HUBUNGAN STATUS ESTROGEN RECEPTOR (ER), PROGESTERON RECEPTOR (PR), DAN HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR–2 (HER–2) DENGAN DERAJAT KEGANASAN KANKER PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

RELATIONSHIP ESTROGEN RECEPTOR (ER) STATUS,

PROGESTERON RECEPTOR (PR) STATUS, ANDHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR2(HER–2) WITH MALIGNANCY DEGREES OF BREAST CANCER IN ABDOEL MOELOEK HOSPITAL

BANDAR LAMPUNG

By

RIA JANITA RIDUAN

Breast cancer is one of the highest malignancy and have a fairly high mortality in women. The level of malignancy of breast cancer can be judged by the degree of malignancy of breast cancer. In addition to the estrogen receptor, progesterone receptor and HER–2 that is expressed in breast cancer can also predict cancer prognosis significantly.

This study aims to determine the relationship of estrogen receptor status, progesterone receptor, and HER–2 with the degree of malignancy of breast cancer. Subjects used is breast cancer patients who have known the degree of malignancy, the status of ER, PR and HER–2 in 2014–2015 in hospitals Abdoel Moeloek Bandar Lampung earned by 54 people.

The results showed that the age of majority is obtained at the age of 41–50 years as many as 25 respondents (46.3%), status of ER, PR and HER–2 is the most negative as many as 32 respondents (59.3%) in the ER and PR status, a total of 33 respondents (61.1%) in HER–2, while the highest degree that is grade 3 as many as 41 respondents (75.9%). Results of the analysis of Chi–Square test was obtained p<0.05 except for the HER–2. So it can be concluded that there is a relationship between receptor status of ER, PR with the degree of malignancy of breast cancer.

Keyword: breast cancer, histological grade, estrogen receptor, progesterone receptor, HER–2


(2)

HUBUNGAN STATUSESTROGEN RECEPTOR(ER),PROGESTERON RECEPTOR(PR), DANHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR2(HER–2) DENGAN DERAJAT KEGANASAN KANKER

PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

RIA JANITA RIDUAN

Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka kematian cukup tinggi pada wanita. Tingkat keganasan kanker payudara dapat dinilai dengan derajat keganasan kanker payudara. Selain itu reseptor estrogen, reseptor progesteron dan HER–2 yang diekspresikan pada kanker payudara juga dapat memprediksi prognosis kanker secara signifikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status reseptor estrogen, reseptor progesteron, dan HER–2 dengan derajat keganasan kanker payudara. Subjek penelitian yang digunakan adalah pasien kanker payudara yang telah diketahui derajat keganasan, status ER, PR dan HER–2 pada tahun 2014–2015 di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung yang didapatkan sebesar 54 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia terbanyak didapatkan pada usia 41–50 tahun yaitu sebanyak 25 responden (46,3%), status ER, PR dan HER–2 terbanyak adalah negatif yaitu sebanyak 32 responden (59,3%) pada status ER dan PR, sebanyak 33 responden (61,1%) pada HER–2, sedangkan derajat terbanyak yaitu derajat 3 sebanyak 41 responden (75,9%). Hasil uji analisis Chi-Square didapatkan p<0,05 kecuali pada HER–2. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status reseptor ER, PR dengan derajat keganasan kanker payudara.

Kata kunci: kanker payudara, derajat keganasan, estrogen receptor,progesteron receptor, HER–2


(3)

HUBUNGAN STATUSESTROGEN RECEPTOR(ER),PROGESTERON RECEPTOR(PR), DANHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR2 (HER–2) DENGAN DERAJAT KEGANASAN KANKER

PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

Ria Janita Riduan

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Ria Janita Riduan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi Payudara... 8

2. Histologi Payudara... 11

3. Karsinoma Duktal In Situ ... 16

4. Kerangka Teori ... 36

5. Kerangka Konsep... 37


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Penderita Kanker Payudara 2. Data Distribusi Frekuensi Usia 3. Data Distribusi Frekuensi Status ER 4. Data Distribusi Frekuensi Status PR 5. Data Distribusi Frekuensi Status HER–2 6. Data Distribusi Frekuensi Derajat Keganasan 7. Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan 8. Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan 9. Hubungan Status HER–2 dengan Derajat Keganasan


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun ...24

2. Skor Quick Allred ...30

3. Sistem Grading HER–2...34

4. Definisi Operasional Variabel...42

5. Karakteristik Umur Pasien Kanker Payudara ...47

6. Distribusi Frekuensi Status Reseptor Estrogen...48

7. Distribusi Frekuensi Status Reseptor Progesteron ...48

8. Distribusi Frekuensi Status Reseptor HER–2 ...49

9. Distribusi Frekuensi Derajat Keganasan...49

10. Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan ...51

11. Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan ...52


(8)

(9)

(10)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Januari 1995, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Riduan Asyhari, S.H. dan Nurmasari.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartika II-22 Kota Bandar Lampung pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2012.

Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi PMPATD PAKIS Rescue Team dan FSI Ibnu Sina. Penulis aktif sebagai anggota tetap Divisi Pengabdian Masyarakat PMPATD PAKIS Rescue Team dan anggota bidang syiar FSI Ibnu Sina. Pada tahun ketiga penulis menjabat sebagai Sekretaris Divisi Pengabdian Masyarakat PMPATD PAKIS Rescue Team.


(11)

(12)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Hubungan Status Estrogen Receptor (ER), Progesteron Receptor (PR), dan Human Epidermal Growth Factor Receptor–2 (HER–2) dengan Derajat Keganasan Kanker Payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Bapak Dr. dr.Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung serta selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

4. Ibu dr. Hanna Mutiara, M.Kes., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

5. Ibu dr. Indri Windarti, Sp.PA yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik atas penyelesaian skripsi ini;

6. Ibu dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik saya yang telah mensupport saya dalam menyelesaikan kegiatan akademik;

7. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

8. Seluruh staf Bagian Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas Lampung serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.Terima kasih atas bantuan dan dukungannya;

9. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Bandar Lampung, bagian diklat, bagian onkologi, patologi anatomi, ruang mawar, dan rekam medik Bu Tati, Mba Yani, Mas Rusli, Mas Fadli dan staf lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi; 10. Mba Lutfi, Mba Lisa, Mba Qori, Mba Widya, Bu Juju, Pak, Makmun,Pak

Anomali, Pak Iskandar, Pak Pangat atas bantuannya dalam penyelesaian kegiatan akademik, pelaksanaan seminar dan ujian skripsi;

11. Terima kasih yang tanpa akhir kepada mamaku Kapten Caj (K) Nurmasari dan papaku Riduan Asyhari, S.H., yang selalu memberikan doa, perhatian, semangat, motivasi, dukungan baik moril maupun materiil, kesabaran serta


(14)

12. Teruntuk kakekku Hj. Ahmad Syarifudin, kakak dan adik-adik tercinta Rima Noveristi Riduan, Amd.Keb., Risa Destriani Riduan, dan Rianti Cesar Novanra Riduan yang selalu memberikan semangat, motivasi serta keceriaan di sela-sela penatnya penyelesaian skripsi;

13. Teruntuk sahabat fillah Sheba Denisica Nasution, Septina Ashariani, Zsa-Zsa Febryana, dan Sartika Safitri yang telah memberikan semangat, motivasi dan sharing selama ini;

14. Teman seperjuangan penelitian Ratna Agustina, dan Singgih Suhan Nanto atas segala dukungan dan bantuannya dalam proses penelitian;

15. Teman-teman Lactobacillus; Arief Saputra, Teni Arianca Ligina, Rima Hayati, Nora Hima, dan Teman-teman COSFIS Ica, Kiki, Vidia, Agus Fathul Muin Farid yang telah memberi semangat dan motivasi, semoga kita semua sukses kedepannya;

16. Teman-teman Zahra Zettira, Hera Julia Garamina, Fetiara Nur Annisa Erfa, Yesti Mulia Eryani, Kharisma Mr, Kak Guntur Sulistyo, Desti Nurul Qomariyah, Indhraswari Dyah, Eduard yang telah memberi motivasi dan semangat;

