Bahasa Agama untuk lebih dari satu input

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

KATA PENGANTAR
   
Segala puji penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan.
Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad beserta Ahl al-Bayt beliau serta
seluruh Imam suci dari keluarga beliau.
Bahasa adalah suatu sisttem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan;
Bahasa adalah suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke
dalam pikiran orang lain; suatu kesatuan system makna; suatu kode yang digunakan pakar
linguistic untuk membedakan bentuk dan makna; suatu ucapan yang menepati tata bahasa
yang telah ditetapkan; suatu sistim tuturan yang akan dapat difahami oleh masyarakat
linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah
fungsi kognisi tertinggi. Oleh karena itu bahasa amat penting kedudukannya di dalam
menyampaikan warta keTuhanan maupun kemanusiaan.
Dalam makalah ini dibahasa mengenai bahasa-bahasa agama yang seringkali disalah
tafsirkan oleh pengikutnya sehingga mengalami distorsi dari makna aslinya.
Segala kritik membangun amat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan makalah ini.


Malang, 29 Jumad al-Awwal 1432

DAFTAR ISI

1

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

1

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
A.

Pendahuluan
1. Latar Belakang ..................................................................................................... 3
2. Permasalahan...... ................................................................................................ 4


B.

Pembahasan .......................................................................................................... 5

C.

Penutup .................................................................................................................. 15

Daftar Pustaka

......................................................................................................... 16

BAHASA-BAHASA AGAMA
Oleh :

2

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA


DEDI NOVIYANTO
(Disampaikan dalam Seminar Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan Islam - Program Magister
Manajemen Pendidikan Islam - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem seehingga

membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti.
Beberapa definisi bahasa diantaranya yaitu :1
Bahasa adalah suatu sisttem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan;
Bahasa adalah suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke
dalam pikiran orang lain; suatu kesatuan system makna; suatu kode yang digunakan pakar
linguistic untuk membedakan bentuk dan makna; suatu ucapan yang menepati tata bahasa

yang telah ditetapkan; suatu sistim tuturan yang akan dapat difahami oleh masyarakat
linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah
fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan.
Dari deefinisi tersebut diatas, ber kaitan dengan makna dan kognisi, dua hal ini
menjadi pembahasan dalam filsafat analitik, walau awalnya filsafat analitik muncul sebagai
reaksi dari ungkapan-uangkapan yang dipakai oleh para filsuf Hegelian.
Pada awal perkembangannya di Inggris, Moore sebagai tokoh utama yang
memperkenalkan mahzab analitik bahasa ini, selalu mempersoalkan arti atau makna yang
dikandung dalam ungkapan filsafat. Selanjutnya Russel dan Wittgenstein
mengembangkannya melalui bahasa yang bersifat logis sempurna yang membedakan antara
struktur logis dan struktur bahasa yang kemudian membedakan ungkapan yang tidak

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa

3

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM

BAHASA BAHASA AGAMA

mengandung arti dan yang mengandung arti. Kemudian dilanjutkan oleh positivisme logis
yang lebih ketat lagi dengan mengupayakan kriteria terhadap pernyataan yang mengandung
makna / arti, melalui prinsip verifikasi. Maksudnya bahwa kata / pernyataan dianggap
bermakna bila ada objek empiris, misalnya “meja”, pohon , selain itu dianggap tidak
bermakna.
2.

Permasalahan
Permasalahan muncul kemudian jika dihadapkan dengan kata-kata atau pernyataan

seperti “Tuhan”, “baik”, yang objeknya tidak terindra, apakah kata-kata atau pernyataan
semacam ini (bersifat metafisik) yang banyak terdapat atau digunakan dalam wilayah agama
juga dianggap tidak berarti? Lalu bagaimana implikasinya terhadap penganut agama tersebut?
dan bagaimana menyikapi atau solusi dari kata-kata atau pernyataan-pernyataan semacam
ini? Inilah yang kemudian menjadi bahasan saya pada makalah ini yaitu bahasa agama.

