PERAN DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG PADA BIDANG KONSULTASI dan BANTUAN HUKUM SEBAGAI PELAKSANA PEMBERI BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA

(1)

\

PERAN DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG PADA BIDANG KONSULTASI dan BANTUAN HUKUM SEBAGAI

PELAKSANA PEMBERI BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA

OLEH

Muhammad Amri Ardaputra Siregar

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

Muhammad Amri Ardaputra Siregar

ABSTRAK

PERAN DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG PADA BIDANG KONSULTASI dan BANTUAN HUKUM SEBAGAI

PELAKSANA PEMBERI BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA

Oleh

Muhammad Amri Ardaputra Siregar

Bantuan hukum merupakan pelayanan jasa hukum dari seseorang pemberi bantuan dalam rangka menjalankan profesinya kepada pencari keadilan (justisiabel), menyelesaikan sengketa hukum untuk mempertahankan hak melalui litigasi. Berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 menjelaskan yang memberikan bantuan hukum adalah pemberi bantuan hukum. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian sebagai tersebut: (1) Bagaimanakah peran dosen fakultas hukum pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana dan (2) Faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dosen Fakultas Hukum pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum dalam memebrikan bantuan hukum.

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan data primer, yaitu melakukan wawancara dengan narasumber terkait bahasan skripsi dan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan menelusuri literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah skripsi ini. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian.

Klasifikasi peranan dosen sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum ada 3, yaitu (a) peranan yang seharusnya, (b) Peranan ideal dan, (c) peranan yang sebenarnya dilakukan. Faktor penghambat dosen dalam memberikan bantuan hukum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Faktor aparat penegak, (b) faktor sarana dan fasilitas, (c) faktor masyarakat, dan (d) faktor kebudayaan.


(3)

Muhammad Amri Ardaputra Siregar

Saran yang diberikan penulis yaitu sebagai berikut: (1) Perlu adanya komunikasi antara Lembaga Bantuan Hukum, penegak hukum, serta Lembaga Peradilan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi tentang adanya Lembaga Bantuan hukum. (2) Perlunya Lembaga Bantuan Hukum Kampus menyosialisasikan kepada masyarakat secara luas tentang Lembaga Bantuan Hukum kampus yang dapat memberikan bantuan hukum dan konsultasi hukum secara prodeo.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 9

[ II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan ... 11

B. Tinjauan Umum Tentang Dosen ... 13

1. Pengertian Dosen ... 13

2. Hak dan Kewajiban Dosen ... 15

3. Perlindungan Dosen ... 16

C. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum ... 16

D. Tinjauan Umum Tentang Bantuan Hukum ... 19

1. Pengertian Bantuan Hukum ... 19

2. Jenis Bantuan Hukum ... 27

3. Hak Imunitas Pemberi Bantuan Hukum... 30

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum... 31

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Penentuan Narasumber ... 35

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36


(7)

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Narasumber ... 38 B. Peran Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Bidang Konsultasi

dan Bantuan Hukum Sebagai Pelaksana Pemberi Bantuan Hukum Dalam Perkara Pidana ... 39 C. Faktor-faktor Penghambat Dosen Bidang Konsutasi dan Bantuan Hukum

Fakultas Hukum sebagai Pelaksana Pemberi Bantuan

Hukum... ... 48

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 53 B. Saran.. ... 55

DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara hukum mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan negara terhadap hak secara tersirat di dalam kedudukan dihadapan hukum bagi semua orang. Persaman di depan hukum harus diimbangi dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan:

“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.

Berdasarkan undang-undang di atas, negara mengakui hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan politik dari fakir miskin. Pasal tersebut mengimplikasikan bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin merupakan tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional.

Hak atas bantuan hukum merupakan bagian dari peradilan yang adil dalam prinsip negara hukum. Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 3 Undang-Undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 menyebutkan mewujudkan


(9)

2 hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.

Bantuan hukum merupakan pelayanan jasa hukum dari seseorang pemberi bantuan dalam rangka menjalankan profesinya kepada pencari keadilan (justisiabel), menyelesaikan sengketa hukum untuk mempertahankan hak melalui litigasi.

Bantuan hukum yang dijalankan oleh pemberi hukum di Indonesia pada umumnya terdiri dari advokat, pengacara praktik, serta pemberi bantuan insidental, yaitu mereka yang menjalankan bantuan hukum tertentu dan hubungan hukum tertentu antara pencari keadilan dengan pemberi bantuan hukum, misalnya hubungan keluarga, dinas, atau militer.

Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 mengatur tentang pemberian bantuan hukum yang terdapat pada Pasal 1 yang menyebutkan:

“Bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, pengertian advokat pada Pasal 1 angka 1 adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut. Pada Pasal 1 angka 2 yang menyataakan jasa hukum yang diberikan advokat kepada masyarakat berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.


