pemafaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru dengan nilai 504 dan bobot 0,341 34,1 , diikuti oleh kawasan konservasi dengan nilai 464 dan bobot 0,190
19,0 , kawasan pelabuhan dengan nilai 462 dan bobot 0,187 18,7 , kawasan pemukiman penduduk dengan nilai 458 dan bobot 0,149 14,9 , dan
urutan terakhirnya adalah kawasan pariwisata pantai dengan nilai 452 dan bobot 0,133 13,3 . Total persentase dari seluruh kriteria terhadap tujuan yang ingin
dicapai dari kelima alternatif kegiatan dalam pengembangan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru adalah sebesar 100 .
a. Prioritas Pertama : Kawasan Perikanan
Kabupaten Buru memiliki potensi perikanan dan kelautan yang didominasi oleh perikanan tangkap yang cukup besar, baik untuk kegiatan penangkapan jenis
ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal serta udang karang. Selain potensi perikanan tangkap, Kabupaten Buru juga memiliki potensi pada sektor
perikanan budidaya, baik budidaya laut, budidaya darat, maupun budidaya payau. Setiap sektor memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat
dan Pendapatan Asli Daerah PAD Kabupaten Buru, sehingga pengembangan terhadap potensi sumberdaya alam dan ruang wilayah pesisir yang dimiliki
merupakan hal yang penting dalam pengembangan dan penentuan kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan di Kabupaten Buru.
Secara umum, masyarakat Kabupaten Buru merupakan masyarakat pesisir, dimana sebagian besar desa-desa di kabupaten ini berada di wilayah pesisir.
Hingga tahun 2005, jumlah desa nelayan sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Buru adalah sebanyak 74 desa, dengan jumlah Rumah Tangga Perikanan RTP
mencapai 3.750 RTP, dimana setiap RTP memiliki rata-rata 5 orang yang beraktifitas sebagai nelayan, sehingga jumlah nelayannya sekitar 8.750 orang
nelayan. Kegiatan masyarakat nelayan ini ditunjang oleh sekitar 4.288 unit armada penangkapan yang terdiri dari, perahu tanpa motor sebanyak 4.006 unit
dan perahu bermotor baru mencapai 282 unit Pemerintah Kabupaten Buru, 2006. Dari seluruh desa pesisir yang terletak di lokasi penelitian pesisir
Kecamatan Namlea, Waeapo dan Batabual, sebagian besar merupakan desa nelayan yang memiliki tingkat produktifitas perikanan yang cukup tinggi, namun
hal ini tidak serta merta menjadikan sektor perikanan sebagai sektor penggerak
utama prime mover dalam kegiatan pembangunan Kabupaten Buru, sementara hingga tahun 2006, produksi perikanan Kabupaten Buru mencapai total produksi
sebesar 7.071,06 ton dan nilai produksi sebesar Rp. 21.422.242.500,-. Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil dengan sebaran ± 2.631.150 km
2
, biomassa sebesar 4.686,32 tonthn dengan Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
JTB 1.875,06 tontahun. Sementara potensi sumberdaya ikan pelagis besar memilki sebaran 22.942.40 km
2
, jumlah biomassa 13.947,05 tontahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB 5.699.18 tontahun. Untuk potensi
sumberdaya ikan demersal memiliki sebaran ± 847.30 km
2
, biomassa sebesar 1.213,50 tonthn dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB
485,41 tontahun, dan potensi sumberdaya ikan karang dengan biomassa sebesar 1.062,00 tonthn dengan Jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB
424,90 tontahun. Secara keseluruhan jumlah biomassa komoditas perikanan dengan
kewenangan untuk mengelola perairan laut seluas ± 26.771,17 km
2
sebesar 20.908,87 tontahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB sebesar
8.484,55 tontahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2006 sebesar 7.056,10 ton yang berarti masih memiliki peluang untuk dikembangkan sekitar
