PERBEDAAN KONTROL DIRI PADA REMAJA YANG MELAKSANAKAN PUASA SENIN KAMIS DENGAN YANG TIDAK PUASA

(1)

PERBEDAAN KONTROL DIRI PADA REMAJA YANG

MELAKSANAKAN PUASA SENIN KAMIS DENGAN YANG TIDAK

PUASA

SKRIPSI

Oleh:

Laila Quratul A’yun 201210230311157

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG 2016


(2)

PERBEDAAN KONTROL DIRI PADA REMAJA YANG

MELAKSANAKAN PUASA SENIN KAMIS DENGAN YANG TIDAK

PUASA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhamadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

Laila Quratul A’yun 201210230311157

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG 2016


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Perbedaan kontrol diri pada remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak puasa

2. Nama Peneliti : Laila Quratul A’yun 3. NIM : 201210230311157

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhamadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : 6 januari-18 januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 30 april 2016 Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr. Nida Hasanati, M.Si ( ) Anggota Penguji : 1. Siti Maimunah, S.Psi., MA ( ) 2. Diana Savitri H, S.Psi. M.Psi ( ) 3. Istiqomah, S.Psi. M.Si ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nida Hasanati, M.Si Siti Maimunah, S.Psi., MA

Malang, Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Malang


(4)

SURAT PENYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Laila Quratul A’yun

Nim : 201210230311157 Fakultas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhamadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Perbedaan Kontrol Diri Pada Remaja Yang Melaksanakan Puasa Senin Kamis Dengan Yang Tidak Puasa

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royalty non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 30 april 2016

Mengetahui Yang Menyatakan

Ketua Program Studi Materai

6000


(5)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan……….I

Lembar Pernyataan ……….ii

Daftar Isi……….……….iii

Daftar Tabel………..………...iv

Daftar Lampiran………...v

Kata Pengantar……….vi

Abstrak………..1

Latar belakang………...2

Teori………..7

Hipotesis Penelitian……….12

Metodologi Penelitian……….……….12

Hasil Penelitian……….15

Diskusi………..17


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1Blue printskala kontrol diri……….….14

Tabel 2 Hasil analisis uji t-test………..……….16

Tabel 3 Nilaimeankelompok puasa dan tidak puasa………..………16


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala kontrol diri……….28

Lampiran 2Hasil uji validitas dan reliabilitas skala kontrol diri………...31

Lampiran 3Blue printskala kontrol diri……….33


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Puji Syukur yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Kontrol Diri Pada Remaja Yang Melaksanakan Puasa Senin Kamis Dengan Yang Tidak Puasa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi

di Universitas Muhamadiyah Malang.

Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari bebagai pihak. Oleh Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas psikologi Universitas Muhamadiyah Malang

2. Dr. Nida Hasanati, M.Si. dan Siti Maimunah, S.Psi., MA. Selaku Pemimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku ketua program Psikologi Universitas Muhamadiyah Malang sekaligus dosen wali penulis yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Ayah dan Ibu, Abdul Manaf dan Nurjanah yang selalu menyelipkan nama penulis dalam

setiap do’a-do’anya serta curahan kasih sayang yang tiada tara. Hal ini merupakan kekuatan terbesar bagi penulis untuk terus memiliki motivasi dalam perkuliahan dan proses skripsi ini.

5. Saudara-saudariku tercinta, keluarga besar Abdul Manaf, yang terus memotivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Suamiku tercinta, Rima Imianto yang sudah hadir sebagai hadiah terindah dari Allah SWT di momen kelulusan ini.

7. PPM (Pondok Pesantren Mahasiswa) di Klasman, Landungsari, dan Jaljom, yang telah bersedia membantu dalam kelancaran penelitian.

8. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya angkatan 2012 kelas C yang telah membantu proses kelancaran skripsi, khususnya Alvi, Mitha, Diyah, dan Rafi yang selalu membantu dalam proses kelancaran skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusa yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 28 Januari 2016 Penulis


(9)

PERBEDAAN KONTROL DIRI PADA REMAJA YANG

MELAKSANAKAN PUASA SENIN KAMIS DENGAN YANG TIDAK

PUASA

Laila QuratulA’yun

Fakultas Psikologi, Universitas Muhamadiyah Malang lailaqurotaayun@gmail.com

Kontrol diri merupakan kemampuan mengarahkan diri kearah yang lebih baik ketika dihadapkan dengan godaan-godaan. Kontrol diri merupakan hal menarik jika dikaitkan dengan remaja dan puasa senin kamis. Umumnya pada masa ini, remaja mengalami kebingungan identitas diri dan permasalahan dalam mengontrol dirinya. Adapun puasa senin kamis merupakan puasa sunah yang dilaksanakan selama dua kali dalam satu pekan yaitu setiap hari senin dan kamis. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan apakah terdapat perbedaan kontrol diri terhadap remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan remaja yang tidak puasa. Penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan teknik analisa data independent sampel t-test, dengan instrument berupa skala kontrol diri yang diadaptasidari Tangney Baumiester (2004). Adapun subjek penelitian ini berjumlah 100 orang, yang terdiri dari 50 subjek yang melaksanakan puasa senin kamis dan 50 subjek yang tidak berpuasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang melaksanakan puasa senin kamis memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibanding remaja yang tidak puasa. Hal ini terbukti dari skor mean pada subjek yang berpuasa yaitu 64,70 sedangkan skor mean remaja yang tidak puasa yaitu 58,94.

Kata kunci : Kontrol Diri, Puasa, Remaja

Self-control is the ability to direct themselves toward better when confronted with temptations. Self-control is interesting if it is associated with teens and fasting on Mondays and Thursdays.Generally,at this time adolescents experience identity confusion and problems in controlling himself . While fasting on Mondays and Thursdays are suggestions that fasting was conducted for two times in a week ie every Monday and Thursday.The purpose of this study was to prove whether there is a difference of self control to teens fasting on Mondays and Thursdays with teens who do not fast. This study is a comparative study with data analysis techniques independent samples t -test, using instrument a scale of self-control is adapted from Baumiester Tangney (2004 ). Subject in this research is filled out by 100 subject, with 50 subject fasting on Mondays and Thursdays, and 50 subject no fasting. Research shows that teens who carry out fasting on Mondays and Thursdays have higher self-control than teens who do not fast . This is evident from the mean score on the subject of fasting that is 64.70 while the mean score of teenagers who do not fast , namely 58.94 .


(10)

Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Pada umumnya masa remaja terdapat pergolakan-pergolakan mulai dari fisik, psikis, dan sosial. Dalam masa remaja, penampilan anak berubah sebagai peristiwa pubertas yang disebabkan perubahan hormonal, pikiran mereka berubah menjadi abstrak dan hipotesis, perasaan mereka berubah terhadap hampir segala hal. Menurut Magnusson, dkk (dalam Berk, 2012) di dalam diri remaja kekuatan biologis, psikologis, dan sosial bergabung bersama mempengaruhi perkembangan remaja. Sebagaimana pada awal masa remaja ditandai dengan pubertas (puberty), sebuah kumpulan peristiwa biologis yang mengarah pada badan ukuran dewasa dan kematangan sosial (Laura E. Berk, 2012).Perubahan biologis bersifat universal dijumpai di seluruh budaya. Seperti, bentuk tubuh mereka berubah seperti bentuk tubuh orang dewasa, diantaranya bagi anak laki-laki terjadi perubahan seperti suara yang membesar, dada yang bidang, tumbuhnya jakun, dll. Sedangkan untuk perempuan akan terjadi perubahan fisik seperti pangggul membesar, tumbuhnya payudara, suara yang semakin merdu, dan lain-lain. Kondisi perubahan biologis tentu memberikan pengaruh baik secara psikologis maupun sosial pada diri remaja.

Perubahan-perubahan tersebut diantaranya, mereka mulai meninggalkan cara-cara yang kekanak-kanakan, mereka mulai mengembangkan hubungan sosial yang baru, bertambahnya tanggung jawab yang lebih besar daripada sebelumnya, sehingga jika hal ini tidak terpenuhi dengan baik akan menjadikan adanya keraguan diri, memunculkan ketidakpastian, dan kekecewaan di kalangan remaja. Menurut Buchanan, dkk (dalam Berk, 2012) perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja, diantaranya disebabkan oleh kadar hormonal pubertas yang tinggi, sehingga menyebabkan kadar murung yang lebih besar.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Laron, dkk (dalam Berk, 2012) bahwa remaja melaporkan tentang suasana hati mereka yang kurang gembira dibanding anak-anak dan orang dewasa. Untuk itulah sebagai remaja yang usianya lebih muda dibanding usia orang dewasa menyebabkan remaja mudah sekali untuk berubah suasana hati, seperti dari perasaan bahagia yang tiba-tiba berubah menjadi sedih yang tidak menentu, atau sebaliknya. Perubahan suasana hati ini sangat berkaitan dengan perubahan situasi. Pada umumnya saat-saat yang menyenangkan bagi remaja yaitu ketika remaja berada dalam kegiatan santai pilihan sendiri, berkumpul bersama teman-teman sebaya, melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada kesenangan dunia mereka sendiri. Dan kegiatan yang paling menyedihkan bagi remaja yaitu dalam situasi yang dikondisikan oleh orang dewasa, seperti dalam kegiatan sekolah, kegiatan pekerjaan, dan kegiatan keagamaan. Sehingga sangat wajar jika remaja dianggap individu yang labil, sulit untuk dikendalikan, dan penuh dengan egosentris.

Erikson (dalam William, dkk. 2003) menyatakan berdasarkan teori identitas bahwa ketika anak-anak menemukan dirinya tumbuh dewasa, mereka menjadi semakin sulit untuk menemukan motivasi. Sehingga dalam kondisi tertentu hal ini dapat menyebabkan seorang remaja mengalami patologis, seperti depresi, kecanduan, penyakit psikosomatik, perilaku menyimpang, kurangnya produktifitas, dan tidak mampu mempertahankan hubungan interpersonal yang stabil.

Bahkan Seorang teoritisi paling berpengaruh, G. Stanley Hall menyatakan (dalam Berk, 2012) yang mendasarkan penelitiannya pada teori Evolusi Darwin, bahwa masa remaja merupakan masa peralihan, masa yang penuh gejolak hingga menyerupai peralihan evolusi manusia dari


(11)

masa yang liar menjadi manusia yang beradab. Begitu juga dengan Anna Freud (dalam Berk, 2012) yang memperjelas teori ayahnya, yaitu Sigmun Freud, bahwa masa remaja dianggap

sebagai “gangguan perkembangan”. Pada tahap ini remaja memang sedang menjalani masa-masa yang menyenangkan sekaligus masa-masa yang sulit. Remaja dihadapkan dengan berbagai godaan, sedangkan saat itu mereka dalam kondisi yang labil, emosi yang meletup-letup, dan rasa ingin tahu yang tinggi. Masa ini merupakan tahap yang sangat penting dalam pembentukan jati diri di masa dewasa.Keberhasilan masa dewasa sangat ditentukan bagaimana remaja menemukan identitas dirinya.

