PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY.

(1)

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG

MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL

DISABILITY

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus

oleh Dewi Asri Juniar

NIM 1302344

PRODI PENDIDIKAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN

ORANG TUA YANG MEMILIKI

LEBIH DARI SATU ANAK

INTELLECTUAL DISABILITY

Oleh Dewi Asri Juniar

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus

© Dewi Asri Juniar 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

DEWI ASRI JUNIAR

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

disetujui dan disahkan oleh pembimbing : Pembimbing

JUANG SUNANTO, Ph.D. NIP. 196105151987031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Khusus

Dr. DJADJA RAHARDJA, M.Ed. NIP. 195904141985031005


(4)

Dewi Asri Juniar, 2015

ABSTRAK

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DIABILITY

DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Prodi Pendidikan Khusus

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Pada umumnya orang yang paling banyak menanggung beban akibat kehadiran anak Intellectual Disability (ID) adalah orang tua. Optimalisasi kemampuan anak ID sangat tergantung pada peran dan dukungan dari orang tua, namun tidak mudah bagi orang tua yang memiliki anak ID dalam memberikan pengasuhan. Permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak ID adalah munculnya beban baik secara psikologis, sosial, finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anak ID. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan observasi. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak yang mengalami ID yaitu adanya perasaan sedih, malu, dan minder. 2) perubahan emosioanal yang dialami orang tua yang memiliki anak ID selama mengasuh yaitu orang tua memiliki perasaan khawatir akan masa depan anaknya. 3) perlakuan orang tua selama mengasuh yaitu memberikan perlindungan yang berlebihan, memberikan reward berupa pujian ketika anaknya melakukan sesuatu yang dapat membuat orang tua senang, dan memberikan hukuman jika anaknya tidak menaati aturan yang telah ditetapkan orang tua. Dan 4) beban keluarga atas kehadiran anak yang mengalami ID membawa orang tua dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang meliputi pekerjaan, finansial, kesehatan fisik orang tua, dan pernikahan.


(5)

ABSTRACT

PARENTAL PARENTING WHO HAVE MORE THAN ONE CHILD WITH INTELLECTUAL DISABILITY

DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Special Needs Education

Postgraduate of Indonesia University of Education

Generally, the people who are highly affected by the presence of a child with Intellectual Disability (ID) are their parents. Child ID capacity is highly dependent on the support from the parents, yet it is not easy for the parents to give care to them.The perceived problems of parents who have a child with ID is the emergence of the load either psychological, social, and/or financial also time will affect the behavior of parents in parenting child with ID. The purpose of this study is to describe and understand in depth parenting done by parents who have more than one child with ID.This study uses case study method with qualitative approach.The technique used to collect the data is interview and observation. The subject of this study is parents who have more than one child with ID. Data analysis technique used in this study is data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The result of this study shows that1) psychological respond of the parents in regards with the presence of the child with ID namely the feelings of sadness, ashamed, and embarrassed 2) emotional changes experienced by parents who have children with ID during parenting is that they are worried

about the child’s future 3) generally the parents would be over-protecting to the child with ID, giving rewards in a form of complements when the child have pleased the parents,and giving punishments when the child did not follow the rules set by the parents. And 4) family burden upon the presence of child with ID bring the parents to face with various problems which include employment, financial, physical health of the parents, and marriage.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... . x

DAFTAR LAMPIRAN... . xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Fokus Penelitian ... 5

C.Pertanyaan Penelitian ... 6

D.Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A.Deskripsi Teori ... 8

1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak ID ... 8

2. Pengasuhan ... 10

3. Konsep Intellectual Disability ... 14

B.Penelitian Terdahulu yang Relevan... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A.Prosedur Penelitian ... 18

B.Subjek Penelitian ... 19

C.Teknik Pengumpulan Data ... 20

D.Instrumen Penelitian ... 21

E. Teknik Analisis Data ... 34

F. Pengujian Kredibilitas Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A.Hasil Penelitian ... 37

1. Profil Subjek ... 37

B.Hasil Penelitian ... 39

1. Respon Psikologis ... 39

2. Perubahan Emosional ... 43

3. Perlakuan Orang Tua ... 48

4. Beban Keluarga ... 57

C.Pembahasan ... 73

1. Respon Psikologis... 73

2. Perubahan Emosional... 75


(7)

4. Beban Keluarga... 79

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 83

A.Kesimpulan... 83

B.Rekomendasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN... . 90


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi pada kenyataanya tidak semua anak dilahirkan dalam keadaan sempurna beberapa diantaranya memiliki kekhususan seperti anak Intellectual Disability.

Pada awal kehadirannya, orang yang paling banyak menanggung beban akibat Intellectual Disability adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Terdapat berbagai kemungkinan ketika orang tua atau keluarga tersebut pertama kali menyadari bahwa anak mereka merupakan individu yang mengalami Intellectual Disability, seperti penolakan. Namun lambat laun orang tua maupun keluarga pasti akan menerima keberadaannya, sebab walau bagaimanapun mereka telah ditakdirkan menjadi bagian dari sebuah keluarga.

