
4) Membasuh tangan hingga siku
Titik akupunktur terdapat pada tangan sampai siku yang menyembuhkan penyakit pada dada, paru-paru, tenggorokan, lambung, jantung, dan organ gerak bagian atas. Titik-titik yang dapat menghilangkan kecemasan pun terdapat pada bagian ini (Zein, 2015).
5) Mengusap kepala
Mengusap kepala membuat pikiran jernih, ingatan tajam, rambut tidak cepat rontok, dan terhindar dari penyakit Alzheimer karena terdapat titik-titik yang berhubungan dengan otak dan syaraf. Mengusap kepala juga bisa sebagai terapi stres atau tekanan (Zein, 2015).
6) Mengusap telinga
Mengusap telinga merangsang titik pendengaran dan keseimbangan. Pemijatan pada telinga seakan-akan melakukan stimulasi daerah punggung dan ruas-ruas tulang belakang. Selain itu, menggosok telinga dengan lembut dapat menambah konsentrasi belajar (Sagiran, 2012).
7) Membasuh kaki
Kaki merupakan organ yang paling lemah peredaran darahnya karena letaknya jauh dari jantung, sehingga membasuh kaki dapat memperlancar peredaran darah (Zein, 2015). Sedangkan menurut ilmu akupunktur, membasuh kaki memberikan efek
(38)
terapi pada seluruh tubuh karena kaki merupakan cerminan seluruh perangkat tubuh (Hasanuddin, 2007).
Manfaat berwudhu seperti di atas dapat dirasakan apabila disertai niat yang ikhlas dan dilakukan dengan maksimal sesuai tuntunan Rasulullah SAW (Matheer, 2015). Pemijatan dan penggosokan anggota wudhu juga diperlukan untuk mendapatkan manfaat dari terapi berwudhu. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadist, yakni:
“Sempurnakanlah dalam berwudhu dan gosoklah sela-sela jari kalian.” (HR. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad Hambali)
4. Pengaruh Berwudhu Terhadap Tingkat Kecemasan
Berwudhu memiliki prinsip penanganan kecemasan yang sama dengan hidroterapi. Hidroterapi menggunakan air, suhu, dan teknik massageuntuk memberikan efek relaksasi pada tubuh.
Media yang digunakan untuk berwudhu adalah air. Air bersifat membersihkan, menyejukkan, dan syifa’(terapis) (Hasanuddin, 2007). Berwudhu juga memberikan manfaat yang sama seperti pada terapi mandi air dingin. Hal ini dikarenakan membasuh anggota wudhu seakan-akan sudah membasuh seluruh tubuh (Sagiran, 2012). Jurnal terkait hidroterapi dengan judul A Study of Hydrotherapy and Its Health Benefits oleh Bahadorfar (2014) menyatakan bahwa mandi air
(39)
dingin/cold water hydrotherapy dapat mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi) yang menyebabkan darah segera kembali ke sirkulasi pusat, sehingga tubuh menjadi segar. Tubuh yang segar dapat mengurangi ketegangan jiwa, stress, khawatir, cemas, dan penyakit kejiwaan lainnya. Mandi juga dapat mengurangi ketegangan otot serta urat syaraf dan memberikan kejernihan dalam pikiran. Pernyataan ini dibuktikan oleh Muslimah (2014) dalam penelitiannya tentang terapi mandi terhadap pecandu narkotika. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terapi mandi efektif meningkatkan kesehatan mental dan fisik pecandu sehingga mencegah untuk kembali menggunakan narkotika.
Membasuh anggota wudhu memberikan efek massage yang merupakan salah satu teknik relaksasi. Teknik relaksasi dapat membuat tubuh menjadi relaks, dan saat tubuh dalam kondisi relaks maka yang bekerja adalah sistem parasimpatik. Sistem saraf simpatik melepaskan epinefrin sehingga napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat, sedangkan sistem saraf parasimpatik menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatik dan menaikkan semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatik sehingga relaksasi dapat menekan rasa tegang dan cemas (Potter & Perry, 2010). Hal ini didukung penelitian Wandi (2013) yang menunjukkan penurunan tingkat kecemasan siswa kelas 3 SMP menjelang ujian nasional setelah diberikan intervensi latihan relaksasi selama enam hari berturut-turut. Selain merilekskan
(40)
tubuh, efekmassagejuga dapat mendorong tubuh melepaskan endorfin yang menghasilkan perasaan nyaman (Potter & Perry, 2010). Hal ini dibuktikan oleh Sari dan Pantiawati (2013) yang menemukan bahwa teknik massage lebih efektif dibandingkan terapi musik dalam menurunkan kecemasan pada ibu bersalin primipara.
Perlu diketahui juga bahwa berwudhu merupakan kegiatan yang mencakup spiritualitas dan kepercayaan. Studi literatur yang dilakukan oleh Mardiyono, et al. (2011) sejak tahun 1994 hingga 2010 menemukan enam studi yang menunjukkan bahwa kegiatan spiritual meningkatkan perasaan bahagia dan kesehatan fisik, serta menurunkan ansietas dan depresi. Spiritualitas dan kepercayaan mengandung harapan yang merupakan konsep multidimensional yang memberikan kenyamanan selama individu menjalani situasi yang mengancam, penderitaan, dan tantangan personal lainnya. Harapan adalah energi, memberikan individu motivasi untuk mencapai keinginannya (Potter & Perry, 2010).