Sebutan anak-anak untuk remaja memang terlalu menganggap mereka sebagai anak kecil, akan tetapi mereka belum juga diangggap sebagai individu yang dewasa. Menurut Y. Singgih Dirgagunarsa dan suaminya (dalam Fuji Astuti, 2011) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang di dalamnya terdapat proses belajar sebagai pembekalan menuju dewasa, adapun usia remaja yaitu mulai 12-22 tahun. Pada masa ini remaja cenderung melakukan hal-hal baru sebagai percobaan, mereka mudah untuk mengikuti perilaku lingkungan sekitar, terutama yang berasal dari teman-teman sebaya. Remaja sering melakukan hal-hal yang dianggap beresiko, sehingga remaja identik dengan masalah. Farrington dan Graber menyebutkan pula (dalam Berk, 2012) pada masa remaja akan terjadi masalah-masalah tertentu, seperti gangguan makan, depresi bunuh diri, dan pelanggaran hukum lebih sering terjadi dibanding masa-masa sebelumnya. Bahkan kebanyakan orangtua yang

memiliki anak pada usia remaja, berpendapat bahwa mereka “suka mengamuk dan marah-marah”

(Buchanan & Holmbeck, dalam Berk, 2012). Pada masa ini memang merupakan masa yang berat bagi setiap remaja, serta masa yang menghawatirkan bagi setiap orang tua.

Remaja yang sedang dalam tahap pencarian identitas diri, merasa bahwa orang tua kurang mampu memahami apa yang menjadi keinginan mereka, bahkan terkadang remaja melakukan tindakan-tindakan menyimpang hanya bertujuan untuk mencari perhatian orang dewasa sebagai bentuk protes terhadap orangtua. Karena ingin Orang tua yang kurang memahami kondisi anaknya sebagai remaja tentu akan menganggap perubahan-perubahan perilaku mereka sebagai hal yang mencemaskan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa remaja merupakan individu yang penuh dengan ketidakstabilan. Sehingga dapat digambarkan bahwa remaja pada umumnya memiliki kontrol diri rendah, yang ditandai dengan kecenderungan menunjukkan emosi negatif. Menurut Petersen & Takanishi, dalam Diane E. Papalia, 2011) menyatakan bahwa remaja saat ini mengalami bahaya ancaman yang lebih besar dibanding generasi dahulu. Remaja saat ini banyak yang teribat ke dalam permasalahan-permasalahan yang dianggap serius dan penuh resiko. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di luar negeri, akan tetapi pada masyarakat Indonesia fenomena kenakalan remaja telah merajalela.

Penelitian lain oleh BNK (Badan Nasional Kampanye) (dalam John, dkk. 2013) menyatakan bahwa penyalahgunaan penggunaan narkoba di kalangan remaja semakin merajalela. Begitu pula penelitian oleh MR. Joseph Kibet (dalam Omboto dkk, 2013) bahwa terdapat banyak anak-anak remaja yang terlibat dalam penggunaan narkoba dan perilaku kejahatan. Sebagian dari anak-anak tersebut berusia antara 15 th- 25 th, yang mana kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa. Usia tersebut memang merupakan usia yang sangat rentan terhadap godaan-godaan perilaku menyimpang. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian (dalam Phytian, 2008), tentang perilaku


(12)

kontrol diri antara remaja dan orang dewasa, ditemukan bahwa “perilaku merokok, minum -minuman keras, perjudian, dan mengebut di jalan raya, penggunaan narkoba, kebanyakan terjadi di kalangan mahasiswa”.

Fenomena lain kenakalan remaja yang terjadi di kalangan mahasiswa yaitu perilaku agresi berupa tawuran yang terjadi di UNM antar fakultas ekonomi dengan fakultas olahraga pada tanggal 14 juni 2010. Kemudian disusul pada tanggal 25 mei 2010 yaitu tawuran antar mahasiswa FISIPOL dengan fakultas teknik (Saido dalam Guswani & Kawuryan, 2011).

Sementara itu berdasarkan hasil kajianRapid Assesment Reponse of Injection Drudg User (RAR OF IDUS) tahun 2002 kasus perilaku merokok di Sulawesi Selatan pada pelajar dan mahasiswa sebesar 49,9 %, minum-minuman beralkohol 32,7%, kasus pranikah 29,5 %, diperkirakan 300 orang pecandu NAPZA yang terdeteksi, sedangkan yang tidak terdeteksi bisa jauh lebih banyak dari angka tersebut (Depkes, dalam Wahihudin 2011)

Didukung berdasarkan data yang diperoleh dari bidang kemahasiswaan Akademi KebidananGriya Husada Surabaya oleh Prasetyoningsih dan Humune, pada tahun ajaran 2004/2005-2007/2008 didapatkan mahasiswayang cuti akademik dikarenakan hamil sebanyak dua belas orang, diantaranya 1 orang(1,25%) pada tahun ajaran 2004/2005, 2 orang (2,5%) pada tahun ajaran 2005/2006, 1orang (1,25%) pada tahun ajaran 2006/2007 dan 8 orang (10,3%) pada tahun ajaran2007/2008. Dari 12 orang tersebut sebagian besar hamil pra nikah.

Menurut penjelasan Todd (2007) dalam modulnya, perkembangan otak remaja yang menyebabkan kondisi emosi mudah terbangkitkan dan terjadinya perubahan interaksi sosial pada remaja terus dilakukan penelitian. Hipotesa kognitif dan neurobiologik terus dicari untuk menerangkan berbagai reaksi emosi suboptimal tersebut. Pada tahun 2007 review kepustakaan perkembangan otak remaja Yurgelun-Todd, otak dibentuk pada masa prenatal dan kematangannya terjadi di pertengahan usia 20 tahun an. Tidak jarang orang tua merasa heran dengan perilaku remaja yang impulsive, irasional, dan beresiko. Todd (2007) mengatakan bahwa cara remaja berperilaku, mencari solusi, dan mengambil keputusan yang berbeda dengan orang dewasa yang mana hal ini terkait dengan kontrol diri pada remaja diakibatkan karena struktur dan fungsi otak yang belum matang. Pada masa remaja koneksi sel syaraf berkembang pesat dan juga pemangkasan berlangsung untuk cara berfikir yang lebih matang. Reaksi instink yang berpusat pada amygdala, termasuk respon untuk takut dan perilaku agresif berkembang lebih dulu dibanding korteks frontal.Tugas korteks frontal adalah berfikir logis dan menanggapi segala sesuatu dengan beserta sebab akibat, serta memutuskan tindakan. Korteks frontal berkembang baik pada masa dewasa. Adapun remaja sangat dipandu oleh amygdala dan hanya sedikit dipengaruhi oleh korteks frontal. Sehingga sebelum lobus korteks frontalis sempurna, maka otak emosi yang berkembang lebih dulu. Hal ini yang menyebabkan remaja bertindak berdasarkan dorongan impuls, salah menginterpretasikan pertanda sosial dan emosi, mudah mengalami berbagai kecelakaan, mudah masuk dalam perkelahian, serta mudah masuk dalam tindakan beresiko.Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya remaja memiliki kemampuan kontrol diri yang rendah. Temuan ini menunjukkan lintasan neurobiologist tersebut yang menyebabkan semua perilaku remaja hampir tanpa pertimbangan (Casey, Rebecca, and Todd, 2008).


(13)

Sedangkan untuk remaja pada dasarnya memiliki tugas-tugas yang perlu diperhatikan menurut Havigurst (dalam Aroma dan Suminar, 2012) adalah bertanggung jawab sebagai warga Negara, melaksanakan tanggung jawab sosial, dan berkembang dalam menjalankan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Tugas-tugas perkembangan remaja tersebut dapat dicapai jika remaja memiliki kemampuan kontrol diri yang tinggi.

Akan tetapi pada umumnya manusia itu bersifat egois, manusia akan cenderung mengejar kesenangan dan kenikmatan, menghindari kondisi tidak nyaman. Hal ini berdasarkan teori kepribadian dasar manusia yang diungkapkan oleh Sigmun Freud (Feist & Feist, 2010) bahwa manusia memiliki struktur kepribadian Id, Ego, danSuperego.Idyaitu berupa dorongan terhadap kesenangan, sedangkan ego yaitu berupa komponen kepribadian untuk menangani dengan realitas, adapun superegoyaitu komponen kepribadian yang menilai sesuatu secara moral. Untuk itulah bagi remaja harus belajar untuk melatih kontrol diri mereka. Sedangkan menurut Hurlock (1996) kontrol diri itu sendiri dipengaruhi oleh fakor eksternal maupun internal.

Faktor eksternal dapat berupa pola asuh orangtua, lingkungan teman sebaya, pendidikan di sekolah, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal muncul dari dalam individu atau kesadaran diri yang sumbernya diperoleh melalui kesadaran nilai beragama. Karena melalui kontrol diri yang berasal dari kesadaran individu, seseorang dapat mengendalikan perilakunya sesuai dengan situasi dan kondisi berdasarkan norma yang ada di masyarakat. Adapun yang dikatakan individu yang memiliki kesadaran nilai beragama ialah individu yang menjalankan ibadah sesuai ajaran serta memiliki keyakinan terhadap ajaran agama tersebut (Hurlock, 1996). Keyakinan terhadap ajaran agama tersebut diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan rukun islam, salah satunya yaitu puasa.

Menurut Imam Barakat Abdullah Ba’lawiy Al-Hadad (dalam Rosyidin, 2011) menyebutkan bahwa puasa itu memiliki ruh (jiwa) dan bentuk. Bentuk dari puasa adalah menahan diri dari makan, minum, bersetubuh dengan istri, mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan suatu niat (ibadah). Sedangkan jiwa/ruh dari puasa ini adalah menahan diri dari melakukan perbuatan dosa dan hal-hal haram lainnya. Menurut sebuah hadist nabi yang artinya

“Sesungguhnya puasa itu benteng, apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah

berbuat rafast (perbuatan keji dan munkar) dan janganlah berbuat jahil (seperti berteriak, tidak sopan)”. Sehingga puasa merupakan salah satu ibadah yang paling berat dan dapat memperbaiki akhlak, untuk itulah puasa dianggap sebagai jenis ibadah yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran terhadap kontrol diri.

Berdasarkan penjelasan Al-quran dan Hadist (dalam El-Hamdy, 2010) dalam agama islam terdapat jenis puasa wajib dan puasa sunah. Puasa wajib adalah puasa yang dikerjakan selama setahun sekali atau yang disebut puasa ramadhan. Sedangkan puasa sunah yaitu puasa yang sifatnya anjuran.Terdapat berbagai jenis puasa sunah, salah satunya yaitu puasa senin kamis. Dibanding puasa sunah yang lainnya, puasa senin kamis merupakan puasa yang paling mudah dilakukan, mengingat pelaksanaannya terdapat jeda waktu yang tidak terlalu jauh, yaitu dua kali dalam seminggu.

