Analisis keragaan ekonomi dalam pespektif pemberdayaan perempuan di wilayah pesisir Kabupaten Maluku Tengah

ANALISIS KERAGAAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI WILAYAH PESISIR
M U P A T E N MALUKU TENGAH

SITTI MARYAM ELY

SEKOLAH PASCASARJANA
XNSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

gas

ABSTRAK

gppg
922:

"3 '5555 2

8


2QQs
"' 3 3 " '
cc.3so

SITTI MARYAM ELY. Analisis Keragaan Ekonomi dalam Perspektif
Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tengah
@AMBANG JAUNDA sebagai Ketua dan AKHMAD FAUZI sebagai Anggota
Komisi Pembimbing).

239~4
='S

I

Q

xg
2'pt.y

QS.ns


Q

9 trg9 5

3 s g ge.
!jz3v.C

p z

~s - 0 c 3

Q g s 3 s
0 %

at

a

&$a


&
!;

p 3
Q
E cs
,gwcnE*$
"'0
-.
Q*

CP., Z
= 2 ~ g

g e ~ =
c mzX
g

;


9 3

h l

P 3s

X-.

Ps

B

g

?J,

L

,


Penelitian ini bertujuan untuk: (I) mengkaji kondisi pemanfaatan
sumberdaya perikanan tangkap dan karakteristik usaha perikanan di Kabupaten
~ Tengah,
~ (2) mengkaji pala kelembagaan yang berperan dalam
Maluku
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, (3) menganalisis kinerja
(peg?orrnance) gender dalam aktivitas rumahtangga di wilayah pesisir,
(4) menganalisis kontribusi pendapatan gender dalarn aktivitas sumberdaya
perikanan tangkap terhadap kondisi ekonomi rumahtangga, (5) menganalisis
kapasitas sub sektor perikanan dalam menunjang perturnbuhan ekonomi di
Kabupaten Maluku Tengah.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
inferensia. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (I) karakteristik usaha perikanan
laut masih didominasi oleh usaha perikanan rakyat yang berskala kecil dan
bersifat tradisional. Selain itu kelembagaan sasi telah mengalami perubahan dan
tidak berfbngsi dengan baik, (2) rata-rata curahan waktu isteri untuk kegiatan
domestik lebih besar dibandingkan dengan suami. Pada aktivitas produktif
curahan waktu suami di Kecamatan Leihitu lebih kecil daripada isteri, sebaliknya
di Kecamatn Salahutu curahan waktu suami lebih besar dibandingkan dengan

isteri. (3) Kontribusi pendapatan per buIan yang diterima suami pada rumahtangga
neIayan lebih besar daripada isteri. Sebaliknya pada rumahtangga bukan nelayan
kontribusi pendapatan per bulan suarni lebih kecil daripada isteri. Pada
rumahtangga di Kecamatan Leihitu kontribusi pendapatan suami per bulan lebih
kecil dibandingkan dengan isteri. Sebaliknya di Kecamatan Salahutu kontribusi
pendapatan suami per bulan lebih besar dibandingkan dengan isteri, (4) sub sektor
perikanan dan kelautan di Kabupaten Maluku Tengah tidak mernperlihatkan
keunggulan komparatif dan kompetitif dalarn perekonomian daerah. Peran
perempuan dalam ekonomi rumahtangga di wilayah pesisir Kabupaten Maiuku
Tengah cukup becarti, namun tarnpak belum diberdayakan secara optimal.
Kata kunci: analisis gender, ekonomi rumahtangga, pemberdayaan, pertumbuhan
ekonomi.

gas

ABSTRAK

gppg
922:


"3 '5555 2

8

2QQs
"' 3 3 " '
cc.3so

SITTI MARYAM ELY. Analisis Keragaan Ekonomi dalam Perspektif
Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tengah
@AMBANG JAUNDA sebagai Ketua dan AKHMAD FAUZI sebagai Anggota
Komisi Pembimbing).

239~4
='S

I

Q


xg
2'pt.y

QS.ns

Q

9 trg9 5

3 s g ge.
!jz3v.C

p z

~s - 0 c 3

Q g s 3 s
0 %

at


a

&$a

&
!;

p 3
Q
E cs
,gwcnE*$
"'0
-.
Q*

CP., Z
= 2 ~ g

g e ~ =

c mzX
g

;

9 3

h l

P 3s

X-.

Ps

B

g

?J,


L

,

Penelitian ini bertujuan untuk: (I) mengkaji kondisi pemanfaatan
sumberdaya perikanan tangkap dan karakteristik usaha perikanan di Kabupaten
~ Tengah,
~ (2) mengkaji pala kelembagaan yang berperan dalam
Maluku
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, (3) menganalisis kinerja
(peg?orrnance) gender dalam aktivitas rumahtangga di wilayah pesisir,
(4) menganalisis kontribusi pendapatan gender dalarn aktivitas sumberdaya
perikanan tangkap terhadap kondisi ekonomi rumahtangga, (5) menganalisis
kapasitas sub sektor perikanan dalam menunjang perturnbuhan ekonomi di
Kabupaten Maluku Tengah.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
inferensia. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (I) karakteristik usaha perikanan
laut masih didominasi oleh usaha perikanan rakyat yang berskala kecil dan
bersifat tradisional. Selain itu kelembagaan sasi telah mengalami perubahan dan
tidak berfbngsi dengan baik, (2) rata-rata curahan waktu isteri untuk kegiatan
domestik lebih besar dibandingkan dengan suami. Pada aktivitas produktif
curahan waktu suami di Kecamatan Leihitu lebih kecil daripada isteri, sebaliknya
di Kecamatn Salahutu curahan waktu suami lebih besar dibandingkan dengan
isteri. (3) Kontribusi pendapatan per buIan yang diterima suami pada rumahtangga
neIayan lebih besar daripada isteri. Sebaliknya pada rumahtangga bukan nelayan
kontribusi pendapatan per bulan suarni lebih kecil daripada isteri. Pada
rumahtangga di Kecamatan Leihitu kontribusi pendapatan suami per bulan lebih
kecil dibandingkan dengan isteri. Sebaliknya di Kecamatan Salahutu kontribusi
pendapatan suami per bulan lebih besar dibandingkan dengan isteri, (4) sub sektor
perikanan dan kelautan di Kabupaten Maluku Tengah tidak mernperlihatkan
keunggulan komparatif dan kompetitif dalarn perekonomian daerah. Peran
perempuan dalam ekonomi rumahtangga di wilayah pesisir Kabupaten Maiuku
Tengah cukup becarti, namun tarnpak belum diberdayakan secara optimal.
Kata kunci: analisis gender, ekonomi rumahtangga, pemberdayaan, pertumbuhan
ekonomi.