17. Teman KKN Santiago Jaya yang selalu memberi semangat dan berbagi kebahagiaan dari KKN sampai sekarang;

18. Teman-teman seperjuangan PABEA TNI 2015 yang telah menambah motivasi dan semangat saya;


(15)

19. Teman-teman PMPATD PAKIS Rescue Team, dan khususnya Divisi Pengabdian Masyarakat terima kasih atas dukungannya selama ini;

20. Teman-teman angkatan 2012 yang telah membantu dalam proses belajar yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

21. Kakak tingkat angkatan 2010 dan 2011 yang telah memberikan pengalamannya dalam belajar serta adik-adik tingkat angkatan 2013 yang telah membantu dalam pelaksanaan seminar.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Payudara ... 7

2.1.1 Anatomi ... 7

2.1.2 Fisiologi ... 9

2.1.3 Histologi ... 10


(17)

ii

2.2.1 Definisi ... 12

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ... 12

2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara ... 15

2.2.4 Diagnosis ... 18

2.2.5 Terapi ... 21

2.2.6 Prognosis... 24

2.3Sistem Grading Kanker Payudara ... 24

2.4Reseptor Pada Kanker Payudara ... 26

2.4.1 Reseptor Estrogen ... 26

2.4.2 Reseptor Progesteron ... 30

2.4.3 HER–2 ... 32

2.5Kerangka Penelitian ... 34

2.5.1 Kerangka Teori ... 34

2.5.2 Kerangka Konsep ... 37

2.6Hipotesis Penelitian ... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 38

3.2Waktu dan Tempat ... 38

3.3Populasi dan Sampel ... 39

3.4Variabel Penelitian ... 40

3.4.1 Variabel Bebas ... 40

3.4.2 Variabel Terikat ... 41

3.5Definisi Operasional Variabel ... 41


(18)

3.7Pengolahan Data ... 43

3.8Analisis Data ... 44

3.9Etika Penelitian ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Karakteristik Subjek ...46

4.1.2 Analisis Univariat ...47

4.1.3 Analisis Bivariat ... 50

4.2Pembahasan ... 54

4.2.1 Karakteristik Usia ... 54

4.2.2 Status Reseptor Estrogen ... 55

4.2.3 Status Reseptor Progesteron ... 55

4.2.4 Status HER–2 ... 56

4.2.5 Derajat Keganasan... 57

4.3Analisis Bivariat ... 57

4.3.1 Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan ... 57

4.3.2 Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan ... 59

4.3.3 Hubungan Status HER-2 dengan Derajat Keganasan ... 60

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan ... 63

5.2Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka kematian cukup tinggi pada wanita. Setiap tahun terdapat 7 juta penderita kanker payudara dan 5 juta orang meninggal. Kasus kematian kanker payudara di dunia pada tahun 2011 menunjukkan terdapat sekitar 508.000 kasus (WHO, 2013). Menurut American Cancer Society (2015), terdapat 231.840 kasus baru kanker payudara (29%) dan 40.290 kasus kematian (15%). Kasus kanker payudara di negara berkembang telah mencapai lebih dari 580.000 kasus setiap tahun dan kurang lebih 372.000 pasien atau 64% dari jumlah kasus tersebut meninggal karena kanker payudara (Suryaningsih & Sukosa, 2009).

Menurut data dari Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kanker payudara merupakan kanker dengan persentase kasus baru tertinggi di dunia, yakni sebesar 43,3% atau sebesar 40 per 100.000 perempuan sedangkan persentase kasus kematian akibat kanker payudara sebesar 12,9% (Kemenkes, 2014). Kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Hasil penelitian


(20)

membuktikan bahwa terdapat 26 kasus per 100.000 penduduk wanita setiap tahun yang mengalami kanker payudara (Ibrahim, 2008).

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2004-2008, kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi pada pasien kanker rawat inap di semua RS di Indonesia dengan proporsi sebesar 18,3% (Kemenkes, 2013). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kanker payudara di daerah Lampung sekitar 0,3% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data kesakitan dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung bulan Februari tahun 2013, pada beberapa puskesmas ditemukan kasus kanker payudara yang dirujuk ke RS Abdoel Moeloek. Hasil diperoleh bahwa Puskesmas Rawat Inap Kedaton memiliki angka kasus kanker payudara tertinggi yaitu 16 kasus lama dan 8 kasus baru pada rentang usia 20-69 tahun dibanding puskesmas lain (Dinkes Kota Bandar Lampung, 2013).

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi karena terganggunya sistem pertumbuhan sel didalam jaringan payudara. Sel abnormal bisa tumbuh di bagian-bagian jaringan payudara dan mengakibatkan kerusakan yang lambat tetapi pasti. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai pembungkus (Mardiana, 2009).


(21)

3

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker payudara yaitu gaya hidup, makanan siap saji, polusi lingkungan, penggunaan insektisida, zat pengawet, zat pewarna, zat penyedap, stress yang berkepanjangan, perkembangan zaman, keadaan hormonal (estrogen dominan) dan genetik (Ranggiasanka, 2010; Kusminarto, 2005).

Kelainan payudara dapat dideteksi dini melalui beberapa pemeriksaan antara lain adalah thermography, mammography, ductography, biopsi, dan USG payudara. Selain itu, cara yang lebih mudah dan efisien untuk mendeteksi kelainan payudara oleh diri sendiri adalah pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) (Suryaningsih & Sukosa, 2009).

Tingkat keganasan kanker payudara dapat dinilai dengan derajat keganasan kanker payudara. Sistem ini menilai kanker payudara berdasarkan tiga karakteristik tumor yaitu pembentukan tubulus, pleomorfisme nukleus, dan hitung mitosis (Kumar et al., 2007). Skala penilaian ini terdiri dari Grade 1 (differensiasi baik),Grade2 (differensiasi sedang), danGrade3 (differensiasi buruk) (American Cancer Society, 2013). Derajat keganasan/grading adalah faktor yang dapat digunakan untuk mengetahui prognosis kanker payudara (Handaet al., 2015).

Sel pada kanker payudara dapat mengekspresikan reseptor esterogen dan progesteron. Ada atau tidaknya reseptor tersebut dapat mempengaruhi pemberian terapi kanker payudara (Davey, 2006). Status reseptor estrogen


(22)

(ER) dan reseptor progesteron (PR) dapat memprediksi prognosis kanker payudara secara signifikan (Aryandano et al., 2006). Berdasarkan penelitian di Amerika, kejadian kanker payudara dengan ER(+)/PR(+) mencapai 63%, ER(+)/PR(–) 13%, ER(–)/ PR(+) 3% dan ER(–)/PR(–) 21% (Dunnwaldet al., 2007). Selain itu, terdapat pula peranan Human Epidermal Growth Factor Receptor–2 (HER–2) yang penting dalam pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi sel (Gray & Gallick, 2010; Grushko & Olopade, 2008). Status ekspresi HER–2 penting untuk mengetahui prognosis, prediksi, dan terapi kanker payudara (Ayadi et al., 2008). Reseptor HER–2 (+) terjadi pada 20– 25% dari kanker payudara (Chabner & Longo, 2011).

Semakin cepat mengetahui prognosis kanker payudara maka angka kematian penderita kanker payudara dapat ditekan dengan cara pemberian terapi yang tepat. Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam mengetahui prognosis kanker payudara yaitu derajat keganasan, status reseptor estrogen, reseptor progesteron, dan HER–2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status reseptor esterogen, reseptor progesteron dan ekspresi HER–2 dengan derajat keganasan kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung dikarenakan Rumah Sakit tersebut merupakan Rumah Sakit tipe B yang mendapatkan rujukan dari beberapa rumah sakit atau puskesmas layanan primer.


(23)

5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah :

a. Apakah terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat keganasan kanker pada pasien kanker payudara.

b. Apakah terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan derajat keganasan kanker pada pasien kanker payudara.

c. Apakah terdapat hubungan status HER–2 dengan derajat keganasan kanker psada pasien kanker payudara.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan status estrogen receptor (ER), progesteron receptor (PR), dan HER–2 dengan derajat keganasan kanker payudara.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

b. Mengetahui hubungan status progesteron receptor (PR) dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.


