Gambaran Strategi Self Regulated Learning Siswa Sekolah Menengah Pertama di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan

(1)

GAMBARAN STRATEGI

SELF REGULATED LEARNING

SISWA SMP DI MASYARAKAT PESISIR PERCUT SEI TUAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

ZAHRA AFIFA

091301048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014/2015


(2)

GAMBARAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP DI MASYARAKAT PESISIR PERCUT SEI TUAN

Dipersiapkan dan disusun oleh : ZAHRA AFIFA

091301048

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 03 Oktober 2014

Mengesahkan Dekan Falkultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji 1. Fasti Rola M.Psi., Psikolog

NIP. 198103142005012003 Penguji I/ Pembimbing

2. Filia Dina Anggaraeni, M.Pd

NIP. 196910142000042001 Penguji II 3. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP Di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperolehgelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2014

ZAHRA AFIFA NIM 091301048


(4)

Pertama Di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan Zahra Afifa dan Fasti Rola

ABSTRAK

Pada umumnya rumah tangga di masyarakat pesisir kurang mempunyai perencanaan yang matang terhadap pendidikan anak-anaknya. Pendidikan untuk sebagian besar keluarga di masyarakat pesisir masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi. Anak-anak mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah, karena ketidakmampuan ekonomi orangtuanya. Keterbatasan penghasilan atau kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir tidak jarang membuat isteri maupun anak-anak mereka ikut terlibat mencari nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Masalah yang perlu diwaspadai oleh siswa yang bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga yaitu tidak mudah membagi waktu antara sekolah, kerja, istirahat dan urusan-urusan lain. Agar mendapatkan prestasi akademis yang memuaskan diperlukan adanya kesiapan belajar di sekolah yang mencakup kesiapan mental dan kesiapan keterampilan belajar. Salah satu keterampilan belajar yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan di sekolah adalah kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self regulated learning. Oleh karena itu, seorang siswa harus memiliki tujuan dalam belajar agar dapat mencapai prestasi akademis yang baik dengan cara mampu mengoptimalkan penerapan strategi self regulated learning. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik subjek yang diteliti. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random

sampling, subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 siswa SMP di masyarakat

pesisir Percut Sei Tuan. Alat ukur yang digunakan berupa skala self regulated

learning (Zimmerman, 1998). Data yang diolah dalam penelitian ini adalah nilai

mean, standar deviasi, skor minimum, dan skor maksimum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum strategi self regulated learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan berada pada kategorisasi tidak terkategorikan. Hasil data juga menunjukkan bahwa yang memiliki kemampuan strategi belajar yang tinggi yaitu, pada strategi mengulang catatan.

Kata kunci : Strategi Self Regulated Learning, Siswa SMP, Masyarakat Pesisir


(5)

Description of Self Regulated Learning Strategies inJunior High School Students Percut Sei Tuan Coastal Communities

Zahra Afifa dan Fasti Rola ABSTRACT

In general,householdsincoastal communitieshave lesscareful planningfortheir children's education. Educationforthe majority offamiliesincoastal communitiesis still become the first priorityin the household. This of coursehas implications forthe education oftheir children. Withincomeis alwaysdependentonnatural conditions. Their living conditionsare alwaysin poor condition, especiallyeconomically. Their childrenhave to acceptto acquire alow level of education, becausetheir parents' economicincompetence. Limitations ofincomeorpovertyexperienced bycoastal communitiesoftenmakewivesandtheir childrenwere involvedseekadditionalincometo meetfamilyneeds. The problem thatneeds to be wary of studentswhoworkto helpparentsto meet theadditionalneeds ofthe familythat isnoteasy todivide their time betweenschool, work, restandother matters. In order to obtainsatisfactoryacademicperformance isrequiredreadinessto learnatschoolthat includesmental readiness learning readiness skills.Therefore students must have the determination that have an important role to be success at school by optimallyapplying the strategy of self-regulated learning.This study is a quantitative descriptive study that aims to explain and describe the characteristics of the subject under study. The sampling technique of this study are usingcluster

randomsampling, the subjects in this study amounted to 200junior high school

studentsPercutSei Tuancoastal communities.Measuring devices usedin this study are scaleof self-regulated learning(Zimmerman, 1998). The data are processedin this studyisthe mean, standarddeviation, minimumscores, andmaximumscore.The results ofthis study indicatethatin generalself-regulated learninginjunior high school studentsPercutSei Tuancoastal communitiesare inthe categorization ofuncategorized. Furthermore, additional results also showed hasa high learningability that is, thestrategy ofreview notes.

Keywords: Self-RegulatedLearningStrategies, Junior High SchoolStudents, Coastal Communities.


(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya karya ini dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan.

Proses penyelesaian karya ini memerlukan kerja keras, kesabaran, yang tentunya juga tidak terlepas dari setiap pihak yang mendukung dan memberi bantuan. Peneliti mempersembahkan karya ini untuk keluarga tersayang kedua orangtua saya, abang, adik, dan teguh satwiko,terima kasih atas segala cinta, kasih sayang, doa dan dukungannya. Peneliti juga berterimakasih dan sangat menghargai setiap bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan tulus peneliti mengucapkan :

1. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Terima kasih kepada Kak Fasti Rola, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing peneliti yang telah sepenuh hati, sabar dan ikhlas membimbing,memberikan saran, dukungan, serta perhatian sehingga peneliti mendapatkan banyak pembelajaran dari setiap proses pengerjaan penelitian ini.

3. IbuFiliaDina Anggaraeni,M.Pddan Kak Rahmi Putri Rangkuti,M.Psi selaku dosen penguji yang sudah sangat teliti dalam mengkoreksi hasil penelitian saya. Terima kasih telah


(7)

memberi saran-saran yang sangat membangun serta untuk kesempurnaan hasil penelitian saya.

4. Terima kasih untuk seluruh dosen pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas ilmu, arahan, dan nasehat yang diberikan. Semoga apa yang telah peneliti pelajari dapat diterapkan dengan baik.

5. Terima kasih kepada para narasumber wawancara pra-penelitian, ibu Hanum selaku Sekdes Percut Sei Tuan yang sudah banyak membantu memudahkan proses pengambilan data, seluruh Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SMP Percut Sei Tuan beserta Guru, dan seluruh subjek penelitian atas segala informasi dan bantuan terkait penelitian ini.

6. Terima kasih untuk para sahabat tersayang Nana, Inu, Dita yang rela menemani dan membantu untuk pengambilan data. Dan jugauntuk Chika, Holy, BCM, SPHAIY, beserta teman seperjuangan stambuk 2009 untuk setiap suka, duka, pelukan, dan kehadiran kalian yang membuat saya semangat untuk terus mengerjakan proses penyelesaian penelitian ini.

7. Seluruh pegawai Fakultas Psikologi USU atas bimbingan, bantuan, dan kekeluargaannya selama ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga dengan kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan


(8)

ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Oktober 2014

Zahra Afifa


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR……… xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II.LANDASAN TEORI ... 11

A.SELF REGULATED LEARNING ... 11

1. Definisi Self Regulated Learning ... 11

2. Perkembangan Self Regulated Learning ... 12

3. Strategi Self Regulated Learning ... 12

4. Aspek- aspek dari Self Regulated Learning ... 16

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning 18

B. SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ... 19

C. MASYARAKAT PESISIR ... 20

1. Definisi Masyarakat Pesisir ... 20 vi


(10)

3. Kemiskinan Masyarakat Pesisir ... 25

4. Permasalahan di Masyarakat Pesisir ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A.Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional Variabel ... 29

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 29

1. Populasi Penelitian ... 29

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 30

D.Metode pengambilan data ... 31

1. Skala Self Regulated Learning... 33

E. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 35

1.Validitas ... 35

2.Reliabilitas Alat Ukur ... 36

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39

1. Tahap persiapan ... 39

2. Tahap pelaksanaan ... 41

3. Tahap Pengolahan Data ... 41

G.Metode Analisis Data ... 41

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A.Analisis Data ... 43

1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 43 vii


(11)