(10)

3 Berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 menjelaskan yang memberikan bantuan hukum adalah pemberi bantuan hukum. Pemberi bantuan hukum dalam menjalankan perkara kliennya dapat bertindak sebagai kuasa hukum, wakil, atau mendampingi kliennya terutama dalam perkara pidana. Para pemberi bantuan hukum dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu dan menurut hukum memenuhi segala persyaratan, perdamaian, dan pembelaan. Tindakan-tindakan hukum para pemberi bantuan hukum dalam rangka menjalankan kepentingan kliennya mempertahankan hak dapat berupa tindakan dan bertindak sebagai penasehat hukum (Legal Adviser), konsultasi hukum (Legal Consultation), memberikan pendapat hukum (Legal Opinion), melakukan audit hukum (Legal Audit), merumuskan kontrak-kontrak bisnis (Legal Drafting), serta mewakili sebagai kuasa hukum (Legal Representation). Keberadaan para pemberi bantuan hukum dalam menjalankan profesinya ini dijamin undang-undang1.

Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma baik di luar maupun di dalam

pengadilan secara pidana, perdata, dan tata usaha negara dari seseorang yang mengerti seluk beluk pembelaan hukum asas-asas dan kaidah hukum serta hak

asasi manusia2.

Undang-Undang Bantuan Hukum menyatakan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima

1

J. Pajar Widodo. Litigasi dan Bantuan Hukum. U niversitas Lampung. Bandar Lampung: 2004, hlm 7.

2

Frans Hendra Winarta. Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Maunsia Bukan Belas Kasihan. Jakarta. Elex Media Komputindo: 2000, hlm 23.


(11)

4 bantuan hukum. Penerima bantuan hukum merupakan orang atau kelompok orang miskin.

Bantuan yang dimaksud dalam program bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu terdapat dalam Undang-Undang Bantuan Hukum pada Pasal 4 yang menyebutkan:

(1) Bantuan Hukum yang diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum.

(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.

(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud ada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, melindungi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-II/2004 yang menyatakan pasal 31 Undang-Undang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka secara hukum dosen melalui lembaga bantuan hukum kampus pun boleh memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-II/2004 maka pemberian bantuan hukum yang terdapat di kampus khususnya di Fakultas Hukum Universitas Lampung pun dapat berperan sebagai pemberi bantuan hukum.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik memberikan judul pada skripsi yang berjudul “Peran Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Sebagai Pelaksana Pemberi Bantuan Hukum Pada Perkara Pidana.


(12)

5 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran dosen Fakultas hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum?

2. Apakah faktor penghambat peran Dosen Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana?

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka tujuan dari penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui peran dosen fakultas hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana.

b. Untuk mengetahui faktor apa sajakah yang menjadi penghambat peran Dosen Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Unila sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui peran Dosen Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung Sebagai Pemberi Pelaksana Bantuan Hukum.


(13)

6 a. Secara Teoritis:

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan bagi bagi penegak aparat hukum, pemerintah, dan masyarakat khususnya dalam peran dosen memberikan bantuan hukum.

b. Secara Praktis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan benar dan juga diharapkan bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dalam masalah yang ditulis dalam skripsi ini.

b. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca mengenai peran dosen sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti3.

Teori Peran

Teori peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa. Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto, peran terbagi menjadi4:

3 Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta. Bumi

aksara: 1983, hlm 25.

4


(14)

7 a. Peranan yang seharusnya (expected role)

Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku pada kehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal (Ideal Role)

Peranan Ideal adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

c. Peranan yang sebenarnya dilakukan (Actual Role)

Peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau di masyarakat sosial yang terjadi secara nyata.

Selanjutnya Soerjono Soekanto membagi lagi peran menjadi: a. Peranan Normatif

Peranan normatif adalah peranan yang dilakukan oleh seorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal

Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorag atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.


(15)

8 c. Peranan Faktual

Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.

Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum

Soerjono Soekanto mengatakan terdapat 5 (lima) faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum. Adapun faktor-faktor tersebut adalah5:

a. Kaidah hukum itu sendiri.

b. Aparat yang menegakan hukum.

c. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan kaidah hukum.

d. Masyarakat pada lingkungan di mana hukum berlaku atau diterapkan. e. Budaya dalam peranan tersebut.

2. Konseptual

Konseptual adalah pengertian dasar yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti, antara lain memuat batasan-batasan dari istilah-istilah dan pembahasan yang akan diungkapan dalam penulisan.

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan di teliti6.

5

Soerjono Soekanto. Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung. Alumni: 1983, hal 34. 6


(16)

9 Adapun batasan-batasan tersebut adalah :

a. Peranan

Peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran7.

b. Dosen

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

c. Bantuan Hukum

Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang khusus diberikan kepada masyarakat miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma di bidang hukum. d. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dengan adanya ancaman sanksi tertentu.

E. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang sistematis untuk membahas permasalahan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui keseluruhan isi dari penulisan skripsi ini, maka dibuat suatu susunan sistematika secara garis besar sebagai berikut:

7


(17)

10

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, permasalahan, dan ruang lingkup. Selain itu didalam bab ini memuat tujuan, kegunaan penelitian, kerangka teoritis, dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan tentang pengertian-pengertian umum dari peran dosen fakultas hukum sebagai pemberi bantuan hukum.

III. METODE PENELITIAN

Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang pendekatan masalah, sumber, jenis data, prosedur pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada yaitu tentang peran dosen fakultas hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum serta faktor-faktor yang dihadapi dalam memberikan bantuan hukum.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis yang ditulis didalam skripsi.


(18)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Peranan

Penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan di mana kedudukan itu sendiri merupakan wadah yang berisi hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Hak sebenarnya merupakan wewenang sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.

