Analisis Masalah 17 Format Vektor

3.1 Analisis Sistem 17

3.1.1 Analisis Masalah 17

3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem 18 3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem 18 3.1.2.2 Kebutuhan Non Fungsional Sistem 19 3.1.3 Pemodelan Sistem 20 3.1.3.1 Use Case Diagram 20 3.1.3.1.1 Use Case Run Length Encoding 22 3.1.3.1.2 Use Case Transformasi Wavelet Daubechies 23 3.1.3.1.3 Use Case Kompresi RLE 24 3.1.3.1.4 Use Case Dekompresi RLE 25 3.1.3.1.5 Use Case Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 26 3.1.3.1.6 Use Case Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 27 3.1.3.2 Activity Diagram 28 3.1.3.2.1 Activity Diagram Run Length Encoding 28 3.1.3.2.2 Activity Diagram Transformasi Wavelet Daubechies 29 3.1.3.3 Sequence Diagram 30 3.1.3.4 Flowchart 31 3.1.3.4.1 Flowchart Sistem 31 3.1.3.4.2 Flowchart Kompresi Run Lengh Encoding 32 3.1.3.4.3 Flowchart Dekompresi Run Lengh Encoding 33 3.1.3.4.4 Flowchart Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 34 3.1.3.4.5 Flowchart Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 35 3.2 Perancangan Sistem 36 3.2.1 Pseudocode Program 36 3.2.1.1 Pseudocode Kompresi Run Length Encoding 36 3.2.1.2 Pseudocode Dekompresi Run Length Encoding 37

3.2.1.3 Pseudocode Kompresi dengan Transformasi Wavelet Daubechies

38

3.2.1.3.1 Pseudocode Transformasi Wavelet Daubechies 38

3.2.1.3.2 Pseudocode Kuantisasi 39 3.2.1.3.3 Pseudocode Encoding 39

3.2.1.4 Pseudocode Dekompresi dengan Transformasi Wavelet Daubechies

40

3.2.1.4.1 Pseudocode Inverse Transformasi Wavelet Daubechies 40

3.2.1.4.2 Pseudocode Dekuantisasi 41 3.2.1.4.3 Pseudocode Decoding 41 3.2.2 Perancangan Antarmuka Pengguna User Interface 42 3.2.2.1 Perancangan Antarmuka Home 42 3.2.2.2 Perancangan Antarmuka Menu Perbandingan 43 3.2.2.3 Perancangan Antarmuka Menu Help 46 Bab 4 Implementasi dan Pengujian Sistem 4.1 Implementasi Sistem 47

4.1.1 Implementasi Algoritma 47

4.1.1.1 Implementasi Algoritma Kompresi Run Length Encoding 47

4.1.1.2 Implementasi Algoritma Dekompresi Run Length Encoding 49 4.1.1.3 Implementasi Algoritma Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 50 4.1.1.4 Implementasi Algoritma Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 53 4.2 Pengujian Sistem 57 4.2.1 Pengujian 57

4.2.1.1 Pengujian Proses Run Length Encoding 57

4.2.1.2 Pengujian Proses Transformasi Wavelet Daubechies 61 4.2.2 Hasil Pengujian 64 4.2.2.1 Hasil Pengujian Berdasarkan Ukuran Citra yang Berbeda 64 4.2.2.2 Hasil Pengujian Berdasarkan Citra yang Berbeda 66