Puasa senin kamis merupakan puasa sunah yang dianjurkan oleh Nabi Muhamad, sebagaimana yang disebutkan dalam Hadist Termidzi (dalam El-Hamdy, 2010) yang artinya “dari Aisyah berkata “Nabi itu mempersungguh di dalam puasa senin dan kamis”. Dalam Hadist Termidzi pula


(14)

menyebutkan tentang keistimewaan lain di dalam puasa senin sebagaimana sabda Rasululloh

yang artinya “Karena pada hari senin dan kamis itu amalan-amalan didatangkan pada Allah,

maka aku senang pada amalan di hari itu dan aku puasa pada hari tersebut”. Puasa senin kamis

membantu untuk menahan keinginan biologis, memberikan dampak positif untuk fisik dan psikologis. Selain itu melalui puasa senin kamis seseorang dapat belajar untuk mengendalikan hawa nafsu, menahan hal-hal yang negatif, seperti perilaku agresi, amarah, rasa benci, permusuhan, pikiran negatif, dan lain sebagainya. Untuk itulah puasa senin kamis merupakan sarana yang baik untuk melatih kontrol diri.

Pada penelitian avakame (dalam Mugni, 2007) ketika berpuasa terjadi peningkatan HDL dan apoprotein alfa 1, dan penurunan LDL ternyata sangat bermanfaat untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah menunjukkan saat puasa berpengaruh terhadap ritme penurunan distribusi sirkadian dari suhu tubuh, hormone kortisol, melatonin, dan glisemia. Ketika puasa adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan meningkatkan volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung, hal ini yang menyebabkan bahwa kondisi psiklogis seseorang yang berpuasa menjadi lebih tenang, teduh, dan tidak dipenuhi rasa amarah.

Akan lebih baik lagi jika kebiasaan puasa senin kamis itu dilakukan secara berturut-turut. Hal ini dilandaskan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillippa (2010) dari University College London yang dipublikasikan dalam European Journal of Social Psychology, menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menciptakan habit ternyata bervariasi tergantung tingkat kompleksitas/kesulitan perilaku yang diinginkan. Adapun berdasarkan grafik dalam penelitian menunjukkan dua aktifitas yang berbeda tingkatnya, yaitu minum segelas air setiap pagi dan melakukan 50 sit-up setiap pagi. Setelah kalkulasi, ditemukan bahwa secara rata-rata diperlukan waktu 66 hari agar aktifitas tersebut bisa dilakukan secara otomatis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut mengartikan bahwa ketika seseorang melakukan sebuah kebiasaan yang berjalan selama 66 hari atau sekitar 2 bulan secara berturut-turut, maka perilaku tersebut akan cenderung konsisten atau menetap. Begitu pula dengan puasa senin kamis, bagi yang mampu melaksanakannya selama 2 bulan berturut-turut, maka perilaku tersebut cenderung menetap. Meskipun puasa senin kamis sifatnya sunah atau anjuran, akan tetapi dijumpai pada beberapa kalangan remaja khususnya di lingkungan mahasiswa juga melaksanakan puasa senin kamis. Sehingga berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kontrol diri pada remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak melaksanakan puasa.

Sedangkan manfaat dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Manfaat teoritis yaitu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan masyarakat secara umum maupun para remaja, tentang manfaat yang diperoleh melalui puasa senin kamis baik secara fisik dan psikologis sehingga dapat memberikan pengaruh positif terhadap kontrol diri seseorang. Adapun manfaat Praktis dari penelitian ini yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga pendidikan sebagai dasar penguatan mental rohani peserta didik. Sehingga dapat menghasilkan generasi pemuda unggulan yang membentuk masyarakat lebih berkualitas secara moral dan agama.


(15)

Kontrol Diri

Kontrol diri didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaan-godaan (keadaan dimana remaja mampu berkata iya tetapi ia menahan diri sehingga mengatakan tidak) (Baumeister, Forster, & Vohs, 2012).

Golfried dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Sedangkan menurut Gottfredson dan Hirschi (dalam Phytian, 2008) kontrol diri didefinisikan sebagai sejauh mana individu rentan terhadap godaan. Godaan secara umum yaitu berhubungan dengan penyimpangan, bertindak sembrono. Dalam hal ini mengarah pada perilaku kriminalitas atau kejahatan. Secara empiris penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan pengendalian diri yang tinggi lebih mampu mengontrol pikiran mereka, mengatur emosi mereka, dan menghambat mereka impuls dari pada orang-orang dengan pengendalian diri yang rendah (Baumeister et al., 1998). Adapun berdasarkan teori Tangney (2004) pengendalian diri dapat didefinisikan sebagai ''kapasitas diri untuk menimpa atau mengubah seseorang kembali dalam

kondisi stabil, serta menahan diri dari perilaku yang tidak diinginkan”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif. Kontrol diri merupakan kemampuan atau potensi individu yang dapat dikembangkan selama proses kehidupannya, termasuk dalam menghadapi kondisi yang sedang dihadapinya. Kontrol diri merupakan kecakapan seseorang dalam membaca situasi dan lingkungan dimana ia berada, kemampuan seseorang untuk merubah atau mengendalikan perilakunya sehingga sesuai dengan lingkungan. Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri disebut sebagai potensi yang bersifat preventif dari hal-hal negatif yang berasal dari dalam diri maupun lingkungan.

Synder dan Gangestad (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara bersikap dalam setiap situasi yang berubah-ubah. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai situasi sosial, menampilkan sikap yang menyenangkan orang lain, lebih hangat, dan terbuka. Sedangkan Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) menjelaskan 2 alasan yang mengharuskan individu mengontrol dirinya. Pertama, individu hidup sebagai makhluk sosial, berkelompok, sehingga individu harus menyesuaikan dengan kelompok dimana ia berada, agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, individu hidup bermayarakat sehinga, masyarakat secara tidak langsung juga menuntut individu untuk berperilaku yang baik sesuai standar yang baik.


(16)

Menurut Gottfredson dan Hirschi (dalam Phytian, 2008), kontrol diri individu dapat dilihat melalui sejauh mana individu rentan terhadap godaan. Godaan secara umum yaitu berhubungan dengan penyimpangan, bertindak sembrono. Dalam hal ini mengarah pada perilaku kriminalitas atau kejahatan. Adapun kejahatan yang dimaksud ialah “segala bentuk perilaku yang jika

dilakukan maka akan mendapat sanksi sesuai peraturan Negara. Secara lebih spesifik kejahatan yaitu merupakan perilaku kriminal maupun nonkriminalyang melampaui batas-batas budaya. Sehingga kejahatan tidak dibatasi oleh pengertian perilaku-perilaku yang melanggar hukum masyarakat tertentu. Artinya dalam hal ini pengendalian diri yang rendah merupakan penyebab utama dari semua kejahatan dan perilaku menyimpang dalam kondisi apapun dan budaya manapun.

Gottfredson dan Hirschi (dalam Phytian, 2008) menyatakan bahwa remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah memiliki ciri-ciri berikut: cenderung bertindak secara impulsif, menghindari tugas yang rumit, egois, menghadapi masalah dengan tindakan fisik, sulit mengontrol emosi yang menyebabkan mudah frustasi, cenderung mudah terlibat dalam tindakan kriminal dan perilaku yang menyimpang. Sedangkan remaja yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan mencerminkan beberapa ciri-ciri, diantaranya:

1. Konsisten dalam melaksanakan tugas yang menjadi kewajibannya meskipun menjumpai berbagai kendala

2. Mampu bersikap sesuai peraturan dan norma yang berlaku di mana saja berada

3. Menunjukkan perilaku yang stabil, tidak menunjukkan emosi negatif seperti meledak-ledak, mampu menahan sampai waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.

Adapun pengendalian diri melibatkan penghambatan pikiran yang tidak diinginkan, perasaan,dan perilaku (Tangney et al., 2004). Banyak penelitian menegaskan bahwa pengendalian diri berkaitan erat dengan berbagai hasil yang positif, diantaranya seperti keberhasilan hubungan interpersonal, kinerja akademik, dan penyesuaian diri (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Aspek kontrol diri

Ada lima aspek kontrol diri menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) :

1. Kedisiplinan diri(Self-discipline).Kedisiplinan individu dalam melakukan sesuatu.

2. Tindakan atau aksi yang tidak impulsif (Deliberate/Non-impulsive). Kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak impulsif (memberikan respon kepada stimulus dengan pemikiran yang matang).

3. Pola hidup sehat (Healthy habits). Tentang pola hidup sehat individu, berkaitan dengan penggunaan minum-minuman keras.

4. Etika kerja (Work ethic). Regulasi diri pada pelayanan, suatu etika dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

5. Konsistensi(consistency). Kemampuan individu dalam menangani sebuah ujian atau daya tahan terhadap ujian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri individu. Individu yang memiliki kontrol diri pada situasi atau stimulus tertentu belum tentu sama dengan respon yang terjadi pada


(17)

individu yang lain. Sehingga secaragaris besar faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri (Hurlock,1996) diantaranya:

1. Faktor internal

Faktor internal yang mempengaruhi terhadap kontrol diri adalah usia dan kematangan. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. Hurlock mengatakan bahwa remaja yang memiliki kematangan emosi yaitu remaja tidak meledak-ledak di hadapan orang lain, akan tetapi menunggu di saat yang tepat. Menurut Hurlock (1996) kontrol diri akan berkembang setara dengan bertambahnya usia. Ketika remaja memasuki usia 14 tahun, mereka akan lebih lancar berbicara, lebih mempunyai kepercayaan diri, dan lebih mampu menahan godaan. Pada masa remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring kematangan emosi.

2. Faktor eksternal

Lingkungan keluarga terutama orangtua sangat menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang. Oleh sebab itu jika orang tua menerapkan sikap disiplin kepada anak sejak dini, dengan cara yang konsisten maka sikap konsistensi ini akan melekat pada diri anak, sehingga hal ini akan menjadi kontrol diri baginya.

Puasa Senin-Kamis

Menurut aspek etimologis dan terminologis (Rajab, 2011), puasa dipahami sebagai aturan yang menuntun keteguhan, kesabaran, keyakinan, dan penuh perhitungan dalam pelaksanaannya.Dua aspek dalam diri manusia yang tidak pernah lepas dari pelaksanaan puasa, yaitu aspek fisikal dan dan aspek psikologikal. Pada aspek fisikal, seorang muslim menahan makan, minum, dan berhubungan badan dengan suami/istri.

Sedangkan secara psiklogis, seorang muslim yang berpuasa mengikuti peraturan dan mengindari hal-hal yang dilarang, seperti sifat tercela, seperti berdusta, iri, dengki, suudhon (berprasangka negatif), sombong, dan lain-lain. Sifat-sifat tercela manusia berpusat pada perut dan farji (kemaluan), sedangkan dalam praktik puasa sifat-sifat tercela tersebut harus ditahan dan dikendalikan (dalam Al-Syafi’i, 1973). Sehingga ketika seseorang berpuasa, akan memperjuangkan menekan nafsu tersebut. Oleh karena itu puasa juga merupakan latihan kesabaran, keteguhan, dan metodologi pertahanan diri dari berbagai kemungkinan terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan sehingga akan membentuk perilaku seseorang untuk tetap konsisten dalam kebaikan (dalam Al-Syafi’i, 1973).