B.


PEMBAHASAN
Teori arti/ Makna dalam pemetaan Alston2

Ada 3 teori yang membahas tentang ‘arti’ atau ‘makna’
2

Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2001) hal 161-181

4

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

1.

Teori acuan
Di sini, arti suatu istilah atau ungkapan adalah didasari pada sesuati yang diacu oleh

istilah atau ungkapan tersebut, dan juga berdasarkan hubungan antara istilah atau ungkapan
itu dengan sesuatu yang diacunya. Kata-kata itu mengandung arti karena secara sederhana

didasarkan pada fakta bahwa kata-kata itu nama benda, misalnya ‘meja’
Akan tetapi sesuatu yang diacu tidak selalu harus yang kongkret seperti “meja” di
atas. Acuan itu dapat juga suatu kualitas ( rajin atau pandai), suatu bentuk peristiwa ( Anarki),
suatu hubungan (milik).
Contoh ungkapan yang mengacu pada kualitas :
Sokrates itu bijaksana (bijaksana adalah suatu kualitas)
Contoh ungkapan yang mengacu kepada suatu bentuk peristiwa:
Gempa bumi yang berkekuatan lebih dari 6 skala Richter, hampir selalu merenggut korban
jiwa ( gempa bumi merupakan bentuk peristiwa)
Contoh ungkapan yang mengacu kepada suatu hubungan :
Wanita itu adik ibu saya.
2.

Teori Ideasi
Arti ungkapan diidentifikasi dengan gagasan-gagasan (idea-idea) yang berhubungan

dengan ungkapan tersebut. Teori ini menghubungkan arti dengan suatu idea atau representasi
psikis yang ditimbulkan kata atau ungkapan tersebut kepada kesadaran. Menurut teori ini, apa
yang member suatu arti yang pasti terhadap suatu ungkapan bahasa yaitu kenyataan bahwa
ungkapan tersebut digunakan secara teratur dalam komunikasi sebagai “tanda” dari suatu

gagasan pasti. Ungkapan-ungkapan itu baru punya arti apabila ia berfungsi sebagai
“pengemban tugas” dari gagasan manusia. Ungkapan-ungkapan itu punya arti, karena ia
mewakili gagasan-gagasan yang perlu diungkapkan dalam rangka komunikasi antar manusia.
3.

Teori tingkah laku

5

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

Teori ini menanggapi bahasa sebagai semacam kelakuan yang mengembalikannya
kepada teori stimulus dan respon. Makna merupakan rangsangan untuk menimbulkan
perilaku tertentu sebagai respon kepada rangsangan tadi. Dan ia juga merupakan suatu fungsi
dari pelbagai aspek situasi komunikasi yang terbuka atau siap diperiksa secara umum.
Paling tidak ada dua pengandaian yang terkandung dalam teori tingkah laku ini;
Pertama, harus ada bentuk-bentuk yang umum dank khas pada semua situasi sehingga pada
saat suatu ungkapan bahasa itu diucapkan , maka ia akan memberikan suatu pengertian.
Kedua, harus ada bentuk-bentuk yang umumdan khas pada semua tanggapan yang

ditimbulkan oleh pengucapan dari ungkapan yang diajukan itu tadi.
4.

Symbol
Dari pengertian bahasa dan teori tentang arti tersebut di atas secara garis besar dapat