ANALISIS KERAGAAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI WILAYAH PESISIR
KABUPATEN MALUKU TENGAH

SlTTI MARYAM ELY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan
laki-laki atau sebaliknya merupakan hakekat dari masalah gender. Kesetaraan dan
keadilan gender (perempuan dan laki-laki) sedang menjadi isu yang sangat
menarik di seluruh dunia. Pada tahun 1975 oleh PBB di Mexico City
diselengarakan

Word Conference International

Year of

Women, yang

menghasiikan deklarasi kesarnaan antara perempuan dan laki-laki. Guna
mengaktualisasikan hasil konferensi tersebut maka perlu dikembangkan berbagai
program

pemberdayaan

perempuan,

yang

bermaksud

mengintegrasikan

perempuan dalam pembangunan
Seiring maksud tersebut di Indonesia secara hukum, perempuan juga
berpeluang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam poses pembangunan
di semua bidang pembangunan. Pasal 21 dan Pasal 27 Undang-Undang Dasar
1945 menjamin adanya kesamaan hak dan kewajiban tanpa membedakan apakah
perempuan atau laki-laki, dalam berbagai bidang pekejaan, pendidikan,
kesehatan, politik dan hukum serta hak perseorangan.
Kesetaraan perempuan dan laki-laki ini dibuktikan pada ayat Al Qur'an
Surat Al-Layl: 3 - 10, bahwa Allah melihat persamaan antara keduanya. Ayat
tersebut mempakan deklarasi Qur'an terhadap prinsip taklifbaik laki-laki maupun
perempuan dalam persoalan dunia dan agama. Selain itu juga merupakan prinsip
balasan bagi usaha laki-laki dan perempuan berdasarkan aktivitas kerja mereka.
Pada tataran konsep dan operasional dipergunakan pendekatan Gender
And Development (GAD) sebagai

alat analisis terhadap relasi yang timpang

antara laki-laki dan perempuan, dan bagaimana mengurangi ketimpangan tersebut,
sehingga terjadi kesetaraan dan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan.
Pendekatan GAD ini dibahas pada konferensi Word Conference of Women di
Beijing tahun 1995 yang menyepakati berbagai komitmen operasional tentang

perbaikan terhadap status dan peranan perempuan dalam pembangunan mulai dari
tahap perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan sampai pada menikmati
hasil-hasil pembangunan.
Pembangunan di Indonesia meliputi berbagai sektor, antara lain sektor
kelautan dan perikanan. Sektor kelautan dan perikanan memegang peranan
penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang.
lndikatomya antara lain: ( 1 ) secara global konsumsi terhadap produk ikan lebih
besar dibandingkan terhadap protein hewani lainnya, (2) sektor perikanan
merupakan sumber penghasilan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir.
Sekalipun demikian, pengembangan sumberdaya pesisir dihadapkan juga pada
kendala sumberdaya manusia. Dengan kendala sumberdaya manusia yang
mencakup pengetahuan &an keterampilan yang terbatas, sehingga tidak
mengherankan jika tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah pesisir cenderung
majinal dan bahkan mendekati tingkat kemiskinan.
Masalah kemiskinan juga dikatakan oleh Chiappe (1994) yang dikutip di
dalam Fauzi (2003) bahwa solusi pengentasan kemiskinan dari krisis sumberdaya
alam di sektor primer adalah dengan mengenali pentingnya peranan wanita
sebagai penyedia (supply) yang fundamental atas produk-produk pertanian di
pedesaan khususnya. Lebih jauh dikatakan oleh Carrion (1984) bahwa partisipasi
dan pemberdayaan perempuan memegang peranan penting dalam penciptaan dan
transmisi pengetahuan pertanian secara umum.

Peranan dan pemberdayaan

masyarakat dapat tercapai apabila ditunjang oleh adanya struktur sosial yang tidak
berpengaruh secara negatif terhadap kekuasaan (powe+II). Dengan kata lain
masyarakat atau kelompok miskin dapat diberdayakan melalui ilmu pengetahuan
dan kemandirian sehingga diharapkan dapat berperan dalam pembangunan.
(Bunga Rampai Kementerian Pemberdayaan Perempuan 2004).
Selama ini peranan dan partisipasi perempuan dalam pemberdayaan
ekonomi rumahtangga dianggap invisible, demikian juga pengetahuan mereka.
Aktivitas perempuan sering dianggap sebagai tugas dari pada kerja karena mereka
tidak menerima upah dari aktivitas tersebut. Demikian juga peran perempuan
dalam akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam masih sangat terbatas,

meskipun di beberapa wilayah tradisional peranan perempuan memiliki beberapa
ha1 tersebut namun hak tersebut sering tergantung dari mediasi pria.
Ketiadaan akses dan pengendalian terhadap pengelolaan sumberdaya alam dapat
dikatakan sebagai indikator timpangnya kesetaraan gender (gender inequlity).
Ketidaksetaraan ini dalam jangka panjang akan menimbulkan inefisiensi dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, serta akan lebih buruk lagi akan
mengancam kesejahteraan mmahtangga dan ketahanan pangan di wilayah
pedesaaan (Zwarteveen dan Meinzen-Dick, 2001) di dalam Laporan Akhir
Pemberdayaan Perempuan Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan
Timur Indonesia (2003).
Perempuan memiliki tanggung jawab baik untuk mempertahankan hidup
dan menjaga keluarga mereka, seperti juga tanggung jawab mereka untuk
memelihara dan menjaga lingkungan. Untuk mencapai ha1 tersebut perempuan
seperti juga masyarakat miskin pada umumnya yang tidak atau kurang memiliki
akses terhadap kepemilikan pribadi (private property), biasanya akan sangat
tergantung pada sumberdaya common property.

Sehubungan dengan sifat

common property tersebut maka dikwatirkan akan terjadi pengurasan terhadap
sumberdaya perikanan

yang

berimplikasi

pada

bermunculnya

berbagai

pennasalahan ekonomi. Jika perempuan merupakan pemanfaat yang penting dari
sumberdaya common property dan dengan proteksi hak-hak perempuan terhadap
sumberdaya ini akan merupakan langkah yang penting dalam mencapai
keberlanjutan sosial dan lingkungan juga efisiensi dari sumberdaya tersebut.
Sampai saat ini peranan kaum perempuannya dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat masih dirasakan jauh dari memadai. Hal ini dibutuhkan
upaya peningkatan peran aktif perempuan guna meningkatkan kesejahteraan, taraf
hidup penduduk dan keperdulian akan permasalahan pengelolaan lingkungan
di wilayah pesisir. Guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, maka kebijakan dan strategi nasionai (Jastranas) percepatan
pembangunan KT1 diarahkan pada dua aspek pokok yakni:
I). Mengembangkan
berpartisipasi

dan

sumberdaya manusia (SDM)
memperoleh

manfaat

setempat agar

yang sebesar-besarnya

pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI).

dapat
dari

2). Memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) secara bijaksana berdasarkan
atas konservasi agar lestari dan diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat
di sekitamya.
Dikatakan juga oleh Anwar (1996) peranan keluarga golongan penduduk
menengah ke bawah dalam menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi wilayah
sangat penting dalam rangka pembangunan wilayah. Perempuan dan laki-laki
walaupun memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar tetapi juga memiliki
persamaan yaitu keduanya dapat menjalankan tugasnya masing-masing apabila
saling bekerjasama. Dengan demikian terlihat bahwa perempuan juga merupakan
sumberdaya pembangunan yang sangat potensial. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian yang menguraikan permasalahan perempuan, yang akan ditelaah
lebih

lanjut

tentang:

"Analisis

Keragaan

Ekonomi

dalam

Perspektif

Pemberdayaan Perempuan Wilayah Pesisir di Kabupaten Maluku Tengah".