Adapun manfaat puasa secara psikologi (dalam Ancok, 1994) diantaranya yaitu meningkatkan rasa percaya diri dan membentuk konsep diri yang positif, hal ini merupakan indikasi adanya kondisi mental yang sehat, yaitu mampu menghadapi rintangan hidup yang semakin besar. Selain itu puasa juga dapat menimbulkan rasa solidaritas dan belas kasih (dalam Tharir, 1994), hal ini merupakan implikasi yang berkesinambungan melalui menahan lapar, menahan nafsu biologis dan seksual, menahan amarah atau emosi negatif. Rasa keprihatinan dan keinginan dalam melapangkan dan meringankan beban fakir miskin merupakan metodologi seseorang yang berpuasa yaitu adanya rasa empati pada diri orang yang berpuasa.


(18)

Sedangkan pengertian puasa secara Nash Al-Qur’an dan Hadist yang dijelaskan oleh

Wahbah (dalam Bilgis, 2007) puasa merupakan suatu rangka pembinaan iman seorang mukmin, suatu rukun dari rukun-rukun islah, merupakan ibadah yang difardhukan secara tetap dan teguh. Menurut Abdullah (dalam Bilgis, 2007) pengertian puasa secara hakiki, tidak hanya menahan makan dan minum ataupun melakukan hubungan seks antara suami dan istri, akan tetapi juga menahan segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, baik dari segi perbuatan, perkataan, angan-angan atau pemikiran, menahan diri dari syahwat dan hal-hal maksiat. Mengutip hadis Abudawud yang dijelaskan oleh Ibid (dalam Bilgis, 2007), yaitu “dari Abi Hurairah, rasulullah bersabda betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya selain lapar dan haus”. Berdasarkan hadis tersebut menjelaskan bahwa puasa yang diwajibkan menurut surat al-Baqarah (183, sebenarnya puasa mencakup 2 jenis puasa yaitu puasa jasad (badaniah) dan puasa jiwa (bathiniah).

Adapun macam-macam puasa menurut penjelasan Al-quran dan Hadist (dalam El-Hamdy, 2010) adalah sebagai berikut:

a. PuasaFardhuatau wajib, yaitu puasa yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang telah memenuhi syarat. Apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Meliputi; puasa Ramadhan, puasa Nadzar (berniat puasa karena sesuatu), dan puasa kifarat (puasa denda) b. Puasa Tathawwu’ atau puasa Sunah, yakni puasa yang dianjurkan untuk mengerjakannya,

akan tetapi tidak berdosa apabila ditinggalkan. Meliputi; puasa Senin Kamis, puasa

Asyura’, puasa enam hari pada bulan syawwal, puasa ‘Arafah, puasa Daud, dan lain-lain. c. Puasa yang diharamkan, yakni puasa yang dilarang untuk dikerjakan. Siapa yang

mengerjakannya akan berdosa. Meliputi; puasa hari raya, puasa khusus hari jum’at, puasa

hari tasyriq, dan lain-lain. Manfaat Puasa Senin Kamis

Puasa senin kamis yang dilaksanakan secara rutin akan meberikan manfaat. Adapun manfaat puasa senin kamis (dalam El-Hamdy, 2010) diantaranya:

1. Mencegah penyakit, diriwayatkan oleh Ibnu Adi tentang sabda nabi yang artinya

“berpuasalah kalian, niscaya akan sehat. Dengan berpuasa maka seseorang berarti

mengurangi asupan makanan, sehingga system tubuhnya istirahat.

2. Merawat kesehatan jasmani dan rohani, diriwayatkan oleh Ibnu Adi (dalam El-Hamdy)

bahwa Rasulullah bersabda “berpuasalah kalian niscaya kalian akan sehat”. Hal ini

mengartikan bahwa dengan adanya puasa seseorang yang sakit dapat menjadi sehat. Disisi lain puasa senin kamis dapat menjadi upaya pencegahan dari berbagai macam penyakit. 3. Menjaga maidah (pencernaan), yaitu dengan menahan makan dan minum selama waktu

yang ditentukan. Puasa senin kamis merupakan upaya yang relevan untuk menjaga kesehatan sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Muhamad SAW.

4. Mendidik sikap empati, menanamkan rasa kasih sayang kepada sesama, terutama kepada fakir miskin dan anak yatim yang hidupnya kekurangan.


(19)

Faktor-faktor yang mempengaruhi puasa senin kamis

Adapun faktor-faktor yang mempengarhi puasa senin kamis menurut M. Hasbi, ash-Shiddieqy (dalam Ghufron,2014), diantaranya:

1. Kedisiplinan, yaitu melaksanakan sahur dan berbuka puasa tepat waktu.

2. Kepatuhan, seseorang yang mengharapkan puasanya diterima oleh Allah maka ia akan menjaga puasa tersebut sesuai dengan adab-adab berpuasa.

3. Kesabaran, membiasakan diri untuk melawan hal-hal yang menggoda, yang menyebabkan puasanya tidak sempurna atau bahkan membatalkan puasa. Seseorang

yang memiliki kesabaran akan mampu melaksanakan puasa sesuai syari’at.

4. Amanah, puasa merupakan amanah yang sulit antara manusia dengan Allah. Jika seseorang terlatih dalam menjaga amanat pada Allah, maka terhadap amanat yang lain seseorang tersebut akan lebih menjaga.

5. Interpretasi, amalan puasa sunah dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup

6. Faktor pendidikan orang tua khususnya, yang menanamkan pendidikan agama sejak dini sangat menentukan bagaimana pemahaman anak tentang melakukan amalan-amalan yang mendekatkan pada Allah, salah satunya amalan-amalan puasa sunah. Dengan adanya anak terdidik sejak dini, anak akan terbiasa dengan amalan-amalan sunah, sehingga ketika memasuki masa remaja anak lebih memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik.

Kontrol diri pada remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak melaksanakan puasa

Secara teoritis pengertian puasa yaitu tidak hanya sekedar menahan makan dan minum ataupun melakukan hubungan seks antara suami dan istri, akan tetapi juga menahan segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, baik dari segi perbuatan, perkataan, angan-angan atau pemikiran, menahan diri dari syahwat dan hal-hal maksiat. Sehingga dapat diartikan bahwa puasa merupakan sarana yang sangat tepat untuk melatih kontrol diri remaja. Di dalam aktivitas berpuasa terdapat aturan-aturan tertentu yang melibatkan kontrol diri, sebagaimana yang tersebut diatas, sehingga bagi pelaku puasa senin kamis ketika tidak berpuasa perilaku kontrol dirinya lebih terlatih dan bersifat terbiasa.

Karena pada masa remaja merupakan masa dimana seseorang mulai mencari jati dirinya, untuk itulah pada umumnya masyarakat menganggap bahwa remaja merupakan individu yang labil seperti, sulit mengendalikan emosi, berani melakukan hal-hal yang beresiko, cenderung mudah terpengaruh oleh pergaulan teman sekitar, dan permasalahan-permasalahan sehubungan kontrol diri. Berdasarkan kondisi remaja diatas apabila remaja memanfaatkan ibadah sunah, berupa puasa senin kamis sebagai sarana untuk melatih kontrol diri, maka remaja dapat memiliki kemampuan kontrol diri yang tinggi.

Berdasarkan penjelasan Usman (dalam Rajab, 2011) bahwa puasa yang diamalkan dengan penuh perhitungan, keimanan, dan ketakwaan, akan melahirkan kejujuran, keikhlasan, dan kesabaran yang akhirnya akan mendatangkan nikmat spiritual sebagai orang yang bertakwa dan mencapai kondisi psikologis yang bahagia dan nyaman, damai, dan


(20)

memiliki kesehatan mental yang paripurna. Puasa dengan dorongan keimanan, ketakwaan dan penuh perhitungan merupakan puasa hakiki yang melahirkan solidaritas dan dapat pula memaklumi perasaan orang-orang fakir dan miskin. Puasa seperti ini melatih diri bahwa kehidupan tidak selamanya berpunya. Rasa belas kasih dan solidaritas yang timbul dari puasa adalah implikasi dari pembinaan yang kontinuitas dengan menahan lapar, haus, Manahan nafsu biologis dan seksualitas di siang hari, dan menahan diri dari berkata-kata kotor. Rasa keprihatinan dan keinginan dalam melapangkan dan meringankan beban seorang fakir dan miskin adalah metodologi psikologi orang berpuasa yang menyentuh hati dari perasaan seorang muslim yang sedang berpuasa. Maka, seorang muslim yang berpuasa akan menghadapi hidupnya di hari itu dengan psikologis yang lebih lapang, bersikap lebih toleran dan tolong menolong, lebih mampu beradaptasi dengan alam sekitarnya, serta lebih mampu menhan berbagai interaksi dan pembicaraan sesama manusia.

Adapun menurut Tahrir (1994), disamping rasa solidaritas yang ditimbulkan, puasa juga mempunyai kesan luhur dalam melepaskan manusia dari kebiasaan hina dan buruk. Kebiasaan buruk yang sudah dilakukan secara terus menerus sangat sulit untuk diubah tanpa melalui latihan yang kontinuitas. Seseorang yang semasa kecil biasa berdusta maka setelah dewasa perangai tersebut akan terbawa. Demikian juga dengan perbuatan buruk lainnya, yang sudah menjadi kebiasaan maka akan sulit diubah. Puasa melatih diri agar terhindar dari penyakit-penyakit hati. Oleh karena itu seseorang yang memiliki kebiasaan rutin berupa puasa senin kamis, berarti secara otomatis ia juga terbiasa melatih kemampuan kontrol dirinya sehingga dalam kondisi tidak berpuasa sekalipun kebiasaan tersebut dapat diteruskan sebagai implementasi dari kebiasaan ketika berpuasa senin kamis.

Pengertian diatas mengartikan bahwa puasa senin kamis yang dilakukan oleh remaja ternyata memberikan efek positif terhadap kontrol diri mereka. Untuk itu peneliti ingin membuktikan apakah terdapat perbedaan kontrol diri pada remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak melaksanakan puasa.

Hipotesis

Remaja yang melaksanakan puasa senin kamis memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibanding remaja yang tidak melaksanakan puasa senin kamis.

METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional karena peneliti ingin melihat perbedaan antara variabel yang satu dengan yang lain.


(21)

Dalam penelitian ini populasinya adalah mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak puasa senin kamis. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan penetapan sampel yang telah dipilih menjadi karakterisik-karakteristik khusus sesuai dengan tujuan penelitian atau sifat-sifat tertentu yang dapat menjawab masalah penelitian (Kerlinger, 2004).