ditarik sebuah benang merah yaitu tentang “perwakilan”, bahwa bahasa yang memuat kata
dan ungkapan mewakili baik sesuatu yang fisik maupun metafisik. Berbeda dari teori yang
sebelumnya juga disebutkan yaitu teori dari para filsuf positivism logis yang hanya
memberikan makna jika kata itu mengacu pada benda empiris. Dan membuat suatu
kebingungan saat menemui bahasa teologis.
Menurut Paul Tillich, kaum positivis logis meniadakan banyak kehidupan. Tetapi ini
membawa kita kepada ketergugahan tentang adanya tingkatan-tingkatan realitas dimana
tingkatan-tingkatan perbedaan ini menuntut pendekatan-pendekatan dan bahasa – bahasa
yang beerbeda. 3
Maka untuk itu Tillich mencoba mengungkap tentang symbol. Symbol menurutnya,
terlibat di dalam realitas dan kekuatan yang mereka (symbol-simbol) itu tunjukkan, meskipun
tidak sama dengan yang mereka simbolkan. Dan demikian funsi symbol itu sebagai pembuka
tingkat-tingkat realitas yang sebaliknya tidak tersembunyi dan tidak dicapai dengan cara lain.
3


Paul Tillich, Teologi Kebudayaan , ( Yogyakarta : IRCiSoD, 2002)hal 63

6

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

Symbol membuka tingkat realitas dengan pembicaraan non-simbolis yang tidak cukup
baginya. Hal senada juga dissampaikan oleh Mircea Eliade.4
Lebih jauh Tillich mencoba menjelaskan bagaimana symbol mmbuka realitas dengan
istilah-istilah symbol artistic. Ketika fungsi seni dalam sajak-sajak seni visual dan music
diperuntukkan agar tingkat realitas menjadi terbuka dan dapat dicapai dengan cara lain maka
kreasi-kreasi artistic mengandung karakter simbolis. Sebagai contoh, kita menjadikan
pandangan seorang pelukis sebagai perantara kita, kita tidak bisa memiliki pengalaman ini
dengan cara lain melalui lukisan yang dibuat oleh plukis tdi. Pandangn nya memiliki karakter
kepahlawanan, keseimbangan, warna, berat, nilai dan lain-lainnya.
Walau tidak semua orang dibuka oleh music atau sajak atau lukisan atau seni-seni
visual lainnya namun mbol dapat terus membuka rrealitas ke tingkat realitas inferior kita.
“pembukaan” berfungsi pada dua sisi yaitu realitas dengan tingkat-tingkat yang lebih

mendalam ddan roh manusia dengan tingkat – tingkat yang lebih khusus.
Dan hal ini dapat menjelaskan bahwa symbol-simbol tidak dapat digantikan oleh
symbol-simbol lain. Lalu muncul pertanyaan bagaimana symbol-simbol lahir dan mencapai
akhir masa dan dari rahim apa symbol-simbol terlahir. Symbol lahir dari rahim yang biasanya
disebut “ketaksadaran kelompok”. Dengan demikian kata, bendera, ritual, mungkin menjadi
makhluknya. Akan tetapi ia hanya akan menjadi symbol jika ketaksadaran kelompok
mengatakan “ya” padanya.
4.

Symbol- Simbol Religius
Simbol – symbol religious membuka tingkat realitas yang tidak terbuka sama sekali,

yang tersembunyi atau dimensi realitas pokok. Dimensi ini meerupakan dimensi Sang Suci.
Maka symbol – symbol religious juga merupakan symbol-simbol sang Suci. Tetapi partisipasi
itu bukan idealitas, symbol itu sendiri bukan Sang Suci. Symbol –simbol religious berasal
4

Mitos, menurut Pemikiran Mircea Eliade, (Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal 61-62