4.2.2.3 Hasil Pengujian Berdasarkan Spesifikasi Komputer yang Berbeda

69 Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 71 5.2 Saran 72 Daftar Pustaka 73 Lampiran A : Listing Program A-1 Lampiran B : Curriculum Vitae B-1 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Contoh Citra Belum Terkompres 13 Tabel 3.1 Spesifikasi Use Case Run Length Encoding 22 Tabel 3.2 Spesifikasi Use Case Transformasi Wavelet Daubechies 23 Tabel 3.3 Spesifikasi Use Case Kompresi RLE 24 Tabel 3.4 Spesifikasi Use Case Dekompresi RLE 25 Tabel 3.5 Spesifikasi Use Case Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 26 Tabel 3.6 Spesifikasi Use Case Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 27 Tabel 4.1 Matriks Citra 8x8 48 Tabel 4.2 Proses Kompresi Run Length Encoding 48 Tabel 4.3 Matriks Hasil Dekompresi 50 Tabel 4.4 a Matriks Transformasi Wavelet Daubechies b Matriks Citra Awal 51 Tabel 4.5 Matriks Hasil Transformasi 51 Tabel 4.6 a Matriks Hasil Transformasi b Matriks Kuantisasi c Matriks Hasil Kuantisasi 52 Tabel 4.7 Matriks Hasil Pembulatan Nilai Kuantisasi 52 Tabel 4.8 Proses Encoding Citra Hasil Kuantisasi 53 Tabel 4.9 Matriks Hasil Decoding 54 Tabel 4.10 a Matriks Hasil Decoding b Matriks Kuantisasi c Matriks Hasil Dekuantisasi 55 Tabel 4.11 a Matriks Hasil Dekuantisasi b Matriks Inverse Transformasi Wavelet Daubechies c Matriks Hasil Inverse Transformasi 56 Tabel 4.12 Matriks Hasil Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 56 Tabel 4.13 Hasil Pengujian Proses Kompresi Berdasarkan Ukuran Citra yang Berbeda 64 Tabel 4.14 Hasil Pengujian Proses Dekompresi Berdasarkan Ukuran Citra yang Berbeda 66 Tabel 4.15 Hasil Pengujian Proses Kompresi Berdasarkan Citra yang Berbeda 67 Tabel 4.16 Hasil Pengujian Proses Dekompresi Berdasarkan Citra yang Berbeda 68 Tabel 4.17 Spesifikasi Komputer 69 Tabel 4.18 Hasil Pengujian Proses Kompresi Berdasarkan Komputer yang Berbeda 69 Tabel 4.19 Hasil Pengujian Proses Dekompresi Berdasarkan Komputer yang Berbeda 70 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Ilustrasi digitalisasi citra 7 Gambar 3.1 Diagram Ishikawa untuk Analisis Masalah Sistem 18 Gambar 3.2 Use Case Diagram Perbandingan Metode Kompresi Run Length Encoding dengan Transformasi Wavelet Daubechies 21 Gambar 3.3 Activity Diagram Run Length Encoding 28 Gambar 3.3 Activity Diagram Transformasi Wavelet Daubechies 29 Gambar 3.4 Sequence Diagram Sistem 30 Gambar 3.5 Flowchart Sistem 31 Gambar 3.6 Flowchart Kompresi Run Length Encoding 32 Gambar 3.7 Flowchart Dekompresi Run Length Encoding 33 Gambar 3.8 Flowchart Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 34 Gambar 3.9 Flowchart Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 35 Gambar 3.10 Pseudocode Kompresi Run Length Encoding 36 Gambar 3.11 Pseudocode Dekompresi Run Length Encoding 37 Gambar 3.12 Pseudocode Transformasi Wavelet Daubechies 38 Gambar 3.13 Pseudocode Kuantisasi 39 Gambar 3.14 Pseudocode Encoding 39 Gambar 3.15 Pseudocode Inverse Transformasi Wavelet Daubechies 40 Gambar 3.16 Pseudocode Dekuantisasi 41 Gambar 3.17 Pseudocode Decoding 41 Gambar 3.18 Perancangan Antarmuka Home 42 Gambar 3.19 Perancangan Antarmuka Menu Perbandingan 43 Gambar 3.20 Perancangan Antarmuka Menu Help 46 Gambar 4.1 Matriks Hasil Pengkodean 49 Gambar 4.2 Matriks Hasil Kompresi 49 Gambar 4.3 Matriks Hasil Encoding 53 Gambar 4.4 Matriks Hasil Kompresi 53 Gambar 4.5 Kotak Dialog Browse File Citra BMP 57 Gambar 4.6 Proses Input File 58 Gambar 4.7 Kotak Dialog Save As Citra Hasil Kompresi Run Length Encoding 58 Gambar 4.8 Hasil Proses Kompresi Run Length Encoding 59 Gambar 4.9 Kotak Dialog Browse File Hasil Kompresi Run Length Encoding 59 Gambar 4.10 Kotak Dialog Save As Citra Hasil Dekompresi Run Length Encoding 60 Gambar 4.11 