Subjek penelitian adalah mahasiswa Univeritas Muhamadiyah Malang, usia 18 tahun keatas, beragama islam, dan melaksanakan puasa senin kamis minimal 2 bulan berturut-turut, serta yang tidak melaksanakan puasa senin kamis. Adapun jumlah sampel yaitu 50 orang untuk kelompok puasa senin kamis, dan 50 orang yang tidak melaksanakan puasa senin kamis. Menurut Gay dan Diehl yang dikutip oleh Kuncoro (dalam Gunadhi, 2010) untuk komparatif diperlukan minimal 30 subyek per grup

Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu Variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun variabel yang menjadi variabel bebas (X) yaitu puasa senin kamis, sedangkan variabel terikatnya (Y) yaitu kontrol diri.

Puasa senin kamis yaitu merupakan puasa sunah yang dilaksanakan selama dua kali dalam satu pekan, yaitu setiap hari senin dan kamis. Puasa senin kamis merupakan puasa yang sifatnya anjuran, yaitu jika dilaksanakan mendapatkan pahala akan tetapi jika ditinggalkan tidak akan menyebabkan dosa. Puasa senin kamis merupakan puasa yang dicontohkan dan dianjurkan oleh Nabi Muhamad. Sedangkan kontrol diri merupakan kemampuan untuk mengatur, mengendalikan, mendidik pikiran, ucapan, dan perasaan, serta tindakan sesuai dengan situasi yang diharapkan oleh lingkungan.Kontrol diri merupakan kemampuan individu yang dapat dikembangkan sepanjang kehidupan. Seseorang yang terus melatih kemampuan kontrol dirinya, maka secara berproses kemampuan tersebut akan semakin berkembang. Kontrol diri menuntut seseorang dapat bersikap sesuai dengan aturan atau norma yang ada, sehingga hal ini sangat menentukan bagaimana seorang remaja dapat diterima oleh lingkungan ataukah tidak diterima oleh lingkungan.

Instrumen Penelitian

Metode pengumpulan data variabel kontrol diri yaitu menggunakan skala kontrol diri yang diadaptasi dari Tangney Baumiester (2004). Pengembangan skala ini berdasarkan penelitian sebelumnya. Skala kontrol diri (Self Control Scale/ SCS) dirancang untuk melihat perbedaan kontrol diri pada umumnya yang diekspresikan melalui kontrol atas pikiran, kontrol impuls , pengendalian emosi, kebiasaan melanggar norma, dan regulasi kinerja. Jumlah item murni pada skala kontrol diri yaitu berjumlah 36 item, akan tetapi setelah dilakukan try out menjadi 19 item yang mana masing-masing item mewakili bentuk kontrol diri.


(22)

Skala ini dengan model Skala Likert yang alternatif penilaian skala terdiri dari STS (Sangat tidak sesuai), TS (Tidak Sesuai), KS (Kurang Sesuai), S (Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Dimana semakin tinggi skor total dari skala, maka semakin tinggi kontrol diri pada diri individu dan berlaku sebaliknya yaitu semakin rendah total skor dari skala maka semakin rendah pula kontrol diri pada diri individu

Teknik Skoring alat ukur kontrol diri dengan aturan yaitu, respon jawaban yang diberikan pada skala kontrol diri di- coding dengan skor 1-5 untuk item favorable dan item unfavorable diberi skor kebalikannya. Setelah melakukan coding seluruh item dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Skor tinggi menandakan bahwa subjek memiliki kontrol diri yang tinggi, sementara skor rendah menandakan subjek memiliki kontrol diri rendah.

Tabel 1Blue PrintSkala Kontrol Diri

Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

Kedisiplinan diri (Self-discipline).

kedisiplinan

individu dalam melakukan sesuatu

1, 13 2*, 6*, 9*, 14, 16, 28, 32

9

Deliberate/Non-impulsive

kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak impulsive

5*, 25* 4, 10, 11*, 12, 31, 33, 21

9

Healthy habits Pola hidup sehat individu.

26*, 27*, 15* 3, 8, 35 6

Work Ethic etika dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

30*, 36* 20,23*, 29 5

Consistency kemampuan

individu dalam menangani sebuah tugas

7*, 17*,18* ,22*, 24*, 34

19 7

Total 14 22 36

*Item yang tidak valid

Berdasarkan hasil try out yang dilakukan uji validitas dan reliabitas dengan menggunakanSPSS 21.0 for windows. Dari uji validitas item-item pada skala kontrol diri yang dilakukan diperoleh 17 item gugur dari 36 item yang ada, sehingga menyisakan 19 item dengan indeks validitas bergerak antara 0,208-0,742. Sedangkan reliabilitas dengan menggunakanAlpha Cronbachsebesar 0,844. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrumen kontrol diri yang dipakai dalam penelitian ini reliabel jika dibandingkan dengan syarat Alpha Cronbach yaitu 0,6 atau 60% (Priyatno,2011


(23)

Prosedur dan Analisis Data

Secara umum penelitian dilakukan dengan tiga tahap yaitu: Persiapan, pelaksanaan, dan analisa data. Tahap persiapan yaitu diawali dengan mengadaptasi dan mengelola alat instrument penelitian berupa skala yang akan digunakan untuk mengungkap data dari sampel penelitian mendatangi lingkungan populasi subjek untuk penyampaian rencana penelitian. Berikutnya penentuan subjek penelitian dan penyebaran skala untuk uji coba/tryoutterpakai. Pengambilan data penelitian untuktry outdilakukan pada tanggal 10 desember 2015. Skala kontrol diri yang telah diadaptasi diberikan kepada 100 mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang, yaitu 50 subjek yang melaksanakan puasa senin kamis minimal 2 bulan berturut-turut dan 50 subjek yang tidak puasa. Pada proses try out ini terdapat kesulitan untuk pencarian subjek dengan karakteristik berpuasa minimal 2 bulan berturut-turut, akan tetapi hal ini dapat teratasi.

Tahap berikutnya yaitu tahap pelaksanaan yang dilakukan setelah mendapatkan validitas dan reliabilitas.Penyebaran skala tahap kedua dilakukan pada tanggal 6 januari 2016 sampai 18 januari 2016. Prosesini dilakukan dengan cara menyebarkan skala pada 3 Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) di Kota Malang. Jumlah subjek pada penyebaran skala kedua berjumlah 100 subjek, yaitu 50 subjek dengan kategori yang melaksanakan puasa senin kamis minimal 2 bulan berturut-turut, dan 50 subjek lainnya yang tidak melaksanakan puasa.

Tahap terakhir yaitu analisa data pada tanggal 21 januari 2016 sampai 23 januari 2016 dilakukan entrydata dan proses analisa data menggunakan teknik independent sampel T-Test. Teknik tersebut merupakan uji komparatif atau uji beda untuk mengetahui adakah perbedaan mean atau rerata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala data interval/rasio. Dua kelompok bebas yang dimaksud di sini adalah dua kelompok yang tidak berpasangan, artinya sumber data berasal dari subjek yang berbeda. Adapun pada proses pengolahan data dan perhitungan-perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan programStatistical Package for Social Science(SPSS) 21.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini diikuti oleh 100 mahasiswa di PPM (Pondok Pesantren Mahasiswa) di Kota Malang, 50 subjek yang puasa senin kamis dan 50 subjek yang tidak melaksanakan puasa dengan prosentase 56% laki-laki dan 44% perempuan.

Sebelum melakukan uji korelasi, peneliti terlebih dahulu menguji kenormalan dan homogenitas data. Pengambilan keputusan hasil uji kenormalan data dengan kolmogorof

– smirnov test dengan melihat nilai signifikani, menunjukkan signifikansi >0,05. Maka dapat dikatakan data berdistribusi normal. Adapun uji homogenitas menunjukkan nilai signifikansi pada levene test sebesar 0,468> 0,05. Maka dapat dikatakan data homogen atau dengan kata lain data yang dianalisis berasal dari populasi yang tidak jauh berbeda variansinya.


(24)

Setelah diperoleh hasil data yang normal dan homogen, maka peneliti menguji data dengan bantuan program SPSS versi 21.0 melalui uji T-Test. Adapun hasil penelitian akan dipaparkan pada table-tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Analisis Uji t-test

Tabel 3. Nilaimeankelompok puasa dan tidak puasa

Berdasarkan uji komparasi menggunakan independent sampel t-test pada tabel 3 diperoleh nilait-hitung 3,708 dengan angka t-tabel 1,984. Hal ini menunjukkan t-hitung > dari t-tabel, selanjutnya pada uji-t menggunakan nilai signifikansi diperoleh nilai p=0,000<0,05. Hasil uji t-hitung dan nilai p membuktikan bahwa hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau dengan kata lain terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek yang melaksanakan puasa senin kamis dengan subjek yang tidak berpuasa. Adapun berdasarkan pemaparan pada tabel 5, dimana skor meansubjek yang puasa senin kamis adalah 64,70 dan skor mean subjek yang tidak berpuasa adalah 58,94. Sehingga dari hasil uji tersebut diketahui bahwa kontrol diri subjek yang melaksanakan puasa senin kamis lebih tinggi dibanding subjek yang tidak berpuasa.

Levene’s Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

Sig. T df Sig.

(2-tailed)

KONTROL DIRI Equal

variances assumed

.468 3.708 98 .000

Equal

variances not assumed

3.708 96.325 .000

KELOMPOK N Mean Std.

Deviation

Sig.(2-tailed)

KONTROL DIRI PUASA 50 64.70 8.264 .000


(25)

Tabel 4. Hasil analisis aspek kontrol diri Group Statistics

KELOMPOK N Mean Std. Deviation

KEDISIPLINAN PUASA 50 30.82 4.73

TDK PUASA 50 28.85 3.93

PERILAKU TIDAK IMPULSIF

PUASA 50 35.57 6.10

TDK PUASA 50 32.44 5.87

POLA HIDUP SEHAT

PUASA 50 40.78 4.66

TDK PUASA 50 37.40 5.52

ETIKA KERJA PUASA 50 32.00 8.01

TDK PUASA 50 27.50 7.37

KONSISTENSI PUASA 50 33.10 6.53

TDK PUASA 50 28.10 7.41

Berdasarkan hasil analisis tiap aspek kontrol diri yang diuji menggunakan independent sample t-test, diperoleh hasil skor meanyang berbeda pada group puasa dengangroup yang tidak puasa. Pada aspek pertama yaitu kedisiplian, untukgroupberpuasa menghasilkan skor 30.82,sedangkan skor mean aspek kedisiplinan pada group yang tidak puasa yaitu 28.85. Maka berarti, tingkat kedisiplinan subjek yang berpuasa lebih tinggi dibandingkan kedisiplinan pada subjek yang tidak puasa.

Kedua, aspek perilaku tidak impulsif. Skor mean aspek non impulsive pada group puasa yaitu 35,57, sedangkan skor meanaspeknon impulsivepadagroupyang tidak puasa yaitu 32.44. Maka berarti, sikap tidak impulsive pada subjek yang berpuasa lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak puasa.

Ketiga, aspek pola hidup sehat. Skor mean aspekpola hidup sehat padagroup puasa yaitu 40.78, sedangkan skor mean aspek pola hidup sehatpada group yang tidak puasa yaitu 37.40. Maka berarti, pola hidup sehat pada subjek yang berpuasa lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak puasa.