7

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

dari intimitas materi yang diberikan realitas pengalaman kita. Segala sesuatu merupakan
ruang dan waktu yang kadang-kadang menjadi symbol bagi Sang Suci dalam sejarah agama.
Agama, Menurut Tillich, sebagai segala sesuatu dalam kehidupan berdiri di bawah
hokum ambiguitas. Agama memiliki kesuciannya (sacral) dan ketaksuciannya profane). Hal
ini sangat jelas dalam argument yang dikatakan tentang simbolisme religious. Secara
simbolis, simbl-simbol religious menujuk pada symbol yang melebihi mereka semua, namun
karena mereka turut serta di dalamnya maka kita (dalam pikiran manusia) selalu cenderung
menggantikan hal yang dianggap menunjuk dan menjadi pokok diri mereka. Dan banyak
yang menjalankan hal itu sehingga hanya menjadi patung-patung. Dan hal menjadi sebuah
pemberhalaan yaitu absolutisasi symbol-simbol yang suci dan membuat symbol-simbol
identik dengan sang suci itu sendiri. Sebagai contoh tindakan-tindakan ritual dapat
memberikan vaiditas mutlak meskipun hanya merupakan ungkapan situasi yang khusus.
Bahkan terkadang kita sering menjumpai apa yang kita sebut “demonisasi”5dalam aktivitas
sacramental agama, dalam objek suci, kitab-kitab suci, doktrin-doktrin suci dan upacaraupacara suci.6
5.

Tingkat- Tingkat Simbol- Simbol Religius7
Ada dua tingkatan fundamental dalam semua symbol religious yaitu tingkat

ttransenden dan tingkat imanen. Tingkat transenden adalah tingkat yang mulai di luar realitas
empiris yang kita hadapi . sedangkan tingkat imanen adalah tingkat dimana kita menjumpai
dalam pertemuan dengan realitas.
5

Dalam Merriam Webster's Collegiate Dictionary (1993), ini diartikan goktrin tentang semngat kejahatan atau

dalam Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily (1976), itu diartikan orang yang
keranjingan tentang sesuatu (dikutip dari http://www.akhirzaman.info/menukonspirasi/konspirasi-islam/1889demonisasi-wajah-islam-.html )
6

Teology Kebudayaan, hal 70-71

7

Ibid, hal 72-75

8

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

Poin pertama dalam tingkat transenden yaitu adanya elemen kemutlakan Tuhan
sebagai wujud ultim yang untuk atau dalam berhubungan dengannya kita harus
menyimbolkannya sambil mengaitkannya dengan yang Tertinggi dari apa yang kita sendiri
menjumpainya. Dan kita memiliki keduanya dalam bentuk simbolis untuk membicarakan Dia
yang melebihi pengalaman diri kita sebagai manusia secara tak terbatas dan yang begitu
memenuhi kedirian kita sehingga ada perkataan “ kamu “ menuju Tuhan dan bisa berdoa pada
Nya.
Selanjutnya poin dari tingkat transenden adalah kualitas-kualitas , lambang-lambang
Tuhan seperti Dia Pengasih, Penyayang, pembeeri Rizki, pemberi kekuatan dan sebagainya.
Lambang-lambang Tuhan ini berasal dari kualitas yang telah kita alami dalam diri kita.
Lambang- lambing itu tidak dapat diaplikasikan pada Tuhan dengan pemahaman harfiah.
Poin berikutnya adalah tindakan-tindakan Tuhan. Seperti ketika dalam kitab suci tertulis
“Allah telah menciptakan”, atau “Allah telah memilih” , “Allah akan memberimu” atau
“Allah telah mengutus”. Uangkapan-ungkapan tersebut membicarakan Tuhan secara simbolis
dalam semua ungkapan temporal, kausal, dan lainnya.
Sementara itu, tingkat imanen , yaitu tingkat penampilan-penampilan Tuhan dalam waktu dan
ruang. Poin pertama dari tingkat imanen ini adalah adanya inkarnasi-inkarnasi Tuuhan,
makhluk-makhluk berbeda dalam waktu dan ruang, makhluk – makhluk Tuhan yang berubah
menjadi binatang atau manusia atau jenis-jenis lainnya sebagaimana yang tampak dalam
waktu dan ruang.
Poin kedua dalam simbolisme tingkat imanen adalah sacramental. Sacramental adalah
sebuah realitas untuk menjadi pembawa Sang Suci dengan cara khusus dan dibawah
lingkungan-lingkungan khusus pula.
Poin ketiga tingkat imanen ini yaitu benda-benda seperti gereja, masjid, salib, lilin, air
di gereja-gereja Katolik Roma .