Soerjono Soekanto membagi peran menjadi:

a. Peranan Yang Seharusnya (expected role)

Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku pada kehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal (Ideal Role)

Peranan Ideal adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.


(19)

12 c. Peranan Yang Sebenarnya Dilakukan (Actual Role).

Peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau di masyarakat sosial yang terjadi secara nyata.

Soerjono Soekanto juga menjelaskan unsur-unsur peranan di atas, yaitu:

“Peranan yang ideal dan yang seharusnya datang dari pihak-pihak lain, sedangkan peranan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan berasal dari diri pribadi”

Peranan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan1.

Analisis terhadap perilaku peranan dapat diuraikan melalui 3 pendekatan :

1. Ketentuan peranan, yaitu pernyataan formal dan terbuka tentang prilaku yang harus ditampilkan sesorang dalam membawa peranannya.

2. Gambaran peranan, yaitu suatu gambaran tentang prilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan peranannya.

3. Harapan peranan, yaitu harapan orang–orang terhadap prilaku yang ditampilkan seseorang dalam menjalankannya.

Peran adalah salah satu struktur sosial yang merupakan aspek dari posisi seseorang dengan ciri–ciri yaitu: adanya sumber daya pribadi dan seperangkat aktivitas prbadi yang akan dinilai secara normatif oleh manusia2.

1

TimPenyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990, hlm 667.

2


(20)

13 Peran itu mencakup 3 (tiga) hal , yaitu :

1. Peran juga meliputi norma–norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peran merupakan suatu konsep perilaku apa yang dapat dikatakan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat3.

B. Tinjauan Umum Tentang Dosen I. Pengertian Dosen

Dosen merupakan pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

3


(21)

14 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Dosen harus memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian, minimum :

1. Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana. 2. Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

3. Sertifikasi dosen.

Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional, diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.


(22)

15 3. Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi terakreditasi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Untuk memperoleh sertifikasi pendidik, maka dosen tersebut harus melalui uji kompetensi yang dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yaitu merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan portofolio dosen. Penilaian portofolio dosen dilakukan untuk menentukan pengakuan atas kemampuan profesional dosen, dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik dan unjuk kerja tridharma perguruan tinggi, persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa, dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian dan Pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang bersangkutan dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma perguruan tinggi.

2. Hak dan Kewajiban Dosen

Dosen mempunyai dalam menjalankan pekerjaannya, yaitu:

1. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

2. Mendapatkan promosi dan penghargaan.

3. memperoleh perlindungan dalam pelaksanaan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.

4. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.


(23)

16 Dosen mempunyai kewajiban dalam menjalankan pekerjaannya, yaitu:

1. Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 2. Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan

mengevaluasi pembelajaran.

3. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika

5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

3. Perlindungan Dosen

Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugasnya meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.

C. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum

Bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak tahun 1500-an bersamaan dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.


(24)

17 Praktek bantuan hukum terlihat adanya praktek gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat di mana dalam masalah-masalah tertentu masyarakat meminta bantuan kepada kepala adat untuk menyelesaikan masalah tertentu.

Bantuan hukum sudah diatur dalam pasal 250 HIR. Pasal 250 HIR mengatur tentang bantuan hukum bagi terdakwa dalam perkara-perkara tertentu yaitu perkara yang diancam dengan hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup walaupun dalam pasal ini prakteknya lebih mengutamakan bangsa Belanda daripada bangsa Indonesia dan bagi ahli hukum yang ditunjuk wajib memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma.

Undang-Undang HIR berlaku terbatas namun bisa ditafsirkan sebagai awal mula pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif Indonesia. HIR masih tetap berlaku selama belum adanya undang-undang yang mengatur entang hukum acara. Tahun 1970 lahirlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang di dalam Pasal 35, 36, dan 37 mengatur tentang bantuan hukum.

Secara institusional, lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk konsultasi hukum pernah didirikan di Rechtshoge School Jakarta pada tahun 1940 oleh Prof. Zeylemaker. Biro ini didirikan dengan maksud untuk memberikan nasehat hukum kepada rakyat tidak mampu dan juga untuk memajukan kegiatan klinik hukum.

Tahun 1953 didirikan semacam Biro Konsultasi Hukum pada sebuah perguruan Tionghoa Sim Ming Hui atau Tjandra naya. Biro Konsultasi Hukum ini didirikan oleh Prof. Ting Swan Tiong. Tahun 1962 Prof. Ting Swan Tiong mengusulan


(25)

18 kepada Fakultas Hukum Universitas Indonesia agar di Fakultas Hukum didirikan Biro Konsultasi Hukum. Usulan ini disambut baik dan didirikan Biro Konsultasi Hukum di Universitas Indonesia. Pada tahun 1968 diubah namanya menjadi Lembaga Konsultasi Hukum lalu pada tahun 1974 diubah menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum.

Bantuan hukum di Indonesia tidak lepas dari peranan dua tokoh penting yaitu S. Tasrif, S.H. dan Adnan Buyung Nasution, S.H. S. Tasrif dalam sebuah artikel yang ditulisnya di Harian Pelopor Baru tanggal 16 Juli 1968 menjelaskan bahwa bantuan hukum bagi si miskin merupakan satu aspek cita-cita dari rule of the law. Kemudian untuk mewujudkan idenya tersebut, S. Tasrif mohon kepada Ketua Pengadilan Jakarta untuk diberikan satu ruangan yang dapat digunakan untuk para advokat secara bergiliran untuk memberikan bantuan hukum.