Pada kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak anak Intellectual Disability yang mengalami penolakan di lingkungan sekitarnya bahkan tidak diterima di lingkungan keluarganya sendiri padahal anak Intellectual Disability memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya, mereka hanya memiliki keterbatasan sehingga menghambat perkembangan dalam dirinya. Tetapi walaupun demikian anak Intellectual Disability ini memiliki kemampuan yang dapat dioptimalkan untuk membantunya beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengoptimalan kemampuan


(9)

anak Intellectual Disability ini sangat tergantung pada peran dan dukungan dari orang tua.

Kondisi dan keberadaan anak Intellectual Disability tidak hanya akan menjadi masalah bagi dirinya sendiri, namun merupakan permasalahan bagi orang tua atau keluarga. Akibatnya keberadaan anak Intellectual Disability dalam keluarga tersebut mengalami masalah. Kehadiran anak Intellectual Disability dalam suatu keluarga dan lingkungan menimbulkan masalah ketidakfungsian keluarga dan lingkungannya (Napolion, 2010, hlm 25). Sedangkan Menurut Baker, Ericzen, dkk. (dalam Lidanial, 2014, hlm. 2) kehadiran seorang anak dengan disabilitas tertentu dalam keluarga akan sangat menyerap berbagai sumber daya keluarga tersebut, seperti waktu, emosi, dan finansial.

Menurut Smith dalam National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) (2003, hlm. 2) orang tua dapat memainkan peran penting dalam pelatihan dan perkembangan anak-anak. Tidak terkecuali anak mengalami Intellectual Disability, hal tersebut senada dengan pendapat Naeem (2011, hlm. 5) semua anak memerlukan peran orang tua, sebab orang tua adalah pihak yang mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik dari pada orang-orang yang lain, tidak terkecuali anak yang mengalami Intellectual Disability, sebab dukungan dan penerimaan dari orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberikan energi dan kepercayaan dalam diri anak berkebutuhan khusus untuk lebih berusaha mempelajari dan mencoba hal-hal baru yang terkait dengan keterampilan hidupnya.

Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak


(10)

yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya NICHCY (2003, hlm. 1). Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 2) pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orangtua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.

Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 3) orang tua dalam pengasuhan memiliki beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Orang tua adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya.

Intellectual Disability menurut AAID (2011) (dalam Totsika, Hasting, Vagenas dan Emerson, 2014, hlm. 2) mendefinisikan:

Intellectual disability is a disability that occurs before age 18. It is characterized by significant limitations in intellectual function and adaptive behavior as expressed in conceptual, social and practical skills.

Intellectual Disability terjadi sebelum usia 18 tahun. Hal ini ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif baik yang dinyatakan secara konseptual, sosial, maupun keterampilan adaptif secara praktis. Mengasuh dan mendidik anak dengan Intellectual Disability membutuhkan penanganan khusus dan ekstra. Menurut Wong (2004, hlm. 142) memiliki anak dengan Intellectual Disability diakui merupakan tantangan yang cukup berat bagi banyak orangtua, dimana orang tua mengeluhkan bahwa merawat dan mengasuh anak dengan Intellectual


(11)

Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra karena tidak semudah saat melakukannya kepada anak pada umumnya.

Kenyaatan yang terjadi tidak sedikit orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability tidak bisa menerima kenyataan serta tidak siap untuk membesarkan dan membimbing anak Intellectual Disability, bahkan berbagai macam beban yang dirasakan orang tua baik secara psikologis maupun sosial akan mempengaruhi orang tua untuk tetap dapat mempertahankan dan melanjutkan kehidupannya.

Tidak sedikit orang tua yang mengalami frustasi, stress atau depresi ketika mengasuh atau menangani anak dengan Intellectual Disability. Menurut Gupta & Kaur, 2010; Olsson & Hwang, 2001; Sanders & Morgan, 1997; Simmerman, Blacher, & Baker, 2001 (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014, hlm. 1) banyak penelitian telah menunjukkan bahwa orang tua dari anak-anak Intellectual Disability mengalami stres lebih besar dari orang tua anak-anak yang tidak Intellectual Disability dan menurut Farzanekia (1985) (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014, hlm. 1) menyebutkan bahwa membesarkan anak dengan Intellectual Disability sangat berat, stres, frustasi, dan juga dapat menyebabkan perasaan terasing bagi orang tua.

Stress yang dialami orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, akan berpengaruh pada cara orang tua mengasuh anak yang secara tidak langsung juga berpengaruh pada perkembangan kemampuan anak.

Melihat hasil penelitian di atas, tidak mudah bagi orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability dalam memberikan pengasuhan, bahwa permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability adalah munculnya beban baik secara psikologis, sosial,


(12)

finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anak Intellectual Disability.

