Kewenangan Mahkamah Konstitusi Teori Kewenangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara TUN, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi MK” 10 Sehingga kedudukan Mahkamah Konstitusi adalah merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman dengan posisi sejajar dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi bukan bagian dari Mahkamah Agung dalam hal struktur unity of jurisdiction, tetapi Mahkamah Konstitusi berdiri sendiri serta terpisah dari dualitiy of jurisdiction. 11 Sehingga dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung merupakan puncak pencerminan sistem kedaulatan hukum. Jimly Asshideqie berpendapat bahwa Mahkamah Agung merupakan puncak perjuangan keadilan bagi setiap warga Negara. Hakikat fungsinya berbeda dengan Mahkamah Konstitusi yang tidak berhubungan dengan tuntutan keadilan bagi warga Negara, melainkan dengan sistem hukum berdasarkan konstitusi. 12 Mahkamah Konstitusi sebelumnya tidak dikenal dalam UUD NRI 1945, baik secara istilah maupun kelembagaannya. Keberadaan Mahkamah Konstitusi constitutional court dalam dunia ketatanegaaraan dewasa ini merupakan perkembangan baru yang menjadi trend, terutama bagi negara- negara yang baru mengalami peruabahan rezim dari otoriterian menuju 10 UUD NRI 1945 Pasal 24 ayat 2. 11 Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan AmandemenUlang Jakarta: Rajawali Pers, 2008, 235. 12 Jimly Assdiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945 Jakarta: FHUI Pers, 2012, 85. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id demokrasi. Setelah Indonesia memasuki era reformasi dan demokratisasi dewasa ini, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi itu menjadi luas diterima. 13 Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan diadopsinya ide Mahkamah Konstitusi constitutional court dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat 2, Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD NRI 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. 14 Amandemen ketiga UUD 1945 juga mengakhiri kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara. Saat ini semua lembaga Negara mempunyai kedudukan yang sama antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, saat ini MPR mengalami reformasi struktural dengan diterapkannya sistem pemisahan kekuasaan dan prinsip hubungan check and balances antara lembaga-lembaga Negara. Sehingga dapat dikatakan bahwa struktur ketatanegaraan kita berpuncak pada tiga cabang kekuasaan ditambah dengan kekuasaan eksaminatif yakni kekuasaan memeriksa keungan Negara yang dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Keempat kekuasaan tersebut saling mengontrol dan saling 13 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, tt, 192. 14 http:www.mahkamahkonstitusi.go.idindex.php?page=web.ProfilMKid=1 , diakses pada Tanggal 11 Mei 2015, 09:15 WIB. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengimbangi secara sederajat antara satu sama lain, yakni lembaga eksekuitf, legislative, yudikatif, dan eksaminatif. Konteks pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 dan Pasal 24 C ayat 1 sampai dengan ayat 6 UUD NRI 1945 pada perubahan ketiga, pada prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga dan memperkuat dasar-dasar konstitusionalisme sebuah perundang-undangan. Sehingga Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga yang diberikan otoritas untuk menafsirkan konstitusi UUD NRI 1945. Disisi lain Mahkamah Konstitusi juga menjadi lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa antar lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945. Hal ini merupakan upaya untuk mendorong dan menciptakan sistem ketatanegaraan yang demokratis. Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara membedakan atau memisahkan fungsi peradilan tertinggi dalam Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Dalam sistem common law seperti Amerika Serikat, tidak dirasakan keperluan semacam itu. Oleh karena itulah, yang bisa disebut sebagai the guardian of American Constitution di negara Amerika adalah Mahkamah Agung. Akan tetapi dalam sistem civil law seperti dinegara kita, dimana produksi Undang-undang sangat banyak sekali, maka keberadaan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id lembaga pengawal konstitusi diluar Mahkamah Agung yang merupakan lembaga pengawal undang-undang negara adalah sebuah keniscayaan. 