ANALISIS FAKTOR PENYEBAB UNDERACHIEVER PADA SISWA AKSELERASI SEKOLAH MENENGAH ATAS

(1)

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB UNDERACHIEVER PADA SISWA AKSELERASI SEKOLAH MENENGAH ATAS

S K R I P S I

Oleh

RIANITA TRI WIDIASTUTI 07810190

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(2)

(3)

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Anaslisis Faktor Penyebab Underachiever pada Siswa Akselerasi Sekolah Menengah Atas.

Perjuangan menyelesaikan skripsi ini membawa kenangan baik suka maupun duka bagi penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, serta pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing, memberi masukan yang berarti, serta berdiskusi dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta Bapak Zainul Anwar, S.Psi, M. Psi selaku dosen pembimbing II atas bimbingan, dorongan dan masukan yang berarti dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi dan dukungan pada penulis.

4. Ibu Yuni Nurhamida, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Laboratorium Fakultas Psikologi.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu dan wawasan yang bermakna kepada penulis.

6. Buat Bapak dan Ibu penulis, atas segala pengorbanannya selama ini memperjuangkan pendidikan penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik. 7. Buat Mas Eko dan Mbak Elpa, yang sudah mau berbagi atap dan sesuap nasi

dengan penulis, terimakasih juga atas kesabarannya selama ini.

8. Buat Mas Dedik dan Mbak Pipit atas dukungan, dorongan dan do’anya selama ini.


(5)

iv

10.Buat semua subjek penelitian, atas kesediannya meluangkan waktu untuk membantu penulis.

11.Keluarga besar Laboratorium Fakultas Psikologi, Mbak Santi, Mbak Ifa, dan teman-teman asisten yang telah memberikan dukungan, semangat dan keceriaan. Serta teman-teman partime atas bantuannya dan dukungannya.

12.Teman-teman tercinta kelas D Psikologi 2007 seperti Fritza, Mbek, Mamat, Ghea, Ririn, Eki, Dilla, Opick, Putri, Yuni dan semuanya atas kasih sayang dan kekompakkannya. Khusus Fritza, terima kasih atas kesabarannya mendengarkan keluh kesah penulis.

13.Buat sahabat-sahabat terbaik di Tlogomas Gang 11 No 23, atas pengalaman dan kasih sayangnya, kebersamaan yang sangat menyenangkan.

14.Buat teman-teman tim outbound Mariam, Risa, Manu, Embek, Januar, Ifa, Wiwid, Aida, Putri, atas kebersamaannya selama ini.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa tugas akhir yang sederhana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritikan dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan karya sederhana ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Malang, 25 Oktober 2011 Penulis,


(6)

v DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN... v

KATA PENGANTAR... vi

INTISARI... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SKEMA... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Permasalahan... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7

A. Underachiever... 7

1. Pengertian underachiever... 7

2. Karakteristik underachiever... 7

3. Faktor Penyebab underachiever... 8

B. Akselerasi... 13

1. Pengertian Akselerasi... 13

2. Manfaat Akselerasi... 14

3. Kelemahan Akselerasi... 15

C. Remaja... 17


(7)

vi

2. Perkembangan Remaja... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22

A. Rancangan penelitian... 22

B. Batasan Istilah... 22

C. Subjek Penelitian... 23

D. Jenis Data, Instrumen, dan Metode Pengumpulan Data... 23

E. Prosedur Penelitian... 25

F. Analisis Data... 26

G. Keabsahan Data... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

A. Hasil Penelitian... 28

1. Deskripsi Subjek... 28

2. Deskripsi Data... 34

B. Analisa Data... 47

C. Pembahasan... 59

BAB V PENUTUP... 64

A. Kesimpulan... 64

B. Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA... 67


(8)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Kesediaan Menjadi Subjek... 69

Lampiran 2. Guide Interview... 70

Lampiran 3. Hasil Wawancara... 72

Lampiran 4. Hasil Observasi... 141

Lampiran 5. Surat Penelitian... 145


(9)

viii

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Iif Khoiru, M.Pd ., Hendra A.S., Sofan . A. 2011. Pembelajaran akselerasi : analisa teori dan praktek serta pengaruhnya terhadap mekanisme pembelajaran dalam kelas akselerasi. Jakarta : PT Prestasi Pustakaraya

Beritaindonesia. 2011. diakses pada tanggal 25 Mei 2011. dari

http://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/bijak-menghadapi-anak-underachiever

Desmita. 2006. Psikologi perkembangan . Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Hawadi., Reni Akbar. 2002. Identifikasi keberbakatan intelektual melalui metode non-tes dengan pendekatan konsep keberbakatan renzulli. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

2004. Akselerasi A-Z informasi program percepatan belajar dan anak berbakat intelektual. Jakarta : PT Grasindo Anggota Ikapi

.