Di lapangan peneliti menemukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability. Dapat dibayangkan bagaimana beban pengasuhan orang tua kepada anak Intellectual Disability itu dan permasalahan yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

Berdasarkan observasi awal kepada orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability, terlihat permasalahan yang dihadapi orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, yaitu kondisi rumah yang berantakan, hal ini disebabkan karena seluruh waktu orang tua habis oleh mengasuh anak Intellectual Disability sehingga orang tua tidak mempunyai waktu untuk mengurus urusan rumah tangganya . Dari kasus yang ditemukan di lapangan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana beban pengasuhan orang tua tersebut selama mengasuh anak Intellectual Disability, dengan alasan bahwa mengasuh anak Intellectual Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra, sehingga peneliti dapat mendeskripsikan secara mendalam dan mengetahui bagaimana pengasuhan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah berbagai permasalahan yang dihadapi orang tua dalam proses pengasuhan kepada anak Intellectual Disability yang terdiri dari:


(13)

Pertama reaksi psikologis. Ketika orang tua pertama kali mengetahui bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability adalah adanya respon atau reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh panca indera.

Kedua perubahan emosional. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam individual. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran yang akan berdampak kepada perubahan emosional orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

Ketiga perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability. Orang tua dalam pengasuhan mempunyai peranan yang sangat penting sebab orang tua merupakan lingkungan mikrosistem dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Begitu pula dengan anak Intellectual Disability dimana anak Intellectual Disability ini memiliki kemampuan yang dapat dioptimalkan dengan peran dan dukungan dari orang tua. Dengan demikian pengoptimalan kemampuan anak Intellectual Disability tergantung dari perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

Keempat beban keluarga. Kehadiran anak Intellectual Disability ditengah keluarga akan membawa berbagai permasalahan dan beban yang akan dihadapi orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan penelitian ini dinyatakan dalam pertanyaan utama yaitu “ Pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability?”


(14)

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak Intellectual Disability?

2. Bagaimana perubahan emosional yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

3. Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual Disability?

4. Beban apa saja yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability, sehingga dapat di rekomendasikan kepada orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability.

E. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara praktis untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability maupun untuk peneliti sendiri.

Manfaat untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability dan peneliti sendiri, yaitu:

1. Memperkaya informasi tentang permasalahan yang dihadapi orang tua dalam proses pengasuhan


(15)

2. Memberikan alternatif yang dapat diterapkan kepada orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan anak Intellectual Disability.


(16)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Creswell (2008, hlm 53) menyebutkan bahwa pendekatan kualitatif paling cocok dilakukan terhadap masalah-masalah penelitian dimana kita belum mengetahui variabel-variabelnya sama sekali dan perlu dilakukan eksplorasi atau penelusuran terlebih dahulu. Sedangkan metode studi kasus menurut Creswell (dalam Musfita, 2014, hlm. 13) adalah:

Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.

Alasan menggunakan metode studi kasus Menurut Yin (2002, hlm. 1) adalah:

Studi kasus merupakan stategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus ini akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengasuhan orang tua kepada anak Intellectual Disability. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability, sehingga dapat di rekomendasikan kepada orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability.


(17)

A. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini diawali dengan penentuan subjek berdasarkan kriteria yang telah di tentukan, kemudian tahap selanjutnya adalah tahap pendahuluan, tahap perencanaan, tahap pengumpulan data, tahap pengujian keabsahan data, tahap analisis data, sampai pada hasil penelitian.

Tahap pendahuluan. Pada tahap ini peneliti mengunjungi lokasi penelitian dan melakukan pengamatan kepada orang tua. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pengasuhan yang diberikan orang tua untuk anak Intellectual Disability. Selain itu kunjungan ini sebagai ajang sosialisai peneliti dengan orang tua.

Tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap hal-hal yang akan digunakan saat turun ke lapangan. Misalnya mengumpulkan studi literatur untuk menambah wawasan peneliti ketika penelitian dan membuat instrumen penelitian yang digunakan ketika peneltian berlangsung.

Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mulai mendapatkan informasi dari hasil observasi dan wawancara mengenai pengasuhan orang tua kepada Intellectual Disability.

Tahap analisis data. Pada tahap ini setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(18)

Tahap pengujian keabsahan data. Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi dan member check. Triangulasi dan member check dalam pengujian keabsahan data ini digunakan untuk mengecek kebenaran data. Gambar di bawah ini menggambarkan prosedur penelitian.

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah orang tua (Ayah dan Ibu) yang memiliki anak Intellectual Disability. Kriteria penentuan orang tua yang menjadi subjek penelitian adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability. Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti telah terpilih 2 keluarga yang akan menjadi subjek penelitian. Informan pendukung dalam

PROSEDUR PENELITIAN Penentuan Subjek

TAHAP PENDAHULUAN (Observasi Awal)

TAHAP PERENCANAAN (Studi Literatur, Instrumen

Penelitian)

TAHAP PENGUMPULAN DATA

(Observasi & Wawancara) TAHAP ANALISIS

DATA

(Reduksi Data, Penyajian Data, & Penarikan

Kesimpulan)

TAHAP PENGUJIAN KEABSAHAN DATA (Triangulasi Data dan

Member Checking)


(19)

penelitian ini saudara (Kakak atau adik) yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti mengumpulkan informasi berupa apa yang dilihat, lisan, maupun tulisan sesuai dengan apa yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini observasi partisipan, menurut Yin (2002, hlm. 114) observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus di mana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bagaimana orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan dalam kehidupan sehari-harinya dirumah dan berbagai permasalahan yang dihadapi orang tua selama mengasuh anak tersebut dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Observasi dilakukan di rumah subjek penelitian.