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Suku ... 44

c. Gambaran Subjek BerdasarkanPekerjaan Orangtua ... 44

d. Gambaran Subjek Berdasarkan Penghasilan Orangtua ... 45

2. Hasil Penelitian ... 46

a. Hasil Utama ... 46

i.Gambaran Umum Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan ... 46

ii.Gambaran Berdasarkan Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan 48 iii.Kategorisasi Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan ... 50

b. Hasil Tambahan Penelitian ... 54

i.Gambaran Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan berdasarkan jenis kelamin ... 55

ii.Gambaran Strategi Self Regulated Learning Siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan berdasarkan suku ... 56

iii.Gambaran StrategiSelf Regulated Learning Siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan berdasarkan pekerjaan orangtua ... 58


(12)

di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan

berdasarkan penghasilan orangtua ... 60

B. Pembahasan ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar penilaian skala bentuk pernyataan ... 33

Tabel 2. Blue Print Skala Self Regulated Learning Sebelum Uji Coba... 34

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Regulated Learning Setelah Uji Coba ... 37

Tabel 4. Blue Print Skala Self Regulated Learning ... 38

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku ... 44

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 44

Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Penghasilan Orangtua ... 45

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Skala Self Regulated Learning ... 46

Tabel 10.Mean Empirik dan Mean Hipotetik Self Regulated Learning ... 47

Tabel 11. Pengkategorian Strategi Self Regulated Learning... 47

Tabel12. Pengkategorian Strategi Self Regulated Learning berdasarkan Skor Skala Self Regulated Learning ... 48

Tabel 13. Gambaran Strategi Self Regulated Learning berdasarkan empat belas strategi Self Regulated Learning ... 49

Tabel 14. Pengkategorian Strategi Self Regulated Learningberdasarkan strategi Self Regulated Learning ... 50

Tabel 15. Gambaran Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Jenis Kelamin .. 55

Tabel16. Gambaran Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Suku ... 56


(14)

Orangtua ... 58 Tabel 18.Gambaran Strategi Self Regulated Learning Berdasarkan Penghasilan

Orangtua ... 60


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Jenis Kelamin ... 56 Gambar 2. Grafik Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Suku ... 57 Gambar 3. Grafik Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Pekerjaan

Orangtua ... 59 Gambar 4. Grafik Strategi Self Regulated LearningBerdasarkan Penghasilan

Orangtua ... 61


(16)

Pertama Di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan Zahra Afifa dan Fasti Rola

ABSTRAK

Pada umumnya rumah tangga di masyarakat pesisir kurang mempunyai perencanaan yang matang terhadap pendidikan anak-anaknya. Pendidikan untuk sebagian besar keluarga di masyarakat pesisir masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi. Anak-anak mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah, karena ketidakmampuan ekonomi orangtuanya. Keterbatasan penghasilan atau kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir tidak jarang membuat isteri maupun anak-anak mereka ikut terlibat mencari nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Masalah yang perlu diwaspadai oleh siswa yang bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga yaitu tidak mudah membagi waktu antara sekolah, kerja, istirahat dan urusan-urusan lain. Agar mendapatkan prestasi akademis yang memuaskan diperlukan adanya kesiapan belajar di sekolah yang mencakup kesiapan mental dan kesiapan keterampilan belajar. Salah satu keterampilan belajar yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan di sekolah adalah kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self regulated learning. Oleh karena itu, seorang siswa harus memiliki tujuan dalam belajar agar dapat mencapai prestasi akademis yang baik dengan cara mampu mengoptimalkan penerapan strategi self regulated learning. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik subjek yang diteliti. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random

sampling, subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 siswa SMP di masyarakat

pesisir Percut Sei Tuan. Alat ukur yang digunakan berupa skala self regulated

learning (Zimmerman, 1998). Data yang diolah dalam penelitian ini adalah nilai

mean, standar deviasi, skor minimum, dan skor maksimum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum strategi self regulated learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan berada pada kategorisasi tidak terkategorikan. Hasil data juga menunjukkan bahwa yang memiliki kemampuan strategi belajar yang tinggi yaitu, pada strategi mengulang catatan.

Kata kunci : Strategi Self Regulated Learning, Siswa SMP, Masyarakat Pesisir


(17)

Description of Self Regulated Learning Strategies inJunior High School Students Percut Sei Tuan Coastal Communities

Zahra Afifa dan Fasti Rola ABSTRACT

In general,householdsincoastal communitieshave lesscareful planningfortheir children's education. Educationforthe majority offamiliesincoastal communitiesis still become the first priorityin the household. This of coursehas implications forthe education oftheir children. Withincomeis alwaysdependentonnatural conditions. Their living conditionsare alwaysin poor condition, especiallyeconomically. Their childrenhave to acceptto acquire alow level of education, becausetheir parents' economicincompetence. Limitations ofincomeorpovertyexperienced bycoastal communitiesoftenmakewivesandtheir childrenwere involvedseekadditionalincometo meetfamilyneeds. The problem thatneeds to be wary of studentswhoworkto helpparentsto meet theadditionalneeds ofthe familythat isnoteasy todivide their time betweenschool, work, restandother matters. In order to obtainsatisfactoryacademicperformance isrequiredreadinessto learnatschoolthat includesmental readiness learning readiness skills.Therefore students must have the determination that have an important role to be success at school by optimallyapplying the strategy of self-regulated learning.This study is a quantitative descriptive study that aims to explain and describe the characteristics of the subject under study. The sampling technique of this study are usingcluster

randomsampling, the subjects in this study amounted to 200junior high school

studentsPercutSei Tuancoastal communities.Measuring devices usedin this study are scaleof self-regulated learning(Zimmerman, 1998). The data are processedin this studyisthe mean, standarddeviation, minimumscores, andmaximumscore.The results ofthis study indicatethatin generalself-regulated learninginjunior high school studentsPercutSei Tuancoastal communitiesare inthe categorization ofuncategorized. Furthermore, additional results also showed hasa high learningability that is, thestrategy ofreview notes.

Keywords: Self-RegulatedLearningStrategies, Junior High SchoolStudents, Coastal Communities.


(18)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung pada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya kepada peserta didik. Sejalan dengan arus perubahan yang tiada henti, maka sumber daya manusia (SDM) yang diciptakan harus inovatif dan berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan, terutama untuk melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas atau minimal setingkat dengan kebutuhan.

Dengan adanya pendidikan, anak-anak diasah melalui seperangkat pengetahuan untuk memiliki kesadaran dan kemauan yang positif dalam menemukan tujuan untuk dirinya di masa yang akan datang. Perkembangan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukupbesar. Wajib belajar enam tahun dan pembangunan infrastruktur sekolah, lalu diteruskan dengan wajib belajar sembilan tahun adalah program pendidikan yang diakui cukup sukses(Latief, 2009).

Meskipun program pendidikan wajib belajar sembilan tahun sudah berjalan di Indonesia, tetapi masih terdapat persoalan pendidikan yang dihadapi


(19)

oleh bangsa Indonesia, yaitu masih tingginya angka putus sekolah. Berdasarkan data BKKBN tahun 2010, angka putus sekolah di Indonesia mencapai 13.685.324 siswa dengan usia sekolah 7-15 tahun. Jumlah total angka putus sekolah tersebut, sekitar 627.947 siswa putus sekolah berada di propinsi Sumatera Utara (Kiroyan, 2010). Siswa yang putus sekolah di propinsi Sumatera Utara banyak berasal dari masyarakat pesisir. Peneliti mendapatkan informasi bahwa terdapat kurang lebih 20.000 nelayan di Medan yang didapati 3.000 anak nelayan tersebut putus sekolah. Dari jumlah itu umumnya mereka hanya mengecap pendidikan di bangku sekolah menengah pertama (SMP) (Nusajaya, 2011).

Pada umumnya rumah tangga di masyarakat pesisir kurang mempunyai perencanaan yang matang terhadap pendidikan anak-anaknya. Pendidikan untuk sebagian besar keluarga di masyarakat pesisir masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa antusias terhadap pendidikan di masyarakat pesisir relatif masih rendah (Anggraini, 2000). Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anaknya (Pangemanan, 2002).

Masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara


(20)

(Winengan, 2007). Kondisi alam tersebut yang membuat sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang menyebabkan rendahnya kemampuan dan ketrampilan masyarakat pesisir (Winengan, 2007). Kemiskinan yang melanda rumah tangga masyarakat pesisir telah mempersulit mereka dalam hal menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anak mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah, karena ketidakmampuan ekonomi orangtuanya.Keterbatasan penghasilan atau kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir tidak jarang membuat isteri maupun anak-anak mereka ikut terlibat mencari nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarga (Kusnadi, 2003).