Hasil Proses Dekompresi Run Length Encoding 60 Gambar 4.12 Kotak Dialog Save As Citra Hasil Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 61 Gambar 4.13 Hasil Proses Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 62 Gambar 4.14 Kotak Dialog Browse File Hasil Kompresi Transformasi Wavelet Daubechies 62 Gambar 4.15 Kotak Dialog Save As Citra Hasil Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 63 Gambar 4.16 Hasil Proses Dekompresi Transformasi Wavelet Daubechies 63 Gambar 4.17 Citra Awal .bmp 64 Gambar 4.18 a satu.bmp b dua.bmp c tiga.bmp d empat.bmp e lima.bmp 67 ABSTRAK Pada penyimpanan citra digital, ukuran citra akan mempengaruhi penggunaan memori. Semakin besar ukuran citra maka semakin besar memori yang dibutuhkan. Kompresi citra merupakan sebuah metode yang dilakukan untuk mereduksi ukuran citra digital. Metode Run Length Encoding dan metode Transformasi Wavelet Daubechies merupakan metode yang dapat digunakan dalam proses kompresi citra digital. Pada penelitian ini, metode Run Length Encoding dan metode Transformasi Wavelet Daubechies akan dibandingkan dalam menentukan kualitas citra hasil kompresi berdasarkan proses running time, rasio kompresi dan data redudansi. Citra digital yang digunakan yaitu citra grayscale dengan format Bitmap .BMP. Citra hasil kompresi dapat dikembalikan ke ukuran semula dengan proses dekompresi citra. Metode Run Length Encoding memiliki running time proses yang lebih baik dibandingkan dengan Transformasi Wavelet Daubechies, berdasarkan percobaan terhadap lima citra berbeda dengan ukuran yang sama dimana kecepatan rata-rata untuk metode Run Length Encoding adalah 1,03125 detik sedangkan kecepatan rata- rata untuk metode Transformasi Wavelet Daubechies adalah 2,571876 detik. Metode Run Length Encoding juga lebih baik berdasarkan rasio kompresi dan data redudansi, jika citra yang digunakan tidak memiliki banyak perbedaan warna piksel. Sedangkan, jika citra yang digunakan memiliki banyak perbedaan warna, maka metode Transformasi Wavelet Daubechies lebih baik berdasarkan rasio kompresi dan data redudansi. Kata kunci : Bitmap .BMP, Kompresi, Dekompresi, Run Length Encoding, Transformasi Wavelet Daubechies COMPARISON OF IMAGE QUALITY COMPRESSION RESULT BETWEEN RUN LENGTH ENCODING AND DAUBECHIES WAVELET TRANSFORM ABSTRACT On digital image storage, the size of image will influence the use of memory. The bigger the size of an image then the bigger memory will be needed. Image Compression is the method that reduce the size of digital image. Run Length Encoding and Daubechies Wavelet Transform are methods that can be used in the process of digital image compression. In this research, Run Length Encoding method and Daubechies wavelet transformation method will be compared to decide the quality of image compression result based on running time process, compression ratio and redundancy data. Digital image used is grayscale image with Bitmap format .BMP. Image compression result can be returned to the original size with image decompression process. Run Length Encoding has better running time process than Daubechies Wavelet Transform, based on experiments of five different images with the same size where the average speed of Run Length Encoding method is 1,03125 second while the average speed Daubechies Wavelet Transform is 2,571876 second. Run Length Encoding method is also better based on compression ratio and redundancy data, if the image that is used does not have many pixel color differences. Meanwhile, if the image has many pixel color differences, then Daubechies Wavelet Transform method is better based on compression ratio and redundancy data. Keywords : Bitmap .BMP, Compression, Decompression, Run Length Encoding, Daubechies Wavelet Transform