1.2. Perumusan Masalah
Kabupaten Maluku Tengah memiliki wilayah perairan yang cukup luas
yaitu sebesar 49.57 persen dari total wilayah perairan Provinsi Maluku. Perairan
Kabupaten Maluku Tengah yang cukup luas tersebut memberi peluang bagi
masyarakat untuk memanfaatkannya sebagai mata pencaharian sehari-hari baik
laki-laki dan perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Hal ini
menimbulkan pola pemukiman penduduk lebih terkonsentasi pada wilayah
pesisir.
Besarnya potensi sumberdaya perikanan tersebut, jika dikelola secara
optimal dan berkesinambungan (sustainability) akan memberikan kontribusi
ekonomi daerahlwilayah dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya di Kabupaten Maluku Tengah. Namun kenyataannya total produksi
perikanan di Kabupaten Maluku Tengah masih rendah bila dibandingkan dengan
Kabupaten Maluku Tenggara, ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Potensi perikanan laut dan nilai produksi perikanan Provinsi Maluku
tahun 2004
No.

Kabupaten 1 Kota

Jumlah Produksi
(Ton)

Nilai Produksi

oh

(~p.000)

oh

1.

Kota Ambon

10877.80

2.54

38.748.268.00

2.74

2.

Maluku Tengah

97 109.20

22.71

310.321.785.00

21.94

3.

Maluku Tenggara

281564.20

65.84

929.982.754.00

65.75

4.

Buru

27065.30

6.33

67.656.590.00

4.78

5.

Maluku Tenggara Barat

11012.50

2.58

67.633.130.00

4.78

427629.00

100.00

1.414.342.527.00

100.00

Jumlah

Sumber : Diolah dari Data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Tengah, 2004.

Rendahnya produksi sub sektor perikanan tersebut kemungkinan karena
potensi sumberdaya perikanan dan laut Kabupaten Maluku Tengah belum dikelola
secara optimal baik melalui penangkapan maupun budidaya. Sifat sumberdaya
perikanan dan laut yang "open access", dimana setiap orang dapat mengelola dan
memanfaatkannya sehingga menimbulkan eksploitasi berlebihan. Kegiatan
mengeksploitasi secara berlebihan tersebut pada akhirnya berimplikasi terjadinya
pengurasan (deplation) sumberdaya perikanan. Selanjutnya keberadaan lembaga
lokal yang kurang difungsikan berimplikasi pada kurangnya tanggungjawab
masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan laut
tersebut. Pengaturan, pengawasan, pemberian hak kepemilikan (property righf)
masyarakat pesisir ataupun pemerintahan desa masih kurang jelas dan kurangnya
penegakan

hukum

(low enforcemenr) berimplikasi

tejadinya pencurian

sumberdaya perikanan dan laut yang dilakukan oleh nelayan dan pengusaha
perikanan asing.
Kondisi tersebut di atas secara langsung menyebabkan rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Maluku Tengah secara umum. Hal ini dapat
dilihat dari nilai Produk Domestik Regional (PDR) Perkapita kabupaten / kota
di Provinsi Maluku bahwa Kabupaten Maluku Tengah selama enam tahun terakhir
memiliki nilai Produk Domestik Regional Perkapita paling kecil dibandingkan
dengan kabupaten / kota lainnya di Provinsi Maluku. Tabel 2 di bawah terlihat
bahwa pada tahun 2004 Produk Domestik Regional Perkapita Kabupaten Maluku
Tengah hanya sebesar Rp. 1.794.008.00,-.

Tabel 2 Produk domestik regional perkapita kabupatenkota di Provinsi Maluku
atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2004
No.
1.
2.

Kabupaten I Kota
Kota Ambon
Maluku Tengah

3.

Maluku Tengara

4.

Bunt
M

2000

2001

2002

2003

2004

5.478.583
1.301.981

5,511.646

5.026.470

6.339.812

6.793.511

1.427.630

1.630.299

1.677.605

1.794.008

1.963.651
1.690.196

2.154.047

2.503.562

2.601.896

2.739.642

1.867.904

2.045.699

2.103.945

2.290.757

2.374.657
2.853.919
2.142.339
~
~
~ 2.755.561
T
~
~3.053.494~
1.827.1 11 2.016.167 2.410.030 2.520.269 2.648.136
1.569.302
Scram Bagian Barat
1.726.704
1.919.438 2.008.712 2.164.866
8.
Seram Bagian Timur
1.532.171 1.701.428 1.674.879 1.723.749 1.852.105
2.307.582 2.467.092 2.780.014
Provinsi Maluku
2.897.174 3.101.182
Sumber : Data Pendapatan Regional Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku, Kerjasama BPS
Provinsi Maluku dan Bappeda Provinsi Maluku, 2005.
5.
6.
7.

~

~

Aru

Keberadaan gender dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan pada
Kecamatan Leihitu dan Kecamatan Saiahutu yang merupakan wilayah pesisir di
Kabupaten Maluku Tengah, telah berlangsung sejak adanya kehidupan nelayan.
Peran perempuan di Kecamatan Leihitu khususnya di Desa Hitu Lama, Hitu
Mesing, Ureng dan Assilulu serta Kecamatan Salahutu khususnya pada Desa
Tulehu, Tengah-Tengah, Tial, Wai dan Liang lebih menonjol pada kegiatan
penanganan pasca panen (offyarm) terutama dalam mengumpulkan dan
memasarkan hasil tangkapan. Adapun laki-laki lebih berperan pada kegiatan
produksi (on-jarm).
Faktor ekonomi menjadikan perempuan terlibat secara langsung dalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan dan laut. Meskipun demikian, perempuan
masih kurang memiliki akses optimal untuk pemberdayaan potensi dengan
partisipasi mereka dalam berbagai aspek pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya perikanan laut. Sebagaimana laporan Kementerian Percepatan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia bahwa kebijakan pengembangan
ekonomi di wilayah-wilayah terpencil, khususnya di pulau-pulau kecil selama ini
masih mengesampingkan peran perempuan dan kaitannya dengan pengelolaan
sumberdaya alam. Padahal dengan memberdayakan perempuan dan meningkatkan
partisipasi mereka dalam ha1 akses dan pengelolaan sumberdaya alam, akan
meningkatkan efisiensi pengelolaan sumberdaya alam yang pada gilirannya nanti
akan memperbaiki ekonomi mmahtangga (economic livelihood) yang kemudian