15 Undang-undang Dasar suatu Negara merupakan cerminan kehendak seluruh rakyat yang berdaulat, sedangkan Undang-undang hanyalah kehendak politik para wakil rakyat bersama-sama dengan Pemerintah. Meskipun mereka adalah institusi-institusi yang dipilih oleh rakyat dan mencerminkan suara mayoritas rakyat, tetapi jika undang-undang yang bersangkutan dibentuk dengan cara ataupun norma-norma yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar, maka Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal UUD diberi kewenangan untuk menyatakan bahwa suatu undang-undang tidak mengikat untuk umum. 16 Berdasarkan latar belakang berdirinya Mahkamah Konstitusi yang sudah dijelaskan diawal, Mahkamah Konstitusi mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka mengawal konstitusi agar dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk penyelenggara negara. Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan sederajat dengan lembaga-lembaga Negara lainnya yang dalam kerangka prinsip check and balances agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara Negara. Mahkamah Konstitusi juga melakukan penafsiran terhadap Undang- Undang Dasar dan bertindak sebagai satu-satunya lembaga yang mempunyai 15 Nurudy Hady, Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi; Paham Konstitusionalisme Demokrasi Pasca Amandemen UUD 1945 Malang: Setara Press, 2010, 165. 16 Laporan Mahkamah Konstitusi tentang Pelaksanaan Putusan MPR RI pada sidang MPR akhir masa jabatan periode 1999-2004, Jakarta: MKRI, 3. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kewenangan tertinggi untuk menafsirkan UUD NRI 1945 the ultimate interpreter of the constitution. Mahkamah Konstitusi juga disebut dengan the guardian of the democrazy dikarenakan mempunyai kewenangan memutus perkara pemilu, yang mana pemilu merupakan reprsentasi dari pelaksaan demokrasi. Disampin itu, Mahkamah Konstitusi juga disebut dengan the protector of citizen right karena Mahka,ah Konstitusi melindungi segenap hak-hak konstitusional warga Negara. 17 Kewenangan Mahkamah Konstitusi terdapat dalam Pasal 24C ayat 1 UUD NRI 1945 yang berbunyi; “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” 18 Kewenangan tersebut di jabarkan pula dalam Pasal 10 Ayat 1 dan 2 UU 242003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi; 1 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c memutus pembubaran partai politik; dan d memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2 Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, 17 Hamdan Zoelfa, “Mahkama Konstitusi dan Masa Depan Negara Hukum Demokrasi Indonesia”, dalam Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Islam; Menyambut 73 Tahun Prof. H. Muhammad Tahir Azhary, S.H, ed Hamdan Zoelva Jakarta: Kencana, 2012, 53. 18 UUD NRI 1945 Pasal 24C ayat 1. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19 Kewenangan Mahkamah Konstitusi juga diatur dalam UU 482009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 29 Pasal 1 dan 2; 1 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c memutus pembubaran partai politik; d memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan e kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang. 2 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Pasal 29 ayat 1 huruf e memberikan ruang penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang diberikan oleh Undang-Undang. Selanjutnya, terdapat perubahan dan perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa pemilu, yang semula hanya pada pemilu legislatif dan pemilu Presiden, diperluas juga dengan kewenangan untuk memutus sengketa hasil Pemilukada. Kewenangan ini diatur dalam Pasal 236C UU 122008 tentang Pemda. “Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 bulan sejak undang-undang ini diundangkan ”. 20 19 Pasal 10 UU 242003 tentang Mahkamah Konstitusi. 20 Pasal 236C UU 122018 tentang Pemerintahan Daerah. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Undang-undang tersebut dipertegas lagi dengan adanya Pasal 29 ayat 1 huruf e UU 482009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi; “Kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang” 21 Dan dalam penjelasannya berbunyi: “Dalam ketentuan ini termasuk kewenangan memeriksa, dan memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah sesuai dengan ketentuan perundang- undangan” Penjelasan pasal tersebut menambah kewenangan Mahkamah Konstitusi diluar kewenangan yang telah diberikan oleh UUD NRI 1945 dalam Pasal 24C dan UU 242003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10, sehingga kewenangan Mahkamah Konstitusi bertambah yakni menyelesaikan sengketa Pemilukada. Berikut ini adalah penjelasan tentang kewenangan-kewenangan Mahkamah Konstitusi yang terdapat dalam UUD NRI 1945;