Keempat, aspek etika kerja.Skor meanaspeketika kerja padagrouppuasa yaitu, 32.00 sedangkan skor mean aspek etika kerja pada group yang tidak puasa yaitu 27.50. Maka berarti, etika kerja pada subjek yang berpuasa lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak puasa.

Kelima, aspek konsistensi.Skor meanaspek konsistensi padagrouppuasa yaitu 33.10, sedangkan skor mean aspek pada group yang tidak puasa yaitu 28.10. Maka berarti, tingkat ketahanan konsistensi menghadapi ujianpada subjek yang berpuasa lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak puasa.

DISKUSI

Hasil penelitian penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kontrol diri pada remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak puasa. Hal ini terbukti dari skor mean pada subjek yang berpuasa yaitu menghasilkan angka 64,70 sedangkan skor mean untuk subjek yang


(26)

tidak puasa yaitu 58,94. Remaja yang melaksanakan puasa senin kamis memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang tidak melaksanakan puasa.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasil penelitian Ana (2011) yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Manar, Tengaran menunjukkan hasil tentang kontrol diri yang sinifikan, yaitu menunjukkan bahwa ada pengaruh positif rutinitas puasa senin kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang.Dapat dikatakan hal ini mendukung penelitian tentang perbedaan kontrol diri remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan yang tidak melaksanakan puasa. Berarti, puasa senin kamis yang dilakukan oleh remaja memberikan dampak positif terhadap kontrol diri mereka. Pada subjek yang tidak puasa ternyata dijumpai 12 orang atau 24% yang memiliki kontrol diri yang tinggi. Hal ini didasarkan pada teori kontrol diri menurut Hurlock (1996), yang menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kontrol diri seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu dipengaruhi oleh usia dan kematangan, semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan kontrol dirinya. Sedangkan faktor eksternal yaitu lingkungan. Lingkungan juga mempengaruhi kontrol diri seseorang, termasuk pola asuh orang tua juga merupakan bagian dari lingkungan yang membentuk kontrol diri seseorang.

Adapun faktor eksternal pada Mahasiswa PPM (Pondok Pesantren Mahasiswa), yaitu berupa lingkungan pondok pesantren yang di dalamnya terdapat prosedur atau aturan-aturan yang mempengaruhi kontrol diri seorang remaja dengan keseharian yang identik dengan pendidikan agama, dimana hal itu juga mengajarkan tentang kontrol diri. Sehingga, sebagian subjek tidak berpuasa dengan kontrol diri tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa lingkungan pondok pesantren di lingkungan remaja tersebut.

Penelitian-penelitian sebelumnya pun memperoleh hasil penelitian yang positif tentang puasa senin kamis. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2010), yaitu memperoleh hasil bahwa puasa senin kamis memiliki pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi siswa yaitu dalam hal kejujuran saat mengerjakan tes. Hal ini berhubungan pula dengan perilaku kontrol diri, dimana hasil tersebut dikatakan mendukung terhadap penelitian ini. Dapat dikatakan bahwa pada penelitian-penelitian diatas aktivitas puasa senin kamis memberikan dampak positif terhadap kontrol diri remaja.

Ditinjau secara ilmiah, puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun rohani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Cott, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moskow(the Moskow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia memberikan terapi terhadap pasien sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Cott mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar, baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tersebut dipantau perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis. Dari eksperimen tersebut diperoleh hasil, bahwa banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medis, ternyata bisa disembuhkan dengan puasa. Selain itu kemungkinan pasien


(27)

tidak kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata lebih tinggi. Sebagian besar pasien tetap dalam kondisi sehat.

Hal ini didukung karenatenaga dan pengaliran darah tertumpu kepada kerja-kerja untuk memperoses makanan. Sebab itulah apabila seseorang makan hingga terlalu kenyang, maka otak akan menjadi lemah untuk berfikir dan tubuh pun akan terasa mengantuk dan malas. Tentunya hal ini juga akan berpengaruh terhadap perilakukontrol diri seseorang, termasuk perilaku ibadah sehari-hari. Sedangkan ketika berpuasa, tenagadan pengaliran darah tertumpu kepada otak. Kondisi ini menjadikan otak dapat bekerja dengan lancar dan memberi peluang kepada diri seseorang untuk melaksanakan aktivititas-aktivititas yang menggunakan mental dan fisik yang lebih terkontrol.

Mengapa disebutkan bahwa puasa identik dengan aktivitas mental dan fisik, maupun psikis.Hal ini dikarenakan pengertian puasa menyangkut beberapa aspek yang luas. Sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah (dalam Bilgis, 2007) pengertian secara hakiki, tidak hanya menahan makan dan minum ataupun melakukan hubungan seks antara suami dan istri, akan tetapi juga menahan segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, baik dari segi perbuatan, perkataan, angan-angan atau pemikiran, menahan diri dari syahwat dan hal-hal maksiat.

Menurut Imam Barakat Abdullah (dalam Rosyidin, 2011) menyebutkan bahwa puasa itu memiliki jiwa (ruh) dan bentuk. Bentuk puasa adalah menahan makan, dan bersetubuh (dengan suami) mulai tebit fajar sampai terbenamnya matahari dengan suatu niat ibadah. Sedangkan jiwa/ruh dari puasa ini adalah menahan diri dari melakukan perbuatan dosa dan perbuatan haram lainnya dan sebaliknya yaitu mengerjakan amalan sunah (anjuran) dan amalan fardhu (wajib). Dengan demikian seseorang yang berpuasa tapi tidak menahan diri dari perbuatan atau perkataan yang tercela, serta bersetubuh, maka dikatakan hanya mendapatkan rasa lapar dan haus semata. Sedangkan menurut aspek etimologis dan terminologis (Rajab, 2011), puasa dipahami sebagai aturan yang menuntun keteguhan, kesabaran, keyakinan, dan penuh perhitungan dalam pelaksanaannya. Dua aspek dalam diri manusia yang tidak pernah lepas dari pelaksanaan puasa, yaitu aspek fisikal dan dan aspek psikologikal. Pada aspek fisikal, seorang muslim menahan makan, minum, dan berhubungan badan dengan suami/istri.

Begitu pula seperti yang disebutkan oleh Hawari (1995), bahwa puasa sebagai pengendalian diri (self control). Secara ilmiah akan dibahas bagaimana puasa dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dijelaskan oleh Taruna (2010), Otak adalah bagian yang paling kompleks dari tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi utama, yaitu: sebagai pusat kemampuan berpikir, intelijen, mengingat, inovasi; demikian pula sebagai pusat penafsiran terhadap fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan pengendali perilaku.

Menurut pakar Neuro-Linguistic Programming (Romilla & Kate, 2010) seseorang ketika puasa kerja pikiran menjadi lebih lambat. Perlambatan tersebut menjadikan seseorang berfikir jernih Karena berfikir lebih dalam. Secara ilmiah, pikiran yang melambat ketika lapar ternyata menjadikan lebih tajam baik secara insting. Bukti ilmiah ini dapat diterima karena berkaitan dengan kelanjutan hidup, dimana ketika seseorang merasa lapar karena berpuasa akan membuat pikiran semakin tajam dan kreatif. Sehingga manfaat puasa dari segi neuro psychologis yaitu puasa dapat dijadikan sebagai sarana pengendalian diri dan kesabaran yang dapat melatih di


(28)

bagian otak pengendalian emosi atau amygdala. Ketika emosi dalam keadaan membaik maka steroid dan adrenalin yang disekresi di dalam tubuh dalam keadaan cukup dan normal. Dengan demikian emosi stabil dan daya tahan tubuh meningkat. Ketika emosi dalam kondisi stabil maka steroid akan menaikkan jumlah serotonin di dalam otak. Serotonin adalah hormon yang mendorong perasaan tenang dan gembira. Untuk itulah seseorang yang berpuasa dapat memiliki kontrol diri yang lebih terkendali dibanding dengan yang tidak puasa.

Demikian pula, manfaat puasa terhadap fungsi dan kesehatan otak, dapat dijelaskan secara ilmiah. Berdasarkan penelitian Berg, et al. (2012) tentang plastisitas dan neurogenesis, yaitu tentang kelenturan dan perkembangan otak. Dijelaskan bahwa pada dasarnyasynapsis (jaringan/koneksi otak) dapat berkembang berdasarkan, faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan yang dikomsumsi oleh seseorang. Adapun synapsisdiotak dapat mengalami perubahan selama 24 jam yang terekspos oleh pembelajaran dan latihan melalui puasa.

Sehingga pada saat seseorang melaksanakan puasa senin kamis, secara rutin dengan berupaya secara maksimal mengatur cara makan, serta senantiasa berpikir positif, berpikir optimis, serta tawadhu dan berbuat secara ikhlas. Maka berdasarkan plastisitas, neurogenesis, dan fungsional kompensasi jaringan otak akan diperbaharui. Sehingga struktur otak akan terbentuk networking atau rute jaringan baru didalam otak, yang akan membentuk pribadi dan manusia yang mampu mengontrol perilakunya sesuai anjuran dan latihanpuasa senin kamis yang dicontohkan oleh Nabi Muhamad SAW.

Sehingga dengan adanya hal tersebut seseorang yang rutin melaksanakan puasa senin kamis akan menjadi orang-orang yang secara biologis, psikologis, fungsional, menjadi orang yang baru. Yaitu manusia senantiasa berpikiran yang lebih baik, yang digambarkan dengan perubahan struktur atau networking (synapses) otak yang baru, yang senantiasa berpikiran positif,

optimisme, tawadhu’, serta berserah diri kepada Allah. Demikian pula akan bermanfaat

meningkatkan daya ingat, mengurangi kematian sel-sel saraf, bahkan dalam tingkatan tertentu mempermuda regenerasi sel-sel saraf yang baru. Demikian pula karena terjadi penurunan zat-zat lemak seperti kolesterol, trigliserida, LDL dan terjadi peningkatan HDL, menyebabkan suasana kesehatan otak akan terhindar dari berbagai penyakit degenerative, seperti stroke, jantung koroner, dan hipertensi otak serta menjadikan manusia dengan pikiran lebih baik.

Adapun kondisi tubuh ketika berpuasa juga dijelaskan oleh Kartawitria (dalam Media Indonesia, 2010), yaitu dalam kondisi normal, tubuh mendapatkan energi dannutrisi yang berasal dari luar tubuh, melalui makanan, minuman dan radiasi. Dalam diri setiap makhluk hidup terdapat proses autolisis atau self digest, yaitu program untuk mendapatkan energi dan nutrisi yang berasal

daridalam tubuh, melalui ‘pembakaran’ sel-sel tubuh yang dikenali sebagai sumber makanan. Saat berpuasa maka program Autolisis ini aktif dan memberi manfaat yang dibutuhkan makhluk Ketika Autolisis diaktifkan, maka ia segera beraksi. Pertama kali ia akan mengambil database mengenai rancangan dasar (fitrah) manusia.