~

~

akan memperbaiki keragaman ekonomi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara keseluruhan.
Kedudukan perempuan dalam keluarga, masyarakat serta peranannya dan
partisipasinya dalam pembangunan perlu dipelihara dan terus ditingkatkan
sehingga dapat berperan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki. Dengan demikian
keterlibatan dan pemberdayan perempuan dapat memberikan sumbangan yang
sebesar-besarnya bagi pembangunan wilayah khususnya Kabupaten Maluku
Tengah dan pembangunan bangsa pada umumnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi dan karakteristik usaha dalam pemanfaatan sumberdaya

perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tengah.
2. Bagaimana poia kelembagaan yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap.
3 . Bagaimana

keragaan

(uerforn~ance) gender

dalam

profil

aktivitas

rumahtangga di wilayah pesisir.
4. Sejauhmana kontribusi pendapatan gender dalam aktivitas sumberdaya
perikanan tangkap terhadap kondisi ekonomi rumahtangga.
5. Bagaimana kapasitas sub sektor perikanan dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Maluku Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji

kondisi

pemanfaatan

sumberdaya perikanan

tangkap dan

karakteristik usaha perikanan yang ada di Kabupaten Maluku Tengah.
2. Mengkaji poia kelembagaan yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap.
3. Menganaiisis keragaan (performance) gender

rumahtangga di wilayah pesisir.

dalam profil aktivitas

4. Menganalisis kontribusi pendapatan gender dalam aktivitas sumberdaya
perikanan tangkap terhadap kondisi ekonomi rumahtangga.

5. Menganalisis kapasitas sub sektor perikanan dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Maluku Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dari segi akademis dan implikasi
praktis sebagai berikut:

1. Segi akademis maka penelitian ini diharapkan merupakan sumbangan
perbendaharaan

teori

tentang

keragaman

ekonomi

dalam

perspektif

pemberdayaan perempuan wilayah pesisir di Provinsi Maluku khususnya di
Kabupaten Maluku Tengah.
2. Implikasi dari penelitian ini diharapkan akan berguna bagi para perumus

kebijakan pembangunan dalam upaya peningkatan peran aktif kaum
perempuan guna meningkatkan taraf hidup penduduk dan kepeduliaan akan
pennasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan.

1.5.Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji keterlibatan isteri pada aktivitas
pengumpulan dan pamasaran hasil perikanan pada ~ m a h t a n g g anelayan dan
rumahtangga bukan nelayan yang tinggal dan menetap di wilayah pesisir
khususnya di Kecamatan Leihitu dan Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku
Tengah Provinsi Maluku.

keikutsertaan mereka dalarn pembangunan, terutama pembangunan yang
dilakukan

dengan padat

modal

dan

mempergunakan teknologi

tinggi.

Keterampilan yang rendah menyebabkan jumlah penduduk yang ada lebih
merupakan beban pembangunan ketimbang sebagai penyedia tenaga kerja yang
produktif.
Padahal diketahui bahwa

daerah

pesisir memiliki

potensi

yang

memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka
memanfaatkan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang mencerminkan dan
memungkinkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam situasi krisis
ekonomi, krisis pekerjaan dan penghasilan seperti saat ini, untuk itu diperlukan
berbagai kebijakan pengelolaan terpadu antara Local Marine Resources Based,
Comoniti Based dun Market Based. Dengan demikian masyarakat pesisir atau

nelayan diharapkan mempunyai kemampuan dan peluang untuk memanfaatkan
sumberdaya

alam

secara

berkelanjutan,

sekaligus

dapat

meningkatkan

kesejahteraan mereka, maka tekanan dan perusakan terhadap sumberdaya alam
dan pantai dapat dikurangi serninimal mungkin (Sudariyano dkk, 1999).

2.2. Kelembagaan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Defenisi tentang kelembagaan sangatlah beragam, akan tetapi secara
umum kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat
atau organisasi yang dijadikan pegangan oleh seluruh masyarakat atau anggota
masyarakat dalam mengadakan transasksi yang meliputi pasar, hak kepemilikan,
pelestarian sumberdaya alam dan sistem pertukaran yang ditentukan berdasarkan
norma-norma sosial atau kontrak (Hoff, 1993). Menurut Williamson (1985) yang
dikutip Bakry (1999) mengatakan bahwa kelembagaan mempunyai dua pengertian
yaitu; pertama, kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam
interaksi interpersonal. Dalam ha1 ini kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan
aturan baik formal maupun informal, tertulis maupu tidak tertulis mengenai tata
hubungan

manusia

dengan

lingkungannya

menyangkut

hak-hak

serta

tanggungjawabnya. Kedua, kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki
hirarki. Kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi

menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem
harga-harga tetapi oleh mekanisme administrasi dan kewenangan.
Kelembagaan (institution) sebagai suatu aturan main maupun sebagai
suatu organisasi, menurut Pakpahan (1989) yang dikutip Bakry (1999), dicirikan
oleh adanya tiga komponen utama yaitu:
1. Batas kewenangan (yurisdictional boundiy); yang diartikan sebagai batas

wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki sesorang atau pihak
tertentu terhadap sumberdaya faktor produksi, barang dan jasa. Oleh karena
sumberdaya tersebut harus dikonsumsi secara bersama (colective) maka batas
kewenangan menjadi penting dalam merefleksikan keinginan para pengguna
sumberdaya tersebut dalam aturan pengambilan keputusan.
2. Hak kepemilikan Iproperty right) adalah hak yang dimiliki oleh sesorang atau
masyarakat terhadap sumberdaya atau output tertentu yang diatur oleh suatu
peraturan, adatkradisi atau konsensus yang mengatur hubungan anggota
masyarakat. Oleh karena itu tidak sorang pun yang dapat menyatakan hak
milik atau hak penguasa apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitamya.
Implikasinya adalah : a) hak sesorang adalah kewajiban orang lain, b) hak
yang tercermin oleh kepemilikan (ownershipl adalah sumber kekuasaan untuk
memperoleh sumberdaya.
3. Aturan representasi (rules of representation) adalah atumn representasi yang
mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap kinerja
Iperformance) akan ditentukan oleh kaidah penvakiian (representation) yang
digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Pengelolaan sumberdaya perikanan di sekitar wilayah pantai, khususnya
yang menyangkut pengembangan sumberdaya pantai dan bahari di daerah tropis
sulit dilakukan berhubung dengan pennasalahan ekologi, ekonomi serta sosioantropologi maupun kultural. Menurut Anwar (2004) untuk menjaga kelestarian
sumberdaya pantai diperlukan adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan
(decentralization) yang dapat diberikan kepada masyarakat komunal nelayan
kecil, atau kepada pemerintahan lokal (desa) guna dapat menjaga keberlanjutan