Kompasiana. 2011. diakses pada tanggal 13 Agustus 2011. dari

http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/17/anak-pandai-tapi-tidak-berprestasi-underachiever/

Moleong, J Lexy. 2008. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta : Rineka Cipta


(10)

ix

Nulhakim, T. Rusman. 2008. diakses pada tanggal 13 Agustus 2011. Program akselerasi bagi siswa berbakat akademik. Jurnal pendidikan dan

kebudayaan. No 73. Tahun Ke-14, Juli 2008. Diperoleh dari

junal.pdii.lipi.go/admin/jurnal/147408937941.pdf

Prakosa, Heru. 1996. Cara penyampaian hasil belajar untuk meningkatkan self-efficacy mahasiswa. Jurnal psikologi no. 2, 11-12.

Santrock, John W. 2003. Adolescence perkembangan remaja. (Ed. Keenam). Jakarta: Eirlangga

2009. Psikologi pendidikan : educational psychology. (Ed. Ketiga). Jakarta : Salemba Humanika

Sugiyono. 2008. Memahami penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta

Tarmidi. 2008. diakses pada tanggal 25 Mei 2001. dari http://Psi.Pendidikan.usu.ac.id/artikel.html


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia berkembang begitu pesat. Sementara disisi lain, prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pula dengan pola pembiayaan pendidikan serta kondisi sosial, hal tersebut juga diikuti dengan tuntutan perubahan profesi serta kebutuhan penikmat pendidikan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan perbaikan dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Di dalam suatu pendidikan, kurikulum merupakan proses yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus diubah secara periodik untuk menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

Pesatnya pendidikan di Indonesia dapat dirasakan saat ini. Pendidikan kuno di Indonesia menyamaratakan pontensi yang dimiliki oleh peserta didiknya. Tidak ada perlakuan khusus bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Akan tetapi, saat ini tidak lagi demikian. Pendidikan di Indonesia tidak lagi menyamaratakan potensi yang dimiliki peserta didiknya, namun menempatkan mereka sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional mengenai adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus bagi yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Kecerdasan luar biasa adalah memiliki satu derajat kemampuan intelektual yang tinggi, mempunyai IQ di atas 125 (Hawadi, 2004). Dengan adanya pemahaman tentang kecerdasan istimewa pada peserta didiknya, maka pendidikan di Indonesia mulai melakukan perubahan guna memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh peserta didiknya. Sebagai dampaknya, maka saat ini dibuka kelas yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan dari peserta didik. Perubahan besar yang terjadi adalah dibukanya kelas inklusif bagi murid yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Dibuka kelas reguler untuk peserta didik dengan potensi rerata-rata. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan luar biasa atau istimewa dibuka kelas akselerasi.


(12)

2

Program akselerasi memiliki muatan positif pada pendidikan secara umum. Karena menawarkan suatu diferensiasi model pendidikan dengan menempatakan anak didik sesuai dengan kemampuannya. Tujuan operasional program akselerasi adalah memaksimalkan potensi anak didik yang potensial agar terlayani dengan baik dan tidak mengalami underachiever (Nulhakim, 2008).