Selain itu berbicara tentang karakteristik budaya masyarakat pesisir yang menyangkut gaya hidup. Gaya hidup masyarakat pesisir ingin mengikuti gaya hidup masyarakat diperkotaan namun tidak sepenuhnya dapat terikuti. Dimana ada istilah “biar rumah condong asal gulai belomak”. Pepatah ini memberikan makna bahwa meskipun kondisi rumahmu tumbang asalkan tetap makan enak. Selain itu juga ada gambaran lain kecenderungan masyarakat pesisir untuk hidup boros. Penghasilan hari ini dihabiskan hari ini. Dengan penghasil yang selalu tergantung pada kondisi alam, maka hal tersebut membuat sulit bagi masyarakat pesisir untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik (Nikijuluw, 2001).

Namun, ditengah kemiskinan dan kesulitan tersebut ada juga temuan lapangan dari pengamatan secara tidak terstruktur dan hasil komunikasi personal dengan beberapa siswa diketahui bahwa tidak sedikit siswa sekolah menengah


(21)

pertama yang tetap ingin melanjutkan sekolah sambil bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga. Hal ini diungkap oleh H, seorang siswa SMPN Percut Sei Tuan :

“Saya sekolah, juga kerja bantu-bantu orangtua. Bahkan sewaktu saya masi SD sampai sekarang pun saya sudah membantu orangtua kerja, pulang saya sekolah saya langsung kerja itu rasanya capek kali, kadang kalau ada pr untuk dikumpul besok tidak saya kumpul, karena udah capek bermain dan membantu orangtua saya langsung tidur.”(Komunikasi Personal, 9 April 2013)

Data lain yang mendukung dari temuan dilapangan siswa sekolah menengah pertama yang tetap ingin melanjutkan sekolah sambil bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga.Hal ini diungkap oleh S, seorang siswa SMP Percut Sei Tuan :

“Kalau saya ikut melaut mencari ikan dengan ayah, kami biasanya berangkat malam dan itu selesainya bisa sampai jam empat pagi, dan akhirnya saya merasa capek, ditambah lagi kalau ada tugas yang harus dikumpulkan,saya memutuskan untuk tidak masuk sekolah.”(Komunikasi Personal, 9 April)

Dan dari pengamatan secara tidak terstruktur dan hasil komunikasi personal dengan salah satu guru di sekolah SMP Percut Sei Tuan, mengenai kondisi beberapa siswa yang ikut terlibat membantu pekerjaan orangtuannya sebagai nelayan :

“Biasanya kami langsung mendatangi kerumah siswa untuk menjemputnya, agar mereka tidak memiliki alasan lagi untuk tidak masuk ke sekolah, setidaknya dengan cara seperti ini kami bisa tetap mendorong anak-anak untuk tetap semangat bersekolah.”(Komunikasi Personal, 14 April 2013)


(22)

dilakukan oleh Fani Daulay dan Rola (2009) pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang bekerja dengan tidak bekerja, hasil penelitian menyatakan bahwa ada perbedaan self regulated learningpada mahasiswa yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Bila dilihat dari nilairata-rata subjek penelitian, diperoleh bahwa self regulated learning mahasiswayang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja.

Berdasarkan petikan wawancara di atas dan hasil penelitian terdahulu, terlihat bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara sekolah,kerja sambil membantu orangtua, dan belajar. Kondisi tersebut tidak mudah untuk dijalani dalam hal membagi waktu antara sekolah, kerja, istirahat, dan urusan-urusan lain.

Sukadji (2001) menambahkan bahwa agar sukses dalam pendidikan danberhasil menerapkan ilmu yang diperolehnya, peserta didik harus menggunakanseluruh potensi yang dimilikinya serta mengatur strategi belajar yang jitu. Suhana (2006) juga menyatakan bahwa di dalam proses belajar, seseorang akan memperoleh prestasi belajar yang baik bila ia menyadari, bertanggung jawab dan mengetahui cara belajar yang efisien. Hal ini tentu membutuhkan pengaturan diri yang baik pada siswa atau dengan kata lain kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self regulated

learning.

Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) menyatakan bahwa self regulated


(23)

menjadipengatur bagi belajarnya sendiri. Schunk (dalam Schunk & Zimmerman, 1998)menyatakan bahwa self regulated learning dapat dikatakan berlangsung bilapeserta didik secara sistematik mengarahkan perilaku dan kognisinya dengan caramemberi perhatian pada instruksi tugas-tugas, melakukan proses danmengintegrasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk diingat serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positif tentang kemampuan belajar (self efficacy) dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya.

Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self regulated

learning merupakan sebuah proses dimana seorang peserta didik mengaktifkandan

mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviour) dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan belajar. Agarmencapai tujuan belajar tersebut, peserta didik yang menerapkan self

regulated learning mendekati tugas belajar dengan berbagai strategi manajemen

sumberdaya seperti memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajardan mengatur waktu mereka secara efektif (Wahyono, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) ditemukan empat belas strategi self regulated

learning yaitu: 1) melakukan evaluasi diri dalam belajar, 2)mengatur dan

mengubah materi pelajaran, 3) membuat rencana dan tujuan belajar, 4) mencari informasi, 5) mencatat hal penting mengenai pelajaran, 6) mengatur lingkungan belajar, 7) mengetahui konsekuensi setelah mengerjakan tugas, 8) mengulang dan mengingat materi pelajaran, 9) meminta bantuan teman sebaya, 10) meminta bantuan guru, 11) meminta bantuan orang dewasa dalam memahami pelajaran


(24)

sebelumnya. 13) membaca ulang catatan, 14) membaca ulang buku pelajaran. Strategi tersebut digunakan peserta didik ketika belajar dan berkaitan dengan performansi akademik.

Penelitian yang dilakukan Pintrich dan De Groot (dalam Wolter, 1998) menemukan bahwa peserta didik yang menerapkan strategi self regulated learning menunjukkan motivasi intrinsik dan self efficacy serta prestasi yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Spitzer (2000) juga menunjukkan bahwa

selfregulated learning berkaitan erat dengan performansi akademik pada

mahasiswa dimana mahasiswa yang menerapkan strategi self regulated learning mengambil alih afeksi, pikiran dan tingkah lakunya sehingga menunjang prestasi belajar yang baik.

Pada siswa yang bekerja, melakukan kegiatan akademis sekaligus mencari uang bukanlah hal yang mudah, karena dapat menyebabkan stres. Hal ini diungkapkan oleh Furr dan Elling (2000) bahwa peserta didik yang bekerja cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang tidak bekerja dan juga jarang terlibat pada aktivitas akademik dan aktivitas sosial. Jika hal tersebut terus terjadi tentunya dapat mempengaruhi afeksi, pikiran dan tingkah laku peserta didik dalam penerapan strategi self-

regulatedlearning untuk menunjang prestasi belajar yang memuaskan.

Kemampuan ini tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat mengembangkan kemampuanself- regulated learning. Self regulated learningyang baik juga


(25)

membantu siswa dalam mengatur, merencanakan dan mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini pencapaian prestasi yang maksimal. Adanya self regulated learning, anak akan mampu menunjukkan atau menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapinya dalam usaha mencapai prestasinya (Fajar, 2007).

Siswa dikatakan telah menerapkan self-regulated learning apabila siswa tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1990). Kebiasaan mengatur dan mengarahkan diri sendiri diharapkan dapat terbentuk dalam belajar.

Self-regulated learning menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk

belajar disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Pada sisi lain, self-regulated learning menekankan pentingnya inisiatif karena self-regulated learning merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif sundiri. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikiran - pemikirannya, perasaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya untuk mencapaitujuan (Zimmerman, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki keterampilan strategi self-regulated learning. Oleh sebab itu, sebaiknya sejak dini siswa perlu diajarkan bagaimana menerapkan strategi

self-regulatedlearning dalam belajar agar siswa mampu mencapai prestasi maksimal


(26)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai ‘‘Bagaimanakah gambaranstrategi self-regulated

learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaranstrategi self- regulated

learningsiswa SMP di masyarakat pesisir.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi pendidikan, khususnya pada psikologi pendidikan yang berkaitan dengan strategi

self-regulated learning, sehingga dapat dijadikan tambahan refrensi bagi

penelitian-penelitian sejenis oleh peneliti selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai strategi self-

regulated learningpada siswa SMP yang khususnya tinggal di wilayah pesisir

Percut Sei Tuan. Serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi siswa-siswi mengenai pentingnya mengoptimalkan penerapan strategi self- regulated


(27)

learningdalam kegiatan akademiknya sehingga siswa dapat mencapai kesuksesan akademiknya.