(41)
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka dan masalah penelitian yang telah dirumuskan di atas, peneliti merumuskan kerangka konsep yang menguraikan hubungan atau kaitan antara variabel yang satu dengan variabel lain yang dalam penelitian yakni variabel terikat (tingkat kecemasan) dan variabel bebas (berwudhu).
Keterangan:
= variabel yang diteliti = adanya pengaruh langsung
Penyebab Kecemasan: tekanan UN
Kecemasan
Penanganan kecemasan Faktor yang memengaruhi:
- Usia
- Jenis kelamin
- Budaya
- Pendidikan
- Keadaan fisik
- Sistem pendukung
- Spiritualitas Non Farmakologi
Farmakologi Berwudhu
Tingkat kecemasan
(42)
C. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional
H1 : Terdapat pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu (quasy experiment) dengan pre-post test with control group design, yaitu membagi responden penelitian menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan diberikanpre-testdanpost-test. Design ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Subjek Pra Intervensi Pasca-tes
K-I O1 I O2
K-K O1 - O2
Tabel 3.1. Desain non-equivalent control group Keterangan:
KI : Kelompok intervensi KK : Kelompok kontrol
O1 : Tes awal (sebelum intervensi) I : Intervensi (berwudhu)
O2 : Tes akhir (setelah intervensi)
Berdasarkan desain tersebut, kedua kelompok diberi intervensi yang berbeda, yakni kelompok intervensi melakukan terapi berwudhu sedangkan kelompok kontrol tidak melakukan intervensi namun diberikan leaflet tentang tata cara berwudhu dan manfaat wudhu terhadap kecemasan, serta tetap dilakukanpretestdanposttest.
(44)
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA yang menghadapi Ujian Nasional, sedangkan populasi terjangkaunya yakni siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 235 siswa, yang terdiri dari 140 siswa kelas IPA (4 kelas), dan 95 siswa kelas IPS (3 kelas).
2. Sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Slovin. Penggunaannya adalah sebagai berikut:
= 1 + ( ) Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi (235 siswa) d = Derajat kesalahan (0,1)
Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: n =1 + N(d)² =N 1 + 235(0.1) = 70235
Berdasarkan penghitungan rumus di atas, maka sampel yang diperlukan adalah 70, yang terdiri dari 35 responden untuk kelompok intervensi dan 35 responden kelompok kontrol.
(45)
Penelitian ini menggunakan tekniksimple random sampling yaitu memilih beberapa kelas (IPA dan IPS) secara acak melalui pengundian dengan menuliskan nama setiap kelas pada kertas kecil dan peneliti mengambil beberapa kertas tersebut dengan sembarang (tanpa prasangka). Namun, pada pelaksanaannya, teknik simple random sampling hanya dilakukan dengan memilih beberapa kelas IPA secara acak untuk memudahkan pihak sekolah secara teknis. Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria penerimaan yang meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah:
a. Kriteria inklusi
1) Siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang menghadapi Ujian Nasional
2) Bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi
1) Siswa yang mengalami gangguan fisik (misal: sakit, cedera) 2) Siswa mengalami kecemasan berat sehingga membutuhkan
penanganan khusus
(46)
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta di Jalan Kapten Piere Tandean No.58, Wirobrajan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu. Jenis variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk menjelaskan penggunaannya dalam penelitian (Nursalam, 2014). 1. Variabel bebas : berwudhu
2. Variabel terikat : tingkat kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional
E. Hubungan Antar Variabel
Variabel bebas: Berwudhu
Variabel terikat:
Tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional
Variabel Pengganggu:
- Usia
- Jenis kelamin
- Budaya
- Pendidikan
- Kondisi fisik
- Sistem pendukung
(47)
F. Definisi Operasional
Variabel dependent dan independent serta data demografi dalam penelitian ini dijelaskan secara operasional agar mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi operasional dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Data Demografi Responden
Usia Usia responden sejak lahir sampai dilakukan penelitian
Isian data kuesioner
Usia dalam tahun
Interval
Jenis Kelamin
Penggolongan responden yang terdiri atas laki-laki dan perempuan Isian data kuesioner 1=laki-laki 2=perempuan Nominal Jurusan SMA
Jurusan yang menjadi fokus responden di SMA
Isian data kuesioner 1= IPA 2= IPS Nominal Kondisi fisik
Kondisi fisik siswa XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta selama proses penelitian Isian data kuesioner 1= Sehat 2= Sakit Nominal
Budaya Nilai-nilai budaya yang diterapkan oleh responden berdasarkan suku
Isian data kuesioner
1= Jawa 2= Non Jawa
Nominal
Sistem pendukung
Orang-orang yang bersama responden selama penelitian berlangsung
Isian data kuesioner
1= Keluarga 2=Mandiri (kost/asrama)
Nominal
Spiritual Tingkat spiritual siswa
kelas XII SMA
Muhammadiyah 3
Yogyakarta
Kuisioner modifikasi dari Faith or belief, Importance and influence, Community, and Address in Care(FICA)
0= Tidak 1= Ya
(48)
Tabel 3.2. Definisi Operasional (lanjutan) Variabel Independen
Berwudhu Membasuh
anggota tubuh tertentu
menggunakan air sesuai tuntunan Rasulullah SAW untuk mengurangi ansietas siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang dilakukan pada
dua minggu
sebelum Ujian Nasional selama
tujuh hari
berturut-turut
Lembar Observasi (checklist) 1.Tidak melakukan terapi berwudhu 2.Melakukan terapi berwudhu Ordinal Variabel Dependen Tingkat kecemasan Derajat
kecemasan yang dirasakan oleh siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta menghadapi Ujian Nasional Menggunakan kuesioner State Anxiety Inventory form-Y untuk
mengukur tingkat kecemasan secara subjektif pada siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, skor pernyataan positif: 4= tidak sama sekali; 3= kurang; 2= cukup; 1=sangat merasakan, sedangkan skor pernyataan negatif: 1= tidak sama sekali; 2= kurang; 3= cukup; 4=sangat merasakan
Skor kecemasan
(49)
G. Instrumen Penelitian
Salah satu instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan adalah dengan State Trait Anxiety Inventory (STAI) form-Y. STAI disusun oleh Spielberger, Gorsuch, and Luschene pada tahun 1964, yang terdiri dari dua dimensi, yakni kecemasan sesaat (state) dan kecemasan dasar/yang menetap (trait) (Shari et al, 2014). Namun, peneliti hanya menggunakan alat ukur kecemasan state atau State Anxiety Inventory (S-AI) form-Y karena kecemasan yang diteliti adalah kecemasan pada situasi tertentu, yakni saat menghadapi Ujian Nasional. Selain itu, kuisioner ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa SMA dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pengisian. Pengukuran tingkat kecemasan dengan S-AI form Y dilakukan dua kali, yakni sebelum dan setelah intervensi, saat 2 minggu sebelum Ujian Nasional.