pemungutan dan pemanfaatan sumberdaya bahari di sekitar pantai untuk masa
yang lebih panjang. Sistem pengelolaan yang berlandaskan kepada kepentingan
masyarakat komunal setempat yang sebenarnya mempunyai pengetahuan yang
mendalam dan pengalaman yang lebih baik secara turun temurun tentang
pengelolaan yang dapat menjamin konsewasi dan mengarah pada pelestarian
sumberdaya perairan pantai dan bahari. Selanjutanya dikatakan bahwa pengakuan
secara legal akan hak-hak nelayan kecil untuk mengelola sebagian dari wilayah
pantai dan laut akan meningkatkan timbulnya insentif dan dapat berpartisipasi
dalam memonitor serta mengendalikan tindakan-tindakan yang melanggar hukum.
Pelimpahan kewenangan yang mengarah kepada sistem desentralisasi ini
menurut Anwar (2004) antara lain dapat dilakukan dengan cara :

1. Dilimpahkan hak-hak untuk memperoleh akses terhadap sumberdaya perairan
pantai yang dapat dijamin untuk kepentingan individu para nelayan, kelompok
nelayan ataupun masyarakat komunal yang bersangkutan.
2. Pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab dari pemerintah pusat kepada
kelompok masyarakat pantai dan nelayan-nelayan lokal sudah mendesak
karena sudah banyak akses-akses dari pengelolaan yang salah urus, sehingga
mengarah kepada terjadinya proses pengrusakan sumberdaya.
3. Dikembangkan suatu zona pungutan dan angkapan yang eksklusif yang
disebut hak-hak ulayat atau hak pakai teritorial (Territorial use rights)
terutama terhadap biota bahari berharga lainnya.
Hal senada juga juga dikemukakan Fauzi (2005), desentrlasisasi tidak
hanya berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, namun juga
pengelolaan sumberdaya alam dalam yurisdiksi wilayah pemerintahan lokal.
Selanjutnya dikatakan juga bahwa pada tingkat lokal, desentrslisasi diharapkan
akan membawa dampak positif pada kembali kukuhnya (restore) hak-hak
kepemilikan tradisional.
Penentuan pilihan kelembagaan (institution) yang tepat akan dapat
mengatur penggunaadalokasi sumberdaya secara efisien adil dan merata serta
aktivitas ekonomi dapat berkelanjutan (sustainable). Menurut Anwar (2004),
kelembagaan sasi yang terdapat di Maluku mempunyai potensi untuk

dikembangkan sebagai model pengelolaan sumberdaya perairan pantai di
Indonesia dan dalam jangka panjang kelembagan sasi ini dapat dikembangkan
agar dapat menjamin tingkat keberlanjutan dari sumberdaya alam.

2.3. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumber pendapatan dan
kesempatan kerja serta menarik perhatian dalam ha1 efisiensi dan distribusi.
Masalah efisiensi berkaitan dengan jumlah persediaan ikan yang terns terancam
punah dan masalah distribusi berkaitan dengan masalah siapa memperoleh
manfaat.
Sumberdaya perikanan mempakan sumberdaya alam yang dapat pulih
(renewable resource) memerlukan usaha-usaha pengelolaan yang baik agar dapat
mempertahankan dan pengembangan unit populasi. Faktor utama untuk mencapai
tingkat keberhasilan tersebut adalah pengelolaan secara tertanggungjawab
(Suparmoko 1997). Dikemukakan juga oleh Anwar (2004) tujuan pengelolaan
perikanan adalah mengendalikan tingkat penangkapan ikan dengan cara agar
pengusahaan perikanan dapat bemntung terus menerus yang bermanfaat bagi
masyarakat komunal di tepi pantai secara berkelanjutan. Pemanfaatan secara
optimal merupakan suatu keharusan dan hendaknya berada dalam konteks tugas
dan panggilan manusia. Apabila tidak dimanfaatkan maka sumberdaya perikanan
sebagai sumberdaya hayati akan hilang atau lenyap begitu saja karena proses
kematian ikan secara alamiah. Dilain pihak, sumberdaya perikanan tidak boleh
dimanfaatkan secara penuh karena akan mengganggu proses regenerasi serta
keberlanjutan sumberdaya tersebut (Dahuri dkk 1998).
Pengelolaan sumberdaya perikanan harus dapat dikelola dengan lebih baik
adalah kenyataan bahwa persediaan sumberdaya ikan di dunia makin berkurang.
Hasil penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan
bahwa produksi ikan dunia cendenrng stabil atau meningkat dengan persentase
yang kecil, yaitu sekitar 1.5 persen per tahun selama lima tahun terakhir. Menurut
Nikijuluw (2002) sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan,

sumberdaya lingkungan serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan
untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu pengelolaan atau
manajemen mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan
lingkungan serta pengelolaan kegiatan manusia. Selanjutnya dikatakan juga
bahwa kemiskinan bagi suatu generasi sepanjang usia generasi tersebut hanya
dapat diatasi jika mereka memiliki kemampuan untuk memanfatkan sumberdaya
alam yang ada di sekitamya.
Mengelola sumberdaya laut dan pesisir mempakan sesuatu yang sangat
penting. Hal ini disebabkan sumberdaya laut dan pesisir sangat rentan dan sensitif
terhadap banyak perubahan. Khusus untuk sumberdaya ikan, kerentanan dan
sensitivitasnya semakin tinggi karena merupakan sumberdaya hayati yang banyak
dipengaruhi oleh pembahan ekstemal dan internal, yaitu pembahan yang terjadi di
dalam maupun tejadi di sekitar atau tempat yang jauh letaknya dari ekosistem atau
pembahan yang langsung atau tidak langsung berkenaan dengan ekosistem, serta
perubahan lingkungan biotik maupun abiotik.
Selain perubahan alamiah, faktor manusia mempakan variabel penting
yang menentukan status pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan. Faktor
manusia seringkali tidak diperhitungkan secara serius atau diremehkan dalam ha1
pengelolaan sumberdaya perikanan, manusia seringkali diposisikan sebagai
subyek pengelolaan, padahal manusia pun obyek pengelolaan.