Wawancara merupakan salah satu sumber informasi esensial studi kasus yang sangat penting. Wawancara dilakukan kepada Orang Tua (Ayah dan Ibu) dan saudara kandung (Kakak atau Adik) sampai data yang di dapat cukup jelas. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiterstruktur. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 73) jenis wawancara ini sudah termasuk in-dept interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari


(20)

wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 307) mengatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan pedoman observasi yang digunakan untuk mengungkap data tentang pengasuhan yang dilakuakan orang tua kepada Intellectual Disability. Sebelum membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi terlebih dahulu peneliti menyusun kisi instrumen. Dari kisi-kisi tersebut kemudian dikembangkan pada pembuatan pedoman wawancara dan pedoman observasi berupa butir instrumen. Kisi-kisi pedoman wawancara dan observasi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara dan Observasi

NO Pertanyaan Penelitian

Aspek Teknik

Pengumpulan Data

Sumber Data

1 Bagaimana respon psikologis orang tua

terhadap

Penerimaan Wawancara Orang tua dan anak yang tidak mengalami


(21)

kehadiran anak Intellectual Disability?

Intellectual Disability

2 Bagaimana perubahan

emosional yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

kekhawatiran Wawancara Orang tua dan anak yang tidak mengalami Intellectual Disability

3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual Disability?

Perlindungan Wawancara dan observasi Orang tua dan anak yang tidak mengalami Intellectual Disability Reward Hukuman Aturan atau kedisiplinan

4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

Pekerjaan Wawancara dan observasi Orang tua dan anak yang tidak mengalami Intellectual Disability Kesehatan fisik Finansial Hubungan pernikahan


(22)

Tabel 3.2 Instrumen Wawancara dan Observasi

NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen

1 Bagaimana respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak Intellectual Disability?

Penerimaan  Bisa diceritakan bagaimana perasaan Bapak dan Ibu ketika pertama kali mengetahui bahwa anak Bapak dan Ibu mengalami intellectual

disability? 2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami

orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

Kekhawatiran  Bisa diceritakan bagaimana perasaan Ibu dan Bapak ketika mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability?

 Bisa diceritakan bagaimana perasaan Ibu dan Bapak jika tua nanti tidak bisa mengasuh anak Intellectual Disability ? adakah perasaan khawatir?


(23)

3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual Disability?

Perlindungan  Bisa diceritakan bagaimana sikap Ibu dan Bapak ketika mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability?

Reward  Apakah Bapak dan Ibu sering

melakukan pujian/reward ketika anak melalukan kegiatan /tingkah laku yang ditampilkan anak?

Hukuman  Jika anak Intellectual Disability

melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan bapak, apakah ibu dan bapak suka memberikan hukuman?

Hukumannya seperti apa? Bisa diceritakan

Aturan atau Kedisipinan  Bagaimana Bapak dan Ibu


(24)

kepada anak Intellectual Disability yang mengalami ? Bisa diceritakan 4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama

mengasuh anak Intellectual Disability?

Pekerjaan  Bisa diceritakan apakah mengasuh

anak Intellectual Disability

mempengaruhi pekerjaan Bapak dan Ibu?

Finansial  Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan

Bapak memberikan pemenuhan kebutuhan anak Intellectual Disability?

 Bisa diceritakan apakah mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability membutuhkan biaya yang besar?

 Apakah ada tabungan khusus untuk memenuhi kebutuhan anak


(25)

Intellectual Disability di masa depan?

 Apakah Bapak dan Ibu mencari sumber-sumber penghasilan yang lain untuk memenuhi kebeutuhan anak Intellectual Disability? Kesehatan Fisik Orang Tua  Bisa diceritakan apakah mengasuh

lebih dari satu anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan Ibu dan Bapak?

 Ketika ibu dan bapak merasa kelelahan mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability , siapa yang membantu Ibu dan Bapak mengasuh anak Intellectual Disability tersebut?


(26)

Hubungan Pernikahan  Mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability menimbulkan konflik dalam keluarga. Bisa

diceritakan bagaimana dampak yang dialami Ibu dan Bapak ketika

mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability ?

INSTRUMEN WAWANCARA SAUDARA

NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen

1 Bagaimana respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak Intellectual Disability?

Penerimaan  Menurut pandangan Anda

bagaimana perasaan Bapak dan Ibu Anda ketika pertama kali

mengetahui bahwa saudara Anda mengalami intellectual disability?


(27)

Anda sendiri ketika pertama kali mengetahui bahwa saudara Anda mengalami intellectual disability? 2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami

orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

Kekhawatiran  Menurut pandangan Anda, apakah

Bapak dan Ibu Anda merasa khawatir jika tua nanti tidak bisa mengasuh anak Intellectual Disability

 Bisa diceritakan apakah Bapak dan Ibu Anda pernah berbicara kepada Anda masalah pengasuhan saudara-saudara Anda yang mengalami Intellectual Disability, bilamana jika suatu saat Ibu dan Bapak Anda tidak bisa mengasuh lagi saudara Anda yang mengalami Intellectual Disability?