Skala S-AI form Y Spielberger terdiri dari 20 pernyataan dengan 4 respon skala likert. Sebagian dari aitem tersebut merupakan pernyataan positif (favorable), yakni merasa aman, nyaman, tidak gelisah, dan sebagainya, yang terdapat pada 10 nomor dengan skor: 4= tidak sama sekali; 3= kurang; 2= cukup; 1= sangat merasakan. Sepuluh lainnya merupakan pernyataan negatif (unfavorable), seperti ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, gelisah, cemas, dan ketegangan. Pemberian skor pada pernyataan negatif merupakan kebalikan dari skor pernyataan positif, yakni: 1= tidak sama sekali; 2= kurang; 3= cukup; 4= sangat merasakan.
(50)
Teknik Penskoran instrumenState Anxiety Inventory form Y
Pernyataan Jawaban Responden
Tidak sama sekali
Kurang Cukup Sangat
merasakan
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Tabel 3.3. Teknik Penskoran instrumenState Anxiety Inventory form Y
Penelitian ini juga menggunakan instrumen tambahan berupa instrumen spiritual untuk digunakan sebagai data demografi. Instrumen spiritual yang digunakan merupakan modifikasi dari instrumen Faith or belief,Importance and influence, Community,and Address in Care(FICA) yang disusun oleh Christina M Puchalski. Instrumen ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan jenis pertanyaan dichotomy questions yang berisi dua alternatif jawaban (ya, tidak), dengan bobot 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak.
H. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada penelitian ini diantaranya adalah melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan berupa fenomena (masalah) dan gambaran terkait tempat penelitian, setelah itu peneliti menyusun proposal penelitian dengan judul yang telah disetujui dosen pembimbing. Tahap selanjutnya yakni pengesahan proposal melalui ujian dan revisi oleh dosen pembimbing dan penguji, kemudian peneliti mengurus surat perijinan kepada pihak-pihak terkait.
(51)
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 dengan bantuan asisten penelitian. Tahap-tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut: a. Peneliti dan asisten melakukan pertemuan dan diskusi sebelum
pelaksanaan untuk menyamakan persepsi.
b. Peneliti menentukan sampel menggunakan teknik simple random sampling yang dilakukan dengan memilih beberapa kelas IPA secara acak dan tidak menyertakan kelas IPS. Hal ini disebabkan keinginan dari pihak sekolah untuk mempermudah secara teknis. c. Beberapa kelas yang terpilih sebagai sampel dibagi lagi menjadi
kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan cara random. d. Peneliti dan asisten menjelaskan etika penelitian dan memberikan
lembar persetujuan kepada responden yang menjadi sampel penelitian.
e. Peneliti dan asisten memberikan pre-test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa sebelum intervensi wudhu.
f. Peneliti melakukan pelatihan berwudhu dan pemberian materi tentang manfaat berwudhu bagi kesehatan (powerpoint) kepada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan leaflet. Hal ini dilaksanakan dua minggu sebelum UN.
g. Kelas intervensi melakukan terapi berwudhu selama satu minggu, dikontrol dengan lembarchecklistberwudhu.
(52)
fffff fffff
h. Peneliti dan asisten melakukan post-test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
i. Pemberian leaflet pada kelompok intervensi.
j. Pelatihan berwudhu dan pemberian materi tentang manfaat berwudhu bagi kesehatan (powerpoint) kepada kelompok kontrol. Namun, hal ini tidak dilakukan karena waktu yang terlalu dekat dengan ujian nasional sehingga pihak sekolah tidak mengijinkan. 3. Tahap Penilaian
Setelah semua data terkumpul, peneliti mengecek kelengkapan data yang telah diisi oleh responden kemudian dilakukan olah data dan dianalisa menggunakan komputer.
4. Tahap Akhir
Penyusunan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan penelitian.