Adnan Buyung Nasution, S.H. pada Kongres Peradin III tahun 1969 mengajukan ide tentang perlunya pembentukan Lembaga Bantuan Hukum yang dalam Kongres tersebut akhirnya mengesahkan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia. Berdirinya Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta yang diikuti berdirinya Lembaga Bantuan Hukum lainnya di seluruh Indonesia seperti; politik, buruh, dan perguruan tinggi.

Adanya Lembaga Bantuan Hukum di seluruh Indonesia maka muncul Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir dan merupakan naungan bagi seluruh Lembaga Bantuan Hukum. YLBHI menyusun garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah


(26)

19 satu koordinasi sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan bantuan hukum dapat dikembangkan secara nasional dan lebih terarah di bawah satu koordinasi.

D. Tinjauan Umum Bantuan Hukum 1. Pengertian Bantuan Hukum

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Bantuan Hukum menyatakan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Bantuan hukum yaitu bantuan yang diberikan oleh ahli hukum kepada mereka yang memerlukan perwujudan atau realisasi dari hak-haknya serta memperoleh jaminan atau pelindungan hukum4.

Bantuan hukum dalam konteks pengertian litigasi dan bantuan hukum yaitu pelayanan jasa hukum dari seseorang pemberi bantuan dalam rangka menjalankan profesinya kepada pencari keadilan (justisiabel), menyelesaikan sengketa hukum dalam rangka mempertahankan hak melalui litigasi.

Abdurahman memberikan 3 hal pokok dari bantuan hukum, yaitu:

1. Merupakan suatu hak pencari keadilan untuk mendapatkan pelayanan jasa hukum atau bantuan hukum dalam angka menyelesaikan sengketa hukum melalu pengadilan dari seorang advokat. Pelayanan hukum tersebut dibeikan dengan imbalan pembayaran yang disebut honorarium, tetapi ada kalanya juga bisa cuma-cuma.

4


(27)

20 2. Bantuan hukum dijalankan berdasarkan profesi hukum, yaitu profesi pelayanan jasa hukum oleh orang-orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman berdasarkan pendidikan dan latihan tertentu.

3. Merupakan profesi pelayanan bantuan hukum kepada para pencari keadilan dalam rangka menyelesaikan sengketa hukum di pengadilan. Jasa pelayanan hukum hukum tersebut dapat berupa bertindak sebagai kuasa hukum atau wakil di pengadilan, konseling dan advis hukum, memperjuangkan hak-hak, menjelaskan kewajiban sebagi warga negara5.

Bantuan hukum bukanlah semata-mata pro bono publico work, tetapi merupakan suatu kewajiban advokat (duty or obligation). Orang miskin berhak memperoleh pembelaan dari advokat atau pembela umum yang bekerja untuk organisasi bantuan hukum sebagai pengakuan hak individu (individual right), prinsip persamaan di depan hukum (equality befor the law) dijamin dalam sistem hukum Indonesia.

Persamaan ini tidak mengenal pengecualian, setiap orang harus dapat dituntut di muka hukum, diinterogasi, diselidiki, disidik, didakwa, dituntut, ditahan, dihukum, dipenjara, dan segala perlakuan hukum yang dibenarkan secara hukum. Semua itu demi tercapainya keadilan (justice).

Pembelaan advokat atau lembaga yang memberikan bantuan hukum diperlukan untuk memastikan hak dan kebebasan individu dihormati dan diakui para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, khususnya bagi orang miskin.

5


(28)

21 Pemberian bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu sebagai suatu cara untuk memperbaiki ketidakseimbangan sosial. Seseorang yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan hukum harus menunjukkan kemiskinannya, misalkan dengan memperlihatkan suatu pernyataan dari lurah yang disahkan camat. Mengenai penghasilannya yang rendah atau orang tersebut sama sekali tak berpenghasilan dan keterangan-keterangan lain yang berhubungan dengan kemiskinan. Untuk menjelaskan suatu definisi terhadap suatu arti dari ketidakmampuan adalah sukar sekali meskipun cara-cara untuk menyelidiki ketidakmampuan ini tampaknya mudah, tetapi pembuktiannya adalah sangat sulit, tetapi dalam keadaan tertentu seperti lembaga bantuan hukum yang didirikan berdasarkan undang-undang dan dibiayai oleh masyarakat, misalnya di Singapura dengan jelas dapat ditentukan persyaratan yang didasarkan pada pengertian batas maksimum penghasilan yang dapat disisihkan sehingga dengan mudah dapat menetapkan batasan-batasan ketidakmampuan dengan ukuran ekonomis6.

Hak mendapatkan bantuan hukum merupakan hak kostitusional bagi masyarakat di negara ini tanpa terkecuali juga masyarakat miskin. Ketentuan Pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk dibela Advokat (access to legal counsel) merupakan hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia pada bidang hukum. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pasal ini juga berarti

6

Mochtar Kusumaatmadja. Bantuan Hukum di Indonesia, Terutama dalam Hubungannya dengan Pendidikan Hukum, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi. Fakultas hukum: 1975, hlm 7.


