Tenaga Kerja Pertanian TINJAUAN PUSTAKA

dengan tenaga kerja aktif dan curahan waktu dibawah 35 jam per minggu yang biasa disebut dengan pengangguran terselubung setengah terbuka. Perkembangan jumlah tenaga kerja pertanian secara global dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Hal ini dibuktikan melalui hasil survai angkatan tenaga kerja nasional Sakernas yang dilakukan Badan Pusat Statistik yang dilakukan setahun sekali. Profil sumberdaya pertanian tahun 2004 menguraikan perkembangan jumlah tenaga kerja pertanian pada tahun 2003 dan tahun 2004. Jumlah tenaga kerja berdasarkan hasil survai sakernas tahun 2003 sebanyak 39.947.187 orang dan pada tahun 2004 sebanyak 38.724.818 orang atau mengalami penurunan 3,16. Penurunan tenaga kerja pertanian terjadi di 15 propinsi yaitu propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Maluku Utara. Sedangkan 15 propinsi yang lain mengalami peningkatan antara 1,7 sd 14,1. Perkembangan peningkatan dan penurunan tenaga kerja pertanian dari tahun 2000 sd tahun 2004 seperti pada Gambar 2. Gambar 2 Perkembangan Tenaga Kerja Pertanian Nasional Tahun 2000-2004. Perubahan jumlah tenaga kerja tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2004, ada 15 propinsi yang mengalami peningkatan. Prosentase tertinggi ada di Propinsi DKI Jakarta sebesar 16,4 bertambah 1.583 orang, Jambi 8,9 bertambah 59.389 orang, Kalimantan Tengah 6,1 bertambah 21.026, Kalimantan Selatan 5,9 bertambah 38.421 orang, Bali 5,7 bertambah 36.490 orang, Sulawesi Tenggara 5,4 bertambah 28.553, Banten 5,4 bertambah 37.974 orang, Nusa Tenggara Timur 3,8 bertambah 51.542 orang, Bandar Lampung 3,0 bertambah 59.735 orang, Kalimantan Barat 2,5 bertambah 27.089 orang, Maluku 1,9 bertambah 4.543 orang, Sumatera Selatan 1,7 bertambah 32.990 orang, Bengkulu 0,8 bertambah 3.916 orang, Jawa Timur 0,2 bertambah 16.333 orang dan Papua 0,2 bertambah 1.391 orang. Adapun jumlah tenaga kerja yang mengalami penurunan tertinggi terjadi di propinsi Kalimantan Timur sebesar 108 dimana dapat disimpulkan separuh dari tenaga kerja tahun 2003 beralih menjadi tenaga kerja non pertanian. Sedangkan prosentase terkecil terjadi di propinsi D.I Yogyakarta. Sementara itu gambaran umum ketenagaan kerjaan di Kabupaten Kudus dapat dilihat dalam Tabel 2, dimana sektor industri merupakan lapangan usaha utama, diikuti pertanian, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan. Tabel 2. Proporsi Penduduk 10 tahun ketas yang bekerja menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2008 BPS Kabupaten Kudus, 2009 Lapangan Usaha Utama 2007 2008 1. Pertanian 2. PertambanganPenggalian 3. Industri 4. Listrik, Gas dan Air 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. TransportasiKomunikasi 8. Keuangan 9. Jasa 60642 1150 156874 1537 35849 55231 17868 4411 41511 61081 1159 36109 55631 17997 55631 17997 4443 41852 Jumlah 375113 377830 Sumber : Berdasarkan Survey Susenas

2.3. Daya Dukung Lahan

Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni: i sediaanluas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami sedimentasi dan proses artifisial reklamasi sangat kecil; ii memiliki sifat fisik jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang Dardak, 2005. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan luas lahan garapan cenderung makin kecil, keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kemudian di daerah perladang berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan akibatnya diperpendeknya masa istirahat lahan Soemarwoto, 2001. Selanjutnya, Siwi 2002 menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepadatan penduduk akan membuat daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui. Jika hal ini terjadi di suatu wilayah maka menunjukkan bahwa lahan di suatu wilayah tersebut tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk pada tingkat kesejahteraan tertentu Mustari et al, 2005. Daya dukung lahan adalah nilai maksimum kerapatan atau biomassa dari populasi yang dapat didukung pada wilayah tertentu. Nilai ini dapat berubah seiring waktu, dan dipengaruhi oleh perubahan faktor lingkungan seperti curah hujan, temperatur, sumber daya alam misalnya, makanan, tempat bersembunyi dan bersarang untuk binatang adanya predator, agensia penyakit dan kompetitornya. Konsep ini telah dikenal lebih dari 150 tahun yang lalu dan digunakan selama ini Harvitgsen, 2001. Definisi lebih jauh dalam dasar ekologi termasuk 1 ekuilibrium dari jumlah populasi atau kerapatan dengan angka kematian dan angka kelahiran 2 rata-rata jumlah polulasi yang stabil dalam jangka panjang 3 jumlah populasi berhadapan dengan ketersediaan sumberdaya yang semakin sedikit, dan dihubungkan dengan hukum minimum. Definisi tambahan diaplikasikan dalam ekologi termasuk lahan yang berkelanjutan, lahan dengan tingkat ekonomi yang maksimal, dan equilibrium open –acces. Dalam ekologi dasar ataupun terapan, daya dukung lahan merupakan parameter yang sulit diukur, dan diperlukan konsep yang digunakan sebagai ’theoterical tool” Nixon, 2007. Perhitungan daya dukung lahan yang digunakan adalah daya dukung lahan berdasarkan perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah. Dengan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut. Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan seperti digambarkan pada Gambar 3. berikut ini Gambar 3 Diagram Penentuan Daya Dukung Lahan.