Gambar 3.1. Alur Penelitian fffff Penentuan sampel secara simple random sampling Pembagian kelompok kontrol dan intervensi
Intervensi berwudhu pada kelompok intervensi (selama satu minggu)
Post-test pada kedua kelompok
Pelatihan berwudhu dan penjelasan materi pada kelompok intervensi, pemberian leaflet pada kelompok kontrol (dua minggu sebelum UN)
Pre-test
pada kedua kelompok
Pelatihan berwudhu dan penjelasan materi pada kelompok kontrol, pemberian leaflet pada kelompok intervensi. Olah
(53)
I. Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen STAI disusun oleh Spielberger, Gorsuch, dan Luschene pada tahun 1964 dan telah distandarisasi. STAI sudah diadaptasi kedalam 48 bahasa untuk berbagai macam studi di bidang penelitian kesehatan dan sudah digunakan pada berbagai pasien medis, bedah, neuropsychiatric, siswa, orang dewasa di komunitas, personil militer, dan narapidana. Instrumen ini juga sudahvaliddanreliabeldalam menilai kecemasan pada responden siswa SMA, yakni dengan reliabilitas berkisar antara 0,86-0,94, dan validitas 0,69 (McDowell, 2006). Namun, peneliti tetap melakukan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen ini.
Uji validitas dan reliabilitas tetap dilakukan karena belum terdapat instrumen S-AI form Y dengan responden siswa SMA dalam bahasa indonesia. Instrumen terlebih dahulu diterjemahkan ke bahasa indonesia di Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta oleh ahli bahasa terkait sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Instrumen tambahan berupa instrumen spiritual modifikasi dari FICA juga dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta sebanyak 30 siswa yang memiliki karakteristik sama dengan SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Teknik untuk mengukur validitas kuisioner S-AI form Y dan FICA yakni menggunakan rumus Korelasi
(54)
Pearson Product Moment dan diolah menggunakan aplikasi komputer atausoftwarestatistik.
Setiap pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Nilai signifikan yang diambil adalahp=0,05 denganrtabel 0,361, maka valid jika r hitung > 0,361 dan tidak valid jika r hitung < 0,361. Hasil uji validitas pada instrumen S-AI form Y ditemukan dua pernyataan tidak valid, yaitu pernyataan nomor 11 dan nomor 16, namun karena pernyataan tersebut dianggap penting maka pernyataan diperbaiki strukturnya dengan back translete, sedangkan pada instrumen FICA, semua pernyataan dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen S-AIform Yadalah menggunakanAlpha Cronbach dengan aplikasi komputer atau softwarestatistik. Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥ konstanta (0,6),
sedangkan jika nilai Alpha Cronbach ≤ konstanta (0,6), maka instrumen dikatakan belum reliabel (Arikunto, 2013). Hasil uji menyatakan bahwa instrumen S-AIform Yadalah reliabel dengan nilai Alpha Cronbach0,910.
Instrumen FICA dilakukan uji reliabilitas dengan Kuder-Richardson (K-R) 20 menggunakan Microsoft Excel. Hasil uji reliabilitas Kuder-Richardson (K-R) 20 menyatakan bahwa instrumen FICA adalah reliabel dengan nilai r 0,66. Rumus K-R 20 menurut Arikunto (2013) adalah:
(55)
r = k 1k Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = varians total
P = proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)
p=
q=
( )
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai r Reliabilitas
Nilai r Interpretasi
0,81–1,00 0,61–0,80 0,41–0,60 0,21–0,40 0,00–0,20
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah Sumber: Arikunto (2013)
(56)
J. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan komputer. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Editing
Peneliti melakukan pemeriksaan ulang terhadap jumlah, kelengkapan pengisian, dan ketepatan dalam menjawab lembar data demografi, kuesioner tingkat spiritual dan kuisioner kecemasan. Editingdilakukan setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode pada setiap data yang berupa sub-variabel penelitian untuk memudahkan dalam melakukan pengolahan dan analisis data pada komputer. Coding yang diberikan pada penelitian ini diantaranya adalah:
a. Usia: kode 1 untuk usia≤17 tahun dan kode 2 untuk >17 tahun b. Jenis kelamin: kode 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan c. Suku: kode 1 untuk suku Jawa dan kode 2 untuk suku non Jawa 3. Data Entry
Data dari kuesioner dimasukkan ke dalam programcomputerizeSPSS. 4. Data Cleaning
Memastikan data yang dimasukkan tidak terdapat kesalahan. Setelah dipastikan benar, maka dapat dilanjutkan ke tahap analisa data menggunakan komputer.
(57)
K. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo, 2012). Analisis dalam penelitian ini menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase untuk jenis kategorik (usia, jenis kelamin, suku, jurusan, tinggal dengan, kondisi fisik, dan tingkat spiritual) dan tendensi sentral untuk data numerik meliputi mean, median, standar deviasi, min dan max (skor kecemasan sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai kemaknaan (p) > 0,05. Jika terdistribusi normal, data dianalisa dengan statistik parametrik, yakni menggunakan uji Paired T-Test untuk melihat tingkat kecemasan sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada kelompok intervensi dan kontrol, dan uji Independent T-Test untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok intervensi dan kontrol. Namun, jika data tidak terdistribusi normal, peneliti menggunakan statistik non parametrik, yakni dengan uji Wilcoxon dan uji Mann Withney (Dahlan, 2013). Hipotesis penelitian diterima jika nilai signifikansi (p)<0,05 dan hipotesis ditolak jika nilai signifikansi (p)>0,05 (Nursalam, 2014).
(58)
L. Etik Penelitian
Penelitian membutuhkan prinsip dalam pertimbangan etik untuk menghindari adanya pelanggaran dengan melakukan tindakan tidak etis. Prinsip etik yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Self Determination
Prinsip self determination didasarkan atas penghormatan terhadap responden sebagai subyek penelitian. Responden memiliki kebebasan menentukan hak dan kesediaannya mengikuti penelitian ini tanpa paksaan, sehingga ikut terlibat secara sukarela dan menandatangani informed consent/ lembar persetujuan setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini.