Secara keseluruhan terdapat sekitar 50 triliun sel yang menyusun tubuh kita, yang terdiri dari sekitar 200 jenis sel. Autolisis berbekal data detail setiap sel tubuh; bagaimana seharusnya kondisi sehat dari setiapjenis sel, dibagian tubuh mana seharusnya sel itu berada, berapa banyak jumlah setiap jenis sel yang ideal bagi tubuh. Selanjutnya ia akan menghampiri sel-sel liar yangtidak terdapat dalam daftar Fitrah. Mengubah asam amino dan laktat menjadi gula. Bila


(29)

sel-sel liar sudah habis, barulah ia akan mendatangi timbunan lemak dalam tubuh dan membakar (oksidasi lemak) menjadiketone.

Dengan demikian Autolisis akan menghilangkan sel- sel rusak, sel-sel mati, benjolan hinggatumor, dan timbunan lemak yang juga sering menjadi sarang zat-zat beracun. Sel-sel liar dan lemak yang telah dihancurkan akandibawa ke hati. Saat puasa, hati tidak disibukkan oleh makanan hasilserapan dari usus. Oleh karena itu hati akan bekerja penuh menyaring racun-racun hasil autolisis. Yang selanjutnya racun akan dibuang keluar tubuh, lalu darah akan dipenuhi energi dan nutrisi yang sehat dan berkualitas tinggi. Menjamin penggantian sel mati, perbaikan sel rusak, dan pembentukan sel baru, terjadi dengan kualitas prima. Tubuh kita segera memiliki sel-sel baru dengan kualitas fitrah, sehat dan berfungsi baik. Ketika puasa, energi yang dihemat dari sistem pencernaan, akan digunakan untuk aktivitas sistem kekebalan tubuh dan proses berpikir oleh otak. Dengan puasa, penyakit lebih mudah disembuhkan. Ketika puasa, seseorang lebih mudah dalam menerima pelajaran maupun saat berpikir.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa fisik dan mental mengalami kenaikan tingkat saat berpuasa. Salah satu yang paling menonjol adalah kestabilan emosi, yang disebabkan oleh terbebasnya mereka dari ketergantungan pada makanan, terutama dari makanan dan minuman tertentu yang dapat memicu emosi, seperti kopi, makanan yang mengandung gula, dan lain sebagainya.Berdasarkan pembahasan diatas, tentu menjelaskan bahwa kondisi seseorang ketika berpuasa berbeda dengan kondisi ketika tidak berpuasa, sehingga hal ini membuktikan bahwa perilaku kontrol diri seseorang yang melaksanakan puasa senin kamis secara rutin juga berbeda dengan yang tidak melaksanakan puasa. Seseorang yang melaksanakan puasa lebih mampu mengontrol dirinya.

Adapun pembahasan manfaat puasa secara psikologis sebagaimana penjelasan Usman (dalam Rajab, 2011) bahwa puasa mempunyai muatan yang berisikan latihan kesabaran, ketekunan, dan metodologi pertahanan diri dari berbagai kemungkinan terjebak dalam dosa dan maksiat. Puasa juga merupakan pendidikan bagi hati sanubari manusia, yakni dengan berpuasa seorang muslim selalu menjadi konsisten dengan tingkah laku yang baik dan benar, tanpa pengawasan dari siapapun. Seorang muslim yang berpuasa mempunyai keyakinan bahwa ia selalu dikawal dan diawasi oleh Allah. Untuk melakukan suatu pelanggaran terhadap ketentuan puasa maka individu akan ingat bahwa ia sedang berpuasa.

Adapun menurut Ancok dan Suroso (1994), dengan puasa seseorang dapat meningkatkan rasa percaya pada dirinya, di samping melatih konsep diri yang optimistik yang merupakan indikasi adanya mental yang sehat untuk menghadapi rintangan hidup yang semaki besar. Puasa menciptakan seseorang menjadi teruji dalam menghadapi musibah dan cobaan. Puasa yang bermuara pada ketakwaan tersebut hakikatnya adalah perwujudan kebahagiaan. Kebahagiaan saat berbuka, seseorang yang berpuasa memakan hidangan setelah seharian menahan diri dari makan dan minum, serta hal lain yang dapat membatalkan ibadah puasa. Kebahagiaan lain yang muncul adalah kebahagiaan atas suksesnya seseorang yang berpuasa dalam menjalankan ibadah puasa sehari penuh. Kebahagiaan orang yang berpuasa tidak diperoleh orang yang tidak berpuasa. Adapun kebiasaan melaksanakan puasa senin kamis tersebut dapat menghasikan kemampuan kontrol diri yang terlatih. Hal ini merupakan hasil dari pembelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang. ditemukan teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satu


(30)

dari beberapa jenis teori belajar, yaitu diantaranya adalah teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Bandura.

Menurut Bandura (Feist & Feist, 2010) sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku laku orang lain. Pada konsepnya, Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self-regulation), mengatur tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan keyakinan secara kognitif dan memprediksi konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk mengatur lingkungan. Kemampuan mengatur strategi tingkah laku bagaimana saja yang harus dilakukan agar mencapai tujuan jangka panjang. Terdapat beberapa proses yang dapat dipakai untuk melakukan self regulation, salah satunya adalah faktor internal. Bandura mengemukakan beberapa bentuk faktor internal, diantaranya yaitu observasi diri (self-observation) dimana individu harus mampu memonitoring performansinya, walau tidak sempurna karena individu cenderung menilai beberapa aspek tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku lainnya. Pada orang yang rutin melaksanakan puasa senin kamis dengan bersungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan sebagiamana yang dijelaskan diatas, maka akan terdapat proses self regulation melalui observasi diri (self observation). Seseorang dalam berpuasa terdapat sebuah tujuan tertentu yang ingin dicapai, yang mana untuk meraih tujuan tersebut seseorang harus mengikuti aturan-aturan di dalamnya. Dalam pencapaian tujuan, secara otomatis seseorang yang melaksanakan puasa akan melakukan self observation. Self observation yang dilakukan yaitu untuk menilai perilakunya selama berpuasa, apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau sejauh mana seseorang dapat mengikuti ketentuan tersebut. Self observation melibatkan faktor internal individu.

Berikutnya yaitu efikasi diri, ialah bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung pada lingkungan dan kondisi kognitifnya, khususnya yang berhubungan dengan keyakinannya, bahwa dia mampu atau tidak untuk melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk itulah bagi seseorang yang melaksanakan puasa senin kamis secara rutin dapat menghasilkan kemampuan kontrol diri yang terlatih. Sebab ketika berpuasa, seseorang dihadapkan dengan ketentuan-ketentuan yang seharusnya dilakukan bagi pelaku puasa. Secara kognitif seseorang yang berpuasa akan mengendalikan fikirannya selalu dalam keadaan positif, jauh dari yang dilarang oleh agama, sehingga kebiasaan mengontrol diri bagi seseorang yang rutin melaksanakan puasa senin kamis tersebut akan terlatih bahkan ketika tidak berpuasa sekalipun.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kontrol diri antara remaja yang melaksanakan puasa senin kamis dengan remaja yang tidak melaksanakan puasa.Yaitu remaja yang melaksanakan puasa senin kamis memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibanding yang tidak puasa.

Adapun implikasi dalam penelitian ini yang pertama, yaitu bagi remaja seharusnya diupayakan menggunakan puasa senin kamis sebagai sarana untuk melatih kontrol diri, terutama sebagai remaja islam yang kaya akan variasi ibadah sunah (ibadah anjuran) akan lebih baik jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga melalui kebiasaan berpuasa sunah senin


(31)

kamis tersebut, remaja terbiasa melatih kemampuan kontrol dirinya bahkan ketika dalam keadaan tidak berpuasa sekalipun. Mengingat bahwa manfaat puasa senin kamis baik secara fisik maupun psikis sangat menguntungkan, maka hendaknya bagi remaja Indonesia dapat belajar melatih kontrol dirinya melalui puasa senin kamis tersebut. Implikasi yang kedua, yaitu bagi peneliti selanjutnya diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan variabel lain yang dapat dikaitkan dengan puasa senin kamis terhadap kondisi psikologis remaja.

REFERENSI

Ana, F. D. (2011). Pengaruh Rutinitas Puasa Senin Kamis Pada Pengendalian Diri. Skripsi.SekolahTinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Semarang

Ancok. J & Suroso F.N. (1994). Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Al-Syafi’i. (1973). Beirut: Dar al –Ma’rifah, hal 182

Aroma, I. S., & Suminar. D. R. (2012). Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan,1, (2), 2-4.

Astuti, F. (2011).Pengaruh Bimbingan Konseling Agama Islam Dalam Mengatsi Kenakalan Remaja di SMA Negeri 3 Kota Tangerang.Skripsi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh. Jakarta

Azwar, S. 2013.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Baumiester, Bater, & Gitter.(2012). Rendahnya kontrol diri meningkatkan pelanggaran normasosial.Journal of internet psychology.

Berg.J, et al. (2012).Plasticity in gray and white: neuroimaging changes in brain structure during learning. Neuron Journal.(15),528–536.

Berk, E. L. (2012).Development Through The Lifespan (Edisi Kelima). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bilgis, Y. N. (2007). Perbedaan tingkat empati pada remaja akhir ditinjau dari keaktifan menjalankan amalan ibadah puasa ramadhan.Skripsi.UIN. Malang

Case, Rebecca, and Todd. 2008. The Adolescent Brain. 11, 24: 111-126

Creswell, J. W. (2013).Research Design (Edisi ketiga).Yogyakarta : Pustaka Pelajar Cott.A., (2004). Fasting The Ultimate Diet.Bantam; England

Damon, William., Menon Jenni., & Bronk. K. C. (2003). The Development of Purpose During Adolescence : Applied Developmental Science, 7,(3), 119-128


(32)

Diane E. P., Sally W. O.,& Ruth D. F. (2011).Human development (edisi kesembilan). Jakarta: Kencana

El-Hamdy, U.(2010).Rahasia Kedahsyatan Puasa Senin Kamis. Jakarta : PTWahyumedia. Feist & Feist. (2010).Teori kepribadian edisi 7.Jakarta: Salemba Humanika

Ghufron, M. N., Risnawita. R. (2014).Teori-Teori Psikologi.AR-RUZ MEDIA. Jogjakarta

Gunadhi, N. I. (2010). Metode Penelitian. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.Jakarta.

Guswani. A. P& Kawuryan, F.(2011).Perilaku Agresi pada Mahasiswa Ditinjau Dari Kematangan Emosi.

Hawari, D. (1995). Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Bina Bhakti Prima Yasa.

Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan (Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan). Jakarta: Erlangga

Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas penelitian behavoristik (3 ed). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kurniawti, A. (2010). Pengaruh keaktifan puasa sunah dawud dan senin-kamis terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas IX-Temanggung tahun ajaran 2009-2010.Skripsi. STAIN. Salatiga

Mardiati, R. (2013). Modul Latihan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Ramah Remaja Untuk Dokter Praktik Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.Kemitraan UNFPA dan Angsamerah Institution

Mugni, A. (2007). Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Aterosklerosis. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Omboto, J. O., Ondiek. G. O., Odera. O.,& Ayugi. M. E. (2013). Factors Influencing Youth Crime And Juvenile Delinquency:International Journal of Research In Social Sciences, 1,(2), 2307-227

Phillipa. (2010). How Are Habits Formed: modelling habit formation in the world. European Journal of Social Psychology. Vol 40,998-1008

Phythian, K., dkk. (2008). Family Structure and Parental Behavior: Identifying the Sources of Adolescent Self-Control :Western Criminology Review, 9, (2), 73–87


(33)

Prasetyoningsih. M. S & Humune. H. (2010).Gambaran factor-faktor lingkungan keluarga yang mempengaruhi penyimpangan perilaku pada mahasiswa sem VI.Studi kasus.Akademi kebidanan Griya Huada. Surabaya

Priyatno, D. (2011).Buku saku analisisi atatistika data SPSS. Jakarta:PT. Usaha Nasional Rajab, K. (2011).Psikologi Ibadah. Jakarta : Amzah

Rifa’i, A.F. (2009). Kenakalan Remaja di Kalangan Santri Putra di Asrama Diponegoro Pondok Pesantren Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN).Yogyakarta

Rosyidin. (2011). Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Mental Di MTs. AL-KHOIRIYAH Kedoya Selatan Jakarta Barat.Skripsi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh.

Jakarta

Tangney,Baumiester, &Boone. (2004), “High Self-Control Predicts Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success.”Journal of Personality”, 72(april), 271-322. Tharir, M. (1994).Puasa Ramadhan Pengantar Kesehatan Paripurna. Surabaya : Al-Ikhlas Taruna.(Kardiolog, Farmakolog, Neuroscientist, Division of Interdisciplinary of

Neurosciences University of California, School of Medicine, Irvine, USA)

Wahihudin, dkk.(2011). Survey Perilaku Beresiko Terhadap Kesehatan Mahasiswa Baru FKM Universitas Hasanuddin. Universitas Hasanuddin. Makassar


(34)

(35)

LAMPIRAN 1


(36)

SKALA KONTROL DIRI

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Laila Quratul A’yun mahasiswi fakultas psikologi

semester 7 yang sedang menempuh mata kuliah skripsi. Saya membutuhkan bantuan saudara/I untuk mengisi angket yang saya sediakan. Dibawah ini terdapat 19 pernyataan, silahkan saudara memberikan tanda silang (X) untuk jawaban yang paling menggambarkan diri anda yang sesungguhnya. Saudara tidak perlu khawatir karena jawaban

saudara akan kami rahasiakan. Atas kesediaan saudara, saya ucapkan terimakasih.Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

IDENTITAS

Nama / Inisial :

Umur :

Jenis kelamin :

Jurusan/Universitas : /

Semester :

Pertanyaan Screening (diisi terlebih dahulu)

1. Apakah anda melaksanakan rutinitas puasa senin kamis? 2. Berapa lama anda telah menjalankannya?

Pernyataan Sangat tidak

sesuai

Tidak sesuai

Kurang sesuai

Sesuai Sangat sesuai

1.Saya pandai menolak godaan (dalam hal apapun)

2.Saya malas

3.Saya mengatakan hal-hal yang tidak pantas

4.Saya melakukan hal-hal tertentu yang buruk bagi saya, jika hal itu menyenangkan bagi saya

5. Bangun di pagi hari merupakan hal yang sulit bagi saya


(37)

7. Orang-orang menggambarkan saya sebagai seseorang yang impulsive (cepat berubah pikiran) 8. Saya menolak hal-hal yang buruk bagi saya

9. Saya menghabiskan uang terlalu banyak (untuk hal-hal yang tidak bermanfaat)

10. Saya mudah terbawa oleh perasaan saya

11.Saya melakukan banyak hal secara mendadak

12.Saya tidak menyimpan rahasia dengan baik

13.Kesenangan / hal-hal yang menyenangkan kadang-kadang membuat saya lalai dari menyelesaikan pekerjaan

14.Saya sulit berkonsentrasi

15.Kadang-kadang saya tidak bisa menahan diri dari melakukan sesuatu, bahkan jika saya tahu itu salah. 16. Saya sering bertindak tanpa berpikir melalui semua alternative

17. Saya terlalu mudah marah

18. Saya sering mengganggu orang lain

19.Kadang-kadang saya minum (miras) atau menggunakan obat-obatan secara berlebihan


(38)

LAMPIRAN 2

(Hasil

Try out)


(39)

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kontrol Diri

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.884 19

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

ITEM1 63.40 82.800 .439 .881

ITEM3 63.33 82.851 .368 .883

ITEM4 62.77 80.461 .554 .877

ITEM6 62.93 82.064 .496 .879

ITEM8 63.00 81.034 .339 .886

ITEM10 63.63 74.447 .720 .870

ITEM12 63.50 78.397 .554 .877

ITEM13 62.80 79.890 .618 .875

ITEM14 63.13 82.464 .380 .882

ITEM19 64.40 81.559 .369 .883

ITEM20 64.03 78.654 .577 .876

ITEM21 62.57 84.392 .336 .883

ITEM28 63.93 77.237 .671 .873

ITEM29 63.40 81.352 .364 .884

ITEM31 63.47 77.844 .642 .874

ITEM32 63.17 74.764 .746 .869

ITEM33 63.50 79.569 .481 .879

ITEM34 63.33 76.644 .557 .877


(40)

LAMPIRAN 3


(1)

78 JURI P 1 3 4 3 3 3 3 1 1 3 3 4 2 2 4 3 3 2 5 53

79 MINM P 4 2 4 4 5 4 5 3 3 3 2 4 3 3 2 3 3 3 5 65

80 FHJ P 2 4 5 4 4 4 5 1 3 3 3 5 4 4 5 5 5 3 5 74

81 DIDI P 2 3 4 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 64

82 HANDI L 2 5 5 5 3 4 4 2 5 2 4 5 3 3 4 5 5 5 5 76

83 JUHA L 3 3 3 2 2 2 2 1 1 4 2 2 2 2 2 2 3 1 5 44

84 BIAN L 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 5 67

85 TERSI L 2 4 4 4 4 2 3 1 4 2 3 3 3 3 4 4 3 3 5 61

86 BUBU L 2 2 4 2 3 2 3 3 3 1 2 3 1 1 2 2 3 4 5 48

87 MEIRA P 2 3 4 4 3 2 3 2 4 2 2 3 3 2 2 3 3 3 5 55

88 JOY L 2 3 4 4 4 4 4 2 4 3 3 5 4 4 3 4 4 4 5 70

89 SEPRA L 2 3 4 4 4 3 4 2 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 5 71

90 SITI L 2 3 3 4 3 4 3 1 5 3 1 4 5 4 4 4 4 4 5 66

91 DERMA L 1 3 4 4 5 2 2 1 3 2 4 5 3 3 4 4 3 4 5 62

92 GANDA L 2 3 4 5 4 4 4 1 4 3 2 4 3 3 3 4 5 4 5 67

93 HURU L 3 3 5 4 4 3 3 4 5 4 4 5 5 3 4 4 4 3 5 75

94 RUDI L 2 5 5 5 5 3 3 1 5 3 3 5 5 5 4 3 3 4 5 74

95 APID L 2 3 4 5 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 5 5 69

96 ARIEF L 2 4 4 4 5 3 3 2 4 4 2 4 4 4 3 3 3 4 5 67

97 GALIH L 2 4 3 4 4 3 4 2 4 3 3 4 3 4 3 3 4 5 5 67

98 YUNDA P 1 3 4 5 3 3 5 3 4 3 4 5 5 3 5 3 3 4 5 71

99 RAUL L 2 3 4 4 4 3 4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 70


(2)

Uji Beda Aspek Kontrol Diri

Group Statistics

KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

KEDISIPLINAN PUASA 50 30.8286 4.73443 .66955 TDKPUASA 50 28.8571 3.93618 .55666

ON_IMPULSIVE PUASA 50 35.5771 6.10944 .86401 TDKPUASA 50 32.4400 5.87336 .83062

HEALTY_HABIT PUASA 50 40.7810 4.66347 .65951 TDKPUASA 50 37.4000 5.52422 .78124

WORK_ETNIC PUASA 50 32.0000 8.01784 1.13389 TDKPUASA 50 27.5000 7.37135 1.04247

RELIABILITY

PUASA 50 33.1000 6.53796 .92461


(3)

KEDISIPLINAN

NON-IMPULSIVE PHS

ETIKA

KERJA RELIABILITY

34 38 40 40 30

31 40 40 45 40

30 46 40 35 30

30 38 43 40 35

25 40 46 40 40

27 32 46 35 30

32 20 46 15 30

30 42 43 35 35

37 36 46 30 40

27 30 30 15 35

32 44 40 35 40

38 50 50 50 50

22 34 40 20 20

28 30 36 30 35

34 34 43 40 35

27 36 43 30 40

27 30 36 25 20

28 40 46 30 40

28 24 40 30 20

32 30 43 35 35

34 36 36 45 30

35 34 46 35 45

25 28 30 30 35

28 32 43 30 30

25 30 33 20 25

27 32 43 25 25

28 38 40 30 25

21 34 36 25 25

31 40 40 25 30

34 48 43 35 30

30 36 36 35 35

37 46 43 35 35

18 24 33 20 25

28 36 43 40 40

31 30 43 30 25

21 30 33 15 25

28 30 36 20 25

32 42 40 35 35


(4)

28 32 43 35 30

31 42 40 25 35

41 40 40 35 35

35 38 50 40 35

37 32 40 35 40

31 34 46 30 40

30 36 43 35 40

37 40 36 35 35

34 38 40 40 35

34 38 40 40 35

34 38 40 40 30

31 40 40 45 40

30 46 40 35 30

3 38 43 40 35

25 40 46 40 40

27 32 46 35 30

32 20 46 15 30

30 42 43 35 35

37 36 46 30 40

27 30 30 15 35

32 44 40 35 40

38 50 50 50 50

22 34 40 20 20

28 30 36 30 35

34 34 43 40 35

27 36 43 30 40

27 30 36 25 20

28 40 46 30 40

28 24 40 30 20

32 30 43 35 35

34 36 36 45 30

35 34 46 35 45

25 28 30 30 35

28 32 43 30 30

25 30 33 20 25

27 32 43 25 25

28 38 40 30 25

21 34 36 25 25

31 40 40 25 30


(5)

30 36 36 35 35

37 46 43 35 35

18 24 33 20 25

28 36 43 40 40

31 30 43 30 25

21 30 33 15 25

28 30 36 20 25

32 42 40 35 35

35 38 40 40 35

35 36 36 25 35

28 32 43 35 30

34 42 40 25 35

41 40 40 35 35

35 38 50 40 35

37 32 40 35 40

31 34 46 30 40

30 36 43 35 40

37 40 36 35 35

34 38 40 40 35


(6)