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu strategi self-regulated learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur yang digunakan, dan prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisis Data Dan Pembahasan

Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan/diskusi.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Regulated Learning

1. Definisi Self Regulated Learning

Zimmerman (Woolfolk, 2004) mengatakan bahwa self-regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang peserta didik mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan perasaannya yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang dibicarakan adalah self-regulated learning.

Self-regulated learningmerupakan suatu proses pengaturan diri dan

strategi yang melibatkanmetakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990). Secara metakognisi, siswa membuatperencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan.Siswa bertanggung jawab dalam keberhasilan dan kegagalan, memilikiketertarikan intrinsik dalam menghadapi tugas yang mengacu kepadamotivasional. Serta secara behavioral, siswa mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar yang optimal, dan memberikan instruksi sertapenguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002).

Selain itu, self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan


(29)

menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinannya positif tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Zimmerman dalam Schunk & Zimmerman, 1989).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning adalah proses bagaimana seorang peserta didik mengatur pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya sehingga tercapai tujuan belajar.

2. Perkembangan Self-Regulated Learning

Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated

learning dimulai dari pengaruh sumber sosial yang berkaitan dengan kemampuan

akademik dan kemudian berkembang secara bertahap dimana awalnya dipengaruhi oleh lingkungan dan akhirnya dipengaruhi oleh diri sendiri.

a. Level pengamatan (observasional)

Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi-strategi belajar dari proses pengajaran, modeling, pengerjaan tugas, dan dorongan dari lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan self-regulated learning.


(30)

b. Level persamaan (emultive)

Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru model, namun berusaha menyamai gaya atau pola-pola umum saja. Oleh karena itu, mungkin saja menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru kata-kata yang digunakan oleh model.

c. Level kontrol diri (self controlled)

Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi, namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh model dan sudah menggunakan proses self reward.

d. Level pengaturan diri (self regulated)

Merupakan level terakhir dimana peserta didik mulaimenggunakan strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta self efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan menggunakan strategi- strategi khusus dan mengadaptasi untuk kondisi yang berbeda dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.

3. StrategiSelf-Regulated Learning

Dalam proses belajar yang baik, maka perlu adanya strategi- strategi untuk dapat mencapai tujuan belajar.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh


(31)

Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) ditemukan empat belas strategi

self-regulated learning sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap diri (self –evaluating)

Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan pekerjaannya.

2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming) Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt. 3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)

Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut.

4. Mencari informasi (seeking information)

Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.

5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)

Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari.

6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)

Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating)

Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.


(32)

Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan covert.

9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)

Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya.

10.Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance)

Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik.

11.Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)

Meminta bantuan orang dewasa yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran.

12.Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work)

Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar.

13.Mengulang catatan (review notes)

Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji.

14.Mengulang buku pelajaran (review texts book)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.


(33)

4. Aspek- Aspek dari Self-Regulated Learning

Menurut Borkowski dan Throp (dalam Boekaerts, 1996) bahwa banyak penelitian sepakat bahwa aspek yang paling mendasar dari self-regulated learning adalah keterfokusan pada tujuan. Sedangkan menurut Zimmerman (1990)

self-regulated learning terdiri dari 3 aspek umum dalam pembelajaran akademis,

yaitu:

a. Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan siswamerencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, danmengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses inimemungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahuidan menentukan pendekatan dalam belajar.

b. Motivasi dalam self-regulated learning yaitu dimana siswa merasakan

self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik.

c. Perilaku dalam self regulated learning ini merupakan upaya siswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat di mana mereka yang paling memungkinkan untuk belajar.

Sesuai aspek diatas, selanjutnya Wolters (2003) menjelaskan secara rinci penerapan strategi dalam setiap aspek self regulated learning sebagai berikut. Pertama, strategi untuk mengontrol atau meregulasi kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan metakognitif yang mengharuskan individu terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal),


(34)

untuk mengontrol kognisi dan proses belajarnya.

Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi melibatkan aktivitas yang penuh tujuan dalam memulai, mengatur, atau menyelesaikan aktivitas tertentu atau sesuai tujuan. Regulasi motivasi adalah semua pemikiran, tindakan atau perilaku dimana siswa berusaha mempengaruhi pilihan, usaha, dan ketekunan tugas akademisnya. Regulasi motivasi meliputi mastery self-talk,

extrinsicself-talk,relative self-talk,relevance enhancement,situasional

interestenhancement,self-consequating, dan penyusunan lingkungan (environment

structuring).

Ketiga, strategi untuk merugulasi perilaku merupakan usaha individu untuk mengontrol sendri perilaku yang terlihat. Sesuai penjelasan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa perilaku adalah aspek dari pribadi (person), walaupun bukan self”internal yang direpresentasikan oleh kognisi, motivasi dan afeksi. Meskipun begitu, individu dapat melakukan observasi, memonitor, dan berusaha mengontrol dan meregulasinya dan seperti pada umumnya aktivitas tersebut dapat dianggap sebagai self-regulatorybagi individu. Regulasi perilaku meliputi regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/study environment), dan pencarian bantuan (help-seeking).


(35)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

Cobb (2003) menyatakan bahwa self regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan.

a. Self efficacy

Self efficacymerupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau

kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar (Bandura dalam Cobb, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning. Peserta didik yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. b. Motivasi

Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki peserta didik secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Motivasi dibutuhkan peserta didik untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic) cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan lebih stabil/menetap bila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri


(36)

tidak penting. Kedua jenis motivasi ini sangat berperan dalam proses belajar. Peserta didik kadang termotivasi belajar oleh keduanya, misalnya mereka mengharapkan pemenuhan kepuasan atas keingintahuannya dengan belajar giat, namun mereka juga mengharapkan ganjaran (reward) dari luar atas prestasi yang mereka capai.

c. Tujuan (goals)

Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self

regulated learning yaitu menuntun peserta didik untuk memonitor dan mengatur

usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi peserta didik untuk mengevaluasi performansi mereka.

B.Siswa Sekolah Menengah Pertama ( Tahap Operasional Formal)

Menurut Piaget (dalam Papalia, Olds, &Feldman, 2001) siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan remaja yang berada pada tahap operasional formal dalam tahap perkembangan kognitif Piaget. Individu yang berada pada tahap operasional formal ini berusia antara 11 sampai 14 tahun. Pada usia tersebut remaja mengembangkan kapasitas untuk berpikir secara abstrak. Mereka sudah dapat berpikir mengenai apa yang akan terjadi, tidak hanya berfikir apakah ini. Mereka bisa mengembangkan kemungkinan- kemungkinanyang akan terjadi pada dari suatu masalah dan membuat hipotesis kemudian mengujinya serta mengambil


(37)

kesimpulan. Konsep berpikir seperti ini bisa disebut dengan hypothetical-deductive reasoning.

Menurut Lefrancois (1993) kemampuan yang juga mulai berkembang pada tahap operasional formal adalah kemampuan metakognitif. Pada tahap perkembangan kognitif sebelumnya yaitu tahap operasional konkrit, kemampuan kognitif sama sekali belum ada. Seiring dengan berkembangnya kemampuan kognitif maka individu juga bisa menganalisa performansi mereka, memprediksi kemungkinan kesuksesan mereka, serta mampu mengubah strategi jika diperlukan, mengevaluasi tugas, dan memonitor kegiatan mereka, khususnya dalam belajar.

C.Masyarakat Pesisir

1. Definisi Masyarakat Pesisir

Pengertian masyarakat pesisir tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Oleh karena itu terlebih dahulu memahami tentang definisi masyarakat. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup lama dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengatur diri dan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu yang diharuskan dengan jelas. Pada hakikatnya pengertian masyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a)Adanya sejumlah manusia yang hidup bersama. b) Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama. c) Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan. d) Menyadari bahwa mereka bersama-sama diikat oleh perasaan


(38)

tertentu (Audiyahira, 2011).

Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, pengolah ikan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lain-lain (Nikijuluw, 2001).

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki tempramental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Realitas pendidikan di masyarakat pesisir mengalami proses kemunduran, anak-anak menjadi putus sekolah dan lebih memilih bekerja sebagai nelayan untuk mencari nafkah (Audiyahira, 2011).

1. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat di pesisir pantai secara umum mempunyai karakteristik yaitu sebagian besar merupakan nelayan tradisional dengan penghasilan pas-pasan, tergolong keluarga miskin yang disebabkan oleh faktor alamiah; yaitu semata-mata bergantung pada hasil tangkapan yang bersifat musiman.Faktor non alamiah berupa keterbatasan teknologi alat penangkap ikan sehingga berpengaruh terhadap pendapatan keluarga. Rendahya pendapatan keluarga berdampak terhadap ketersediaan pangan keluarga, ketersediaan rumah yang layak, dan pendidikan yang rendah untuk anak-anaknya (Kusnadi 2003).


(39)

Selain itu karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya aspek pengetahuan, kepercayaan (teologis), dan posisi nelayan sosial. Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang. Sementara, dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut. Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisisosial nelayan, pada umumnya nelayan tergolong kasta rendah(Nikijuluw, 2001).

Karateristik sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dilihat dari faktor mata pencaharian dan lingkungan pemukiman. Mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah pesisir adalah di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan, seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), penambangan pasir, kayu mangrove dll. Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh (Fakhrudin, 2008).

Apabila berbicara tentang karateristik budaya masyarakat pesisir disini akan menyangkut gaya hidup. Gaya hidup masyarakat pesisir ingin mengikuti gaya hidup masyarakat di perkotaan namun tidak sepenuhnya dapat terikuti. Hal ini lebih jelas terlihat dari kalangan generasi mudanya. Selain itu ada istilah “biar rumah condong asal gulai balomak”. Pepatah ini memberi makna bahwameskipun


(40)

gambaran penilaian yang sering diberikan oleh pihak luar kepada masyarakat pesisir. Gambaran lain tentang masyarakat pesisiradalah masyarakat pesisirkecenderungan untuk hidup boros. Penghasilan hari ini dihabiskan hari ini juga, sehingga akhirnya nelayan tetap berada dalam keadaan yang tidak baik karena tidak pasti penghasilan yang mereka peroleh dan apakah hari ini atau esok mereka akan memperoleh penghasilan atau tidak terkadang tidak begitu dipikirkan(Nikijuluw, 2001).

Masyarakat pesisir merupakan suatu komunitas yang hidup di wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya dengan sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal, masyarakat pesisir tidak mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir. Masalah kompleks yang dihadapi masyarakat pesisir adalah kemiskinan, keterbatasan pengetahuan untuk pengelolaan sumberdaya dan teknologi.

2. Pendidikan Masyarakat Pesisir

Pendidikan seharusnya menjadi perhatian penting didalam masyarakat yangdiprioritaskan pada masyarakat pesisir, hal ini terbukti dengan tingkat pendidikan yang rendahpada masyarakat pesisir, rata-rata tingkat pendidikan masyarakat pesisir berhenti sampai batas SMP atau SMA saja. Hal ini dipengaruhi dengan beberapa faktor diantaranya yaitu, faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor keluarga (Dahuri, 2001).


(41)

a. Faktor Ekonomi

Kurangnya informasi dan pengetahuan yang menjadikan pola ekonomi masyarakat pesisir menjadi stagnan (tetap pada posisi), sehingga perkembangan ekonomi masyarakat pesisir kurang berkembang. Hal ini disebabkan karena cara mendapatkan penghasilan yang singkat, dalam hal ini adalah sebagai seorang nelayan (untuk mendapatkan penghasilan tanpa harus membutuhkan ijazah atau legalitas dari akademika) dan penghasilan yang selalu digantungkan setiap hari, sehingga mempengaruhi pola keuangan dalam keluarga. Secara sederhananya (pendapatan satu hari dihabiskan untuk satu hari itu) hal ini terjadi karena pemikiran bahwa kekayaaan laut yang terus tersedia setiap harinya, sehingga tidak terlalu untuk memikirkan hari esok. Pola tersebut sulit untuk dikembangkan secara jangka panjang, dengan pola seperti itu kebutuhan pokok lebih dipentingkan daripada kebutuhan pendidikan.Anggapan kurang pentingnya pendidikan dipengaruhi oleh masa depan yang sudah pasti bagi masyarakat pesisir yaitu bekerja sebagai seorang nelayan, selain itu kurangnya berkembanganya ekonomi keluarga membuat anak-anak di masyarakat pesisir untuk mandiri (bekerja mencari uang sendiri)daripadamenempuh pendidikan.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan masyarakat pesisir sudah mengenalkan cara mendapatkan uang dengan mudah bahkan semenjak anak-anak pun sudah ikutmendapatkan uang dengan mudah untuk mendapatkannya. Dunia


(42)

berubah menjadi perilaku selayaknya orang dewasa yang berusaha untuk menghasilkan uang sendiri. Lingkungan anak-anak lebih terbiasa untuk melakukan perilaku orang dewasa. Pola seperti ini mengarahkan anak-anak untuk mengisi kesibukanya dengan kegiatan menghasilkan uang sendiri daripada mengisi keseharianya dengan pendidikan.

c. Faktor Keluarga

Pentingnya peran keluarga dalam melihat pendidikan sebagai hal yang penting terhadap masa depan anaknya. Dalam masyarakat pesisir orang tua menganggap pendidikan kurang penting. Hal ini dapat dilihat ketika anak-anak yang sudah menginjak usia produktif atau 17 tahun ke atas banyak yang disuruh untuk bekerja daripada melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola pikir orangtua yang secara turun-temurun yang lebih mementingkan mencari uang. Selain itu, faktor ekonomi yang kurang membuat orangtua berpikir dua kali untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Kemiskinaan Masyarakat Pesisir

Secara umum, kemiskinaan masyarakat pesisir disebabkan olehtidak terpenuhinya hak hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, perkerjaan dan infrastruktur. Selain itu kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi


(43)

masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.

4. Permasalahan di Masyarakat Pesisir

Menurut Dahuri (2001), di dalam pembangunan masyarakat pesisir, sesuai sifat, situasi dan kondisi yang ada, ditemukan berbagai permasalahan sebagai berikut:

1. Desa pantai pada umumnya terisolasi.

2. Sarana pelayanan dasar termasuk prasarana fisik masih terbatas. 3. Kondisi lingkungan kurang terpelihara.

4. Air bersih dan sanitasi jauh dari cukup.

5. Keadaan perumahan umumnya masih jauh dari layak huni.

6. Keterampilan yang dimiliki penduduk umumnya terbatas pada masalah penangkapan ikan sehingga kurang mendukung diversifikasi kegiatan. 7. Pendapatan penduduk rendah.

8. Peralatan melaut yang dimiliki terbatas. 9. Permasalahan modal.

10. Waktu dan tenaga yang tersita untuk kegiatan penangkapan ikan cukup besar sehingga kurang mempunyai kesempatan untuk mencari usaha tambahan maupun memperhatikan keluarga.

11. Kurang pengetahuan tentang pengelolaan kehidupan ikan maupun siklus hidup biota laut.


(44)

mendukung usaha pengembangan kegiatan pertanian.

13. Karena kurangnya waktu senggang, umumnya mereka kurang bergaul, kekeluargaan lemah dan kurang perhatian pada lembaga-lembaga masyarakat di desa maupun dalam pembangunan desanya.