2. Respect For Justice and Inclusiveness
Peneliti akan menjaga prinsip keterbukaan dan keadilan dengan menjelaskan prosedur penelitian dan tidak membeda-bedakan latar belakang gender, agama, dan etnis dalam melakukan intervensi.
3. Anonimity dan Confidentiality
Prinsip anonimity dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama responden dalam kuesioner, nama responden diganti dengan kode untuk mencegah kesalahan dalam pengambilan data. Sedangkan prinsip confidentiality (menjaga informasi yang diberikan responden), dilaksanakan dengan cara memasukkan hasil pre-test danpost-test dalam sebuah kotak. Data yang ditampilkan pun dalam bentuk data kelompok dan bukan data individu.
(59)
4. Protection from Discomfort and Harm
Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk menyampaikan ketidaknyamanan dan tidak melanjutkan pengisian kuesioner bila mengalami ketidaknyamanan atau penurunan kesehatan.
Uji etik telah dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan nomor 032/EP-FKIK-UMY/II/2016 yang menyatakan bahwa penelitian ini telah layak etik.
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang terletak di daerah Wirobrajan Kota Yogyakarta. SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah swasta favorit dengan akreditasi “A” dengan jumlah siswa 721yang terbagi menjadi program IPA dan IPS.
Visi SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta adalah membentuk peserta didik yang berimtaq, cerdas, kompetitif, dan berjiwa Muhammadiyah, sedangkan misi sekolah ini adalah melaksanakan KBM dengan terpenuhinya standar isi; memenuhi kualifikasi kemampuan lulusan sesuai SKL; melaksanakan pembelajaran sesuai standar proses; meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan; meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan; melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan; mewujudkan budaya islami dan sekolah yang berkarakter Muhammadiyah.
SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta menyediakan sarana dan prasarana memadai dalam hal proses pembelajaran, seperti ruang kelas yangrepresentative, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Sekolah juga memiliki fasilitas yang baik untuk berbagai kegiatan ibadah seperti masjid yang dapat menampung lebih dari 300 siswa dan puluhan Al-Qur’an yang tersedia di setiap kelas. Kegiatan ibadah yang ada di sekolah diantaranya adalah sholat berjamaah (shalat duha dan shalat wajib),
(61)
tadarus Al-Quran sebelum memulai pelajaran, dan pengajian rutin. Saat bulan ramadhan, sekolah menyelenggarakan kegiatan pesantren selama tiga hari dan pengabdian ke masyarakat selama dua minggu dengan kegiatan utamanya yakni berdakwah.
Siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dituntut untuk berusaha lebih keras dalam berkompetisi karena berada di salah satu sekolah swasta favorit dengan akreditasi sangat baik yang dapat memunculkan masalah psikologis, salah satunya kecemasan. Siswa memiliki banyak kegiatan keagamaan di sekolah, namun siswa belum pernah mendapatkan intervensi untuk mengatasi masalah psikologis yang berasal dari riset/penelitian, khususnya pada siswa kelas XII yang menghadapi banyak tes dan ujian, salah satu diantaranya yakni Ujian Nasional (UN).
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 70 siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang menghadapi Ujian Nasional. Responden dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok intervensi sebanyak 35 responden yang diberikan pelatihan berwudhu dan kelompok kontrol 35 responden yang tidak diberi intervensi namun mendapatkanleaflet. Hasil karakteristik responden dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, jurusan (IPA/IPS), responden
(62)
tinggal dengan siapa, kondisi fisik, dan tingkat spiritual. Data umum karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4.1.Gambaran karakteristik responden kelompok kontrol dan intervensi berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, jurusan, tinggal dengan siapa, kondisi fisik, dan tingkat spiritual
Karakteristik Responden Intervensi n % Kontrol n % Usia (tahun) ≤17 >17 20 15 57,1 42,9 21 14 60,0 40,0 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 14 21 40,0 60,0 16 19 45,7 54,3 Suku Jawa Non Jawa 33 2 94,3 5,7 33 2 94,3 5,7 Jurusan
IPA 35 100,0 35 100,0
Tinggal dengan Keluarga Mandiri 30 5 85,7 14,3 30 5 85,7 14,3 Kondisi fisik
Sehat 35 100,0 35 100,0
Tingkat Spiritual Baik Cukup 30 5 85,7 14,3 25 10 71,4 28,6
Total 35 100 35 100
Sumber: Data Primer 2016
Tabel 4.1. menunjukkan responden terbanyak berdasarkan usia adalah≤ 17 tahun, yakni 20 orang (57,1%) pada kelompok intervensi dan 21 orang (60,0%) pada kelompok kontrol. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 21 orang (60,0%) di kelompok intervensi dan 19 orang (54,3%) di kelompok kontrol. Suku Jawa adalah suku terbanyak pada responden yaitu 33 orang (94,3%) di kelompok kontrol maunpun intervensi. Responden paling banyak tinggal dengan keluarga yakni 30 orang (85,7%) pada masing-masing kelompok. Kondisi fisik semua responden adalah
(63)
sehat (100%). Berdasarkan tingkat spiritual, sebagian besar memiliki tingkat spiritual baik, yakni 30 orang (85,7%) pada kelompok intervensi dan 25 orang (71,4%) pada kelompok kontrol. Semua responden dalam penelitian ini merupakan jurusan IPA (100%).