a. Pengujian Undang-Undang Judcial Review

22 Perubahan ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur hal baru dalam hal Kekuasaan Kehakiman, antara lain pengaturan tentang kewenangan hak menguji toetsingrecth yang dimiliki oleh hakim dalam melakukan pengujian Undang-undang terhadap UUD NRI 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang terhadap Undang- undang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. 21 Pasal 29 ayat 1 huruf e UU 482009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 22 Konsep pengujian peraturan perundang-undangan ini bisa dikaitkan dengan istilah Judicial Review, atau dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah toetsingsrecht, yang berarti hak menguji atau hak uji. Lihat Jimly Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Penggunaan istilah toetsingrecth dan judicial review mengandung arti yang sama, yaitu kewenangan untuk menguji atau meninjau. Perbedaannya adalah dalam istilah judicial review sudah secara spesifik ditentukan bahwa kewenangan tersebut dimiliki oleh pelaksana lembaga pengadilan, yakni hakim. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah perbedaan pada keduanya; 23 1 Hak Menguji toetsingrecth merupakan kewenangan untuk menilai peraturan perundang-undangan terhadap UUD, sedangkan judicial review tidak hanya menilai peraturan perundang-undangan tetapi juga administrative action terhadap UUD. 2 Hak Menguji toetsingrecth terhadap peraturan perundang-undangan tidak hanya dimiliki oleh hakim, tapi juga oleh lembaga Negara lain yang diberi kewenangan tersebut berdasarkan peraturan perundang- undangan. Sedangkan judicial review hanya merupakan kewenangan dari hakim pengadilan dalam kasus konkret di pengadilan. 24 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan hukum konstitusi melakukan pengujian tentang kesesuaian undang-undang dengan norma-norma yang terdapat dalam konstitusi baik menyangkut isi materi maupun prosedur formil. Mahkamah konstitusi memiliki kata akhir terhadap semua intepretasi konstitusi dan undang-undang, serta dapat membatalkan ketentuan undang- undang yang ditetapkan legislatif bersama Presiden. 25 Menurut Sri Soemantri, bahwa kewenangan menguji undang-undang dikenal ada dua macam, yaitu pengujian formal formele toetsingrecht dan pengujian materiil materiele toetsingrecht. Pengujian formal adalah wewenang untuk menilai apakah suatu produk legislatif sesuai dengan prosedur ataukah tidak, serta apakah suatu kekuasaan berhak mengeluarkan 23 Fatmawati, Hak Menguji Toetsingrecth yang dimiliki Hakim dalam System Hukum Indonesia Jakarta: Rajawali Pers, 2005, 5. 24 Ibid., 11. 25 Mustafa Luthfi, Hukum Sengketa Pemilukada di Indonesia Jogjakarta: UII Press, 2010, 21. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id suatu peraturan tertentu. Sedangkan pengujian materiil adalah wewenang untuk menyelidiki dan menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi. 26 Menurut Jimly Asshidiqie, dalam pengujian undang-undang menempatkan undang-undang sebagai objek peradilan, yang jika undang- undang tersebut terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, maka sebagian materi atau keseleruhan undang-undang itu dapat dinyatakan tidak lagi berlaku mengikat untuk umum. 27 Sedangkan menurut Mahfud MD, Judicial review ini dimaksudkan untuk menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan dengan konstitusi yang ada berupa Undang-undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia. Hal ini sangat penting, mengingat bahwa arti dari Konstitusi itu sendiri mencakup semua peraturan tentang organisasi penyelenggaraan Negara. 28

b. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara

Lembaga Negara dalam menjalankan fungsi-fungsinya tentu tidak lepas dari hubungan atau kerjasama dengan lembaga Negara yang lain. Hubungan antara lembaga-lembaga Negara memungkinkan terjadinya konflik, yaitu manakala suatu lembaga Negara yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan bekerja tidak sesuai dengan semestinya. Agar sistem itu tetap bekerja sesuai dengan yang dituju, maka konflik harus diselesaikan oleh lembaga Peradilan, dan disinilah Fungsi Mahkamah Konstitusi. 26 Sri Soemantri, Hak Menguji Materiil di Indonesia Bandunng: Alumni, 1997, 47. 27 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok, 589. 28 Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu Jakarta: Rajawali Pers, 2008, 257. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Mengenai peradilan sengketa kewenangan konstitusional lembaga Negara dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, subjek yang bersengketa subjectum litis haruslah lembaga Negara state institution, staat organ, public office menurut UUD NRI 1945. 29 Kedua, objek yang dipersengketakan objectum litia adalah pelaksanaan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945. 30 Lembaga Negara yang dimaksud disini adalah lembaga Negara yang mendapatkan kewenangan atribusi dari UUD 1945. Lembaga-lembaga Negara ini bisa dikaitkan dengan dengan pengertian alat-alat kelengkapan Negara dibidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, atau yang baisa kita kenal lembaga yang menjalankan fungsi trias politica. Kemudian ditambah dengan lembaga Negara lainnya seperti, Badan Pemeriksa Keuangan BPK dan KPK, yang disebut dengan lembaga eksaminatif. Maka, jika dalam pelaksanaannya timbul sengketa dengan lembaga lain, maka sengketa yang demikian itulah yang disebut sebagai sengketa kewenangan konstitusional lembaga Negara. 31 Persoalan saat ini yang hangat dan hadir ditengah-tengah masyarakat adalah terkait dengan dana aspirasi yang akan digunakan oleh anggota DPR. Padahal jika kita lihat fungsi dan tugas pokok dari DPR dalam UUD NRI 1945 Pasal 20A ayat 1 menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara, yang memiliki fungsi 29 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi Jakarta: Konpress, 2005. 67. 30 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, 593. 31 Contoh kasus perkara jenis ini, lihat Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara 068SKLN2004 tertanggal 12 November 2004 yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah DPD. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id antara lain; Pertama; fungsi legislasi, yaitu fungsi untuk membentuk undang- undang. Kedua; fungsi anggaran, yaitu fungsi untuk menyusun dan menetapkan anggaran pendapat belanja Negara. Ketiga; fungsi pengawasan, yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, undang-undang, dan peraturan pelaksana lainnya. Ketentuan diatas menunjukkan bahwa DPR bukanlah pengguna anggaran. Akan tetapi hanya sebatas pada tahap penganggaran APBN bersama pemerinta, bukan pengguna anggaran. Sehingga kemunculan dana aspirasi untuk para anggota DPR akan memberikan wewenang kepada mereka untuk ikut serta menggunakan anggaran. Hal ini akan mendudukannya sebagai pengguna anggaran yang posisi dalam pengelolaan keuangan negara berada di bawah Presiden dan bertentangan dengan UUD 1945.