(29)

22 negara bertanggung jawab memberikan jaminan hak ekonomi, sosial, politik, dan budaya serta hukum bagi fakir miskin, termasuk didalamnya hak atas bantuan hukum. Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Advokat, yang dimaksud dengan Pemberi Bantuan Hukum adalah Advokat. Berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Bantuan Hukum menyatakan:

“Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini”.

Pemberi Bantuan Hukum dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Undang-Undang Bantuan Hukum secara eksplisit menyeatakan Hak-Hak dan Kewajiban dari Pemberi Bantuan Hukum. Ketentuan mengenai kewajiban Pemberi Bantuan Hukum terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan:

(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. berbadan hukum


(30)

23 c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap

d. memiliki pengurus

e. memiliki program Bantuan Hukum.

Pasal 9 Undang-Undang Bantuan Hukum menyatakan pemberi bantuan hukum berhak:

a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum

b. melakukan pelayanan bantuan hukum

c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum

d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini

e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara

g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum.

Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:

a. melaporkan kepada menteri tentang program bantuan hukum

b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini

c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a

d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari penerima bantuan bukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani kecuali ditentukan lain oleh undang-undang

e. memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Bantuan Hukum yang menyatakan bahwa:

“Pemberi bantuan bukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar


(31)

24 sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik”.

Berdasarkan Pasal 56 sampai Pasal 57 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

Pasal 56

(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. (2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Pasal 57

(1) Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.

Undang-Undang Bantuan Hukum mengatur syarat dan tata cara memberikan bantuan hukum sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara

c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Pasal 15

(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.


(32)

25 (3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.

(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Bantuan Hukum mengatur masalah pendanan Bantuan Hukum, yaitu pada Pasal 16 sampai Pasal 19 yang menyatakan:

Pasal 16

(1) Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber pendanaan Bantuan Hukum dapat berasal dari:

a. hibah atau sumbangan; dan/atau

b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 17

(1) Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.

Paralegal merupakan seorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang penasehat hukum (profesional) dan ia bekerja di bawah bimbingan seorang advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.


(33)

26 Orang yang dapat menjadi paralegal yaitu pemuka masyarakat, dosen, pemuda desa, para pekerja sosial, utusan-utusan kelompok-kelompok masyarakat yang dirugikan seperti kelompok masyarakat adat, pemimpin serikat buruh, guru, misionaris, mahasiswa, para sukarelawan mahasiswa yang bekerja untuk masyarakat, pekerja pengembangan masyarakat, dan para aktivis organisasi-organisasi politikus kepentingan hukum penerima bantuan.

Bantuan hukum yang diberikan oleh dosen merupakan pengamalan dari Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu:

1. Pendidikan dan Pengajaran 2. Penelitian dan Pengembangan 3. Pengabdian pada Masyarakat

Pengabdian pada masyarakat ditunjukan dengan cara memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu membayar advokat. Dosen memberikan bantuan hukum kepada masyarakat tunduk dengan Undang-Undang Bantuan Hukum, Undang-Undang Advokat. Dosen dalam memberikan bantuan hukum harus mendapat surat tugas dan mengatas namakan lembaga bantuan hukum.

2. Jenis Bantuan Hukum

Berdasarkan uraian di atas dapat di ketahui bahwa ada 3 jenis bantuan hukum, yaitu:


(34)

27 1. Legai Aid

Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, pengertian bantuan hukum lebih mengarah kepada legal aid. Ini bisa dilihat dari definisi yang diberikan oleh undang undang tersebut, yaitu bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan bantuan hukum kepada orang miskin.

2. Legal assitance

Legal Assistance adalah bermakna pemberian jasa hukum dengan skala yang lebih luas tanpa membedakan apakah klien pengguna jasa hukum tersebut mampu atau tidak.

3. Legal Service

Legal service merupakan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang operasionalnya bertujuan:

a. menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

b. pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan


(35)

28 hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

c. legal service lebih cenderung menyelesaikan setiap persengketaan melalui cara perdamaian7.

Clarence J. Dias mengartikan legal service sebagai langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum di dalam kenyataannya tidak akan menjadi diskriminatif sebagai akibat adanya perbedaan penghasilan, kekayaan, dan sumber-sumber lainnya yang dikuasai individu-individu di dalam masyarakat8.

Menurut Dias, Pelayanan hukum mencakup berbagai macam kegiatan, yang meliputi:

1. Pemberian bantuan hukum.

2. Pemberian banntuan untuk menekan tuntutan agar suatu hak yang diakui oleh hukum, tapi selama ini tidak pernah di implementasikan tetap di hormati. 3. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran agar kebijaksanaaan hukum yang

menyangkut kepentingan orang miskin dapat diiplementasikan secara lebih positif dan simpatis.

4. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran serta kelayakan prosedur di pengadilan dan di aparat-aparat lain yang menyelesaikan sengketa melalui usaha perdamaian.

7

M. Yahya Harahap, Pembahsan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta.Sinar Grafika. Edisi II: 200, hlm 333

8

Bambang Sunggono dan Aries Harianto. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung Mandar Maju: 2009, hlm 10.