Karena bertujuan untuk memaksimalkan potensi anak didik, tentunya tidak semua siswa bisa masuk kelas akselerasi. Hanya siswa-siswa tertentu saja yang bisa masuk kelas akselerasi. Salah satunya adalah bagi siswa yang memiliki bakat di bidang akademik. Berdasarkan hasil penelitian Terman pada tahun 1925 (dalam Hawadi, 2006), mengatakan bahwa anak berbakat akademik memiliki karakteristik sebagai anak yang cepat memahami, cepat mengingat, memiliki pengetahuan yang luas, dan fleksibilatas dalam berpikir, yang kesemuanya merupakan prasyarat untuk tampilnya suatu perilaku pemecahan masalah yang sempurna. Menurut Davis dan Rimm (dalam Gunarsa, 2004) anak berbakat adalah anak yang diidentifikasikan sebagai seseorang yang memiliki prestasi yang tinggi. Anak-anak ini juga memerlukan program dan pelayanan pendidikan yang berdeferensiasi diluar yang umum diberikan dalam program reguler. Untuk dapat merealisasikan kontribusi mereka kepada diri sendiri dan masyarakat. Berbagai program pendidikan yang dibuat khusus untuk anak berbakat di bidang akademik saat ini, antara lain bertujuan agar potensi yang begitu baik pada seseorang di masa kecil benar-benar dapat teraktualisasi dalam bentuk suatu karya yang cemerlang di masa dewasanya.

Semiawan dan Munandar (dalam Hawadi, 2002) mengungkapkan bahwa kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sebanding dengan potensi adalah hak setiap manusia. Setiap anak seharusnya memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, kemampuan dan minat serta kecepatannya, untuk dapat berkembang seoptimal mungkin. Milgram (dalam Hawadi, 2002) menyatakan pula bahwa anak didik berbakat sebenarnya sama dengan anak didik luar biasa yang mengalami gangguan penglihatan, buta, tuli, kesulitan belajar, dan kelatarbelakangan mental. Mereka membutuhkan bantuan untuk memaksimalkan potensi prestasi sekolahnya. Untuk itu, hanya pendidikan khusus yang memungkinkan pelayanan tersebut dapat diberikan.


(13)

3

Pentingnya pendidikan khusus bagi siswa yang memiliki bakat intelektual juga disampaikan oleh Cutts dan Mosseley (dalam Hawadi, 2002), mereka mengungkapkan bahwa anak bebakat intelektual memiliki bakat yang berbeda dengan anak sebayanya. Untuk itu, anak berbakat intelektual pun membutuhkan pendidikan yang khusus dengan alasan anak akan mengalami keterlambatan jika hal itu tidak terpenuhi.

McLeod dan Cropley (dalam Hawadi, 2002), juga berpendapat bahwa perlunya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual, yaitu: pertama, anak berbakat adalah sumber, dengan diadakannya pendidikan khusus bagi mereka merupakan investasi bagi bangsa. Kedua anak berbakat membutuhkan rangsangan yang adekuat, dan ketiga adanya pemenuhan kebutuhan pada anak berbakat intelektual akan mencegah masalah putus sekolah, prestasi sekolah yang rendah dan penyimpangan-penyimpangan perilaku. Namun, fakta yang terjadi tidak semuanya sesuai dengan tujuan awal didirikannya kelas khusus bagi anak berbakat intelektual. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, banyak ditemukan siswa memiliki bakat intelektual tinggi dan salah satunya tergabung dalam kelas akselerasi mengalami underachiever dan penurunan prestasi belajar.

Dari hasil penelitian di beberapa Negara maju, seperti Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 15 sampai 50 persen dari siswa yang putus sekolah adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (dalam Munandar, 2009). Di Belanda ditemukan sekitar 30 persen anak Sekolah Dasar dan lanjutan yang termasuk underachiever. Hal yang serupa juga ditemukan di Inggris dengan perkiraan 23 persen (dalam Prasetya, 2006).

Sementara itu di Indonesia juga terdapat kasus underachiever, penelitian yang dilakukan oleh Herry pada tahun 1996 (dalam Nugroho, 2004) terhadap sejumlah siswa SD di Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Kalimantan yang menunjukkan bahwa 22 persen dari siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berisiko tinggal kelas. Pada tahun 1997, Herry dkk melanjutkan penelitiannya terhadap sejumlah siswa SLTP. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 20 persen dari siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berisiko tinggal kelas.


(14)

4

Selanjutnya, Yusuf dan Widyastono pada tahun 1997 (dalam Nulhakim, 2008) melakukan penelitian serupa dan menemukan masih terdapat 13,5 persen sampai 20 persen siswa SMP mengalami underachiever.