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Citra image adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu obyek, biasanya obyek fisik atau manusia. Citra dapat berwujud gambar picture dua dimensi, seperti lukisan, foto dan berwujud tiga dimensi, seperti patung. Citra yang dapat kita sentuh dan kita lihat secara nyata dan real ukuran, besarnya, atau dapat kita pegang merupakan citra analog. Ada jenis citra yang lain adalah citra digital yang akan lebih mudah diolah dalam sistem komputerisasi. Citra digital merupakan citra yang direpresentasikan dalam bit-bit atau piksel-piksel Napitupulu, 2012. Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Namun seringkali representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Semakin besar ukuran citra tentu semakin besar pula memori yang dibutuhkannya. Pada sisi lain, kebanyakan citra mengandung duplikasi data. Duplikasi data pada citra dapat berarti dua hal. Pertama, besar kemungkinan suatu pixel dengan pixel tetangganya memiliki initensitas yang sama, sehingga penyimpanan setiap pixel memboroskan tempat. Kedua, citra banyak mengandung bagian yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak perlu dikodekan berulang kali karena mubazir atau redundan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan kompresi citra. Metode filtering yang digunakan penulis untuk mereduksi noise yaitu metode Mean Filter. Mean Filter merupakan salah satu filtering linear yang berfungsi untuk memperhalus dan menghilangkan noise pada suatu citra yang bekerja dengan menggantikan intensitas nilai piksel dengan rata-rata dari nilai piksel tersebut dengan nilai piksel-piksel tetangganya Wiliyana, 2012. Pemampatan atau kompresi citra merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat bagi perkembangan citra digital. Dengan kompresi, data citra digital yang ukurannya besar, dapat dikompres sehingga mempunyai ukuran yang lebih kecil Napitupulu, 2012. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Berdasarkan jumlah informasi yang dikurangi terdapat dua jenis kompresi, yaitu lossless dan lossy. Pada skema kompresi lossless, citra hasil rekonstruksi memiliki karakteristik dan kualitas yang identik dengan citra aslinya. Sementara pada lossy, kualitas citra hasil rekonstruksinya menurun karena terdaat beberapa bagian informasi yang dihilangkan Putra, 2010. Contoh metode kompresi lossy adalah teknik kompresi dengan kuantisasi, CSQ, JPEG, MPEG dan Wavelet. Contoh metode kompresi lossless adalah kompresi Huffman, LZW, dan RLE. Kompresi citra yang dibahas adalah kompresi citra dengan metode Run Length Encoding RLE dengan Transformasi Wavelet Daubechies. Alasan membandingkan kedua metode tersebut adalah untuk mengetahui metode mana yang lebih baik diantara keduanya berdasarkan parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas citra hasil kompresi metode tersebut. Kompresi citra yang menggunakan RLE Run Length Encoding didasarkan pada pengamatan bahwa suatu pixel dalam suatu citra akan memiliki nilai yang cenderung sama dengan nilai pixel tetangganya Putra, 2010. Transformasi wavelet adalah salah satu jenis transformasi lossy yang mempresentasikan data dalam fungsi waktu kedalam fungsi wavelet. Transformasi ini dilakukan dengan menerapkan filter high-pass dan low-pass dua dimensi untuk menghasilkan sebuah sub-citra beresolusi rendah yang berukuran seperempat ukuran semula, dan tiga buah sub-citra yang mewakili koefisien detail yang juga berukuran seperempat kali ukuran semula Widyaningrum, 2009. Filter wavelet yang dipilih adalah salah satu wavelet yang sangat terkenal, yaitu Daubechies. Daubechies adalah filter wavelet yang optimum digunakan untuk pemampatan data citra. Fungsi wavelet Daubechies D1 yang digunakan ini dinyatakan dalam bentuk matriks yang memiliki dua koefisien scaling function, dan empat koefisien wavelet function.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana membandingkan kualitas citra hasil kompresi menggunakan metode Run Length Encoding RLE dengan Transformasi Wavelet Daubechies pada citra digital yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh pengguna.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah meliputi : 1. File citra yang dikompresi merupakan citra grayscale dengan format BMP. 2. Parameter pembanding kualitas citra diukur dengan proses running time, rasio kompresi dan data redudansi. 3. Transformasi Wavelet yang digunakan adalah wavelet Daubechies D1. 4. Bahasa pemrograman yang digunakan MATLAB.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kualitas kompresi citra digital dari metode Run Length Encoding RLE dengan Transformasi Wavelet Daubechies pada citra digital yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh pengguna.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai acuan untuk mengetahui hasil perbandingan kualitas kompresi citra digital dari metode Run Length Encoding RLE dengan Transformasi Wavelet Daubechies berdasarkan nilai rasio kompresi, data redundansi dan proses run-time.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan beberapa metode penelitian sebagai berikut: 1. Studi Literatur Pada tahap ini penulisan dimulai dengan studi kepustakaan yaitu proses pengumpulan bahan-bahan referensi baik dari buku, artikel, jurnal, makalah maupun melalui media internet mengenai pengolahan citra digital, citra file bitmap, kompresi, dekompresi, algoritma kompresi Run Length Encoding RLE dan transformasi Wavelet Daubechies serta beberapa referensi lainnya untuk menunjang pencapaian tujuan skripsi. 2. Analisis dan Perancangan Sistem Pada tahap ini penulis menganalisis proses kerja kompresi file citra menggunakan metode kompresi Run Length Encoding RLE dan transformasi Wavelet Daubechies, dan selanjutnya dilakukan perancangan sistem yang meliputi perancangan proses kerja sistem, perancangan interface, serta algoritma pemograman. 3. Implementasi Sistem Pada tahap ini, penulis mengimplementasikan hasil perbandingan kualitas citra hasil kompresi file citra ke dalam bahasa pemrograman. 4. Pengujian Sistem Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap aplikasi yang dibangun sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu melakukan perbandingan kualitas citra hasil kompresi dengan menggunakan metode kompresi Run Length Encoding RLE dan transformasi Wavelet Daubechies. 5. Dokumentasi Sistem Tahap ini digunakan untuk menuangkan hasil penelitian tersebut ke dalam sebuah skripsi.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini menjelaskan latar belakang masalah dari penelitian yang akan dilakukan beserta batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang beberapa teori-teori dasar yang mendukung penelitian seperti citra, format file citra, kompresi citra, dekompresi citra, algoritma Run Length Encoding RLE, dan algoritma Transformasi Wavelet Daubechies.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini menjelaskan mengenai analisis proses kerja kompresi file citra menggunakan metode kompresi Run Length Encoding RLE dan transformasi Wavelet Daubechies, dan selanjutnya dilakukan perancangan sistem yang meliputi perancangan proses kerja sistem, perancangan interface, serta algoritma pemograman. Model Unified Modelling Language UML yang digunakan antara lain use case diagram, activity diagram, dan sequence diagram dan perancangan tampilan antarmuka sistem.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab ini membahas mengenai hasil pengujian dari perbandingan kualitas citra hasil kompresi metode Run Length Encoding RLE dengan transformasi Wavelet Daubechies.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian yang berisi kesimpulan dan saran yang nantinya akan dikembangkan atau melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Citra