(36)

29 5. Usaha-usaha untuk memuadahkan pertumbuhan dan perkembangan hak-hak di

bidang yang belum dilaksanakan atau diatur dalam hukum secara tegas.

6. Pemberian bantuan-bantuan yang diperlukan untuk menciptakan hubungan kontraktual badan-badan hukum atau ormas-ormas yang sengaja dirancang. untuk memaksimalkan kesempatan dan kemanfaatan yang telah diberikan oleh hukum9.

Schyut, Groenendijk, dan Slot membedakan bantuan hukum ke dalam lima jenis, yaitu:

1. Bantuan hukum preventif yang merupakan penerangan hukum dan penyuluhan hukum kepada warga masyarakat luas.

2. Bantuan hukum diagnostik yaitu pemberian nasehat hukum yang lzim disebut dengan konsultasi hukum.

3. Bantuan hukum pengendalian konflik yang merupakan bantuan hukum konkrit secara aktif. Bantuan hukum ini dinamakan bantuan hukum bagi warga masyarakat yang kurang mampu secara sosial ekonomis.

4. Bantuan hukum pembentukan hukum yang intinya adalah memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar.

5. Bantuan hukum pembaruan hukum yang mencakup usaha-usaha untuk mengadakan pembaruan hukum melalui hakim atau pembentuk undang-undang dalam arti materiil10.

9

Ibid halaman 4.

10 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis. Jakarta.Ghalia


(37)

30 3. Hak Imunitas Pemberi Bantuan Hukum

Pemberi Bantuan Hukum menjalankan tugasnya membela kepentingan kliennya dalam proses pengadilan maka perlu hak imunitas. Hak Imunitas merupakan hak pemberi bantuan hukum untuk dapat leluasa mengadakan pembelaan di pengadilan, pernyataan untuk mengungkapkan fakta dan kebenaran di muka sidang pengadilan secara lisan maupun tertulis yang dapat menyinggung kepentingan dan hak orang lain, dibebaskan dari segala jerat hukum pidana serta hukum perdata, sepanjang di sampaikan dengan cara dan kata-kata yang pantas.

Hak imunitas bagi pemberi bantuan hukum merupakan hal penting karena hak imunitas merupakan hak menunjuk siapa dalam mengungkapkan peristiwa pidana secara lengkap. Pengurangan kebebasan atau bahkan pengekangan kebebasan bagi pemberi bantuan hukum. Pengurangan dan pengekangan kebebasan oleh hakim terhadap pemberi bantuan hukum dapat berpotensi pada peradilan sesat, karena pembelokan peristiwa, bukti, dan hukum.

Penegak hukum dan masyarakat mempunyai persepsi bahwa fungsi pemberi bantuan hukum atau penasehat hukum dalam proses pemeriksaan perkara bertindak sebagai pembela tersangka atau terdakwa. Membela terdakwa sama saja membela yang salah namun membela orang bersalah merupakan pengingkaran moralitas masyarakat. Pembelaan harus ditempatkan secara profesional, artinya pembelaan haruslah ditempatkan sebagai upaya menurut hukum sehingga prosedur hukum tetap berlaku.


(38)

31 E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto yang menyatakan dalam bukunya bahwa:

“Gangguan terhadap lembaga penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup”.

Atas dasar yang telah di jelaskan oleh Soerjono Soekanto di atas, maka berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor Undang-Undang.

Undang-undang merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah. Terdapat beberapa asas-asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.

2. Faktor Penegak Hukum.

Negara hukum yang hanya dikonstruksikan sebagai bangunan hukum perlu dijadikan lebih lengkap dan utuh. Hukum hanyalah merupakan sebuah teks jika tidak ada lembaga yang menegakkannya.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakan Hukum.

Sarana dan fasilitas merupakan penunjang dalam melakukan aktifitas.

4. Faktor Masyarakat.

Upaya pembangunan tatanan hukum paling tidak didasarkan atas tiga alasan, pertama sebagai pelayan bagi masyarakat. Kedua, sebagai alat pendorong


(39)

32 kemajuan pendorong kemajuan masyarakat. Ketiga, karena secara realistis di Indonesia saat ini fungsi hukum tidak bekerja efektif bahkan jadi alat bagi penimbun kekuasaan.

5. Faktor Kebudayaan.

Kebudayaan/sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku nilai-nilai yang merupakan konsep abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.


(40)

33 III. METODE PENELITIAN

Metode merupakan suatu bentuk atau cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang memecahkan suatu masalah1.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat2. Pendekatan yuridis-empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara penelitian di lapangan.

Pendekatan ini digunakan dalam penelitian dengan meninjaunya dari suatu pendekatan dengan cara suatu masalah hukum sebagai kaidah atau norma yang dianggap sesuai dengan penelitian. Pendekatan yuridis normatif itu sendiri dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis dan legalistik.

1

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum Universitas. Jakarta. Indonesia Pers: 1986, hlm 5.

2

Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bandung: 2004, hlm 134.


(41)

34 B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dari penulisan ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan, sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari sumber utama melalui penelitian yang dilakukan di lapangan dan hasil wawancara, yang berupa data-data informasi atau keterangan dari pihak terkait mengenai peran doesen fakultas hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana.