Permasalahan underachiever tidak hanya terjadi pada siswa di kelas reguler , tetapi juga terjadi di kelas akselerasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yaumil pada tahun 1990 terhadap siswa SMA di Jakarta (dalam Munandar, 2009) ditemukan siswa-siswi peserta kelas akselerasi yang masih mendapatkan nilai 7 dalam daftar nilai rapornya, jumlahnya mencapai 39 persen. Melihat kemampuan akademisnya yang melebihi siswa reguler seharusnya mereka mampu mendapatkan nilai 8 atau bahkan lebih.

Underachiever pada siswa akselerasi juga terjadi di salah satu SMA di kota Batu, menurut penuturan koordinator akselerasi sekolah tersebut terdapat 20 sampai 25 persen siswa akselerasi yang mengalami underachiever. Mereka yang mengalami underachiever adalah anak-anak yang memiliki IQ di atas 125. Dengan IQ diatas 125, seharusnya mereka mampu menampilkan prestasi yang tinggi sesuai dengan kemampuannya. Seharusnya dengan mudah mereka bisa mendapatkan nilai di atas 8 untuk setiap mata pelajarannya. Akan tetapi sebaliknya, prestasi yang ditampilkan sangat rendah. Terdapat beberapa pelajaran baik IPA maupun IPS yang mendapatkan nilai 5, bahkan ada yang mendapatkan nilai 3. Sebagai siswa terpilih dengan latar belakang kemampuan intelegensi tinggi tidak seharusnya hal ini terjadi.

Dalam www.beritaindonesia.co.id (2010, 6 Desember), menurut psikolog dan penulis buku best seller “See Jane Win”, Dr Sylvia Rimm, seorang underachiever, sebutan untuk anak yang mengalami underachievement (prestasi di bawah rata-rata), kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal dan berkemampuan matematis yang sangat tinggi. Meskipun begitu, dengan bakat dimilikinya, anak yang tergolong underachiever tidak sesukses anak-anak lain di sekolahnya. Sementara seorang profesor dari Case Western Reserve University School of Medicine, Amerika Serikat berpendapat, underachievers cenderung tidak teratur dan terorganisir. Mereka memiliki kemampuan belajar yang kurang baik. Mereka menganggap diri mereka telah belajar jika mereka telah membaca bahan pelajaran secara sekilas. Selain itu ia juga menambahkan, beberapa di antara underachiever lambat dalam mengerjakan tugas dan perfeksionis. Atau sebaliknya, ada underachiever yang sangat cepat dalam


(15)

5

mengerjakan tugas-tugasnya, tapi mereka tidak peduli dengan kualitas tugas yang dikerjakannya itu.

Anak-anak dengan bakat intelektual adalah anak-anak yang sangat sensitif, sehingga perlakuan terhadapnya yang dianggapnya tidak adil dapat membawanya pada kemarahan dan agresivitas, kafrustasian dan depresi, dan bisa berlanjut pada masalah-masalah psikologis yang bisa menyebabkan anak akselerasi ini menjadi underachiever. Apalagi jika hal ini terjadi pada seorang remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Di masa remaja banyak sekali terjadi perubahan pada diri anak. Mulai dari fisik, emosi dan kognitif. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi hakekat relasi orang tua dan remaja itu sendiri. Oleh karena itu, di masa remaja seringkali menjadi masa-masa yang kritis. Karena pada tahapan inilah seseorang mencari identitas dirinya. Dengan berkembangnya penalaran yang logis dan meningkatnya pemikiran idealis serta egosentrisnya para remaja ini sudah bergerak menuju ke kemandirian. Seringnya terjadi konflik dengan lingkungan sekitarnya terutama dengan orang tua, hal itu dikarenakan banyaknya tekanan selama puncak pertumbuhan pubertas. Seorang siswa yang masuk kelas akselerasi harus seimbang antara dirinya dan lingkungannya. Jika siswa masuk kelas akselerasi karena hasil paksaan, hasilnya tidak akan maksimal. Kalaupun masuk sesuai dengan kemauananya sendiri tapi tanpa adanya dukungan dari lingkungan, hasilnya juga tidak akan maksimal karena dalam pencarian identitas ini perlu pendampingan ekstra dari orang tua. Orang tua juga harus siap dengan segala perubahan yang terjadi pada diri putra-putri mereka seiring dengan berkembanganya tugas-tugas perkembangan mereka.