(24)

c. Mengetahui hubungan status HER–2 dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan dan dapat mengembangkan keilmuan peneliti terutama mengenai derajat keganasan dan pemeriksaan reseptor pada penderita kanker payudara.

1.4.2 Bagi Penderita Kanker Payudara

Diharapkan dapat dijadikan sebagai data ilmiah untuk membantu penderita dalam mengetahui prognosis melalui derajatkeganasanserta status reseptor.

1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan dapat menjadi bahan acuan ataupun sebagai informasi yang bermanfaat tentang kanker payudara bagi penelitian-penelitian berikutnya.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara

2.1.1 Anatomi Payudara

Payudara adalah suatu kelenjar yang terdiri atas jaringan lemak, kelenjar fibrosa, dan jaringan ikat (Faiz & Moffat, 2003). Jaringan ikat memisahkan payudara dari otot–otot dinding dada, otot pektoralis dan otot serratus anterior (Price, 2012). Payudara terletak di fascia superficialis yang meliputi dinding anterior dada dan meluas dari pinggir lateral sternum sampai linea axillaris media, dan pinggir lateral atas payudara meluas sampai sekitar pinggir bawah musculus pectoralis major dan masuk ke axilla. Pada wanita dewasa muda payudara terletak di atas costa II–IV (Snell, 2006).

Secara umum payudara dibagi atas korpus, areola dan puting. Korpus adalah bagian yang membesar. Di dalamnya terdapat alveolus (penghasil ASI), lobulus, dan lobus. Areola merupakan bagian yang kecokelatan atau kehitaman di sekitar puting (Faiz & Moffat, 2003). Tuberkel–tuberkel Montgomery adalah kelenjar sebasea pada permukaan areola (Price, 2012).


(26)

Puting (papilla mammaria) merupakan bagian yang menonjol dan berpigmen di puncak payudara dan tempat keluarnya ASI (Faiz & Moffat, 2003). Puting mempunyai perforasi pada ujungnya dengan beberapa lubang kecil, yaitu apertura duktus laktiferosa (Price, 2012).

Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal, yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui vena dalam dan vena supervisial yang menuju vena kava superior sedangkan aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit, puting, dan aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan demikian, limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar (Sloane, 2004).


(27)

9

2.1.2 Fisiologi Payudara

Kelenjar payudara mencapai potensi penuh pada perempuan saat menarke; pada bayi, anak–anak, dan laki–laki, kelenjar ini hanya berbentuk rudimenter. Fungsi utama payudara wanita adalah menyekresi susu untuk nutrisi bayi. Fungsi ini diperantarai oleh hormon estrogen dan progesteron (Price, 2012).

Payudara wanita mengalami tiga tahap perubahan perkembangan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama terjadi sejak masa pubertas, dimana estrogen dan progesteron menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Selain itu yang menyebabkan pembesaran payudara terutama karena bertambahnya jaringan kelenjar dan deposit lemak (Price, 2012).

Perubahan kedua sesuai dengan siklus menstruasi, yaitu selama menstruasi terjadi pembesaran vaskular, dan pembesaran kelenjar sehingga menyebabkan payudara mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri saat menstruasi. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru (Sjamsuhidajat& de Jong, 2005; Price, 2012).


(28)

Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan, payudara menyekresikan kolostrum karena adanya sekresi hormon prolaktin dimana alveolus menghasilkan ASI, dan disalurkan ke sinus kemudian melalui duktus ke puting susu (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Setelah menyapih, kelenjar lambat laun beregresi dengan hilangnya jaringan kelenjar. Pada saat menopause, jaringan lemak beregresi lebih lambat bila dibandingkan dengan jaringan kelenjar, namun akhirnya akan menghilang meninggalkan payudara yang kecil dan menggantung (Price,2012).

2.1.3 Histologi Payudara

Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia dan status fisiologis. Setiap kelenjar payudara terdiri dari 15−25 lobus yang tersusun radier di sekitar puting, yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap lobus, dipisahkan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak, yang merupakan kelenjar ductus ekskretorius lactiferus. Ductus ini bermuara kepapilla mammae (Junqueira &Carneiro, 2007). Jaringan ikat akan memadat membentuk pita fibrosa yang tegak lurus terhadap substansi lemak. Pita ini mengikat lapisan dalam darifascia subkutan payudara pada kulit. Pita tersebut disebut dengan ligamentum cooper atau ligamentum suspensorium payudara. Setiap lobus berbeda– beda, sehingga penyakit yang menyerang satu lobus tidak menyerang lobus lainnya (Price, 2012).


(29)

11

Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan beberapa cabang sinus ini, yaitu duktus laktiferus. Struktur khas kelenjar dan lobus pada wanita dewasa berkembang pada ujung duktus terkecil. Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke dalam satu duktus terminal dan terdapat dalam jaringan ikat longgar. Duktus laktiferus menjadi lebar dan membentuk sinus laktiferus di dekat papilla mammae. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara luarnya yang kemudian berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid. Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal merupakan epitel selapis kuboid dan dibungkus sel mioepitel yang berhimpitan (Junqueira & Carneiro, 2007).


(30)

2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Definisi

Kanker payudara adalah sekelompok sel abnormal pada payudara yang terus tumbuh berlipat ganda dan pada akhirnya sel–sel ini membentuk benjolan di payudara (Kasdu, 2005). Kanker payudara merupakan jenis tumor ganas yang dapat berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Kanker payudara terjadi karena ada kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan differensiasi sel, sehingga sel ini tumbuh tak terkendali (Mardiana, 2004). Usia penderita kanker payudara termuda adalah 20–29 tahun, tertua adalah 80–89 tahun, dan terbanyak adalah berumur 40–49 tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas (Wiknjosastro, 2007).

2.2.2 Etiologi dan faktor resiko

Etiologi dari kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor–faktor resiko tersebut adalah:

a. Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian, wanita lebih beresiko menderita kanker payudara daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1% dari seluruh kanker payudara.


(31)

13

b. Faktor usia

Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usia 40–50 tahun.

c. Riwayat keluarga

Adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga merupakan faktor resiko terjadinya kanker payudara.

d. Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya

Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas. e. Faktor genetik

Pada suatu studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Bila terdapat mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yaitu gen suseptibilitas kanker payudara, maka probabilitas untuk terjadi kanker payudara adalah sebesar 80%.

f. Faktor hormonal

Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.

g. Usiamenarche

Berdasarkan penelitian, menarche dini dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen.


(32)

h. Menopause

Menopause yang terlambat dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan resiko kanker payudara 3%.

i. Usia pada saat kehamilan pertama >30 tahun.

Resiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.

j. Nulipara/belum pernah melahirkan

Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko kanker payudara sebesar 30% dibandingkan dengan wanita yang multipara. k. Tidak Menyusui

Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan–bahan karsinogenik selama menyusui.

l. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama, diet tinggi lemak, alkohol, dan obesitas (Rasjidi & Hartanto, 2009).

Perkiraan faktor resiko relatif pada riwayat keluarga yang memiliki keluarga perempuan dengan kanker ovarium usia <50th beresiko lebih tinggi yaitu sekitar >5% dibanding ibu/ saudara kandung penderita kanker payudara atau keluarga yang berhubungan satu tingkat pertama yaitu >2%. Sedangkan pada riwayat pribadi, penderita yang pernah melakukan biopsi payudara dengan LCIS/DCIS memiliki resiko lebih tinggi yaitu 8–10% dibanding dengan hyperplasia atipikal yaitu 4–5%. Faktor riwayat


(33)

15

reproduksi pada menarche dini (<12tahun), menopause terlambat dan usia kehamilan pertama cukup tua (>30tahun)/nulliparitas memiliki resiko sekitar 2%. Pada pengguna kombinasi estrogen/progesteron beresiko sekitar 2% dibandingkan dengan pengguna kontrasepsi oral, peningkatan berat badan usia dewasa, gaya hidup menetap dan konsumsi alkohol, yaitu sekitar 1,5% (Stopeck, 2014).