(28)

3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual Disability?

Perlindungan  Menurut anda bagaimana sikap Ibu

dan Bapak ketika mengasuh lebih dari satu anak Intellectual

Disability? Bisa diceritakan?

Reward  Apakah Bapak dan Ibu sering

melakukan pujian/reward ketika saudara Anda melalukan kegiatan /tingkah laku yang ditampilkan saudara Anda?

Hukuman  Jika saudara Anda yang mengalami

Intellectual Disability melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan bapak, apakah ibu dan bapak Anda suka memberikan hukuman? Hukumannya seperti apa? Bisa diceritakan

Aturan atau Kedisipinan  Menurut pandangan Anda bagaimana Bapak dan Ibu


(29)

menerapkan kedisiplinan atau aturan kepada Saudara Anda yang

mengalami Intellectual Disability yang mengalami ? Bisa diceritakan

4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

Pekerjaan  Bisa diceritakan apakah mengasuh

saudara Anda yang mengalami Intellectual Disability

mempengaruhi pekerjaan Bapak dan Ibu Anda?

Finansial  Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan

Bapak Anda memberikan pemenuhan kebutuhan anak Intellectual Disability?

 Menurut pandangan Anda apakah Bapak dan Ibu Anda ketika mengasuh lebih dari satu anak


(30)

Intellectual Disability membutuhkan biaya yang besar? Bisa diceritakan

 Apakah Ibu dan Bapak Anda

mempunyai tabungan khusus untuk memenuhi kebutuhan anak

Intellectual Disability di masa depan?

 Apakah Bapak dan Ibu Anda

mencari sumber-sumber penghasilan yang lain untuk memenuhi

kebeutuhan saudara Anda yang mengalami Intellectual Disability? Kesehatan Fisik Orang Tua  Menurut pandangan Anda apakah

mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan Ibu dan Bapak? Anda


(31)

 Ketika ibu dan bapak Anda merasa kelelahan mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability, siapa yang membantu Ibu dan Bapak mengasuh anak Intellectual

Disability tersebut? Jika Anda yang mengasuh Saudara Anda yang mengalami Intellectual Disability tersebut, apakah anda tidak merasa keberatan atau terbebani?

Hubungan Pernikahan  Menurut pandangan Anda Apakah Mengasuh lebih dari satu anak Intellectual Disability menimbulkan konflik dalam keluarga. Bisa

diceritakan bagaimana dampak yang dialami Ibu dan Bapak Anda ketika mengasuh saudara Anda yang


(32)

mengalami Intellectual Disability ?

PEDOMAN OBSERVASI ORANG TUA

NO. Pertanyaan Penelitian Fokus Observasi

1 Bagaimana orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam memberikan proses pengasuhan

 Perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual Disability

2 Beban apa saja yang dialami orangtua selama mengasuh anak Intellectual Disability?

a. Finansial

b. Pernikahan

 Aset yang dimiliki orang tua yang memiliki anak intellectual disability

 Interaksi antara Ibu dan Bapak yang memiliki anak intellectual disability


(33)

Sebagaimana yang dipaparkan diatas, bahwa penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas dan bisa berkembang lagi, sehingga pedoman wawancaranya hanya merupakan garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.


(34)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm 91) mencakup tiga kegiatan sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam penelitian ini, hasil wawancara dan observasi dikumpulkan. Setelah data terkumpul peneliti membuat transkip wawancara melakukan pengkodean, membuat catatan lapangan, dari catatan lapangan tersebut data yang terkumpul dikategorikan untuk dijadikan tema dan membuang data yang tidak perlu, sehingga memudahkan peneliti dalam proses analisis. Pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Tohirin, menurut Tohirin (2012, hlm 117) cara-cara membuat kode boleh ditentukan sendiri oleh peneliti, karena prinsipnya adalah memudahkan peneliti mengingat data yang berkenaan dengan fokus penelitiannya.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutanya adalah menyajikan data. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan data secara sistematis, baik dalam bentuk teks naratif, grafik, bagan dan sebagainya, sehingga mudah dipahami interaksi antar bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh. Dalam penelitian ini proses penyajian data, data hasil wawancara dan observasi dikelompokan sesuai dengan fokus penelitian. Setelah data hasil wawancara dan observasi dikelompokan kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif.


(35)

Dalam penelitian ini, data hasil wawancara dan observasi subjek A dan subjek B yang telah dianalisis kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan berbagai makna yang muncul dan dibuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, yang kemudian diangkat sebagai temuan penelitian.

F. Pengujian Kredibilitas Data

Penarikan kesimpulan masih dapat diuji dengan data dilapangan dengan cara melakukan pengujian kredibilitas data. Pengujian kredibilitas data diperlukan untuk pengecekan data yang dilaporkan dengan data yang ditemui di lapangan. Dalam artian untuk mendapatkan data yang valid, dimana data yang dilaporkan dan data yang di temui di lapangan tidak berbeda. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 268) temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang di teliti. Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan member check dan triangulasi data agar data hasil wawancara dan observasi lebih akurat.