Dari hasil uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak dengan bakat istimewa memiliki resiko underachiever (berprestasi rendah) dan bahkan tinggal kelas. Padahal dengan diadakannya program akselerasi bagi siswa khusus ini bertujuan agar mereka mampu meraih prestasi semaksimal mungkin. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang analisis faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas.


(16)

6

B. Rumusan Masalah

Apa yang menjadi faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi pengetahuan (akademis) dalam bidang disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran, serta gambaran tindakan yang berarti untuk menangani permasalahan-permasalah yang dihadapi oleh siswa akselerasi khususnya mengenai masalah prestasi yang rendah pada siswa akselerasi.

b. Membantu pengembangan dalam pelaksanaan program akselerasi baik untuk orang tua maupun pihak sekolah. Serta mampu memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk menambah aspek dalam penerimaan siswa akselerasi yang berkaitan dengan prestasi.


(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia berkembang begitu pesat. Sementara disisi lain, prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pula dengan pola pembiayaan pendidikan serta kondisi sosial, hal tersebut juga diikuti dengan tuntutan perubahan profesi serta kebutuhan penikmat pendidikan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan perbaikan dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Di dalam suatu pendidikan, kurikulum merupakan proses yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus diubah secara periodik untuk menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

Pesatnya pendidikan di Indonesia dapat dirasakan saat ini. Pendidikan kuno di Indonesia menyamaratakan pontensi yang dimiliki oleh peserta didiknya. Tidak ada perlakuan khusus bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Akan tetapi, saat ini tidak lagi demikian. Pendidikan di Indonesia tidak lagi menyamaratakan potensi yang dimiliki peserta didiknya, namun menempatkan mereka sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional mengenai adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus bagi yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Kecerdasan luar biasa adalah memiliki satu derajat kemampuan intelektual yang tinggi, mempunyai IQ di atas 125 (Hawadi, 2004). Dengan adanya pemahaman tentang kecerdasan istimewa pada peserta didiknya, maka pendidikan di Indonesia mulai melakukan perubahan guna memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh peserta didiknya. Sebagai dampaknya, maka saat ini dibuka kelas yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan dari peserta didik. Perubahan besar yang terjadi adalah dibukanya kelas inklusif bagi murid yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Dibuka kelas reguler untuk peserta didik dengan potensi rerata-rata. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan luar biasa atau istimewa dibuka kelas akselerasi.


(2)

Program akselerasi memiliki muatan positif pada pendidikan secara umum. Karena menawarkan suatu diferensiasi model pendidikan dengan menempatakan anak didik sesuai dengan kemampuannya. Tujuan operasional program akselerasi adalah memaksimalkan potensi anak didik yang potensial agar terlayani dengan baik dan tidak mengalami underachiever (Nulhakim, 2008).

Karena bertujuan untuk memaksimalkan potensi anak didik, tentunya tidak semua siswa bisa masuk kelas akselerasi. Hanya siswa-siswa tertentu saja yang bisa masuk kelas akselerasi. Salah satunya adalah bagi siswa yang memiliki bakat di bidang akademik. Berdasarkan hasil penelitian Terman pada tahun 1925 (dalam Hawadi, 2006), mengatakan bahwa anak berbakat akademik memiliki karakteristik sebagai anak yang cepat memahami, cepat mengingat, memiliki pengetahuan yang luas, dan fleksibilatas dalam berpikir, yang kesemuanya merupakan prasyarat untuk tampilnya suatu perilaku pemecahan masalah yang sempurna. Menurut Davis dan Rimm (dalam Gunarsa, 2004) anak berbakat adalah anak yang diidentifikasikan sebagai seseorang yang memiliki prestasi yang tinggi. Anak-anak ini juga memerlukan program dan pelayanan pendidikan yang berdeferensiasi diluar yang umum diberikan dalam program reguler. Untuk dapat merealisasikan kontribusi mereka kepada diri sendiri dan masyarakat. Berbagai program pendidikan yang dibuat khusus untuk anak berbakat di bidang akademik saat ini, antara lain bertujuan agar potensi yang begitu baik pada seseorang di masa kecil benar-benar dapat teraktualisasi dalam bentuk suatu karya yang cemerlang di masa dewasanya.