2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara

Kanker payudara dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis berdasarkan sel kanker yang terlihat dibawah mikroskop (American Cancer Society, 2013). Berdasarkan American Cancer Society, (2013), kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Ductal Carcinoma In Situ

Ductal Carcinoma In Situ (DCIS, dikenal juga sebagai karsinoma intraductal) adalah kanker payudara yang non–invasif atau pra–invasif. DCIS berarti sel–sel yang berjajar di duktus berubah terlihat seperti sel– sel kanker. Sel–sel kanker melalui dinding duktus ke sekitar jaringan payudara belum menyebar (menginvasi). Karena belum menginvasi, DCIS tidak dapat menyebar (metastasis) ke luar payudara. Namun pada beberapa kasus dapat berubah menjadi kanker invasif (American Cancer Society, 2013).


(34)

Gambar 3. Karsinoma Duktal In Situ (Sumber:America Cancer Society, 2013)

b. Invasive Ductal Carcinoma

Invasive Ductal Carcinoma (IDC) dimulai dari saluran susu (duktus) payudara, menerobos dinding duktus, dan tumbuh ke dalam jaringan lemak payudara. Kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh melalui sistem limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dari 10 kanker payudara invasif yang menginfiltrasi karsinoma duktal (American Cancer Society, 2013).

c. Invasive Lobular Carcinoma

Invasive Lobular Carcinoma (ILC) dimulai dalam kelenjar (lobulus) yang memproduksi susu. Seperti IDC, kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh. Sekitar 1 dari 10 payudara invasif kanker adalah ILC (American Cancer Society, 2013).


(35)

17

d. Kanker payudara inflamasi

Jenis kanker payudara invasif yang jarang sekitar 1% hingga 3% dari seluruh kanker payudara. Biasanya tidak ada benjolan tunggal atau tumor. Sebaliknya, inflamasi kanker payudara membuat kulit pada payudara terlihat merah dan terasa hangat. Hal ini juga dapat memberikan kulit payudara tebal, gambaran yang terlihat seperti an orange peel(American Cancer Society, 2013).

e. Penyakit Paget dari puting

Kanker payudara ini dimulai di duktus payudara dan menyebar ke kulit puting dan kemudian ke areola. Kanker ini jarang terjadi, terhitung hanya sekitar 1% dari semua kasus kanker payudara. Kulit puting dan areola sering muncul krusta, bersisik, dan merah, dengan area perdarahan atau mengalir. Pasien mungkin melihat terbakar atau gatal (American Cancer Society, 2013).

f. Tumor Phylloides

Tumor payudara ini sangat jarang berkembang dalam stroma (jaringan ikat) payudara, berbeda dengan karsinoma, yang berkembang di saluran atau lobulus. Nama lain untuk ini tumor termasuk tumor phylloides dan phyllodes cystosarcoma. Tumor ini biasanya jinak namun mungkin ganas (American Cancer Society, 2013).


(36)

g. Angiosarcoma

Bentuk kanker dimulai di sel yang melapisi pembuluh darah atau pembuluh getah bening. Ini jarang terjadi pada payudara. Biasanya berkembang sebagai komplikasi dari pengobatan radiasi sebelumnya. Ini adalah komplikasi yang sangat jarang dari terapi radiasi payudara yang dapat mengembangkan sekitar 5 sampai 10 tahun setelah radiasi. Kanker ini cenderung tumbuh dan menyebar dengan cepat (American Cancer Society, 2013).

2.2.4 Diagnosis

a. Tanda dan Gejala Kanker Payudara

Gejala–gejala yang dapat terjadi pada kanker payudara adalah adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan. Perubahan kulit pada payudara antara lain kulit tertarik (skin dimpling), benjolan yang dapat dilihat (visible lump), gambaran kulit jeruk (peu d’orange), eritema dan ulkus. Kelainan pada puting diantaranya puting tertarik (nipple retraction), eksema, dan cairan pada puting (nipple discharge) (Gleadle, 2007).

b. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pada penyakit kanker payudara bisa didapatkan keluhan benjolan, nyeri, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa tarikan pada kulit (skin dimpling), gambaran kulit jeruk (peau


(37)

19

d’orange), ulserasi, perubahan warna kulit, dan ruam sekret dari puting. Ditanyakan pula apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, di leher atau tempat lain. Riwayat penyakit dahulu apakah sebelumnya pernah mengalami penyakit payudara, benjolan, mamografi, biopsi, masektomi, radioterapi, atau kemoterapi. Riwayat penggunaan tamoksifen atau estrogen, riwayat kanker payudara dalam keluarga. Gejala sistemik yang mungkin menunjukkan penyakit metastatik, seperti penurunan berat badan, nyeri punggung, ikterus, atau limfadenopati (Gleadle, 2007).

Pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi dan palpasi. Inspeksi payudara dilakukan untuk melihat bentuk, ukuran, simetris serta abnormalitas kulit seperti adanya benjolan yang tampak, eritema, tarikan pada kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau d’orange), nodul satelit, dan kelainan areola serta puting seperti puting tertarik (nipple retraction), eksema, dan keluarnya cairan dari puting (Gleadle, 2007).

Pada palpasi pasien diminta untuk berada dalam posisi berbaring, mengangkat kedua lengan keatas kepala dengan pundak diganjal bantal kecil. Kemudian dilakukan palpasi payudara menggunakan bantalan tiga jari tangan yaitu bagian polar distal jari 2,3, dan 4. Jika ditemukan benjolan maka periksa dengan teliti lokasi, ukuran, konsistensi, permukaan, mobilitas, batas tegas/tidak, nyeri serta hubungan dengan


(38)

kulit di atasnya atau struktur dibawahnya. Kemudian lakukan pula palpasi pada limfadenopati aksilaris, infraklavikularis dan supraklavikularis (Gleadle, 2007).

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kanker payudara yang dapat dilakukan antara lain mammografi, CT scan pada payudara, ultrasonografi (USG), MRI payudara, pemeriksaan biopsi jarum halus, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan tumor marker untukfollow up (Davey, 2006). Pemeriksaan histopatologi masih menjadi gold standar diagnosis kanker payudara yang dilakukan dengan cara memeriksa contoh jaringan tumor yang diambil melalui biopsi (Kemenkes, 2013). Salah satu cara biopsi yaituFine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dengan menggunakan jarum tipis dengan pusat berrongga untuk menghapus sampel sel dari daerah yang mencurigakan untuk menentukan jenis sel kanker jinak/ganas (Yu et al., 2012). Pemeriksaan patologi anatomi lain yang paling penting adalah mengetahui status ER (Estrogen Receptor), PR (Progesteron Receptor) dan HER–2 untuk pemilihan terapi yang tepat (Kemenkes, 2015).


(39)

21

2.2.5 Terapi Kanker Payudara

Tujuan utama pengobatan kanker payudara pada tahap awal adalah untuk mengangkat tumor dan membersihkan jaringan sekitar tumor. Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan, yaitu lumpectomy dimana tumor tersebut diangkat, atau dengan pembedahan mastectomy, dimana sebagian payudara yang mengandung sel kanker diangkat, atau seluruh payudara diangkat. Selain terapi pembedahan juga ada radioterapi adjuvan, dimana terapi ini berfungsi untuk mengurangi resiko rekurensi tumor lokal setelah operasi. Selain pembedahan dan radioterapi, juga dilakukan kemoterapi dan terapi hormon (Davey, 2006).

a. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel–sel kanker, dapat diberikan dalam bentuk infus atau oral (tablet). Kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur dengan mekanisme berbeda. Umumnya terapi agresif (kombinasi lebih dari 2 macam modalitas, antara lain: radiasi, kemoterapi, hormonal, target terapi, dan antibodi monoklonal dapat diberikan pada pasien yang kondisi dan keadaan umumnya baik dengan tujuan untuk menghilangkan tumor dengan cepat (Roche& Vahdat,2010).