2. Jenis Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan menelusuri literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Jenis data sekunder dalam skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan yang terdiri dari perundang-undangan dan


(42)

35 peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan3, bahan hukum primer pada penelitian ini yaitu:

a. Undang Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

e. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum f. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum g. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan cara menelusuri berbagai peraturan dibawah undang-undang yaitu berupa literatur-literatur ilmu pengetahuan hukum dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, artikel atau berita serta bebbagai keterangan media masa sebagai pelengkap.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas atau menjadi sumber informasi4.

3

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju. 2002, hlm 23.


(43)

36 Sesuai dengan metode penentuan narasumber yang akan diteliti sebagaimana tersebut diatas, maka narasumber penelitian ini adalah:

1. Dosen Fakultas Hukum Unila : 2 orang

2. Advokat : 1 orang

Jumlah : 3 orang

D. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan usaha mendapatkan data-data primer dan dalam hal penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara secara langsung, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan secara lisan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk memperoleh tanggapan atau jawaban dari responden tentang permasalahan dalam skripsi ini.

b. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dengan membaca, mencatat, mengutip buku atau referensi, dan menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen, dan informasi lain yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam skripsi ini.

4


(44)

37 2. Pengolahan dan Penyajian Data

Tahapan pengolahan data pada penelitian ini antara lain meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh peneliti diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Sistematis data, yaitu menyusun data secara sistematis sehingga memudahkan menganalisis dan mengintrepretasikan data.

c. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan dan mengutip data yang dari buku-buku literatur dan instansi yang berhubungan dengan pokok bahasan.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif yaitu melukiskan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian. Dari analisis data tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan indukatif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum.


(45)

53 V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil pembahasan dan penelitian di atas mengenai penulisan skripsi tentang Peran Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Sebagai Pelaksana Pemberi Bantuan Hukum dalam perkara Pidana, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Peranan dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana memiliki peran dalam memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum. Pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi. Dosen Fakultas Hukum pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum sebagai pemberi bantuan hukum pada perkara pidana melakukan pendampingan pada tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, melakukan upaya hukum, membuat surat kuasa, melakukan gelar perkara untuk mendapatkan masukan, membuat eksepsi, duplik, dan pledoi guna kepentingan penerima bantuan hukum,


(46)

54 menghadirkan saksi atau saksi ahli, melakukan upaya hukum banding, kasasi, peninjauan kembali sesuai dengan permintaan penerima bantuan hukum.

2. Sedangkan faktor-faktor penghambat Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu adalah:

a. Faktor Penegak Hukum atau Aparat Penegak Hukum

kurangnya sosialisai lembaga peradilan tentang Lembaga Bantuan Hukum pasca dinyatakannya Pasal 31 Undang-Undang Advokat sehingga masih banyak yang beranggapan yang boleh memberikan bantuan hukum hanya advokat sehingga ketika memberikan pembelaan di persidangan diberikan oleh dosen tidak diizinkan melakukan pembelaan oleh hakim karena tidak memiliki izin acara berdasarkan surat izin beracara.

b. Faktor Sarana dan Fasilitas

Biaya Lembaga Bantuan Hukum kampus untuk membela perkara orang yang tidak mampu dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan membatasi bantuan biaya perkara maksimal Rp 5.000.000,00

c. Faktor Masyarakat

Masyarakat masih banyak yang tidak mengetahui dengan putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 31 Undang-Undang Bantuan Hukum yang menyatakan tidak mempunyai hukum mengikat sehingga masyarakat lebih memilih memakai advokat untuk mendapatkan bantuan hukum. d. Faktor Kebudayaan


(47)

55 Masyarakat masih membiasakan budaya lama dengan beranggapan bahwa yang memberikan bantuan hukum haruslah yang berprofesi advokat dan masyarakat masih lebih percaya memakai advokat yang sudah ternama.

Saran

1. Perlu adanya komunikasi antara Lembaga Bantuan Hukum, penegak hukum, serta Lembaga Peradilan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi tentang adanya Lembaga Bantuan hukum.

2. Perlunya Lembaga Bantuan Hukum Kampus menyosialisasikan kepada masyarakat secara luas tentang Lembaga Bantuan Hukum kampus yang dapat memberikan bantuan hukum dan konsultasi hukum secara prodeo. Karena dengan adanya sosialisasi, warga tidak lagi beranggapan bahwa yang berhak memberikan bantuan hukum hanyalah advokat, tetapi dosen dari lembaga bantuan hukum kampus pun dapat memberikan konsultasi dan memberikan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah memiliki kekuatan hukum tetap.


(48)

DAFTAR PUSTAKA LITERATUR

Abdurrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta. Cendana Press: 1980.

Abdurrahman. Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta. Cendana Pers: 1983.

Adnan Buyung Nasution. Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta. Pustaka LP3ES: 2007.

Bambang Sunggono dan Aries Harianto. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung. Mandar Maju: 2009.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. Raja Grafindo Persada: 1997.

Frans Hendra Winarta. Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Maunsia Bukan Belas Kasihan. Jakarta. Elex Media Komputindo: 2000.

Frans Hendra Winarta. Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum. Gramedia Pustaka Utama: 2009.

J. Pajar Widodo. Litigasi dan Bantuan Hukum. Universitas Lampung. Bandar Lampung: 2004.

Masri Singaribuan dan Sofyan Effendy. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta:1985.