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 375) Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan Member Check untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data artinya datanya data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.


(36)

wawancara dan observasi setelah itu peneliti melakukan member check. Member Check dilakukan secara individual, yaitu peneliti datang ke pemberi data (orang tua dan saudara kandung), setelah data disepakati bersama kemudian peneliti meminta pemberi data (orang tua dan saudara kandung) untuk menandatangani data tersebut sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan member check.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual Disability kedua orang tua subjek dalam penelitian ini, ditandai dengan adanya perasaan sedih, malu, dan minder. Kedua subjek menganggap bahwa kehadiran anak Intellectual Disability merupakan sebuah dosa atas perbuatan orang tua. Bahkan subjek A (Ayah) pernah mempunyai pikiran untuk mencoba bunuh diri karena Ayah merasa tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability.

2. Perubahan emosional kedua subjek dalam penelitian ini ditandai dengan adanya kekhawatiran akan masa depan anak Intellectual Disability, kekhawatiran tersebut disebabkan karena anak yang mengalami Intellectual Disability belum bisa mandiri dan tidak mempunyai keahlian untuk melanjutkan hidup di masa depan. Namun kedua orang tua tersebut sudah mempunyai harapan-harapan untuk anaknya yang mengalami Intellectual Disability, yaitu subjek A berharap agar saudara sekandung anak Intellectual Disability tersebut bisa mengasuh dan membimbingnya jika orang tua sudah tidak mampu lagi mengurus anak Intellectual Disability tersebut. Sedangkan subjek B akan menitipkan dan menyekolahkan anak yang mengalami Intellectual Disability tersebut di pesantren.


(38)

3. Perlakuan dan sikap orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini selama mengasuh anak Intellectual Disability berbeda-beda, bahkan perlakuan dan sikap antara Ayah dan Ibu pun berbeda. Perlakuan dan sikap orang tua A (Ibu) cenderung menerapkan sikap permissive dan Ayah cenderung menerapkan sikap demokratis. Sedangkan perlakuan dan sikap orang tua B (Ibu) cenderung menerapkan sikap otoriter sedangkan Ayah cenderung menerapkan permissive.

4. Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini kehadiran anak dengan Intellectual Disability berdampak pada pekerjaan yang dilakukan orang tua. Ibu dari kedua subjek mengungkapkan sering merasa kewalahan ketika harus mengurus rumah dan mengurus anak-anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Bagi subjek B selain kelelahan salah satu anaknya yang mengalami Intellectual Disability selalu mengganggu pekerjaannya.

Pemenuhan kebutuhan anak yang mengalami Intellectual Disability membutuhkan biaya yang besar. Subjek A tidak bisa memenuhi semua kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability, seperti untuk biaya terapi. Sedangkan subjek B dapat memenuhi semua kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Perbedaan tersebut karena kondisi ekonomi subjek A yang kurang bila dibandingkan dengan subjek B.

Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini, kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan fisik orag tua, dimana orang tua sering merasa kelelahan bahkan tak jarang hingga jatuh sakit.


(39)

Bagi subjek A kehadiran anak Intellectual Disability tidak berdampak pada konflik keluarga karena orang tua bisa mengkomunikasikannya dengan baik. Sedangkan bagi subjek B kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada konflik dalam keluarga, konflik terjadi karena ketidakmampuan orang tua dalam pembagian tugas mengasuh.

B. Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukan bahwa Beban yang dirasakan orang tua (subjek penelitian) atas kehadiran lebih dari satu anak Intellectual Disability yaitu adanya beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif ditandai dengan adanya respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual Disability. Sedangkan beban subjektif ditandai dengan adanya perubahan emosional selama mengasuh anak Intellectual Disability, perlakuan selama mengasuh anak Intellectual Disability, beban pekerjaan, beban finansial, beban kesehatan fisik orang tua, dan hubungan pernikahan. Oleh karena itu direkomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi Orang Tua

a. Diharapkan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability harus bisa menyadari dan mau merubah pandangan bahwa memiliki anak Intellectual Disability adalah bukan merupakan hukuman atau aib bagi orang tua, tetapi merupakan titipan dari Tuhan yang sama seperti anak pada umumnya.

b. Orang tua harus bisa memerlakukan anak tersebut seperti anak pada umumnya. Sebagai contoh orang tua harus bisa memandirikan anak yang mengalami Intellectual Disability tersebut dengan membiasakan memandirikannya sejak dini,


(40)

dengan begitu akan mengurangi kekhawatiran orang tua akan masa depan anaknya. Langkah-langkah memandirikan anak dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 90.

c. Hukuman yang diberikan orang tua seharusnya hanya semata-mata untuk menakut-nakuti anak agar anak tidak melakukan pelanggaran atau perbuatan yang dilarang, bukan berupa hukuman fisik.

d. Orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya seharusnya menerapkan pola asuh yang sama, sehingga tidak membuat anak kebingungan.

e. Diharapkan mengikuti parent suport grup yang anggotanya orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, parent suport grup ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan perasaan dalam mengelola beban selama mengasuh anak yang mengalami Intellectual Disability.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini menggunakan metode dan desain yang berbeda untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai fenomena atau pengalaman orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aldosari, M. S. dan Pufpaff, L. A. (2014) Sources of Stress among Parents of Children with Intellectual Disabilities. The Journal of Special Education Apprenticeship. Vol 3 (1).