(40)

b. Radiasi

Radiasi adalah pengobatan dengan sinar–X yang berintensitas tinggi dan berfungsi untuk membunuh sel kanker. Radiasi biasanya dilakukan setelah pembedahan, untuk membersihkan sisa–sisa sel kanker yang masih ada. Radiasi bisa mengurangi risiko kekambuhan hingga 70% (Roche & Vahdat,2010).

c. Terapi Hormonal

Terapi hormon bekerja melawan kanker payudara yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh reseptor hormon yang positif atau tumor dengan status ER (estrogen) atau PR (progesteron) positif pada pemeriksaan jaringan patologi anatomi. Terapi hormonal bekerja melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dalam tubuh dan menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tergantung pada reseptor hormon. Terapi hormonal tidak efektif jika dipakai pada jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh reseptor hormon (Roche & Vahdat,2010).

d. Terapi Fokus Sasaran

Terapi fokus sasaran (targeted theraphy) adalah jenis terapi yang menghentikan pertumbuhan sel–sel kanker dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses perubahan sel normal menjadi sel kanker yang ganas. Terapi fokus sasaran lebih


(41)

23

efektif dari terapi lainnya dan tidak berbahaya bagi sel normal. Jenis– jenis terapi fokus sasaran adalah:

a) Terapi Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah substansi yang diproduksi laboratorium yang akan mengenal dan mengikat suatu target spesifik (protein) pada permukaan sel kanker.

Setiap antibodi monoklonal hanya mengenal satu target protein, atau antigen. Terapi ini memiliki cara kerja seperti antibodi yang ada dalam sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Sekitar 20–30% pasien kanker payudara memiliki status HER–2 positif, yang artinya kanker tumbuh lebih ganas daripada jenis kanker payudara lainnya. Untuk pasien seperti ini, telah dikembangkan terapi antibodi monoklonal yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER–2 saja, yaitu trastuzumab yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan tumor dan mematikan sel tumor (Roche & Vahdat, 2010).

b) Terapi angiogenesis

Terapi anti–angiogenesis bekerja dengan cara menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker sehingga sel kanker mengecil dan mati. Obat ini selalu diberikan bersama (kombinasi) dengan sitostatika (kemoterapi). Anti angiogenesis pertama yang


(42)

digunakan untuk pengobatan kanker payudara adalah bevacizumab (Roche & Vahdat, 2010).

2.2.6 Prognosis

Kelangsungan hidup pasien kanker payudara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti karakteristik tumor, status kesehatan, faktor genetik, tingkat stres, imunitas, dan keinginan untuk hidup. Prognosis dari kanker payudara tergantung pada stadium dari kanker payudara tersebut. Harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun digambarkan dalam five– year survival rate (Imaginis, 2009). Tabel angka harapan hidup pasien kanker payudara dalam 5 tahun disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun Stadium Angka kelangsungan hidup lima tahun

0 100%

I 100%

IIA 92%

IIB 81%

IIIA 67%

IIIB 54%

IV 20%

(Sumber: Imaginis, 2009)

2.3 Grading Kanker Payudara

Grading adalah penilaian terhadap morfologi sel yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan tumor. Penilaian kanker didasarkan pada:

a. Ukuran dari sel–sel tumor dimana semakin pleomorfik sel–sel tersebut berarti derajatnya makin jelek


(43)

25

c. Kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal d. Susunan homogenitas dari sel.

Tujuan utama dari penilaian ini adalah jumlah mitosis dan kemiripannya dengan sel asal. Dua kategori ini akan memperjelas keagresifan dan prognosis dari tumor tersebut. Semakin banyak mitosisnya menunjukan bahwa pertumbuhan sel–sel tersebut semakin tidak terkendali. Sementara, kemiripan dengan sel asal dapat dilihat dari bentuk sel itu sendiri. Nomenklatur yang digunakan untuk kanker payudara yakni dengan penomoran sesuai kriteria American Joint Comission on Cancer dikelompokkan menjadi:

a) Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik (well differentiated) dimana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya.

b) Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat (moderately/intermediate differentiated.)

c) Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek (poorly differentiated) dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan sebagaihigh grade.

Manfaat lain dari penentuan derajat differensiasi adalah untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Pada derajat differensiasi jelek, di mana pertumbuhan dan penyebaran sel dianggap lebih cepat atau agresif, dibutuhkan terapi tambahan selain definitif, yakni dengan pemberian kemoradiasi (Fang, 2007).


(44)

Sistem grading dapat dijadikan faktor prognosis kanker payudara (Handa, 2015). Derajat keganasan sedang/Grade II merupakan tumor terbanyak diikuti oleh tumor Grade I, dan Grade III (Hussain et al., 2011). Derajat keganasan yang tinggi dikaitkan dengan status HER–2 yang positif. Menurut penelitian Ayadi et al (2008), status HER–2 (+) berpengaruh terhadap derajat keganasan yang tinggi (Grade III) dan ER(–)/PR(–).

2.4 Reseptor pada Kanker Payudara

Beberapa sel kanker payudara memiliki reseptor yang memungkinkan hormon atau protein masuk ke dalam sel kanker. Kanker payudara memiliki reseptor untuk hormon estrogen, progesteron, dan protein HER–2 (Macmillan Cancer Support, 2011).

2.4.1 Reseptor Estrogen

Reseptor estrogen adalah suatu faktor yang dapat diperiksa untuk memprediksi kanker payudara. Paparan terhadap estrogen adalah faktor resiko untuk terjadinya kanker payudara. Hormon ini menimbulkan efeknya melalui reseptor estrogen, yang terdiri dari 2 subtipe, ERα dan ERβ, yang merupakan protein inti. Keduanya merupakan faktor transkripsi yang memperantarai kerja estrogen. Keduanya mengikat estradiol pada lokasi yang sama, namun berbeda afinitas dan respon yang dihasilkannya. ERα ditemukan lebih dulu, dan kemudian diubah namanya dari ER menjadiERα saat ditemukan subtipe yang kedua. ERα positif pada hampir 70% kanker


(45)

27

payudara, namun nilai prediktifnya tidak ideal karena sekitar sepertiga kanker payudara yang metastase dengan ER(+) tidak merespon terapi hormonal. ERβ lebih sedikit dikenal, dan sebagian besar data klinis yang tersedia mengacu pada ERα (Payne, 2008). Erα berperan dalam proliferasi sel, sebaliknya Erβdapat menghambat proliferasi sel melalui penghambatan transkripsi gen dan berperan sebagai supresor tumor (Foxet al., 2008).

Kedua bentuk reseptor estrogen ini dikode oleh gen yang berbeda, yaitu ESR1 dan ESR2 pada kromosom 6 dan 14 (6q25 dan 14q). Kedua reseptor ini diekspresikan secara luas pada berbagai jaringan, yang berbeda, dengan pola ekspresi yang berbeda pula.ERαditemukan pada endometrium, sel–sel kanker payudara, sel stroma ovarium, dan di hipothalamus. ERβditemukan pada ginjal, otak, tulang, jantung, mukosa usus, prostat, dan sel–sel endotel. ER dalam fase unligand merupakan reseptor sitoplasma, namun penelitian menunjukkan adanya fraksi ER yang bergeser ke dalam inti (Levin, 2005).

Sebagian ER terletak pada permukaan membran sel dengan perlekatan pada caveolin–1 dan membentuk kompleks dengan protein G, striatin, reseptor tyrosin kinase (misal: EGFR dan IGF–1) dan non reseptor tyrosin kinase (misal: Src). Melalui striatin ER meningkatkan kadar Ca2+ dan NO. Melalui reseptor tyrosin kinase, beberapa signal dikirimkan ke inti melalui jalur Mitogen Activated Protein Kinase(MAPK/ERK) dan jalurphosphoinositide 3–kinase(PI2K/AKT). Glycogen synthase kinase–3(GSK–3β) menghambat transkripsi melalui ER yang terletak di inti dengan menghambat fosforilasi


(46)

serine 118 dari nuclear ERα. Fosforilasi ini menghilangkan efek inhibitor ER. Namun letak dan fungsi reseptor ini masih merupakan suatu kontroversi. Terapi endokrin untuk kanker payudara melibatkan Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMS) yang bertindak sebagai ER antagonis pada jaringan payudara atau inhibitor aromatase. SERM yang lain, raloxifene telah digunakan sebagai kemoterapi preventif untuk wanita yang beresiko tinggi mengidap kanker payudara. Obat kemoterapi lain, Faslodex yang bertindak sebagai antagonis juga meningkatkan degradasi ER (Fabian, 2005).