9

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

6.

Bahasa Kitab Suci ( al-Qur’an)
Setiap kitab suci ketika telah dibukukan maka secara fisik – tekstual ia telah lahir

hadir dan sejajar dengan buku-buku lainnya. Ia telah menjadi fakta historis. Yang kemudian
membedakan adalah sikap atau respon pembacanya. Begitu juga dalam memahami gaya
bahasa, sikap pembaca turut berperan.
Secara sederhana ada dua kategori bahasa kitab suci, yaitu preskriptif dan deskriptif.
Preskriptif artinya struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperative dan persuasive
yang menghendaki pembaca mengikuti pesan Allah sebagaimana terformulasikan dalam teks.
Maka di sini posisi Allah menjadi pusat perhatian. Sedangkan deskriptif kebalikannya, ada
ruang terbuka bagi pembaca untuk ikut mendiskusikannya.8
Namun pesan dan perintah Allah ada juga yang diungkapkan dalam bentuk narasi
deskriptif serta ungkapan-uangkpan metaforis.
Sementara ada juga bagian yang telah tegas dan jelas maknanya yaitu yang biasanya
menyangkut soal doktrin dan hokum.
Dari sini dapat diungkap bahwa dalam memikirkan dan membahasakan dan
mengekspresikan fikiran tentang Tuhan dan objek yang abstrak, manusia perlu ugnkapan
yang familiar dengan ungkapan inderawi dengan bahasa kiasan dan symbol-simbol, namun
mengandung muatan – muatan yang melewati realitas inderawi. Maka bahasa agama adalah
bahasa manusia secara historis antropologis sekaligus kalam Ilahi yang metaforis dan
transhistoris. Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan symbol tersebut di atas.
Dengan demikian untuk dapat membuka dan mengetahui maksud atau menafsirkan
dari ungkapan-ungkapan yang bersifat metaforis dan atau simbolis diperlukan sebuah
metode. Dan saat ini metode tersebut popular dikenal dengan sebutan hermeneutik. Namun
sebelum melangkah kepada hermeneutik tersebut diperlukan pandangan yang bersifat
8

Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama (Jakarta : Paramadina, 1996)

10

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

fenomenologis terhadap yang akan di buka maksudnya, seperti bahasa teks atau bahasa
simbolisme lain seperti ritual –ritual.
Beberapa tokoh kontemporer Muslim yang melakukan hal ini di antaranya adalah
Fazlur rahman dan Hasan Hanafi.9 Fazlur Rahman, mencoba memadukan teori kreasi ASySyathibi dengan Emilio Betti dan merumuskannya dalam bentuk penafsiran ganda. Yaitu
dengan dua langkah, pertama, yang ditempuh dengan dua cara yaitu melihat situasi kelahiran
ayat dan sebabnya kemudian menggeneralisasikan peernyataan – pernyataan particular dari
situasi dan sebab ayat sebagai pernyataan yang bersifat universal (mengambil nilai-nilai
etisnya). Langkah kedua menggunakan yang universal tadi kepada kepartikularan situasi
kekinian.
Sementara Hasan Hanafi, ia menggunakan tiga tahapan, yaitu kritik historis,
hermeneutik, dan aplikasi makna dalam menjawab persoalan-persoalan kehidupan kini.
Akan tetapi jauh sebelum mereka, tokoh Muslim lain juga telah melakukan hal
tersebut namun yang lebih dikenal dengan sebutan Takwil yang berarti Ruju’ atau kembali.
Yaitu diantaranya Ibnu Rusyd yang lebih bersifat filosofis dan Ibn “Arabi yang lebih bersifat
metafisis / irfani.
Ada empat unsur hermeneutis dari teori interpretasi Al-Qur’an Ibnu Rusyd,10 yaitu
penggagas, pembaca, audiens dan teks. Penggagas adalah Tuhan pemengang otoritas atas AlQur’an. Dengan dasar Q.S.Asy-syura :51 : “ dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa
Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau
dengan mengutus seorang urusan lalu diwahyukan kepadanya apa yang Allah kehendaki”
kemudian Ibnu Rusyd dalam memahami persoalan makna, pertama-tama membahas esensi
Al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan melalui kategori sifat dan zat yang berhubungan dengan
9