Tabel 4.2.Distribusi kecemasan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, jurusan, responden tinggal dengan siapa, kondisi fisik, dan tingkat spiritual
Karakteristik Responden Cemas Ringan n (%) Cemas Sedang n (%) Cemas Berat n (%) Total Usia (tahun) ≤17 >17 11 (15,7%) 7 (10%) 27 (38,6%) 19 (27,1%) 3 (4,3%) 3 (4,3%) 41 (58,6%) 29 (41,4%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 (12,9%) 9 (12,9%) 19 (27,1%) 27 (38,6%) 2 (2,9%) 4 (5,7%) 30 (42,9%) 40 (57,1%) Suku Jawa Non-Jawa 18 (25,7%) 0 (0%) 43 (61,4%) 3 (4,3%) 5 (7,1%) 1 (1,4%) 66 (94,3%) 4 (5,7%) Jurusan
IPA 18 (25,7%) 46 (65,7%) 6 (8,6%) 70 (100%)
Tinggal dengan Keluarga Mandiri 17 (24,3%) 1 (1,4%) 38 (54,3%) 8 (11,4%) 5 (7,1%) 1 (1,4%) 60 (85,7%) 10 (14,3%) Kondisi Fisik
Sehat 18 (25,7%) 46 (65,7%) 6 (8,6%) 70 (100%)
Tingkat Spiritual Baik Cukup 15 (21,4%) 3 (4,3%) 36 (51,4%) 10 (14,3%) 4 (5,7%) 2 (2,9%) 55 (78,6%) 15 (21,4%)
Total 18 (25,7%) 46 (65,7%) 6 (8,6%) 70 (100%)
Sumber: Data Primer 2016
Distribusi kecemasan berdasarkan karakteristik responden menunjukkan mayoritas responden berada pada tingkat kecemasan sedang, yakni 46 orang (65,7%), dengan mayoritas usia ≤ 17 tahun
sebanyak 27 orang (38,6%), perempuan 27 orang (38,6%), suku Jawa 43 orang (61,4%), IPA 46 orang (65,7%), responden yang tinggal dengan keluarga 38 orang (54,3%), kondisi fisik sehat 46 orang
(64)
2. Gambaran Skor Kecemasan Pada Tiap Kelompok Penelitian
Data penelitian pengaruh berwudhu terhadap kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional diperoleh berdasarkan jawaban responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kontrol disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.3.Skor Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Siswa SMA yang Menghadapi Ujian Nasional
Mean Median Std. Deviasi Min Max Intervensi Pre-test Post-test 48,69 34,74 46 34 7,78 6,95 38 23 64 50 Kontrol Pre-test Post-test 41,34 41,29 42 41 8,03 7,83 27 28 61 62 Sumber: Data Primer 2016
Hasil analisis data pada tabel 4.3. menunjukkan bahwa rerata skor kecemasan pada kelompok intervensi adalah 48,69 (SD 7,78) pada pre-test dan 34,74 (SD 6,95) pada post-test. Rerata skor kecemasan pada kelompok kontrol adalah 41,34 (SD 8,03) saat pre-test dan 41,29 (SD 7,83) saatpost-test.
3. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakanKolmogorov Smirnov untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol karena jumlah sampel lebih dari 50. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi (p) > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
(65)
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data
Variabel Z hitung/ Statistik P Keterangan
Pretest KI 0,127* 0,163 Normal
Posttest KI 0,110* 0,200 Normal
Pretest KK 0,112* 0,200 Normal
Posttest KK 0,121* 0,200 Normal
Sumber: Data Primer 2016*Uji Kolmogorov Smirnov n>50
Hasil uji normalitas menunjukkan nilai signifikansi variabel Pretest KI adalah 0,163 (p>0,05) dan variabel Posttest KI adalah 0,200 (p>0,05), sehingga dapat dinyatakan hasil pre-test dan post-test pada kelompok intervensi berdistribusi normal. Variabel Pretest KK dan Posttest KK memiliki nilai signifikansi 0,200 (p>0,05), yang berarti hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol juga berdistribusi normal. Setiap variabel pada penelitian ini terdistribusi normal, maka data dianalisa dengan statistik parametrik, yakni ujiT-test.
4. Tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional sebelum dan setelah berwudhu pada kelompok intervensi
Tabel 4.5. Hasil Uji Paired Sample T-test Tingkat Kecemasan Siswa SMA yang Menghadapi Ujian Nasional saat Pre-test dan Post-testpada Kelompok Intervensi
Sumber: Data Primer 2016
Hasil pengujian hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test pada kelompok intervensi menunjukkan nilai signifikasi 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan yang
Kelompok Intervensi
Mean Max Min Std. Deviation P.Value Pre-test Post-test 48,69 34,74 64 50 38 23 7,787 6,955 0,000
(66)
5. Tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional sebelum dan setelah berwudhu pada kelompok kontrol
Tabel 4.6. Hasil Uji Paired Sample t-Test Tingkat Kecemasan Siswa SMA yang Menghadapi Ujian Nasional saat Pre-test dan Post-testpada Kelompok Kontrol
Sumber: Data Primer 2016
Pada kelompok kontrol, nilai signifikansi pada hasil pengujian hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test adalah 0.948 (p>0,05) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antarapre-testdanpost-testpada kelompok kontrol.