14. Kegiatan ekonomi masyarakat umumnya masih tradisional, terbatas pada satu produk saja yaitu ikan.

Dari berbagai permasalahan kehidupan yang ada di masyarakat pesisir yaitu sebagian besar merupakan nelayan tradisional dengan penghasilan pas-pasan, tergolong keluarga miskin dan sebagian besar penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tentunya hal iniberdampak pada pendidikan yang rendah untuk anak-anaknya. Ditengah kemiskinan dan kesulitan tersebut, tetap ada siswa yang meneruskan sekolah hingga ketingkat yang lebih tinggi dimasyarakat peisir. Mereka tetap yakin bahwa mereka mampu untuk bertahan dan bangkit dari kondisi tersebut. Hal ini terjadi karena keyakinan, motivasi,tujuan serta persepsi siswa tentang sekolah tinggi yang menjadikan regulasi diri sebagai salah satu cara agar siswa mampu memenuhi tuntutan kehidupan tersebutsehingga terhindar dari kegagalan di sekolah dan mampu untuk beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupannya.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data, pengambilan kesimpulan penelitian dan dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini, termasuk identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi, metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, serta metode analisa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Menurut Suryabrata (2003) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat- sifat populasi atau daerah tertentu. Data yang akan dikumpulkan semata- mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi. Dimana penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran strategi self- regulated learning pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan.

A.Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel diartikan sebagai sesuatu (atribut atau sifat ) yang terdapat pada subjek penlitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif atau kualitatif (Azwar, 2010). Sesuai dengan judul penelitian yaitu gambaran strategi self- regulated


(46)

Tuan, maka penelitian ini hanya memiliki 1 (satu) variabel yang akan diukur yaitu strategi Self-Regulated Learning.

B.Definisi Operasional Variabel

Self regulated learning dalam penelitian ini adalah strategi yang

digunakan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar dengan cara memonitor, meregulasi, dan mengontrol aspek kognisi, motivasi, dan perilaku. Pengukuran self- regulated learning dievaluasi melalui pemakaian strategi belajar dalam setiap aspeknya.Skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dalam setiap strategi pada skala self regulated learning menunjukkan tingkat self-regulated learning siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan. Apabila perolehan skor pada skala self

regulated learningsemakin tinggi berarti subjek memilikiself-regulated learning

yang semakin efektif. Sebaliknya, apabila skor skala self-regulated

learningsemakin rendah berarti subjek memilikiself-regulated learning yang

semakin tidak efektif.

C.Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian

Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan (Hadi, 2000). Populasi merupakan kelompok subjek yang memiliki ciri- ciri atau karakteristik-


(47)

karakteristik bersama yang membedakan dari kelompok subjek yang lain. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan.

2. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian dari populasi sehingga sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2010). Mengingat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel (Hadi, 2002). Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisa dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30 subjek, walaupun ia juga mengakui bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Menurut Azwar (2010), secara tradisional statistika jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek dianggap sudah cukup banyak. Kekuatan tes akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel, maka jumlah sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di Percut Sei Tuan. Siswa- siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilibatkan dalam proses uji coba adalah sebanyak 125 orang.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penarikan sampel probabilitasdengan teknikcluster random sampling. Teknik penarikan sampel probabilitas adalah suatu teknik penarikan sampel yang


(48)

yang sama untuk terpilih sebagai sampel, pengambilannya harus dengan teknik random atau acak (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel dengan cara cluster random samplingpada penelitian ini adalah dengan terlebih dahulu populasi dibagi atas dasar himpunan-himpunan dimana populasi tersebut menyebar. Dalam hubungan ini, yang dirandom adalah himpunannya, himpunan yang terpilih sebagai sampel adalah seluruh siswa SMP kelas VIII yang berada di sekolah SMPN 3 Percut Sei Tuan, SMPN 4 Percut Sei Tuan, SMPS Ar-Rahman Percut Sei Tuan, dan SMPS Citra Harapan Percut Sei Tuan. Cara merandom untuk mendapatkan himpunan yang akan menjadi sampel bisa dengan cara undian ataupun tabel bilangan random. Misalnya yang menjadi populasi adalah siswa SMP Swasta Harapan di Percut Sei Tuan yang duduk dikelas VIII. Siswa masing-masing terdiri dari laki-laki dan perempuan. Random tidak dilakukan langsung pada semua murid, tetapi kelas tersebut sebagai kelompok atau cluster. Dari sejumlah kelas yang sudah dirandom, dihitung jumlah unit sampel sampai memenuhi ukuran sampel minimun yang telah ditetapkan yang kemudian menjadi sampel penelitian ini dan begitu juga selanjutnya untuk memilih sampel pada seluruh siswa SMP kelas VIII di ketiga sekolah berikutnya.

D.Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode self- report dalam bentuk skala. Skala yaitu suatu metode


(49)

pengumpulan data yang berisikan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala merupakan kumpulan pernyataan- pernyataan mengenai suatu objek. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi- situasi tertentu yang sedang dihadapi (Azwar, 2009). Skala yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala self regulated learning. Skala self regulated learning terdiri dari 53 aitem yang telah diuji coba.

Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode rating dijumlahkan atau dikenal dengan skala Likert (Azwar, 2010). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self regulated learning yang diberikan kepada siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah Percut Sei Tuan, dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Prosedur dengan penskalaan dengan metode likert didasari dua asumsi yaitu: 1) Setiap pernyataan sikap yang disepakati termasuk pernyataan yang

favorable (mendukung) atau tidak favorable (tidak mendukung).

2) Jawaban dari individu yang mempunyai sikap positif harus dioberi bobot (nilai) yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negaitif.

Penilaian bergerak dari 4 sampai 1 untuk item-item favourable dan 1 sampai 4 untuk item-item unfavourable. Berikut ini adalah daftar penilaian untuk tiap skala :


(50)

Bentuk Pernyataan

Nilai

SS S TS STS

Favourable 4 3 2 1

unfavourable 1 2 3 4

Semakin tinggi nilai yang diperoleh siswa- siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam penerapan strategi skala Self Regulated Learning, maka semakin tinggi self regulated learning siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan semakin rendah nilai yang diperoleh siswa- siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP), maka semakin rendah self regulated learning siswa- siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP).

1. Skala Self Regulated Learning

Skala ini disusun berdasarkan 14 strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) sebagai berikut : Evaluasi terhadap diri (self –evaluating), Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), Membuat rencana dan tujuan belajar

(goal setting & planning), Mencari informasi (seeking information), Mencatat hal

penting (keeping record & monitoring), Mengatur lingkungan belajar

(environmental structuring), Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self

consequating), Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), Meminta

bantuan teman sebaya (seek peer assistance), Meminta bantuan guru/pengajar

(seek teacher assistance), Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance),

Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work),Mengulang catatan


(51)

blue print skala self regulated learning. Berikut dalam Tabel 2 akan dirangkumkan blue print skala sebelum uji coba :

Tabel 2. Blue PrintSkala Self Regulated Learning Sebelum Uji Coba

No. Strategi Aitem

Favorable

Aitem

Unfavorable Jumlah

1. Evaluasi terhadap diri

sendiri 15, 1, 29 57, 43, 58 6

2.

Mengatur dan mengubah materi pelajaran

2, 30, 59 16, 44, 74 6 3. Membuat rencana dan

tujuan belajar 45, 3, 17 31, 75, 60 6 4. Mencari informasi 46, 4, 32 18, 61, 76 6 5. Mencatat hal penting 33, 5, 47 19, 77, 62 6 6. Mengatur lingkungan

belajar 20, 63, 6 48, 78, 34 6

7. Konsekuensi setelah

mengerjakan tugas 35, 21, 64 7, 49, 79 6 8. Mengulang dan

mengingat 36, 65, 22 8, 80, 51 6

9. Meminta bantuan

teman sebaya 51, 9, 37 66, 23, 81 6

10. Meminta bantuan

guru 38, 52, 24 67, 10, 82 6

11. Meminta bantuan

orang dewasa 11, 53, 25 68, 39, 83 6

12. Mengulang tugas atau

tes sebelumnya 26, 69, 12 54, 70, 40 6 13. Mengulang catatan 27, 41, 70 13, 84, 55 6 14. Mengulang buku

pelajaran 42, 72, 14 28, 56, 73 6


(52)

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya.. Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi menunjukkan sejauh mana aitem- aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes tersebut. Isi tes harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Pengujian validitas isi tidak melalui analisis statistik tetapi menggunakan validitas rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2009).

Pertama sekali aspek-aspek dan karakteristik yang akan diukur ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya peneliti akan menyusun aitem-aitem yang mengacu pada blue print yang telah dibuat sebelumnya. Setelah itu, peneliti meminta pertimbangan professional judgment sebelum aitem-aitem dijadikan alat ukur.