Pengelolaan

sumberdaya perikanan pada hakekatnya adalah pengelolaan terhadap manusia
yang memanfaatkan sumberdaya perikanan tersebut. Pengelolaan terhadap
manusia adalah pengaturan tingkah laku dalam ha1 pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya.
Pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari partisipasi
perempuan. ha1 ini dikatakan juga oleh Saruan (2000) yang dikutip dari Rencana
Aksi dan Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia
(1998) bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam sektor pesisir dan
laut. Kaum perempuan merupakan kontributor utama bagi ekonomi, baik melalui
pekerjaan perikanan dan pertanian yang diupah maupun melalui pekerjaan
tradisonal yang bermanfaat dalam rumahtangga maupun masyarakat. Meskipun

demikian, dikebanyakan masyarakat mereka secara sistematis terasing dari akses
sumberdaya, pelayanan-pelayanan penting dan peluang pembuatan keputusan
(Stoller 1977 seperti dikutip oleh Moore 1998).

2.4. Peran dan Teknik Analisis Gender

Umumnya peranan laki-laki masih lebih dominan dalam berbagai bidang
ketimbang perempuan, padahal peranan perempuan tidak hanya berarti sesuatu
ha1 tentang perempuan semata tetapi ada kaitannya dengan peranan laki-laki.
Menurut konsep "gender analisis" bahwa kedudukan dan peranan wanita di dalam
masyarakat berkaitan sangat erat dengan dan bersumber di dalam norma-norma
budaya yang mendefinisikan secara berbeda status dan peranan wanita dengan
pria di dalam masyarakat.
Pada kenyataannya meskipun iklim yang berkembang mulai memberikan
peluang, banyak aspek berkaitan dengan faktor kultural dan sosial yang masih
menghambat pengembangan perempuan. Ideologi tentang peran yang "pantas"
bagi perempuan dan laki-laki mempengaruhi dalam aturan-aturan formal maupun
non formal, dalam kesempatan dan akses sosial yang berbeda-beda dalam
berbagai aspek kehidupan sehari-hari. (Poerwandari 1996).
Menurut Vitayala (2000) peran gender diklasifikasikan dalam tiga peran
pokok yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif dan peran sosial.
1. Peran reproduktif (domestik)

a). Peran reproduktif adalah peran yang dilakukan oleh sesorang untuk
melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya
manusia dan tugas-tugas kerumahtanggaan seperti: menyiapkan makanan,
mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan
dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak.
b). Kegiatan reproduktif sangat penting dalam melestarikan kehidupan
keluarga tetapi jarang dipertimbangkan sebagai bentuk pekerjaan yang
konkrit.

c). Dalam masyarakat miskin, sebagian besar pekerjaan reproduktif dilakukan
perempuan secara manual (menggunakan tangan).
d). Kegiatan reproduktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama,
bersifat rutin, cendemng sama dari hari ke hari dan hampir selalu
mempakan tanggungjawab perempuan dan anak perempuan.
e). Pekerjaan reproduktif yang dilakukan di dalam rumahtangga tidak
diperhitungkan sebagai pekerjaan (karena tidak di bayar).

2. Peran produktif
a). Pekerjaan produktif menyangkut pekerjaan menghasilkan barang dan jasa
untuk dikonsumsi dan diperdagangkan (pertanian, nelayan, pekerjaan dan
wirausaha).
b). Pembagian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan
jelas perihal perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.
Contohnya, untuk kegiatan dibidang pertanian maka kegiatan membajak,
bekerja dengan mesin merupakan tanggung jawab laki-laki, sedangkan
pekerjaan menanam, menyiangi, memerah susu dan pekerjaan lainnya
yang dianggap ringan merupakan pekerjaan perempuan.
c). Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekkrjaan produktif terkait pada
pekerjaan yang dapat diperhitungkan melalui sistem perhitungan nasional
(GNP atau Statistik Sosial Ekonomi).
d). Pekerjaan produktif dapat dilakukan oleh gender laki-laki maupun
perempuan dan diambil (dibayar) dengan uang (tunai) atau natura.
3. Perau Sosial

a). Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik.
b). Kegiatan jasa masyarakat banyak bersifat relawan dan biasanya dilakukan
oleh perempuan. Misalnya, membantu pelaksanaan penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kesehatan (posyandu) pelaksanaan 10 tugas pokok
PKK, menyiapkan makanan untuk acara kemasyarakatan dan rapat-rapat
dan lain-lain. Lelaki kurang banyak terlibat dalam kegiatan relawan.

c). Peran politik dimasyarakat adalah peran yang terkait dengan status atau
kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat yang lebih
tinggi. Sebagian besar kegiatan yang terkait dengan politik umumnya
dilakukan oleh laki-laki.
Secara singkat klasifikasi peran gender dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Peran -gender menurut klasifikasi tiga
- tiue
. .veran
Gender

Peran
Reproduktif 1
Domestik

Persn Produktif

Peran Sosial

Perempuan

Peran Utama :
Rumahtangga
Keluarga

Diasumsikan tidak
memiliki peran produktif
Pembantu (turut) mencari
nafkah untuk keluarga

Manajemen, jasa.
Tumt penyuluhan yang
terkait pada peran
reproduktif
Kerja tidak dibayar
(informal)

Laki-Laki

Bapak
Kepala Keluarga

Peran Utama :
Mencari nafkah keluarga

Kepemimpinan
Politik
Ketahananlmiliter
Kerja dibayar (formal)

Sumber : Vitayala, 2000.

Nilai bekerja yang dilakukan laki dan perempuan tidak terlepas dari peran
gender yang berlaku sesuai dengan tradisi dan kebudayaan tempat mereka hidup.
Menurut Mubyarto et a1 (1987) yang dikutip oleh Wulansari (2001)
mengemukakan bahwa perempuan nelayan di Jepara terpaksa menjadi rebyek
untuk akses terhadap ikan hasil tangkapan nelayan migran di tengah laut, sebelum
para nelayan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI), karena jika tidak mereka kalah
bersaing dengan pedagang laki-laki bermodal besar. Dikemukanan juga oleh
Anker dan Hein (1986) yang dikutip dalam Saruan (2000) bahwa teori gender
yang bertalian dengan nilai kerja yang dilakukan oleh perempuan. Mereka
menunjukkan bagaimana kedudukan perempuan dalam pasar tenaga kerja dapat
dilihat sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem sosial
yang menempatkan wanita pada kedudukan yang lebih rendah dari pria.
Hasil tinjauan pustaka yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dalam
Saman (2000) tentang partisipasi perempuan tani-nelayan mengungkapkan bahwa

pada sub sektor perikanan, beberapa jenis pekerjaan produktif yang dilakukan
oleh perempuan nelayan meliputi kegiatan:

1. Persiapan penangkapan, seperti menjurai jaringlalat tangkap, menyiapkan
bahan pengawet (garam, es) dan menyiapkan bekal makanan untuk suami
yang akan pergi melaut.
2. Pengolahan hasil laut seperti mengasap, memindang, mengasinkad
mengeringkan, mengabon, membuat terasi, kerupuk dan sebagainya.
3. Pemasaran perikanan seperti melelang ikan, menjual pada agen, pengecer
dan sebagainya.