Citra adalah suatu representasi gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan Sutoyo et al. 2009. Citra tidak sama dengan teks yang hanya memberikan informasi secara jelas dengan kata-kata yang dipaparkan. Citra memberikan informasi dengan memberikan gambaran visual dan terkadang informasi yang diberikan dapat memacu imajinasi dari orang yang melihat citra tersebut. Citra merupakan keluaran dari suatu sistem perekaman data yang bersifat optik, analog ataupun digital. Perekaman data citra dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Citra Analog Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan , pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebaginya Sutoyo et al. 2009. 2. Citra Digital Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer Sutoyo et al. 2009. Citra digital terdiri dari sinyal-sinyal yang dapat dibedakan dan mempunyai fungsi yang tidak kontinu yakni berupa titik-titik warna pembentuk citra. Hasil perekaman citra digital dapat disimpan pada suatu media magnetik Handriyati, 2013. Citra digital adalah citra yang terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang sudah di-sampling sehingga dapat ditentukan ukuran titik gambar tersebut yang pada umumnya disebut piksel Santi, 2010. Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik array yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu Handriyati, 2013. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi fx,y berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat x,y dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga finite dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital Handriyati, 2013. Gambar 2.1 menunjukkan posisi koordinat citra digital. Gambar 2.1 Ilustrasi Digitalisasi Citra piksel pada koordinat x = 10, y = 7 memiliki nilai 110 Handriyati, 2013

2.2 Format File Citra

2.2.1 Format Vektor

Citra vektor dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak berdasarkan piksel, yaitu data tersimpan dalam bentuk vektor posisi, di mana yang tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil, kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan aplikasi-aplikasi citra vektor, seperti CorelDRAW, Adobe Ilustrator, Macromedia Freehand, Autocad, dan lain-lain Sutoyo et al. 2009.

2.2.2 Format Bitmap