Semiawan dan Munandar (dalam Hawadi, 2002) mengungkapkan bahwa kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sebanding dengan potensi adalah hak setiap manusia. Setiap anak seharusnya memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, kemampuan dan minat serta kecepatannya, untuk dapat berkembang seoptimal mungkin. Milgram (dalam Hawadi, 2002) menyatakan pula bahwa anak didik berbakat sebenarnya sama dengan anak didik luar biasa yang mengalami gangguan penglihatan, buta, tuli, kesulitan belajar, dan kelatarbelakangan mental. Mereka membutuhkan bantuan untuk memaksimalkan potensi prestasi sekolahnya. Untuk itu, hanya pendidikan khusus yang memungkinkan pelayanan tersebut dapat diberikan.


(3)

Pentingnya pendidikan khusus bagi siswa yang memiliki bakat intelektual juga disampaikan oleh Cutts dan Mosseley (dalam Hawadi, 2002), mereka mengungkapkan bahwa anak bebakat intelektual memiliki bakat yang berbeda dengan anak sebayanya. Untuk itu, anak berbakat intelektual pun membutuhkan pendidikan yang khusus dengan alasan anak akan mengalami keterlambatan jika hal itu tidak terpenuhi.

McLeod dan Cropley (dalam Hawadi, 2002), juga berpendapat bahwa perlunya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual, yaitu: pertama, anak berbakat adalah sumber, dengan diadakannya pendidikan khusus bagi mereka merupakan investasi bagi bangsa. Kedua anak berbakat membutuhkan rangsangan yang adekuat, dan ketiga adanya pemenuhan kebutuhan pada anak berbakat intelektual akan mencegah masalah putus sekolah, prestasi sekolah yang rendah dan penyimpangan-penyimpangan perilaku. Namun, fakta yang terjadi tidak semuanya sesuai dengan tujuan awal didirikannya kelas khusus bagi anak berbakat intelektual. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, banyak ditemukan siswa memiliki bakat intelektual tinggi dan salah satunya tergabung dalam kelas akselerasi mengalami underachiever dan penurunan prestasi belajar.

Dari hasil penelitian di beberapa Negara maju, seperti Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 15 sampai 50 persen dari siswa yang putus sekolah adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (dalam Munandar, 2009). Di Belanda ditemukan sekitar 30 persen anak Sekolah Dasar dan lanjutan yang termasuk underachiever. Hal yang serupa juga ditemukan di Inggris dengan perkiraan 23 persen (dalam Prasetya, 2006).

Sementara itu di Indonesia juga terdapat kasus underachiever, penelitian yang dilakukan oleh Herry pada tahun 1996 (dalam Nugroho, 2004) terhadap sejumlah siswa SD di Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Kalimantan yang menunjukkan bahwa 22 persen dari siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berisiko tinggal kelas. Pada tahun 1997, Herry dkk melanjutkan penelitiannya terhadap sejumlah siswa SLTP. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 20 persen dari siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berisiko tinggal kelas.


(4)

Selanjutnya, Yusuf dan Widyastono pada tahun 1997 (dalam Nulhakim, 2008) melakukan penelitian serupa dan menemukan masih terdapat 13,5 persen sampai 20 persen siswa SMP mengalami underachiever.

Permasalahan underachiever tidak hanya terjadi pada siswa di kelas reguler , tetapi juga terjadi di kelas akselerasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yaumil pada tahun 1990 terhadap siswa SMA di Jakarta (dalam Munandar, 2009) ditemukan siswa-siswi peserta kelas akselerasi yang masih mendapatkan nilai 7 dalam daftar nilai rapornya, jumlahnya mencapai 39 persen. Melihat kemampuan akademisnya yang melebihi siswa reguler seharusnya mereka mampu mendapatkan nilai 8 atau bahkan lebih.

Underachiever pada siswa akselerasi juga terjadi di salah satu SMA di kota Batu, menurut penuturan koordinator akselerasi sekolah tersebut terdapat 20 sampai 25 persen siswa akselerasi yang mengalami underachiever. Mereka yang mengalami underachiever adalah anak-anak yang memiliki IQ di atas 125. Dengan IQ diatas 125, seharusnya mereka mampu menampilkan prestasi yang tinggi sesuai dengan kemampuannya. Seharusnya dengan mudah mereka bisa mendapatkan nilai di atas 8 untuk setiap mata pelajarannya. Akan tetapi sebaliknya, prestasi yang ditampilkan sangat rendah. Terdapat beberapa pelajaran baik IPA maupun IPS yang mendapatkan nilai 5, bahkan ada yang mendapatkan nilai 3. Sebagai siswa terpilih dengan latar belakang kemampuan intelegensi tinggi tidak seharusnya hal ini terjadi.