Sekitar dua per tiga wanita penderita karsinoma payudara berumur <50 tahun mempunyai ekspresi ER(+), sementara sekitar 80% tumor pada wanita berusia >50 tahun adalah ER(+). Hal ini mempunyai implikasi terapeutik yang signifikan (Payne, 2008). Secara umum konsentrasi ER lebih rendah pada wanita premenopause daripada post menopause. ER yang mengalami overekspresi pada sekitar 70% kanker payudara disebut ER(+). Adanya ER(+) berhubungan secara signifikan dengan derajat inti yang tinggi dan derajat histopatologi yang rendah, tidak adanya nekrosis, dan usia pasien yang lebih tua (Rosai, 2004).

Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara dapat terjadi melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel–sel payudara yang menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA yang menimbulkan mutasi, dan metabolisme estrogen memproduksi limbah yang


(47)

29

toksik terhadap gen dan metabolit yang menyebabkan mutasi. Kedua proses akan menyebabkan inisiasi, promosi, dan proses karsinogenesis. Hal ini menyebabkan ER mempunyai peran penting dalam proses karsinogenesis, dan penghambatannya melalui targeting endokrin, baik secara langsung dengan menggunakan agonis lemah estrogen (selective estrogen receptor modulators) maupun secara tidak langsung dengan mengeblok perubahan androgen menjadi estrogen (misalnya aromatase, inhibitor), merupakan terapi terhadap kanker payudara (Yager, 2006).

Tumor payudara ER(+)/ PR(+) mempunyai resiko mortalitas lebih rendah daripada ER(–)/PR(–) (Payne, 2008; Dunwalld et al., 2007). Menurut penelitian kohort yang dilakukan oleh Dunwalld et al. (2007) presentasi ER(+)/PR(+), ER(+)/PR(–), ER(–)/PR(+) dan ER(–)/PR(–) adalah 63%, 13%, 3%, dan 21%. Selama periode penelitian proporsi tumor ER(+)/PR(+) semakin meningkat seiring berjalannya waktu namun, proporsi tumor ER(+)/PR(–), ER(–)/PR(–) tetap, sedangkan proporsi tumor ER(–)/PR(+) semakin menurun.

Tumor payudara ER(+)/PR(+) dan ER(+)/PR(–) berkaitan dengan histologi tumor jenis lobular, duktal, musin dan tubular, sedangkan tumor ER(–) /PR(+) dan ER(–)/PR(–) lebih cenderung jenis inflamasi, atau meduler (Dunwalldet al., 2007)


(48)

Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah quick score (Allred Score), yang menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat positif (Payne, 2008). SkorQuick Allreddisajikan dalam tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 2. Skor Quick Allred untuk penilaian immunohistokimia reseptor estrogen dan progesteron

Intensitas immunoreaktivitas

Skor Proporsi reaktif Skor

Tidak ada reaktivitas 0 Tidak ada reaktivitas 0 Reaktivitas lemah 1 < 1% nuklei reaktif 1

Sedang 2 1–10% nuklei reaktif 2

Reaktivitas kuat 3 11–33% nuklei reaktif 3 – 34–66% nuklei reaktif 4 – 67–100% nuklei reaktif 5 (Sumber: Payne, 2008)

2.4.2 Reseptor Progesteron

Reseptor progesteron (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen, karena itu ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang aktif. Penilaian ekspresi PR dapat membantu memprediksi respons terhadap terapi hormonal secara lebih akurat. Sejalan dengan hal ini ada beberapa fakta yang menyatakan bahwa tumor–tumor dengan ekspresi PR yang positif mempunyai respons lebih bagus terhadap tamoxifen, baik pada penderita dengan metastase dan sebagai terapi adjuvant. Sekitar 55– 65% kanker payudara adalah PR(+). Tumor–tumor PR(+) menunjukkan prognosis lebih baik daripada PR(–). Dari penelitian–penelitian yang sudah ada telah dinyatakan bahwa PR(+) sangat sedikit didapatkan pada tumor dengan ER(–), sehingga PR(+) kuat pada kasus dengan ER yang


(49)

31

tampaknya negatif bisa merupakan indikator adanya ER(–) palsu (Ellis, 2003).

PR yang dapat terdeteksi pada kasus dengan ER(–) dapat disebabkan oleh karena pulasan ER yang negatif palsu, level ER yang sangat rendah, atau varian ER yang terdapat dalam jaringan tersebut tidak dikenali oleh antibodi yang digunakan. Nilai prediktif dari PR(+) pada penderita dengan ER(–) masih merupakan kontroversi, beberapa laporan mengatakan PR(+) pada kasus ER(–) didapatkan pada kelompok penderita yang lebih responsif terhadap terapi hormonal, namun temuan ini tidak universal (Payne, 2008).

Selama ini ER digunakan sebagai determinan utama respon terhadap hormonal terapi pada kanker payudara. Berdasarkan ekspresi hormonalnya kanker payudara dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu kelompok positif ganda ER(+)/PR(+), positif tunggal ER(+)/PR(–) dan ER(–)/PR(+), serta negatif ganda ER(–)/PR(–). Tumor positif ganda (55–65% kanker payudara) mempunyai prognosis yang lebih baik dan respons yang bagus terhadap hormonal terapi. Kelompok ini juga dikaitkan dengan umur yang lebih tua, derajat yang lebih rendah, ukuran tumor lebih kecil, dan mortalitas yang rendah. Tumor yang negatif ganda yang merupakan kelompok terbesar kedua (18–25%) sekitar 85%–nya merupakan tumor derajat 3, dan dihubungkan dengan tingkat rekurensi yang tinggi, ketahanan yang rendah, dan tidak responsif terhadap terapi hormonal.


(50)

Sementara untuk kelompok yang positif tunggal, ER(+)/PR(–) (12–17%) dan ER(–)/PR(+) (1–2%) masih belum banyak dimengerti konsekuensinya. Kelompok ini dapat dihubungkan dengan derajat histopatologi yang tinggi, prognosis yang buruk, dan ukuran tumor yang besar (Ellis, 2003).

2.4.3 Human Epidermal Growth Factor Receptor–2(HER–2)

HER–2 merupakan anggota dari family Erb dari reseptor transmembran tirosin kinase yang dikode oleh gen HER–2.Family ini termasuk reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), HER–2, HER–3, dan HER–4. HER–2 ini berfungsi untuk mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan kelangsungan hidup. Amplifikasi gen HER–2 terjadi pada 20% sampai 25% dari kanker payudara, dan berhubungan dengan differensiasi buruk, keganasan tumor yang lebih tinggi, resistensi terhadap terapi, kekambuhan yang tinggi, insiden yang lebih tinggi dari metastasis otak, prognosis buruk, presentase sel yang berproliferasi lebih tinggi, aneuploid DNA, dan reseptor hormonal yang lebih sedikit (reseptor estrogen dan reseptor progesteron) (Chabner & Longo, 2011).

Gen HER–2 merupakan proto–onkogen yang ditemukan pada kromosom 17 dan berfungsi sebagai reseptor membran sel. Gen HER–2 mengkode glikoprotein transmembran 185–kDa yang memiliki aktifitas intrinsik protein kinase. Gen HER–2 berperan dalam regulasi pertumbuhan, proliferasi, dan pembelahan sel normal, namun reseptor mengekspresikan


(51)

33

di permukaan sel dalam jumlah sedikit. HER–2 terdiri atas domain ekstraseluler, domain transmembran, dan domain intraseluler. Peningkatan ekspresi gen HER–2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis, dan menginduksi angiogenesis dan anti–apoptosis (Gray & Gallick, 2010; Grushko & Olopade, 2008).