Andryani, M. dan Triana, N.Y. (2012) Stres dan Koping Keluarga Dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang. [online]. Tersedia di: http://www.core.ac.uk/download/pdf/11. Diakses 10 Juni 2015.

Apryanti. (2009) Gara-gara Anak Tunagrahita. [online]. Tersedia di: http://www.groups.yahoo.com. Diakses 29 Juni 2015.

Berns, R.M (1997) Child, Family, School, Community Social adn Suport. Harcourt Brace Collage Publihers

Brooks, J. B. (2001) Parenting. Mayfield Publish Compay.

Chusna, A. (2008) Pengaruh Sikap Overprotective Orang Tua Terhadap Sikap Mandiri Anak. (Tesis) Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Creswell, J. W. (2008) Education research:planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research. USA: Person Educational Inc.

Departemen Sosial. (2008) Pedoman Penanganan Kasus Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH). Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak Dirjen Yanrehsos.

Fitryasari, R (2009) Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak Autis di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangsa Surabaya. (Tesis Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Depok.

Ginintasasi, R. (2009) Kontribusi Pola Pengasuhan Orang Tua Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kreativitas Anak. Bandung: UPI. Haryanto. (2009) Pengertian Emosi. [online]. Tersedia di:


(42)

Hastuti, D. (2010) Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya. Bogor: Departement Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Lidanial. (2014) Problematika yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Naem, M. Mahmood, T. Hussain, A. dan Sher, A. (2011) Role of Parents in Training of Children with Intellectual Disability. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 9.

Napolion, K. (2010) Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 2010: Studi Fenomenologi. (Tesis Program Pascasarjana). Universitas Indonesia, Depok.

Musfita, R. (2014) Studi Kasus Pelaksanaan Intervensi Terhadap Anak dengan Hambatan Komunikasi di Keluarga. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Parenting a Child with Special Needs. (2003) National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHYC).

Ramanda, A.N. (2008) Dinamika Penerimaan Ibu Terhadap Anak Tunagrahita. (Skripsi Fakultas Psikologi). Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Rozali, M. (2012) Hukuman Dalam Dunia Pendidikan: Haruskan ada hukuman dalam mendidik anak? [online]. Tersedia di : http://www.muhamad-rozali.blogsot.com. Diakses 10 Juli 2015. Soemantri, T.S. (2006) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika

Aditama

Sugiyono. (2012) Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Tohirin. (2012) Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan

Bimbingan Konseing. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Totsika, Hasting, Vagenas dan Emerson (2014) Parenting and the Behavior Problem of Young Children With an Intellectual Disability. American Journal on Intellectual and Developmental Disabilities. Vol 119 (5), hlm, 422-435.


(43)

Wong, S. Wong, T. Martinson, I. Lai, A. Chen, W. dan He, Y. (2004) Needs of Chinese parents of children with developmental disability. Journal of Learning Disabilities, Vol 8 (2); hlm, 141-158.

Yin. (2002) Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


(1)

84

Dewi Asri Juniar, 2015

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Perlakuan dan sikap orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini selama mengasuh anak Intellectual Disability berbeda-beda, bahkan perlakuan dan sikap antara Ayah dan Ibu pun berbeda. Perlakuan dan sikap orang tua A (Ibu) cenderung menerapkan sikap permissive dan Ayah cenderung menerapkan sikap demokratis. Sedangkan perlakuan dan sikap orang tua B (Ibu) cenderung menerapkan sikap otoriter sedangkan Ayah cenderung menerapkan permissive.

4. Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini kehadiran anak dengan Intellectual Disability berdampak pada pekerjaan yang dilakukan orang tua. Ibu dari kedua subjek mengungkapkan sering merasa kewalahan ketika harus mengurus rumah dan mengurus anak-anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Bagi subjek B selain kelelahan salah satu anaknya yang mengalami Intellectual Disability selalu mengganggu pekerjaannya.

Pemenuhan kebutuhan anak yang mengalami Intellectual Disability membutuhkan biaya yang besar. Subjek A tidak bisa memenuhi semua kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability, seperti untuk biaya terapi. Sedangkan subjek B dapat memenuhi semua kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Perbedaan tersebut karena kondisi ekonomi subjek A yang kurang bila dibandingkan dengan subjek B.

Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini, kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan fisik orag tua, dimana orang tua sering merasa kelelahan bahkan tak jarang hingga jatuh sakit.


(2)

Bagi subjek A kehadiran anak Intellectual Disability tidak berdampak pada konflik keluarga karena orang tua bisa mengkomunikasikannya dengan baik. Sedangkan bagi subjek B kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada konflik dalam keluarga, konflik terjadi karena ketidakmampuan orang tua dalam pembagian tugas mengasuh.

B. Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukan bahwa Beban yang dirasakan orang tua (subjek penelitian) atas kehadiran lebih dari satu anak Intellectual Disability yaitu adanya beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif ditandai dengan adanya respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual Disability. Sedangkan beban subjektif ditandai dengan adanya perubahan emosional selama mengasuh anak Intellectual Disability, perlakuan selama mengasuh anak Intellectual Disability, beban pekerjaan, beban finansial, beban kesehatan fisik orang tua, dan hubungan pernikahan. Oleh karena itu direkomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi Orang Tua

a. Diharapkan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability harus bisa menyadari dan mau merubah pandangan bahwa memiliki anak Intellectual Disability adalah bukan merupakan hukuman atau aib bagi orang tua, tetapi merupakan titipan dari Tuhan yang sama seperti anak pada umumnya.

b. Orang tua harus bisa memerlakukan anak tersebut seperti anak pada umumnya. Sebagai contoh orang tua harus bisa memandirikan anak yang mengalami Intellectual Disability tersebut dengan membiasakan memandirikannya sejak dini,


(3)

86

Dewi Asri Juniar, 2015

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan begitu akan mengurangi kekhawatiran orang tua akan masa depan anaknya. Langkah-langkah memandirikan anak dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 90.

c. Hukuman yang diberikan orang tua seharusnya hanya semata-mata untuk menakut-nakuti anak agar anak tidak melakukan pelanggaran atau perbuatan yang dilarang, bukan berupa hukuman fisik.

d. Orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya seharusnya menerapkan pola asuh yang sama, sehingga tidak membuat anak kebingungan.

e. Diharapkan mengikuti parent suport grup yang anggotanya orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, parent suport grup ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan perasaan dalam mengelola beban selama mengasuh anak yang mengalami Intellectual Disability.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini menggunakan metode dan desain yang berbeda untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai fenomena atau pengalaman orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability.


(4)

Dewi Asri Juniar, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Aldosari, M. S. dan Pufpaff, L. A. (2014) Sources of Stress among Parents of Children with Intellectual Disabilities. The Journal of Special Education Apprenticeship. Vol 3 (1).

Andryani, M. dan Triana, N.Y. (2012) Stres dan Koping Keluarga Dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang. [online]. Tersedia di: http://www.core.ac.uk/download/pdf/11. Diakses 10 Juni 2015.

Apryanti. (2009) Gara-gara Anak Tunagrahita. [online]. Tersedia di: http://www.groups.yahoo.com. Diakses 29 Juni 2015.

Berns, R.M (1997) Child, Family, School, Community Social adn Suport. Harcourt Brace Collage Publihers

Brooks, J. B. (2001) Parenting. Mayfield Publish Compay.

Chusna, A. (2008) Pengaruh Sikap Overprotective Orang Tua Terhadap Sikap Mandiri Anak. (Tesis) Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Creswell, J. W. (2008) Education research:planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research. USA: Person Educational Inc.

Departemen Sosial. (2008) Pedoman Penanganan Kasus Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH). Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak Dirjen Yanrehsos.

Fitryasari, R (2009) Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak Autis di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangsa Surabaya. (Tesis Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Depok.

Ginintasasi, R. (2009) Kontribusi Pola Pengasuhan Orang Tua Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kreativitas Anak. Bandung: UPI.

Haryanto. (2009) Pengertian Emosi. [online]. Tersedia di:


(5)

88

Dewi Asri Juniar, 2015

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hastuti, D. (2010) Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya. Bogor: Departement Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Lidanial. (2014) Problematika yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Naem, M. Mahmood, T. Hussain, A. dan Sher, A. (2011) Role of Parents in Training of Children with Intellectual Disability. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 9.

Napolion, K. (2010) Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 2010: Studi Fenomenologi. (Tesis Program Pascasarjana). Universitas Indonesia, Depok.

Musfita, R. (2014) Studi Kasus Pelaksanaan Intervensi Terhadap Anak dengan Hambatan Komunikasi di Keluarga. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Parenting a Child with Special Needs. (2003) National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHYC).

Ramanda, A.N. (2008) Dinamika Penerimaan Ibu Terhadap Anak Tunagrahita. (Skripsi Fakultas Psikologi). Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Rozali, M. (2012) Hukuman Dalam Dunia Pendidikan: Haruskan ada hukuman dalam mendidik anak? [online]. Tersedia di : http://www.muhamad-rozali.blogsot.com. Diakses 10 Juli 2015. Soemantri, T.S. (2006) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika

Aditama

Sugiyono. (2012) Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Tohirin. (2012) Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan

Bimbingan Konseing. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Totsika, Hasting, Vagenas dan Emerson (2014) Parenting and the Behavior Problem of Young Children With an Intellectual Disability. American Journal on Intellectual and Developmental Disabilities. Vol 119 (5), hlm, 422-435.


(6)

Wong, S. Wong, T. Martinson, I. Lai, A. Chen, W. dan He, Y. (2004) Needs of Chinese parents of children with developmental disability. Journal of Learning Disabilities, Vol 8 (2); hlm, 141-158.

Yin. (2002) Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.