Dr. Aksin Wijaya, Teori Interpretasi Al-Qur’an Ibnu Rusyd : Kritik Ideologis –Hermeneutis (Yogyakarta : PT

LKIS, 2009) hal 25
10

Ibid

11

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

kalam nafsi Tuhan yang tidak berlafaz (menurut Asy-”ariyah) atau yang berlafaz (menurut
Mu’tazillah),Ibnu Rusyd menyatukan keduanya, artinya kalam yang disebut pertama, berada
di Lauh al Mahfuzh dan yang kedua berada di berada di alam mulk. Dengan demikian
otoritas Tuhan atas Al-Qur’an masih terikat dengan realitas duniawi . Hal itu karena AlQur’an tidak lepas dari realitas sosial masyarakat yang menjadi sasaran wahyu. Selain itu,
wahyu tuuhan yang bersifat maknawi itu juga terrepresentasikan melalui bahasa sebagai
produk manusia yang bersifat relatif dan profan. Pesan yang tersimpan dalam Al-Qur’an
inilah yang menjadi representasi otoritas Tuhan yang kini menjadi pesan yang bersifat
interpretative. Unsur kedua adalah Pembaca dan Penerima wacana, Ibnu Rusyd memilah
masyarakat menjadi terpelajar dan awam dengan dasar kriteria kemampuan nalar, tabiat dan
kebiasaannya; sementara yang terpelajar terbagi lagi menajdi filsuf dan non-filsuf dengan
melihat metode mereka (rasionl –non rasional). tujuan mengetahui posisi interpreter dan
penerima wacana Al-Qur’an. Ibnu Ruysd mencoba mengaitkan golongan msyarakat ,
metode ,dengan syariat. Unsur keempat yaitu teks : relasi teks, makna, dan referrens dalam
Al-Qur’an.
Menurut Rusyd ada tiga kategori teks (ayat) : teks secara definitif mempunyai makna
lahiriah saja; teks yang scara definitif dan analitis mempunyai makna lahiriah dan bathiniah;
dan teks ambigu yang pada dirinya tidak mempunyai makna definitif .
Dari uraian di atas Dalam menginterpretasi teks dapat dikatakan bahwa Rusyd
menekankan adanya otoritatif siapa yang berhak melakukannya.
Sementara itu, Ibn ‘Arabi adalah seorang pengguna utama takwil yang menjadikan
makna harfiah teks sebagai pintu untuk memasuki alam gaib, “sejauh itu dipahami bahwa
tidak ada penafsir Muslim yang perhatiannya sebesar Syekh ini untuk memelihara arti harfiah
Kitab ini [al-Qur’an]. Ia tetap mempertahankan arti harfiah ayat-ayat al-Qur’an ketika
memasuki arti metaforisnya. Ia tetap memelihara arti lahiriah ayat-ayat al-Qur’an ketika