Belakangan ini HER–2 telah dikategorikan sebagai pemeriksaan rutin, karena fungsinya sebagai petanda prognosis kanker. HER–2 positif (+) sering dihubungkan dengan diferensiasi buruk, metastase ke kelenjar getah bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang tinggi sehingga prognosisnya buruk (Payne, 2008). Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER–2 adalah overekspresi HER–2 dapat meningkatkan metastasis sel–sel kanker, seperti angioinvasi dan angiogenesis, selain itu juga dapat menyebabkan resistensi terhadap terapetik sehingga menyebabkan respon buruk terhadap terapi, hal ini mungkin juga berhubungan dengan tidak adanya respon hormon steroid pada HER–2(+). Selain itu proliferasi yang tinggi dengan karakteristik fase–S yang tinggi yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor. HER–2 memiliki korelasi yang sangat kuat dengan tumor grading tinggi, kurangnya reseptor estrogen, dan meningkatnya level S–phase, MIB–1 dan Ki–67 (Conzenet al., 2008). Peneliti lain menyatakan bahwa ekspresi HER–2 yang tinggi berhubungan dengan angka ketahanan yang menurun, respons terhadap methotrexate, modulator reseptor hormonal yang menurun, dan respon terhadap doxorubicine yang meningkat (Lee, 2007).


(52)

Status HER–2 merupakan faktor prediktif untuk respons terhadap kemoterapi dengan menggunakan trastuzumab (HerceptinTM, Genetech, South San Fransisco, CA, USA).Trastuzumabadalah antibodi monoklonal yang pada beberapa studi terbukti memperbaiki survival baik sebagai agen tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi pada penderita kanker payudara dengan metastasis (Payne, 2008). Tabel sistem grading disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 3. Sistem grading HER2 Grade HER–2

Deskripsi Interpretasi 0 Tidak ada reaktivitas/ reaktivitas pada membran

<10% dari sel tumor

Negatif 1 Samar/ reaktivitas membran hampir tidak terlihat

pada >10% sel tumor. Sel tumor imunoreaktif hanya sebagian dari membran

Negatif

2 Reaktivitas membran lemah sampai sedang terlihat pada > 10% sel tumor.

Reaktivitas Borderline 3 Reaktivitas membran kuat terlihat pada > 10% sel

tumor.

Positif (Sumber: Ellis, 2003)

2.5 Kerangka Penelitian 2.5.1 Kerangka Teori

Sel pada kanker payudara dapat mengekspresikan reseptor estrogen progesteron (Davey, 2006), dan protein HER–2 (Macmillan Cancer Support, 2011). Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara dapat terjadi melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel–sel payudara yang menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan


(53)

35

replikasi DNA yang menimbulkan mutasi, dan metabolisme estrogen memproduksi limbah yang toksik terhadap gen dan metabolit yang menyebabkan mutasi. Kedua proses akan menyebabkan inisiasi, promosi, dan proses karsinogenesis (Yager, 2006).

Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER–2 adalah overekspresi HER–2 dapat meningkatkan metastasis sel–sel kanker, seperti angioinvasi dan angiogenesis, selain itu juga dapat menyebabkan resistensi terhadap terapetik sehingga menyebabkan respon buruk terhadap terapi, hal ini mungkin juga berhubungan dengan tidak adanya respon hormon steroid pada HER–2(+). Selain itu proliferasi yang tinggi dengan karakteristik fase–S yang tinggi yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor. HER–2 memiliki korelasi yang sangat kuat dengan tumor grading tinggi, kurangnya reseptor estrogen, dan meningkatnya level S–phase, MIB–1 dan Ki–67 (Conzenet al., 2008).


(54)

Gambar 4. Kerangka Teori HubunganEstrogen Receptor(ER),Progesteron Receptor(PR), danHuman Epidermal Growth Receptor2(HER–2) dengan Derajat

Keganasan Kanker Payudara Reseptor Kanker payudara

ER PR HER2

Gen HER2

jumlah reseptor di permukaan mRNA dan permukan sel

–tumor agresif, peamplifikasi gen, metastasis,

proliferasi, induksi angiogenesis, anti– apoptosis, angioinvasi Hormon Estrogen Proliferasi sel payudara pembelahan sel dan replikasi DNA Mutasi gen

sel kanker payudara Metaboli sme estrogen  Toksik

Derajat Keganasan Semakin Tinggi Proliferasi sel payudara pembelahan sel dan replikasi DNA Mutasi gen

sel kanker payudara


(55)

37

2.5.2 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 5. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

2. Terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

3. Terdapat hubungan status HER-2 dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Derajat keganasan Low Grade

High Grade Reseptor Estrogen

Reseptor Progesteron

Human Epidermal Growth Receptor–2 (HER–2)


(56)

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan antara variabel bebas (ER, PR, dan HER–2) dan variabel terikat (derajat keganasan) (Notoatmodjo, 2010). Data sampel merupakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis wanita yang memiliki keluhan benjolan pada payudara yang telah diketahui derajat keganasannya serta hasil interpretasi ER, PR, HER–2 pada tahun 2014–2015.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2015.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Bandar Lampung.


(57)

39

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi menurut Notoatmojo (2010) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien wanita dengan diagnosis kanker payudara pada periode 2014–2015 yaitu sejumlah 72 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel menurut Notoatmojo (2010) adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang telah diketahui derajat keganasan dan telah diperiksa estrogen receptor (ER), progesteron receptor (PR), dan HER–2. Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan teknik pengambilan total sampling. Pada teknik total sampling peneliti memilih semua anggota populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi menjadi sampel sehingga besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 54 orang. Hal ini dilakukan berdasarkan teori Sugiyono (2007) bahwa jika terdapat populasi yang berjumlah kurang dari 100, maka keseluruhan populasi dijadikan sampel.

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi dan


(58)

eksklusi. Kriteria inklusi adalah ciri–ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri–ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sampel (Notoatmodjo, 2010).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Pasien kanker payudara yang telah diketahui derajat keganasan dan status ER, PR, dan HER–2 pada tahun 2014–2015 di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

b. Pasien yang memiliki diagnosis derajat keganasan dari hasil biopsi pre–terapi pada Rekam Medis.

2. Kriteria eksklusi

a. Pasien dengan status rekam medik hilang atau tidak lengkap.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah hasil pemeriksaan estrogen receptor (ER), progesteron receptor (PR), dan HER–2 yang dilakukan pada pasien kanker payudara.


(59)

41

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah derajat keganasan pada pasien kanker payudara.

3.5 Definisi Operasional Variabel


(60)

Tabel 4.Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisioperasional Alatukur Hasilukur Skala 1 Derajat

Keganasan

Hasil penilaian mikroskopis morfologi sel kanker berdasarkan pembentukan tubulus, pleomorfisme nukleus, dan hitung mitosis.

Rekam medik Low grade: derajat 1–2 High grade: derajat 3 Nominal 2 Hasil Pemeriksaan Estrogen Receptor (ER)

Hasil pengamatan reseptor estrogen dari pasien yang telah diketahui derajat keganasan sebelumnya Rekam medik 0: Tidak terdapat reseptor estrogen 1: Terdapat reseptor estrogen Nominal 3. Hasil Pemeriksaan Progesteron Receptor (PR)

Hasil pengamatan reseptor progesteron dari pasien yang telah diketahui derajat keganasan sebelumnya Rekam Medik 0: Tidak terdapat reseptor progesteron 1: Terdapat reseptor progesteron Nominal 4. Hasil Pemeriksaan HER–2

Hasil pengamatan HER–2 dari pasien yang telah diketahui derajat keganasan sebelumnya Rekam Medik 0: Tidak terdapat HER–2 1: Terdapat HER–2 Nominal


(61)

43

3.6 Prosedur Penelitian

Gambar 6. Prosedur Penelitian

3.7 Pengolahan Data

Pada penelitian ini digunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian data diolah dengan menggunakan program komputer yang terdiri dari beberapa langkah:

Pencarian data rekam medik pasien Kanker Payudara di bagian Rekam Medik RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung

Didapatkan derajat keganasan dan hasil pemeriksaan ER, PR, HER–2 pada pasien kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek

Bandar Lampung

Pencatatan nomor registrasi pasien kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung

Pencarian rekam medik pasien yang telah diketahui derajat keganasan dan ER, PR, HER–2 di Bagian Rekam Medik RSUD

Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Data hasil pemeriksaan kanker payudara pada rekam medik baik derajat keganasan, ER, PR, dan HER–2 dikumpulkan, lalu


(62)

a. Coding, untuk mengonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.

d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.