c. Pembubaran Partai Politik

Partai Politik merupakan salah satu bentuk organisasi yang dibentuk oleh warga Negara untuk meperjuangkan kepentingan politik. Membentuk suatu organisasi adalah salah satu wujud dari adanya kebebasan berserikat. Kebebasan tersebut dipandang merupakan salah satu wujud dari adanya kebebasan berserikat. Kebebasan tersebut dipandang merupakan salah satu natural rights yang fundamental dan melekat pada manusia sebagai mahkluk sosial. Kebebasan berserikat terkait erat dengan hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta kebebasan berekspresi. 32 32 Muchamad Ali Syafa’at, Pembubaran Partai Politik Jakarta: Rajawali Pers, 2011, 37. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Partai Politik mempunyai posisi status dan peranan yang sangat penting dalam setipa sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga Negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan arah demokrasi. 33 Partai politik juga merupakan salah satu pilar demokrasi perwakilan. Karena itu perlembagaannya dan eksistensinya dilindungi oleh UUD NRI 1945 sebagai cerminan dari prinsip kemerdekaan berserikat freedom of association. 34 Oleh sebab itu tidak boleh ada partai politik yang dibubarkan dengan sewenang-wenangan oleh para penguasa. Pembubaran partai politik harus melalui Mahkamah Konstitusi sesuai dengan mekanimse yang ada. Hal ini berdasarkan Pasal 24C ayat 1 UUD NRI 1945. Meskipun tidak dapat kita pungkiri bahwa tidak sedikit partai politik yang anggotanya tersangkut kasus korupsi, namun hal itu tidak serta merta dapat membubarkan partai politik dengan semena-mena. Disisi lain proses penyelengaraan pemerintahan, baik legislatif maupun eksekutif, diisi oleh orang-orang yang dipilih secara demokratis melalu pemilihan umum. Pejabat Negara yang dipilih melalui Pemilihan umum berdasarkan Pasal 22E ayat 2, yakni untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Daerah DPD. Semua proses tersebut melibatkan peran penting dari partai politik, kecuali bagi Dewan Perwakilan 33 Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005, 52. 34 Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, 598. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Daerah DPD yang bisa melalui jalur independen atau golongan. Oleh sebab itu, partai politik tidak boleh dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh Presiden, pemerintah, maupun DPR secara semena-mena. Karena jika hal itu terjadi, maka partai politik sebagai kekuatan politik dapat dibubarkan oleh kekuatan politik lain yang menguasai parlemen DPR dan menduduki jabatan- jabatan eksekutif seperti Presiden. Untuk membatasi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, maka pembubaran partai politik tidak boleh dilakukan oleh aparat pemerintah atau parlemen. Satu-satunya lembaga yang diperkenankan oleh UUD 1945 memutuskan pembubaran partai politik adalah Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. 35 Sebagai salah satu contoh dalam upaya pembubaran partai politik pernah dialami oleh Partai Golkar. Pada tahun 2001, yayasan Pijar Indonesia melakukan upaya pembubaran Partai Golkar. Sebab partai tersebut menerima dana bantuan dari perseorangan atau lembaga melebihi aturan undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemilu. Saat itu kewenangan untuk membubarkan sebuah partai menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan saat ini telah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Pembubaran partai politik harus dilakukan oleh lembaga hukum dikarenakan partai politik merupakan perwujudan dari suara rakyat Indonesia yang harusd dijaga keberadaannya. 35 Ibid., 599. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

d. Memberikan Putusan atas Pendapat DPR Mengenai Dugaan

Pelanggaran oleh Presiden danatau Wakil Presiden Kewenangan selanjutnya yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden danatau wakil Presiden menurut Undang-undang. 36 Kewenangan ini diamanahkan dalam Pasal 24C ayat 2 jo Pasal 7B UUD NRI 1945 yang berbunyi; 1 Usul pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; danatau pendapat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Pelanggaran hukum yang dimaksud adalah pelanggaran hukum sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Jika pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh warga Negara biasa, maka warga Negara biasa tersebut diadili di pengadilan biasa pada umumnya. Akan tetapi karena yang melakukan pelanggaran ini bersifat istimewa karena menduduki jabatan sebagai Presiden atau wakil Presiden, maka proses peradilannya memalui peradilan khusus, yakni Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itu, forum peradilan di Mahkamah Konstitusi dalam perkara pemakzulan ini disebut 36 Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden; Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945 Jakarta: Konpress, 2005, 50. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan “forum previligiatum” atau forum istimewa bagi warga Negara yang menduduki jabatan Presiden dan Wakil Presiden. 37 Namun ada hal yang perlu catat, bahwa keputusan Mahakamah Konstitusi yang memutuskan bahwa Presiden dan atau wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti dalam Pasal 7B UUD NRI 1945, tidak bersifat final karena tunduk pada putusan MPR. 38 Putusan tersebut akan disampaikan kembali ke DPR, dan oleh DPR diusulkan kepada MPR. Dan selanjutnya MPR wajib melakukan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut. 39