6. Perbedaan tingkat kecemasan siswa sebelum berwudhu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 4.7.Hasil Uji Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswa SMA yangMenghadapi Ujian Nasional pada Pre-test Kelompok Intervensi dan Kontrol dengan UjiIndependent t-Test
Pre-test
Mean Max Min Std. Deviation P.Value Intervensi Kontrol 48,69 41,34 64 61 38 27 7,787 8,036 0,000 Sumber: Data Primer 2016
Hasil ujiIndependent T-Testuntuk membandingkan pre-testantara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan nilai signifikasi 0,000 (p<0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan padapre-testantara kelompok intervensi dan kontrol.
Kelompok Kontrol
Mean Max Min Std. Deviation P.Value Pre-test Post-test 41,34 41,29 61 62 27 28 8,036 7,835 0,948
(1)
5. Perbedaan Tingkat Kecemasan Setelah Berwudhu Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Hasil uji Independent t-Test tabel 4.7 menunjukkan ada perbedaan signifikan pada skor post-test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan rerata skor kecemasan pada kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh berwudhu terhadap tingkat kecemasan, yakni berupa penurunan kecemasan pada siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional.
Berwudhu merupakan salah satu rangkaian ibadah yang menunjukkan keimanan kita kepada Allah SWT. Keimanan akan memberikan kedamaian jiwa, ketenangan hati, ketentraman fikiran, dan kemuliaan (Salim, 2009). Musbikin (2008) mengatakan bahwa wudhu yang dijalankan dengan penuh kesungguhan, khusyu’, tepat, ikhlas dan kontinu dapat menumbuhkan positive thinking dan motivasi positif serta mengefektifkan koping sehingga menghindarkan stress.
Pernyataan ini didukung hasil penelitian Pangastuti (2014) yang membuktikan bahwa pola pikir positif mampu membuat responden mengelola perasaan untuk mengurangi kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional. Selain itu, wudhu mengingatkan psikis manusia agar berzikir kepada Tuhannya. Studi literatur Spiritual Intervention and Outcomes: Corner stone of Holistic Nursing Practice yang dilakukan Mardiyono, et al. (2011) sejak tahun 1994 hingga 2010 menemukan bahwa kegiatan spiritual, salah satunya yakni mengingat Allah (dzikr) dapat meningkatkan perasaan bahagia dan kesehatan fisik, serta menurunkan ansietas dan depresi. Hal ini juga telah disebutkan dalam QS. Ar-Ra’du ayat 28, yang artinya:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan berdzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’du: 28).
Terdapat tiga komponen yang dapat menurunkan kecemasan ketika seseorang berwudhu, yakni air, suhu, dan massage. Air bersifat
(2)
membersihkan, menyejukkan, dan syifa’ (terapis) (Hasanuddin, 2007). Berwudhu juga memberikan manfaat yang sama seperti pada terapi mandi air dingin. Hal ini dikarenakan membasuh anggota wudhu seakan-akan sudah membasuh seluruh tubuh (Sagiran, 2012). Jurnal terkait hidroterapi dengan judul A Study of Hydrotherapy and Its Health Benefits oleh Bahadorfar (2014) menyatakan bahwa mandi air dingin/cold water hydrotherapy dapat mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi) yang menyebabkan darah segera kembali ke sirkulasi pusat, sehingga tubuh menjadi segar. Tubuh yang segar dapat mengurangi ketegangan jiwa, stress, khawatir, cemas, dan penyakit jiwa lainnya. Mandi juga mengurangi ketegangan otot serta urat syaraf dan memberikan kejernihan dalam pikiran. Pernyataan ini dibuktikan Muslimah (2014) dalam penelitiannya tentang terapi mandi terhadap pecandu narkotika. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terapi mandi efektif meningkatkan kesehatan mental dan fisik pecandu sehingga mencegah kembali menggunakan narkotika.
Komponen terakhir yakni massage. Membasuh anggota wudhu dengan memberi sedikit tekanan pada kulit dan menyela-nyelai jemari memberikan efek massage yang merupakan salah satu teknik relaksasi. Teknik relaksasi dapat membuat tubuh menjadi relaks, dan saat tubuh dalam kondisi relaks maka yang bekerja adalah sistem parasimpatik. Saraf simpatik melepaskan epinefrin sehingga napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat, sedangkan sistem saraf parasimpatik menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatik dan menaikkan semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatik sehingga dapat menekan rasa tegang dan cemas (Potter & Perry, 2010). Hal ini didukung penelitian Wandi (2013) yang menunjukkan penurunan kecemasan siswa kelas 3 SMP menjelang ujian nasional setelah intervensi latihan relaksasi selama enam hari. Selain merilekskan tubuh, efek massage juga dapat mendorong tubuh melepaskan endorfin yang
(3)
menghasilkan perasaan nyaman (Potter & Perry, 2010).
Siswa kelas XII SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang menjadi responden penelitian melakukan terapi wudhu selama tujuh hari berturut-turut. Selama tujuh hari tersebut siswa berwudhu ketika mereka akan belajar, latihan soal, atau saat lainnya di luar shalat yang dipantau melalui lembar checklist yang diberikan oleh peneliti. Berdasarkan lembar checklist, dapat terlihat bahwa rata-rata responden melakukan terapi wudhu sebanyak tiga kali dalam sehari, yakni saat sebelum belajar, sebelum ulangan, sebelum try out atau di waktu lainnya yang menimbulkan kecemasan. Lembar checklist juga menunjukkan bahwa responden berwudhu sesuai dengan yang diharapkan, yakni dengan niat ikhlas, khusyuk, dan dilakukan dengan sedikit menggosok atau memijat anggota wudhu. Terapi wudhu yang dilakukan secara tepat dan benar dapat memberikan efek yang baik bagi kesehatan fisik dan psikis, salah satunya yakni menurunkan kecemasan.