Dalam www.beritaindonesia.co.id (2010, 6 Desember), menurut psikolog dan penulis buku best seller “See Jane Win”, Dr Sylvia Rimm, seorang underachiever, sebutan untuk anak yang mengalami underachievement (prestasi di bawah rata-rata), kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal dan berkemampuan matematis yang sangat tinggi. Meskipun begitu, dengan bakat dimilikinya, anak yang tergolong underachiever tidak sesukses anak-anak lain di sekolahnya. Sementara seorang profesor dari Case Western Reserve University School of Medicine, Amerika Serikat berpendapat, underachievers cenderung tidak teratur dan terorganisir. Mereka memiliki kemampuan belajar yang kurang baik. Mereka menganggap diri mereka telah belajar jika mereka telah membaca bahan pelajaran secara sekilas. Selain itu ia juga menambahkan, beberapa di antara underachiever lambat dalam mengerjakan tugas dan perfeksionis. Atau sebaliknya, ada underachiever yang sangat cepat dalam


(5)

mengerjakan tugas-tugasnya, tapi mereka tidak peduli dengan kualitas tugas yang dikerjakannya itu.

Anak-anak dengan bakat intelektual adalah anak-anak yang sangat sensitif, sehingga perlakuan terhadapnya yang dianggapnya tidak adil dapat membawanya pada kemarahan dan agresivitas, kafrustasian dan depresi, dan bisa berlanjut pada masalah-masalah psikologis yang bisa menyebabkan anak akselerasi ini menjadi underachiever. Apalagi jika hal ini terjadi pada seorang remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Di masa remaja banyak sekali terjadi perubahan pada diri anak. Mulai dari fisik, emosi dan kognitif. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi hakekat relasi orang tua dan remaja itu sendiri. Oleh karena itu, di masa remaja seringkali menjadi masa-masa yang kritis. Karena pada tahapan inilah seseorang mencari identitas dirinya. Dengan berkembangnya penalaran yang logis dan meningkatnya pemikiran idealis serta egosentrisnya para remaja ini sudah bergerak menuju ke kemandirian. Seringnya terjadi konflik dengan lingkungan sekitarnya terutama dengan orang tua, hal itu dikarenakan banyaknya tekanan selama puncak pertumbuhan pubertas. Seorang siswa yang masuk kelas akselerasi harus seimbang antara dirinya dan lingkungannya. Jika siswa masuk kelas akselerasi karena hasil paksaan, hasilnya tidak akan maksimal. Kalaupun masuk sesuai dengan kemauananya sendiri tapi tanpa adanya dukungan dari lingkungan, hasilnya juga tidak akan maksimal karena dalam pencarian identitas ini perlu pendampingan ekstra dari orang tua. Orang tua juga harus siap dengan segala perubahan yang terjadi pada diri putra-putri mereka seiring dengan berkembanganya tugas-tugas perkembangan mereka.

Dari hasil uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak dengan bakat istimewa memiliki resiko underachiever (berprestasi rendah) dan bahkan tinggal kelas. Padahal dengan diadakannya program akselerasi bagi siswa khusus ini bertujuan agar mereka mampu meraih prestasi semaksimal mungkin. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang analisis faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas.


(6)

B. Rumusan Masalah

Apa yang menjadi faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab underachiever pada siswa akselerasi sekolah menengah atas.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi pengetahuan (akademis) dalam bidang disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran, serta gambaran tindakan yang berarti untuk menangani permasalahan-permasalah yang dihadapi oleh siswa akselerasi khususnya mengenai masalah prestasi yang rendah pada siswa akselerasi.

b. Membantu pengembangan dalam pelaksanaan program akselerasi baik untuk orang tua maupun pihak sekolah. Serta mampu memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk menambah aspek dalam penerimaan siswa akselerasi yang berkaitan dengan prestasi.