1.428,45 tontahun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buru, 2006. Selain itu, saat ini di Kabupaten Buru telah dibangun 4 buah cold storage yang
berlokasi di Waprea, Waitose, Wamkana dan Namrole juga akan dibangun di Desa Wamlana oleh pihak swasta, sehingga diharapkan akan memberikan
pelayanan kepada masyarakat nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan, memudahkan pengawasan dan pengendalian produk perikanan, dan memberikan
peluang untuk peningkatan devisa dan PAD pada sektor perikanan. Luas wilayah perairan Kabupaten Buru yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan usaha budidaya perikanan adalah seluas 2471,59 ha, yang tersebar di 4 wilayah ekologis Kabupaten Buru. Perairan Teluk Kaiely merupakan areal
terluas yang dapat digunakan sebagai areal kegiatan usaha bididaya laut dengan luas 975,8 ha. Sesuai hasil survey Direktorat Jenderal Perikanan yang
bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada tahun 1987, bahwa di Teluk Kaiely tersedia potensi pengembangan budidaya tambak seluas ± 4000 ha. Pada
tahun 2004, Direktorat Jenderal Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan telah melakukan detail disain pertambakan rakyat seluas 600 ha. Hal ini
memberikan prospek untuk pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Buru dalam usaha peningkatan kesejahteraan petani pembudidaya dan peningkatan
PAD. Untuk pengembangan budidaya air tawar di dataran Waeapo telah tersedia sarana dan parasarana budidaya air tawar antara lain : Balai Benih Ikan BBI
dan Pasar Benih Ikan PBI dengan luas kolam pembenihan 0,5 ha, sedangkan area tambak rakyat yang tersedia sebesar 20 Ha melibatkan 20 RTP.
Berdasarkan hasil studi lapangan yang dilakukan selama kegiatan penelitian, diketahui bahwa prodiksi perikanan di Kabupaten Buru dihasilkan
dari kegiatan perikanan rakyat yang berskala kecil. Kondisi ini terlihat pada jenis armada tangkap yang masih sedikit, terutama untuk jenis perahu bermotor,
yang hingga tahun 2006 baru mencapai 282 unit dan perahu tanpa motor sebanyak 4006 unit. Jenis alat tangkap yang digunakan berupa pancing, bagan
apung, sero tancap, pukat pantai, pukat cincin, jaring angkat perangkap, jaring insang gill net dan jaring lingkar purse seine. Semetara itu, hasil tangkapan
maupun produksi perikanan lainnya masih dipasarkan terbatas pada pasar lokal dan konsumsi keluarga, walaupun terkadang terdapat kapal pengumpul khusus
untuk jenis ikan tuna yang datang dan membeli hasil ikan tangkapan nelayan. Pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Buru sebagai sentra produksi
perikanan, merupakan alternatif pembangunan yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buru dalam penentuan kebijakan pengembangan
dan pembangunan wilayah pesisir, sehingga berbagai potensi sumberdaya alam yang telah disebutkan sebelumnya dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan secara
optimal. Kebijakan pembangunan wilayah pesisir Kabupaten Buru sebagai sentra perikanan, juga haruslah ditunjang dengan penyediaan sarana dan prasarana
perikanan yang memadai, agar dapat meningkatkan jumlah produksi dan nilai produksi perikanan yang mengarah pada peningkatan pendapatan ekonomi
masyarakat. Selain itu, perencanaan pembangunan dan pembangunan antar sektor yang
terkait dengan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan Kabupaten Buru dalam konteks perikanan juga perlu diminimalisir tingkat konflik kepentingannya, agar
harmonisasi dan tujuan pengembangan wilayah pesisir yang diinginkan pada setiap sektor dapat terlaksana secara maksimal, dan berdampak positif terhadap
eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Buru, sehingga aspek kelestarian dan keberlanjutannya juga dapat
terpenuhi.
b. Prioritas Kedua : Kawasan Konservasi