12

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

memasuki arti batiniahnya. Dengan kata lain, bagi Syekh ini ayat-ayat al-Qur’an memiliki
arti lahiriah dan arti batiniah sekaligus.11
Ayat yang paling sering dikutip untuk membicarakan masalah takwil adalah firman
Allah swt sebagai berikut, yang dibaca dengan dua cara. Pertama, “Dialah yang telah
menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu. Di antaranya ada ayat-ayat muhkamāt. Itulah Ibu
Kitab. Dan yang lain adalah [ayat-ayat] mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang dalam
kalbunya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti bagian mutasyābihāt untuk mencaricari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya; padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya
kecuali Allah dan orang-orang yang berakar kukuh dalam ilmu; mereka berkata, “Kami
beriman kepadanya (al-Qur’an); semuanya dari Tuhan kami.” (Q 3: 7) Kedua, sama dengan
cara membaca pertama kecuali bagian “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah. Dan orang-orang yang berakar kukuh dalam ilmu berkata, “Kami beriman kepadanya
(al-Qur’an).” (3: 7) Cara pertama menyambungkan “Allah” dan “dan orang-orang yang
berakar kukuh dalam ilmu,” yang membuat satu kalimat yang menyatu, sedangkan cara
kedua memisahkan “Allah” dari “Dan orang-orang yang berakar kukuh dalam ilmu” untuk
berhenti penuh, yang membuat dua kalimat yang terpisah.
Ibn ‘Arabi mengikuti cara membaca pertama dengan tetap memegang teguh implikasi
bagian ayat “Kami beriman kepadanya (al-Qur’an).” Takwil adalah kunci-kunci kegaiban
(mafātīh al-ghayb), yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, dan setiap apa yang diketahui
oleh Allah bergantung kepada-Nya, yang diketahui hanya oleh orang yang Dia beritahu dan
perlihatkan kepadanya. Orang-orang yang berakar kukuh dalam ilmu diberitahu oleh Allah
takwil atas kehendak-Nya. Tampaknya orang-orang seperti inilah yang, menurut Ibn ‘Arabi,
orang-orang yang diajari oleh Allah al-Qur’an, yang sekaligus berakhlak dengan al-Qur’an,
11

Kautzar Azhari Nur, Tempat Al-Qur’an dalam Tasawuf Ibn Arabi, diakses dari

http://ahmadsamantho.wordpress.com/ pada kamis, 20 Januari 2011

13

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

yang tidak lain adalah akhlak Allah. Orang-orang seperti inilah yang dia sebut “Ahli alQur’an” (ahl al-qur’ān) atau “Ahli Allah” (ahlu-Llāh).

C.

PENUTUP
Demikianlah ulasan tentang bahasa agama yang lebih bersifat simbolis dan bisa

diterima dan difahami dengan terlebih dulu mengeerti bahwa realitas ini bertingkat-tingat
maka untuk mengungkapkannya juga dibutuhkan bahasa yang berbeda dan bertingkat pula.
Tidak sepeerti halnya kaum positivism logis yang tidak menerima dan menganggap
ungkapan dalam bahasa kitab suci tidak bermakna. Dan menurut Tillich, mereka justru malah
menghilangkan banyak kehidupan.
Begitu juga dalam memahami kitab suci Al-Qur’an, ada ungkapan yang dapat
dimengerti secara langsung namun juga perlu adanya pentakwilan. Dan pentakwilan perlu
ketika kita tidak terlepas dari pemahaman teks harfiahnya, sebagaimana yang dilakukan IBnu
Rusyd, IBn Arabi, Fazlrrahman dan Hanafi.

‫والله أعلم باالصواب‬
( ‫وقال تعالى ) وماأوتيتم من العلم إل قليل‬

14

MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN STUDI ISLAM
BAHASA BAHASA AGAMA

DAFTAR RUJUKAN

Dr. Aksin Wijaya, Teori Interpretasi Al-Qur’an Ibnu Rusyd : Kritik Ideologis –Hermeneutis
(Yogyakarta : PT LKIS, 2009)
Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2001)
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama (Jakarta : Paramadina, 1996)
Mitos, menurut Pemikiran Mircea Eliade, (Yogyakarta: Kanisius, 1987
Paul Tillich, Teologi Kebudayaan , ( Yogyakarta : IRCiSoD, 2002)
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa
http://www.akhirzaman.info/menukonspirasi/konspirasi-islam/1889-demonisasi-wajahislam-.html )
http://ahmadsamantho.wordpress.com/

15