Syathral Masjidil Haram, Imam-Khatib Beda Orang, Satu Liang Kubur Lebih dari Satu Jenazah

Syathral Masjidil Haram, Imam-Khatib Beda Orang, Satu Liang Kubur Lebih dari Satu
Jenazah
PENGERTIAN "SYATRAL MASJIDIL HARAM", IMAM DAN KHATIB DILAKUKAN
OLEH DUA ORANG YANG BERBEDA, DAN MENGUBUR SUA JENAZAH DALAM
SATU LIANG KUBUR

Pertanyaan dari:
Achdiyat Haroen Rasyid, NBM. 721398
(Disidangkan pada hari Jum'at, 6 Dzulqa'dah 1428 H / 16 November 2007 M)

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
1. Apakah pengertian "Syathral Masjidil Haram"? Apa cukup arahnya atau harus benar-benar
mengarah ke masjidil haram?
2. Bolehkah khatib dan imam dalam shalat Jum'at personilnya masing-masing, padahal pada zaman
Rasulullah saw dan pada zaman Khalifatul Rasyidin hanya satu personil saja?
3. Dalam buku tuntunan Merawat Jenazah yang diterbitkan oleh MPKSDI PP Muhammadiyah
halaman 46, disebutkan bahwa mengubur jenazah dalam satu liang kubur boleh lebih dari satu
jenazah. Mengapa alasannya tidak ada larangan, padahal ibadah itu dasarnya perintah?
Terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Berikut ini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan bapak:
) dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti antara lain "arah" dan
1. Kata "Syathr" (
"sebagian". Adapun maksud "Syahral Masjidil Haram" (
) ialah arah Masjidil
Haram yaitu Ka'bah. Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa Ka'bah itu adalah kiblat bagi
semua umat di setiap penjuru dunia. Dan mereka berijma' bahwa orang yang dapat melihat
Ka'bah harus menghadap kepadanya ketika shalat, sedang mereka yang tidak dapat melihatnya
hendaklah menghadap ke arahnya dengan bantuan cara atau benda atau alat apapun.
2. Memang sebaiknya imam dan khatib shalat Jum'at dan juga shalat 'Id itu satu personil
sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabat. Namun para ulama
menyatakan bahwa hal itu bukan merupakan syarat sahnya shalat dan khutbah, sehingga dengan
demikian, kedua perkara itu boleh dilakukan oleh dua orang yang berbeda. Realitas dalam
masyarakat juga menunjukkan bahwa banyak orang yang mempunyai kapasitas keilmuan
memadai untuk menjadi khatib namun kurang fasih dalam membaca al-Quran, sehingga mereka
mempersilahkan orang yang lebih fasih membaca al-Quran untuk menjadi imam, berdasarkan
kepada hadis tentang orang yang paling layak menjadi imam shalat, yaitu sebagai berikut:


Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Mas'ud al-Ansari katanya: Rasulullah saw bersabda: 'Yang
(paling berhak) mengimami sebuah kaum adalah yang paling bagus bacaan al-Quran di antara
mereka. Jika mereka bacaannya sama (bagusnya) maka yang paling mengerti hadis. Jika
mereka dalam hadis sama (pengetahuannya) maka yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka
dalam berhijrah sama maka yang paling dahulu masuk Islam'.” [HR. Muslim]
3. Alasan yang membolehkan mengubur lebih dari satu jenazah dalam satu liang kubur itu --selain
tidak ada larangan mengenainya--, hal tersebut juga pernah dilakukan oleh Nabi saw sendiri.
Simak dua hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari berikut:

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw mengumpulkan di
antara dua orang laki-laki dari korban (perang) Uhud di dalam satu kain kemudian beliau
bertanya: 'Siapakah di antara keduanya yang lebih banyak pengetahuannya tentang al-Quran?'
Jika ditunjukkan kepada beliau salah seorang dari keduanya, beliau mendahulukannya di dalam
liang lahad, lalu beliau bersabda: 'Aku menjadi saksi bagi mereka'. Kemudian beliau menyuruh
untuk mengubur mereka dengan darah mereka dan beliau tidak menyalatkan serta tidak
memandikan mereka.” [HR. al-Bukhari]
Dan sabda beliau:

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a.: Rasulullah saw bertanya tentang korban
(perang) Uhud: 'Siapakah di antara mereka yang paling banyak pengetahuannya tentang alQuran?' Jika ditunjukkan kepada beliau salah seorang laki-laki, beliau mendahulukannya di

dalam liang lahad sebelum kawannya.” (HR. al-Bukhari).
Dua hadis di atas cukup menjadi dalil bahwa menguburkan lebih dari satu jenazah di dalam satu
liang lahad itu dibenarkan. Jadi menurut tuntunan syariat, dalam keadaan normal sedapat
mungkin satu liang lahad diperuntukkan bagi satu jenazah. Namun dalam kondisi tertentu atau
dalam keadaan darurat seperti terjadi musibah gempa bumi, kebakaran, kapal tenggelam, perang
dan lain sebagainya, satu liang lahad boleh dipakai untuk lebih dari satu jenazah.
Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://www.fatwatarjih.com