e. Memutus sengketa PemiluPemilukada

Ketentuan Pasal 24C UUD 1945 telah merumuskan bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi antara la in adalah “memutus perselisihan tentang hasil Pemilu”. Perselisihan Pemilihan Umum adalah perselisihan antara peserta pemilihan umum dengan penyelenggara pemilihan umum. 40 Dalam perselisihan hasil pemilu, para peserta pemilu dapat saja tidak puas atas hasil Pemilu. Jika mereka tidak puas, maka mereka dapat mengajukan permohonan perkara ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi. Awalnya sengketa Pemilu yang dimaksud hanya meliputi sengketa Pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat 2 UUD NRI 1945, yakni Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan 37 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, 601. 38 Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen, 224. 39 UUD NRI 1945 Pasal 7B ayat 6. 40 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, 596. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun setelah lahirnya UU 122008 tentang perubahan UU 322004 tentang Pemda Pasal 236C, mengalihkan kewenangan mengadili sengketa Pemilukada dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi. Maka semenjak lahirnya Pasal tersebut, maka perselisihan hasil Pemilkuada yang semula menjadi kewenangan Mahkamah Agung dialihkan ke Mahkamah Konstitusi paling lama 18 bulan kedepan sejak Undang-Undang tersebut ditetapkan. Dan kewenangan mengadili perselisihan hasil Pemilukada baru berjalan efektif sejak pelimpahan kewenangan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi sejak 29 Oktober 2008. 41

2. Kewenangan Mahkamah Agung

Amandemen UUD NRI 1945 telah menempatkan Mahkamah Agung tidak lagi sebagai satu-satunya kekuasaan Kehakiman, tetapi Mahkamah Agung hanya salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Dalam UUD NRI 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, disamping Mahkamah Konstitusi. 42 Mahkamah Agung dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman terlepas dari pengaruh-pengaruh lainnya. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna 41 Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi 2008, Menegakkan Keadilan Substansif Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, 6. 42 UUD NRI 1945 Pasal 24 ayat 2. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. 43 Berdasarkan UUD NRI 1945 perubahan ketiga Pasal 24A ayat 1 disebutkan bahwa tugas Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap Undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-undang. Berikut ini adalah kewenang Mahkamah Agung berdasarkan UUD NRI 1945;

a. Menguji Undang-Undang dibawah Undang-undang

Kewenangan yang diberikan konstitusi kepada Mahkamah Agung diantaranya adalah sebagai pelaksana Kekuasaan Kehakiman, yakni menguji

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Putusan Pengadilan Agama Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

0 17 2

Tinjauan Yuridis Pergantian Antarwaktu Pejabat Badan Pemeriksaan Keuangan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/Puu-Xi/2013)

0 39 201

Legal Standing Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi RI ( Tinjauan Yuridis dan Praktis Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

0 15 101

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

0 4 65

PENDAHULUAN Model Tentang Kemandirian Komisi Pemilihan Umum Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota (Perspektif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).

0 2 16

Politik Hukum Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 (Studi implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008).

0 0 2

UNDANG-UNDAN G REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG -UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 35

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang

0 0 158

DINAMIKA POLITIK LEGISLASI DALAM KONTEKS UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR

0 0 16