Uji validitas juga dilakukan dengan menghitung daya diskriminasi aitem yaitu sejauh mana aitem mampu mebedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2010). Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi dimana komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix). Koefisien korelasi aitem-total berkisar dari 0 (nol) sampai 1 (satu) dengan tanda positif atau negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1.00. Koefisien yang mendekati angka 0 (nol) atau yang memiliki tanda negatif mengindikasikan daya diskriminasi yang tidak baik. Sesuai dengan penilian aitem pada level interval,


(53)

maka pernyataan- pernyataan pada skala diuji daya diskriminasinya dengan menggunakan Pearson Product Moment (Azwar, 2010).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2009). Reliabilitas penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal. Pada pendekatan ini skala psikologi hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antara aitematau antara bagian dalam skala psikologi itu sendiri (Azwar, 2009). Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama- sama. Koefisien reliabilitas memiliki rentang angka 0 hingga 1, dimana semakin mendekati angka 1, maka reliabilitas yang ditunjukkan akan semakin tinggi. Reliabilitas alat ukur dihitung pada setiap dimensi. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien Reliabilitas Alpha

Cronbach. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan mengolah data- data pada

program SPSS versi 20.0.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengukur kualitas dari aitem- aitem yang telah disusun. Hasil uji coba alat ukur dilakukan melalui tiga kali perhitungan agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standard ukur dan daya diskriminasi aitem (rix) lebih


(54)

diujicobakan adalah sebesar 0.925 dan terdapat 30 buah aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi aitem di bawah 0.30. Pada perhitungan kedua, reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah sebesar 0.937 dan terdapat satu buah aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi aitem di bawah 0.30. Pada perhitungan ketiga, reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah sebesar 0.937 dan semua aitem memiliki indeks daya diskriminasi aitem di atas 0.30.

Berdasarkan perhitungan sebanyak tiga kali putaran, diperoleh 53 aitem yang dapat digunakan di dalam penelitian dengan reliabilitas alat ukur sebesar 0.937 dan daya diskriminasi aitem yang bergerak dari rentang 0.304 – 0.628. Distribusi aitem setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 3 :

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Regulated Learning Setelah di Uji Coba

No. Strategi Aitem

Favorable

Aitem

Unfavorable Jumlah

1. Evaluasi terhadap diri

sendiri - 57, 58 2

2.

Mengatur dan mengubah materi pelajaran

30 16, 44, 74 4

3. Membuat rencana dan

tujuan belajar 17 31, 75, 60 4

4. Mencari informasi 46 18, 61, 76 4

5. Mencatat hal penting 33, 47 19, 77, 62 5 6. Mengatur lingkungan

belajar - 48, 78 2

7. Konsekuensi setelah

mengerjakan tugas 35, 21 49, 79 4

8. Mengulang dan

mengingat 36, 65 80, 51 4

9. Meminta bantuan

teman sebaya - 66,81 2

10. Meminta bantuan


(55)

11. Meminta bantuan

orang dewasa 25 68, 83 3

12. Mengulang tugas atau

tes sebelumnya 26, 12 54, 70, 40 5

13. Mengulang catatan 27, 41, 70 13, 84, 55 6 14. Mengulang buku

pelajaran 42, 72 28, 56, 73 5

Jumlah 53

Peneliti melakukan penomoran aitem yang baru setelah memperoleh aitem- aitem dengan daya diskriminasi baik dan reliabilitas yang memenuhi standard ukur. Distribusi aitem pada skala penelitian dapat dilihat pada tabel 4 :

Tabel 4. Blue Print Skala Self Regulated Learning

No. Strategi Aitem

Favorable

Aitem

Unfavorable Jumlah

1. Evaluasi terhadap diri

sendiri - 52(57), 45(58) 2

2. Mengatur dan mengubah

materi pelajaran 8(30)

18(16), 46(44),

21(74) 4

3. Membuat rencana dan

tujuan belajar 16(17)

38(31), 19(75),

43(60) 4

4. Mencari informasi 32(46) 26(18), 41(61),

17(76) 4

5. Mencatat hal penting 20(33), 34(47) 28(19), 15(77),

39(62) 5

6. Mengatur lingkungan

belajar - 50(48), 13(78) 2

7. Konsekuensi setelah

mengerjakan tugas 22(35), 4(21) 44(49), 11(79) 4 8. Mengulang dan

mengingat 24(36), 37(65) 9(80), 42(50) 4 9. Meminta bantuan teman

sebaya - 35(66), 7(81) 2

10. Meminta bantuan guru 30(38) 33(67), 5(82) 3 11. Meminta bantuan orang

dewasa 6(25) 31(68), 3(83) 3

12. Mengulang tugas atau

tes sebelumnya 12(26), 2(12)

53(54), 29(70),

48(40) 5

13. Mengulang catatan 10(27), 40(41), 27(71)

51(13), 1(84),


(56)

pelajaran 23(73)

Jumlah 53

Ket: nomor yang berada pada dalam kurung merupakan penomoran yang lama

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :

a. Rancangan alat dan instrumen penelitian

Alat ukur yang digunakan di dalam penelitian berupa skala self regulated

learning yang terdiri dari 53 (lima puluh tiga) pernyataan yang disusun

berdasarkan 14 kategori strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998). Skala disusun sendiri oleh peneliti dengan empat pilihan respon yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala yang telah disusun akan diuji coba validitas melalui professional judgment (dosen pembimbing). Skala dibuat dalam bentuk buku dengan huruf Times New Roman ukuran 16.

b. Perizinan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengurus surat perizinan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara untuk sekolah. Setelah surat izin dari Fakultas dikeluarkan, awalnya surat diberikan kepada pihak kantor kepala desa Percut Sei Tuan untuk meminta bantuan informasi keadaan masyarakat setempat mengenai bidang pendidikan dan meminta data-data sekolah yang tersebar didaerah tersebut khususnya sekolah


(57)

menengah pertama(SMP), setelah itu mendatangi satu persatu sekolah agar diizinkan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

c. Uji Coba Alat Ukur

Skala kemudian diuji cobakan kepada sampel yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Uji coba dilakukan pada tanggal 24 Februari 2014 sampai dengan 4 Maret 2014. Sampel yang ikut dalam uji coba adalah siswa-siswi kelas 2 (dua) Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di daerah Percut Sei Tuan yang berjumlah 125 orang.

d. Revisi Alat Ukur

Setelah aitem diperiksa oleh professional judgment dan telah diujicobakan kepada siswa-siswi kelas 2 (dua) Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di daerah Percut Sei Tuan, data uji coba dianalisis daya diskriminasi aitem dan reliabilitasnya menggunakan bantuan program SPSS version 20.00 for windows. Daya diskriminasi aitem dihitung dengan menggunakan korelasi pearson product

moment dimana akan dilakukan penseleksian terhadap aitem yang memiliki daya

diskriminasi di atas 0.30. Dari 84 aitem yang diujicobakan, didapatkan bahwa ada 53 aitem yang dapat digunakan di dalam penelitian dengan daya diskriminasi aitem yang bergerak dari rentang 0.304 – 0.628 dan reliabilitas alat ukur sebesar 0.937. Peneliti kemudian melakukan penomoran baru terhadap aitem yang bertahan dalam proses uji coba agar dapat kemudian disusun menjadi skala penelitian. Aitem- aitem tersebut kemudian disusun kembali menjadi skala dalam bentuk booklet dengan huruf Times New Roman ukuran 16.


(58)

Setelah alat ukur direvisi maka dilakukan pengambilan data terhadap subjek penelitian. Penelitian dilakukan pada tanggal 23 April 2014 sampai dengan 25 April 2014 dengan memberikan alat ukur berupa skala self regulated learning kepada 200 subjek penelitian. Peneliti mendatangi beberapa sekolah yang berada di daerah Percut Sei Tuan untuk meminta kesediaan subjek penelitian mengisi skala. Dari 200 skala yang dibagikan, semua skala yang datanya bisa diolah dalam penelitian.

3. Tahap Pengolahan Data

Keseluruhan data yang didapat pada tahap pelaksanaan selanjutnya diolah dengan menggunakan SPSS for windows 20.00 version.