4. Kerajinan (industri rumah tangga) misalnya membuat keranjang, kerajinan
kulit kerang, membuat jaring dan sebagainya.
5. Pemeliharaan tambaklkolam seperti menebar pupuk pada waktu pengolahan

tanah, membersihkan rumput pematang, memberi pakan, memanen ikan dan
sebagainya.
Hasil s u ~ e di
i desa-desa nelayan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan NTT
(1991) yang dikutip Saruan (2000) dalam konteks ekonomi rumahtangga nelayan
dinyatakan bahwa, di bidang produksi terdapat gejala pembagian kerja antara
perempuan dan laki-laki. Perempuan berperan dalam industri pengolahan hasil
laut, perdagangan hasil laut, dan memperbaiki jaring serta usahatani sebagai
pekejaan sampingan, sedangkan laki-laki berperan dalam pekejaan perikanan
laut (melaut), kerajinan membuatlmemperbaiki jaring dan perikanan tambak dan
juga usahatani sebagai pekerjaan sampingan.
Semakin besar komoditas ekonomi perdesaadperkotaan, semakin besar
pula ketergantungan pada perdagangan. Perdagangan perdesaanlperkotaan sangat
bergantung dengan produksi keseluruhan di daerah perdesaadperkotaan,
pertanian dan non-pertanian terutama dalam kasus dimana subsistem produksi di
luar pasar sudah tidak berada lagi, tetapi penyebaran perdagangan perdesaanl
perkotaan tidak hanya tergantung pada berbagai komoditas, tetapi juga pada
diferensiasi sosial.

Kelompok pedagang dapat dibedakan menjadi pedagang

part-time, pedagang bakulan yang biasanya perempuan dan pedagang parmanen

yang biasanya laki-laki. Pedagang bakulan umumnya perempuan yang mempakan
sumber pendapatan tambahan keluarga.
Berbicara tentang perdagangan maka tidak terlepas adanya pemasaran,
dimana pemasaran (marketing) berasal dari kata dasar pasar (market). Pasar
adalah sebagai suatu himpunan pembeli aktual dan pembeli potensial dari suatu
produk. Pasar dapat diartikan semua pembeli dan penjual yang tertarik atau
secara potensial tertarik terhadap suatu kelompok produk. Pasar juga merupakan
tempat berkumpulnya pembeli dan penjual dalam melakukan transaksi jual beli.
Menurut Stanton yang dikutip Wheir dkk (1991) dan dikutip kembali oleh
Mugniesyah (1993) pemasaran adalah merupakan suatu sistem keseluruhan dari
kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, rnenetapkan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan para pembeli potensial. Pemasaran memegang peranan penting dalam
organisasi perusahaan atau perusahaan rumah tangga. Pemasaran mempakan
fungsi pokok dan juga sebagai ujung tombak dalam usaha menggalakkan
penjualan.
Di Indonesia perusahaan kecil atau perusahaan keluarga menduduki umtan
terbesar dari jumlah perusahaan yang ada. Hampir 80 persen adalah perusahaan
kecil, dengan bentuk perusahaan perseorangan (rurnahtangga), firma, koperasi
produksi, koperasi konsumsi, koperasi unit desa yang serba usaha lokal (Zulheiri
dkk 1991). Perusahaan perseorangan (rumahtangga) yang menjual barang

dagangannya sendiri ke pasar disebut sebagai pedagang. Dimana kelompok
pedagang dapat dibedakan menjadi pedagang paro waktu @art time) yaitu
pedagang bakulan yang biasanya perempuan dan pedagang profesional adalah
pedagang parmanent yang biasanya laki-laki. Pedagang paro waktu atau pedagang
bakulan umumnya perempuan dimana hasil dagangannya merupakan sumber
pendapatan tambahan rumahtangga. Pedagang profesional pada umumnya
laki-laki dan biasanya tidak hanya menjual barang-barang impor atau buatan
pabrik tetapi juga sayuran dan hasil produksi laut.
Disini terlihat bahwa masalah gender yang tersembunyi dimana
pembagian kerja secara seksual dalam mmahtangga pedagang dalam beberapa ha1

mempunyai bentuk pekerjaan yang berbedaan dalam sektor yang lain yaitu ketika
laki-laki menangkap ikan dan yang menjual adalah perempuan.

Dalam ha1

perdagangan paro waktu, pembagian gender tampak lebih kuat karena
perdagangan merupakan perusahaan satu orang atau oleh perempuan itu sendiri
(rnicroenterprises).

Walaupun perdagangan perdesaanlperkotaan sering bejalan dengan
eksploitasi diri (self exploitation), misalnya jam kerja yang sudah panjang
menjadi semakin panjang bagi perempuan karena harus mengerjakan pekerjaan
rumahtangga juga. Hal ini merupakan altematif untuk akumulasi modal meskipun
dengan keuntungan sangat kecil. Bagaimanapun para pedagang sangat peka
terhadap fluktuasi harga yang tidak hanya disebabkan oleh mekanisme pasar
bebas, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah.
Di dalam melihat dinamika internal dan ekstemal rumahtangga baik
diperdesaan dan perkotaan terdapat beberapa aspek penting yang perlu diketahui
antara lain yaitu:
1. Aktivitas-aktivitas tenaga kerja atau pembagian kerja yang diukur dari

kontribusi waktu.
2. Kontribusi ekonomi yang diukur dalam bentuk pendapatan baik berupa
natura dan atau uang tunai.
3. Akses dan kontrol anggota rumahtangga baik laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan pada kenyataan terhadap adanya ketimpangan-ketimpangan
gender sehingga dalam pelaksanaan penelitian diperlukan suatu alat untuk
menelaah yang disebut analisis gender. Menurut Achmad (1991) analisis gender
seringkali didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis untuk mencatat
kelaziman atau tingkat partisipasi perempuan dan laki-laki dalam suatu kegiatan
yang membentuk sistem produksi barang atau jasa. Namun dalam pengembangan
selanjutnya dari teknik analisis ini diarahkan pada upaya untuk meningkatkan
kualitas perencanaan permbangunan sehingga lebih tanggap terhadap kebutuhan
aktual wanita. Akan tetapi dalam proses perkembangan tenebuf disadari bahwa
ada saling ketergantungan antara kebutuhan aktual perempuan dan aktual
laki-laki, karena kebutuhan aktual tergantung dari bentuk dan sifat partitisipasi

seorang perempuan atau laki-laki dalam proses pembangunan, maupun dari jenis
dan tingkat manfaat yang diperolehnya dari hasil-hasil pembangunan.
Analisis gender bertujuan memahami mekanisme yang mendasari masalah
kebijakan pembangunan yang dominan, pelaksanaan program dan kaitannya
dengan implikasi terhadap hubungan laki-laki dan perempuan (Mikkelsen, 1999).
yang dikutip dalam Wulansari (2001). Sebagaimana penelitian Mukherjee (2001)
bahwa implikasi kebijakan yang tidak memperhatikan masalah gender
memberikan dampak negatif dan manfaat yang tidak nyata dari program
pembangunan yang dirancang.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 tanggal
29 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Dalam Pembangunan Daerah Bab 1 Pasal 4, dirumuskan analisis gender
adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan
memahami pembagian kejalperan laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol
terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan
manfaat yang mereka nikrnati.