M. Yahya Harahap. Pembahasan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Sinar Grafika. Cetakan Kedua: 2002.

Mochtar Kusumaatmadja. Bantuan Hukum di Indonesia, Terutama dalam Hubungannya dengan Pendidikan Hukum, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi. Fakultas hukum: 1975.

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung. CV Mandar Maju: 2002.


(49)

2

Soerjono Sukanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Ui Press: 1983. Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis. Jakarta.

Ghalia Indonesia: 1983.

Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: 1999.

UNDANG-UNDANG

UUD 1945

UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia UU No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor:36/D/O/2001 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Dosen.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen. PP No. 43 Tahun 2013 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Secara Cuma-Cuma.

INTERNET

siteresources.worldbank.org http://id.m.wikipedia.com http://ullils.blogspot.com www.advosolo.wordpress.com


(50)

(1)

53 V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil pembahasan dan penelitian di atas mengenai penulisan skripsi tentang Peran Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Sebagai Pelaksana Pemberi Bantuan Hukum dalam perkara Pidana, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Peranan dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana memiliki peran dalam memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum. Pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi. Dosen Fakultas Hukum pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum sebagai pemberi bantuan hukum pada perkara pidana melakukan pendampingan pada tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, melakukan upaya hukum, membuat surat kuasa, melakukan gelar perkara untuk mendapatkan masukan, membuat eksepsi, duplik, dan pledoi guna kepentingan penerima bantuan hukum,


(2)

54 menghadirkan saksi atau saksi ahli, melakukan upaya hukum banding, kasasi, peninjauan kembali sesuai dengan permintaan penerima bantuan hukum.

2. Sedangkan faktor-faktor penghambat Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu adalah:

a. Faktor Penegak Hukum atau Aparat Penegak Hukum

kurangnya sosialisai lembaga peradilan tentang Lembaga Bantuan Hukum pasca dinyatakannya Pasal 31 Undang-Undang Advokat sehingga masih banyak yang beranggapan yang boleh memberikan bantuan hukum hanya advokat sehingga ketika memberikan pembelaan di persidangan diberikan oleh dosen tidak diizinkan melakukan pembelaan oleh hakim karena tidak memiliki izin acara berdasarkan surat izin beracara.

b. Faktor Sarana dan Fasilitas

Biaya Lembaga Bantuan Hukum kampus untuk membela perkara orang yang tidak mampu dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan membatasi bantuan biaya perkara maksimal Rp 5.000.000,00

c. Faktor Masyarakat

Masyarakat masih banyak yang tidak mengetahui dengan putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 31 Undang-Undang Bantuan Hukum yang menyatakan tidak mempunyai hukum mengikat sehingga masyarakat lebih memilih memakai advokat untuk mendapatkan bantuan hukum. d. Faktor Kebudayaan


(3)

55 Masyarakat masih membiasakan budaya lama dengan beranggapan bahwa yang memberikan bantuan hukum haruslah yang berprofesi advokat dan masyarakat masih lebih percaya memakai advokat yang sudah ternama.

Saran

1. Perlu adanya komunikasi antara Lembaga Bantuan Hukum, penegak hukum, serta Lembaga Peradilan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi tentang adanya Lembaga Bantuan hukum.

2. Perlunya Lembaga Bantuan Hukum Kampus menyosialisasikan kepada masyarakat secara luas tentang Lembaga Bantuan Hukum kampus yang dapat memberikan bantuan hukum dan konsultasi hukum secara prodeo. Karena dengan adanya sosialisasi, warga tidak lagi beranggapan bahwa yang berhak memberikan bantuan hukum hanyalah advokat, tetapi dosen dari lembaga bantuan hukum kampus pun dapat memberikan konsultasi dan memberikan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah memiliki kekuatan hukum tetap.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

Abdurrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta. Cendana Press: 1980.

Abdurrahman. Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta. Cendana Pers: 1983.

Adnan Buyung Nasution. Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta. Pustaka LP3ES: 2007.

Bambang Sunggono dan Aries Harianto. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung. Mandar Maju: 2009.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. Raja Grafindo Persada: 1997.

Frans Hendra Winarta. Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Maunsia Bukan Belas Kasihan. Jakarta. Elex Media Komputindo: 2000.

Frans Hendra Winarta. Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum. Gramedia Pustaka Utama: 2009.

J. Pajar Widodo. Litigasi dan Bantuan Hukum. Universitas Lampung. Bandar Lampung: 2004.

Masri Singaribuan dan Sofyan Effendy. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta:1985.

M. Yahya Harahap. Pembahasan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Sinar Grafika. Cetakan Kedua: 2002.

Mochtar Kusumaatmadja. Bantuan Hukum di Indonesia, Terutama dalam Hubungannya dengan Pendidikan Hukum, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi. Fakultas hukum: 1975.

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung. CV Mandar Maju: 2002.


(5)

2

Soerjono Sukanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Ui Press: 1983. Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis. Jakarta.

Ghalia Indonesia: 1983.

Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: 1999.

UNDANG-UNDANG

UUD 1945

UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia UU No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor:36/D/O/2001 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Dosen.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen. PP No. 43 Tahun 2013 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Secara Cuma-Cuma.

INTERNET

siteresources.worldbank.org http://id.m.wikipedia.com http://ullils.blogspot.com www.advosolo.wordpress.com


(6)