G.Metode Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah untuk mendapatkan skor dari self

regulated learning yang berupa data statistik. Analisa data bertujuan untuk

memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti. Penyajian hasil deskripsi biasanya berupa frekuensi dan persentasi serta berbagai bentuk grafik, chart pada data yang bersifat kategorikal, dan berupa statistik kelompok (Azwar, 2010). Data statistik yang akan dihasilkan berupa skor minimum, skor maksimum, mean, dan standard deviasi. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah tidak terlalu mendalam.


(59)

Untuk memberikan makna yang memiliki nilai diagnostik, skor mentah harus mengacu pada suatu norma kategorisasi, Azwar (2010) menyatakan bahwa pengkategorisasian dilakukan atas dasar skor mentah dari penjumlahan skor skala belum dapat bercerita banyak mengenai individu yang diukur. Sebelum dilakukan pengkategorisasian, data penelitian haruslah memenuhi persyaratan bahwa data terdistribusi secara normal dan pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov dimana jika nilai p.sig > 0.05 maka data penelitian terdistribusi secara normal. Setelah data terdistribusi secara normal, kemudian seseorang dikatakan memiliki strategiself regulated learningtinggi dan rendah dari nilai mean dan standard deviasi yang dibuat dalam tiga rentang, yaitu kategori rendah, tidak terkatagori, dan kategori tinggi.


(60)

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab berikut ini akan diuraikan mengenai keseluruhan penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan hasil penelitian, analisa dan interpretasi data penelitian serta pembahasan.

A.Anilasa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian terdiri dari 200 orang siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di daerah masyarakat pesisir Percut Sei Tuan. Dari 200 orang siswa-siswi yang menjadi sampel penelitian, didapatkan gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin, suku, pekerjaan orangtua, dan penghasilan orangtua perbulan.

a. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh data subjek sebagai berikut :

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase

Perempuan 118 59%

Laki- laki 82 41%

Total 200 100%

Tabel 5 menunjukkan jumlah subjek yang berjenis perempuan sebanyak 118 orang ( 59%), dan yang berjenis kelamin laki- laki sebanyak 82 orang ( 41%).


(61)

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Suku

Berdasarkan suku subjek penelitian maka diperoleh data subjek sebagai berikut :

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku

Suku Frekuensi (N) Persentase

Jawa 90 45 %

Batak 43 215 %

Melayu 36 18 %

Mandailing 18 9 %

Sunda 6 3%

Karo 4 2 %

Nias 3 1.5%

Total 200 100%

Tabel 6menunjukkan subjek yang bersuku Jawa yang paling banyak, yaitu 90 orang (45%), kemudian yang bersuku Batak sebanyak 43 orang (21.5%),bersuku Melayu sebanyak 36 orang (18%), suku Mandailing sebanyak 18 orang (9%), suku Karo sebanyak 4 orang (2%), suku Sunda sebanyak 6 orang (3%), dan suku Nias sebanyak 3 orang (1.5%).

c. Gambaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orangtua

Berdasarkan pekerjaan orangtua subjek penelitian maka diperoleh data subjek sebagai berikut:

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orangtua Pekerjaan Orangtua Frekuensi (N) Persentase

Nelayan 53 26.5%

Petani 42 21%

Buruh 19 9.5%

Wiraswasta 44 22%

Pedagang ikan 23 11.5%


(62)

PNS 12 6%

Satpam 2 1%

Total 200 100%

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan pekerjaan orangtua dari siswa yang bekerja sebagai Nelayan sebanyak 53 orang (26.5%), bekerja Petani sebanyak 42 orang (21%), bekerja Buruh sebanyak 19 orang (9.5%), bekerja Wiraswasta sebanyak 44 orang (22%), bekerja sebagai Pedagang Ikan sebanyak 23 orang (11.5%), bekerja Supir sebanyak 3 orang (1.5%), bekerja Guru sebanyak 2 orang (1%), bekerja sebagai PNS sebanyak 12 orang (6%), dan bekerja sebagai Satpam sebanyak 2 orang (1%).

d. Gambaran Subjek Berdasarkan Penghasilan Orangtua perbulan

Berdasarkan penghasilan orangtua perbulan subjek penelitian maka diperoleh data subjek sebagai berikut :

Tabel 8. Peneyebaran Subjek Berdasarkan Penghasilan Orangtua Penghasilan perbulan Frekuensi (N) Persentase

< Rp1.000.000,- 94 47%

Rp1.000.000,- s.d. Rp3.000.000,- 91 45.5%

>Rp3.000.000,- 15 7.5%

Total 200 100%

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan penghasilan orangtua dibawah Rp1.000. 000,- per bulan sebanyak 94 orang (47%), yang memiliki penghasilan diantara Rp1.000.000,- hingga Rp3.000.000,- per bulan sebanyak 91 orang (45.5%), dan yang memiliki penghasilan diatas Rp3.000.000,- per bulan sebanyak 15 orang (7.5%).


(1)

n.

Strategi

review text book

Statistics kategori_strategi14

N

Valid 200

Missing 0

kategori_strategi14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 43 21.5 21.5 21.5

Tidak terkategori 140 70.0 70.0 91.5

tinggi 17 8.5 8.5 100.0

Total 200 100.0 100.0

3.

STRATEGI

SELF REGULATED LEARNING

BERDASARKAN

JENIS KELAMIN

Statistics perempuan

N

Valid 118

Missing 0

Jenis kelamin perempuan Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

rendah 20 16.9 16.9 16.9

Tidak terkategori 98 83.1 83.1 100.0


(2)

Statistics Laki-laki

N

Valid 82

Missing 0

Jenis kelamin laki-laki Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

rendah 8 9.8 9.8 9.8

Tidak terkategori 74 90.2 90.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

4.

STRATEGI

SELF REGULATED LEARNING

BERDASARKAN SUKU

Statistics Suku melayu

N Valid 36

Missing 0

Suku melayu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

rendah 6 16.7 16.7 16.7

Tidak terkategori 30 83.3 83.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Statistics Suku jawa

N

Valid 90

Missing 0

Suku jawa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

rendah 15 16.7 16.7 16.7

Tidak terkategori 75 83.3 83.3 100.0


(3)

Statistics Suku batak

N Valid 43

Missing 0

Suku batak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 2 4.7 4.7 4.7

Tidak terkategori 41 95.3 95.3 100.0

Total 43 100.0 100.0

Statistics Suku lain-lain

N Valid 31

Missing 0

Suku lain-lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 5 16.1 16.1 16.1

Tidak terkategori 26 83.9 83.9 100.0

Total 31 100.0 100.0

5.

STRATEGI

SELF REGULATED LEARNING

BERDASARKAN PEKERJAAN

ORANGTUA

Statistics nelayan

N Valid 53

Missing 0

Nelayan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 8 15.1 15.1 15.1

Tidak terkategori 45 84.9 84.9 100.0


(4)

Statistics petani

N

Valid 42

Missing 0

Petani

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 7 16.7 16.7 16.7

Tidak terkategori 35 83.3 83.3 100.0

Total 42 100.0 100.0

Statistics wiraswasta

N Valid 44

Missing 0

Wiraswasta

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 6 13.6 13.6 13.6

Tidak terkategori 38 86.4 86.4 100.0

Total 44 100.0 100.0

Statistics Pedagang ikan

N Valid 23

Missing 0

Pedagang ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 2 8.7 8.7 8.7

Tidak terkategori 21 91.3 91.3 100.0


(5)

Statistics Pekerjaan lain-lain

N

Valid 38

Missing 0

Pekerjaan lain-lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 5 13.2 13.2 13.2

Tidak terkategori 33 86.8 86.8 100.0

Total 38 100.0 100.0

6.

STRATEGI

SELF REGULATED LEARNING

BERDASARKAN

PENGHASILAN ORANGTUA

Statistics

Kurang dari 1juta

N Valid 94

Missing 0

Kurang dari 1juta

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 14 14.9 14.9 14.9

Tidak terkategori 80 85.1 85.1 100.0

Total 94 100.0 100.0

Statistics Diantara 1 - 3jt

N Valid 91

Missing 0

Diantara 1 -3jt

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 11 12.1 12.1 12.1

Tidak terkategori 80 87.9 87.9 100.0


(6)

Statistics Lebih dari 3juta

N Valid 15

Missing 0

Lebih dari 3juta

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

rendah 3 20.0 20.0 20.0

Tidak terkategori 12 80.0 80.0 100.0