2.5. Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan
Melaksanakan suatu pembangunan yang berperspektif gender adalah suatu
komitmen

untuk

menyusun dan melaksanakan kebijakan dan program

pembangunan dengan merasa peduli terhadap kemampuan (emviroment) baik
perempuan maupun laki-laki.

Mengembangan kemampuan perempuan dan

laki-laki perlu karena dalam berbagai kebijakan atau program yang ditujukan
pada anggota masyarakat seringkali terjadi bahwa kebutuhan perempuan kurang
diperhatikan dalam mengisi peran multidimensionalnya, kecuali perannya dalam
keluarga. Sedangkan laki-laki sebagai kepala keluarga kerapkali juga tidak
diperhitungkan untuk peran pentingnya sebagai suami dan ayah (Sadli 1988).
Pembinaan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria ditujukan untuk
peningkatan peran aktif dalam kegiatan pembangunan, baik diperkotaan maupun
dipedesaan terutama dalam menangani masalah sosial dan ekonomi yang

diarahkan pada pemerataan hasil pembangunan, pengentasan kemiskinan,
pemeliharaan lingkungan

dan

pembangunan

sumberdaya manusia yang

berkualitas dengan upaya mewujudkan keluarga sehat sejahtera dan bahagia.
Mosse (1996) dengan menggunakan konsep Marim Moly mengemukakan
bahwa pendekatan pembangunan dalam hubungannya dengan peningkatan peran
perempuan dalam pembangunan adalah:
1. Pendekatan kesejahteraan (welfae approach) yang didasarkan atas tiga

asumsi yaitu; a) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan, b) peran
keibuan yang merupakan peranan yang paling penting bagi perempuan di
dalam masyarakat dan c) mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan
paling efektif dalam seluruh aspek pembangunan ekonomi.
2. Pendekatan kesamaan (equity approach), bahwa perempuan mempakan

partisipan aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif
mereka walaupun sumberdaya tersebut seringkali tidak diakui.
3. Pendekatan anti kemiskinan (anti-poverty approach), menekankan pada upaya
menumnkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki dengan
sasarannya adalah pekerja miskin. Pendekatan anti kemiskinan untuk
perempuan menitik beratkan pada peranan produktif mereka, atas dasar bahwa
penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan
ekonomi

membutuhkan

peningkatan

produktivitas

perempuan

pada

mmahtangga yang berpendapatan rendah.
4. Pendekatan efficiency, penekanan perempuan bergeser ke pembangunan

dengan asumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi perempuan di negara
dunia ke tiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan,
sehingga meningkatnya kerja perempuan yang diciptakan oleh perempuan
sendiri di sektor informal.

5. Pendekatan pemberdayaan, berpusat pada upaya penghapusan subordinasi
perempuan. Adanya kesamaan hak ekonomi (peluang untuk menguasai
sumberdaya produktif, persamaan upah untuk kerja yang sama, perlindungan
hukum ketenagakerjaan).

Chiappe (1994) menyatakan bahwa solusi pengentasan kemiskinan dari
krisis sumberdaya alam di sektor primer adalah dengan mengenali pentingnya
peranan wanita sebagai penyedia yang fundamental atas produk-produk
pertanian dipedesaan khususnya. Lebih jauh dikatakan oleh Carrion (1984) yang
dikutip di dalam Laporan Akhir Pemberdayaan Perempuan Kementerian
Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (2003) bahwa partisipasi dan
pemberdayaan perempuan memegang peranan penting dalam dalam ha1
penciptaan dan transmisi pengetahuan pertanian secara umum. Dengan demikian
pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah
pedesaan dapat dilakukan secara self-generating dengan intervensi pemerintah
seminimal mungkin.
Jumlah penduduk perempuan selalu memiliki proporsi yang lebih banyak
dibanding jumlah penduduk laki-laki. Akan tetapi jumlah penduduk perempuan
yang lebih banyak dari pada laki-laki belum tentu menjamin posisi, kedudukan,
status dan peran perempuan yang lebih baik atau paling tidak sama dengan
laki-laki.

Fakta emperis menunjukkan bahwa perempuan dibelahan dunia,

termasuk di Indonesia mengalami ketertinggalan diberbagai bidang pembangunan
dan kehidupan. Sesuai Laporan Badan Pusat Statistik (2002) dilaporkan bahwa
pekerja wanita di sektor pertanian (termasuk didalamnya sub sektor perikanan)
sebesar 22.6 persen sedangkan laki-laki lebih rendah yaitu sebesar 19.8 persen.
Dimana rata-rata pendapatan laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
pendapatan perempuan, demikian juga untuk daerah perkotaan pendapatannya
lebih tinggi dari dari daerah perdesaan.
Ketertinggalan perempuan diberbagai aspek pembangunan akan membawa
dampak yang tidak menguntungkan bagi keseluruhan pembangunan, jika tidak
diperbaiki. Upaya untuk meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam
pembangunan pada hakikatnya adalah upaya peningkatan kedudukan (status),
peran, kemampuan, kemandirian dan ketahanan mental serta spiritual perempuan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM).

M e n u ~ Anwar
t
(1997), pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan
sejalan apabila sumberdaya public yang langka diinvestasikan sehingga memberi
keuntungan ekonomi maupun sosial yang tinggi. Dimana investasi tersebut dapat
mencapai sasaran apabila diarahkan pada perempuan khususnya pada golongan
perempuan miskin melalui perluasan peluang kerja dan memperbaiki kesehatan
mereka. Dengan demikian peranan perempuan dalam pembangunan akan dapat;

1) mendorong pertumbuhan ekonomi, 2) meningkatkan efisiensi, 3) mengentaskan
kemiskinan, 4 ) menolong generasi yang akan datang dan 5) meningkatkan
sustainable development.

2.6. Konsep Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi dalam pengertiannya adalah mempakan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh suatu negara guna mengembangkan aktivitas
ekonomi