KESIMPULAN
1. Karakteristik responden penelitian merupakan siswa jurusan IPA dan sebagian besar berada pada usia≤ 17 tahun, perempuan, Jawa, tinggal dengan keluarga, kondisi sehat, dan tingkat spiritual baik. 2. Kecemasan kelompok intervensi
menunjukkan penurunan dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
3. Kecemasan pada kelompok kontrol tidak menurun signifikan dengan nilai p= 0,948 (p>0,05). 4. Tingkat kecemasan siswa SMA
yang menghadapi Ujian Nasional sebelum berwudhu (pre-test) antara kelompok intervensi dan kontrol adalah tidak setara dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
5. Tingkat kecemasan siswa SMA yang menghadapi Ujian Nasional setelah berwudhu antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda secara signifikan dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
SARAN
1. Bagi ilmu pengetahuan, dapat menjadi tambahan informasi ilmiah mengenai terapi non farmakologis untuk mengatasi kecemasan.
(4)
2. Bagi masyarakat, terapi berwudhu dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi rasa cemas atau sebagai tindakan preventif (pencegahan) dari kecemasan.
3. Bagi institusi pendidikan, dapat menjadi dasar penerapan kebijakan penggunaan terapi wudhu dalam mengurangi kecemasan siswa, guru, dan semua warga sekolah.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan responden penelitian tidak hanya berasal dari satu jurusan dan intervensi berwudhu diawasi secara langsung oleh peneliti. Selain itu, dapat dilakukan penelitian lain yang membahas pengaruh wudhu namun dengan responden dan keadaan berbeda, misal pada lansia atau ibu melahirkan.
REFERENSI
Agustiar, W., & Asmi, Y. (2011). Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional dan Motivasi Belajar Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri “X”Jakarta Selatan. Jurnal Psikologi,8(1), 9-15.
Ahmed, Wondimu., Minnaert, Alexander., Werf, Gretje van der., et al. (2010). Percieved
Social Support and Early Adolescents’ Achievement: The Mediational Roles of Motivational Beliefs and Emotions. Journal Youth Adolescence, 39, 36- 46. Angelos, Peter. (2007). Ethical
Issues In Cancer Patient Care: Addressing The Spiritual Needs Of Patients. USA: Springer. [Versi Elektronik]
Az-Zahrani, M. (2005). Konseling Terapi. Depok: Gema Insani [Versi elektronik]
Bahadorfar, Mozhdeh. (2014). A Study of Hydrotherapy and Its Health Benefits. International Journal of Research (IJR), 1 (8), 294-305.
Centers for Disease Control and Prevention. (2013).Burden of
Mental Illness✛
http://www.cdc.gov/mentalh alth/basics/burden.htm
Hasanuddin, O. (2007). Mukjizat Berwudhu. Jakarta: Qultum Media
Hawari, Dadang. (2011).Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI. Hurlock, EB. (2009). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
Mardiyono., Songwathana, P., & Petpichetchian. (2011). Spirituality Intervention and Outcomes: Corner stone of Holistic Nursing Practice.
(5)
Journal of Nursing, 1 (1), 117-127.
Matheer, Mukhsin. (2015). Kedahsyatan Manfaat Air Wudhu Berdasarkan Al-Quran Dan As- Sunnah. Jakarta: PT. Serambi Semesta Distribusi.
Musbikin, Imam. (2008). Wudhu Sebagai Terapi. Yogyakarta: Nusa Media.
Muslimah. (2014). Terapi Mandi Terhadap Pecandu Narkotika di Pondok Pesantren Al Qodir Cangkringan Sleman Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. (2007).
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Pangastuti, Maya. (2014). Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Atas. Jurnal Psikologi Integratif, 29(1), 42-52. Potter & Perry. (2010). Fundamental
Keperawatan Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. Ramadhan, A.A., & Rachman, M.E.
(2015). Analisis Pengaruh Berwudhu Terhadap Perubahan Tekanan Darah Sesaat. As-Syifaa Jurnal Farmasi,7(2), 121-129. Rodiyah, M.I. (2012). Pengaruh
Musik Klasik Terhadap Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional. Karya Tulis Ilmiah strata
satu, IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Sadiah, A. (2014). Tingkat Kecemasan Suami Terhadap
Gangguan Morning
Sickness Ibu Hamil Primigravida Trimester 1 di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur. Karya Tulis Ilmiah strata satu, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Salim, A.A. (2009). Merasakan Manisnya Iman. Solo: Albayan.
Sagiran. (2012). Mukjizat Gerakan Shalat. Jakarta: Qultum Media
Stan, Amelia E. (2013). Psychologycal Effects Of Acuatic Activity In Hydrotherapy Programs. Volume V Nomor 2, 205 209.
Stuart, GW & Laraia, MT. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 8th Edition. St Louis: Elsevier Townsend, S.M. (2009). Essentials
of Psychiatric Mental Health Nursing. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Untari, Ida., & Rohmawati. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Usia Pertengahan dalam Menghadapi Proses Menua.Jurnal Keperawatan
AKPER 17
Karanganyar, 1 (2), 83-90. Utomo, Iqbal Maulana. (2015).
Pengaruh Wudhu Terhadap Kecemasan Saat Menghadapi Ujian Praktikum Pada Mahasiswi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
(6)
Videbeck, Sheila L. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Wandi. (2013). Efektifitas Latihan Relaksasi Terhadap Tingkat Kecemasan Siswa Kelas 3 SMP Menjelang Ujian Nasional. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.