3.8 Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan programSoftwarestatistik pada komputer dimana akan dilakukan dua macam analisis data, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi vairabel bebas dan variabel terikat (Dahlan, 2009).

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara vaiabel bebas dengan variabel terikat dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah ujiChi Square. Bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka dilakukan Uji Fischer/Uji


(63)

45

Kolmorgorov Smirnov. Adapun syarat penggunaan ujiChi Square yaitu tidak terdistribusi nilai 0 dan nilaiexpected count<5 lebih dari 20%.

3.9 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini nomor persetujuan etik penelitian yaitu No. 2482/UN26/8/DT/2015. Peneliti selalu berpedoman pada norma dan etika penelitian yaitu anonimity (tanpa nama), hal ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data. Lembar tersebut hanya diberi kode atau inisial tertentu.


(64)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai hubungan antara status ER, PR, dan HER-2, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat

keganasan pada penderita kanker payudara di RSUID Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

2. Terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

3. Terdapat hubungan status HER-2 dengan derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.


(65)

64

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan status ER, PR, dan HER–2 dengan derajat keganasan pada pasien kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung, penulis menyarankan hal-hal berikut:

1. Bagi peneliti lain agar dapat melengkapi pengambilan data karakteristik dari pasien kanker payudara.

2. Bagi peneliti lain agar dapat meneliti jenis kanker payudara dengan derajat keganasan kanker payudara

3. Bagi peneliti lain disarankan untuk kedepannya dapat mengukur tingkat keefektifan lebih lanjut dari hubungan status ER, PR, dan HER–2 dengan derajat keganasan pada pasien kanker payudara.


(66)

American Cancer Society. 2013. Breast Cancer. Atlanta: American Cancer Society.

American Cancer Society. 2015. Cancer Facts & Figures 2015. Atlanta: American Cancer Society.

Aryandono T, Harijadi, Soeripto. 2006. Hormone Receptor Status of Operable Breast Cancers in Indonesia: Correlation with Other Prognostic Factors and Survival. Asian Pacific J Cancer Prev. 7(1): 321–324. Ayadi L, Khabir A, Amouri H, Karray S, Dammak A, Guermazi M., et al. 2008.

Correlation of HER–2 over–expression with clinico–pathological parameters in Tunisian breast carcinoma. World J Surg Oncol. 6(1):1– 8.

Baziad A, Santoso BI, Josoprawiro MJ. 1997. Terapi hormone pengganti (THP) dan sindroma urogenital Dalam: Baziad A. Affandi B. Panduan Menopause. Edisi pertama. Jakarta: POGI/PERMI.

Chabner BA, Longo DL. 2011. Cancer Chemotherapy and Biotherapy : Principles and Practice.Philadelphia: Lippincott

Conzen SD. 2008. Nuclear Receptor and Breast Cancer. Molecular Endocrinology.22(10):2215–2228.

Dahlan MS. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke–2. Jakarta: Salemba Medika. Davey P. 2006. Medicine At a Glance. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung: Bidang P2PL.


(67)

Dunnwald LK, Rossing MA, Li CI. 2007. Hormone Receptor Status, Tumor Characteristics, and Prognosis: A Prospective Cohort of Breast Cancer Patients. Breast Cancer Res.9(1):1–10.

Ellis IO, Schnitt SJ, Sastre GX. 2003. Invasive Breast Carcinoma in World Health Organization Classification of Tumors Pathology & Genetics Tumors of the Breast and Female Genital Organs. Lyon: IARC Press

Fabian CJ, Kimler BF. 2005. Selective Estrogen–Receptors Modulators for Primary Prevention of Breast Cancer. J Clin Oncol. 23(8):1644–1655. Faheem M, Mahmood H, Khurram M, Qasim U, Irfan J. 2012. Estrogen Receptor,

Progesteron Receptor, and Her–2 Neu Positivity and It’s Association with Tumour Characteristics and Menopausal Status in Breast Cancer Cohort From Northern Pakistan. Ecancer Med Science. 6(1):283 Faiz O, Moffat D. 2003. Drainase dan Limfatik Ekstremitas Atas dan Payudara.

Dalam: At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fan F, Thomas PA. 2007. Cancer Grading Manual. New York: Springer.

Farzami M, Anjarani S, Safadel N, Amini R, Moghaddam M, Roosta B, et al. 2008. Association between the expression of hormone receptors, Her– 2/neu overexpression and tumor characteristics in women with primary breast cancer. The Internet J Pathol.8(2):1–6

Fox E, Davids R, Shupnik MA. 2008. ERb in breast cancer–onlooker, passive player or active protector Steroids.73(1):1039–1051.

Gleadle J. 2007. Pemeriksaan Payudara. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Gray MJ, Gallick GE. 2010. The Role of Oncogene Activation in Tumor Progression. Mechanisms of Oncogenesis. USA: Springer.

Grushko TA, Olopade OI. 2008. Genetic markers in breast tumors with hereditary predisposition. Principle of Molecular Oncology.3rd Edition. New Jersey : Humana Press.

Guyton, Hall. 2015. Textbook of Medical Physiology Thirteenth Edition. Elsevier. Handa U, Kumar A, Kundu R, Dalal U, Mohan H. 2015. Evaluation of grading and hormone receptor immunostaining on fine neeldle aspirates in carcinoma breast. J Cytol. 32(1):1

Homaei S, Ghavam N, Shafiri N, Taghizadeh K, Torshizi S, Ghafarzadegan K. 2006. Evaluation of the relationship between human epidermal growth


(68)

Hopkins J. 2012. Breast Cancer and Breast Pathology. Sidney. Tersedia dari http://pathology.jhu.edu/. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015. Hussain GA, Adhraei MA, Kasim A. 2011. Correlations of Hormone Receptors

(ER and PR), Her–2/neu and p53 Expression in Breast Ductal Carcinoma Among Yemeni Woman. The Open Cancer Immunolog J. 4(1): 1–9

Ibrahim R. 2008. Penanganan Kanker Stadium Lanjut. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Imaginis, 2009. Breast Cancer: Statistics on Incidence, Survival, and Sreening. Tersedia dari http://www.imaginis.com/.Diakses pada tanggal 10 Juli 2015

Kasdu D. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Penerbit Puspa Swara.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Panduan Memperingati Hari Kanker Sedunia di Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi ke–7. Jakarta: EGC.

Kusminarto. 2005. Hati–Hati, ABG Rentan Terkena Kanker Payudara. Yogyakarta: Andi offset.

Lari SA, Kuerer HM. 2011. Review: biological markers in dcis and risk of breast recurrence: a systemetic review. J Cancer. 24(2):232–61.

Lee A, Park WC, Yim HW, Lee MA, Park G, Lee KY. 2007. Expression of c– erbB2, cyclin D1 and Estrogen Receptor and their Clinical


(69)

Implications in the Invasive Ductal Carcinoma of the Breast. Japan J Clin Oncol. 37(9):708–714.

Levin ER. 2005. Integration of The Extranuclear and Nuclear Actions of Estrogen. Mol Endocrinol. 19(8):1951–1959.

Macmillan Cancer Support. 2011. Staging, Grading, and Receptors for Breast Cancer. Dalam: Macmillan Cancer Support, Understanding Breast Cancer.

Malley O, Bert W, Birnbaumer L. 1978. Receptors and Hormone Action. New York: Academic Press.

Mardiana L. 2009. Mencegah dan Mengobati Kanker pada Wanita Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mote P, Bartow S, Tran N, Clarke C. 2002. Loss of Co–ordinate expression of progesterone receptors A and B is an early event in breast carcinogenesis. Breast Cancer Res Treat. 72(2): 163–72

Noorasmaliza, Siti A, Reena, Meor Z, Wan A, Mohan N, et al. 2014. Estrogen Receptor– Negative Breast Ductal Carcinoma: Clinicopathological Features and Mib–1 (Ki–67) Proliferative Index Association. PlosONE.9(2):e89172

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Payne SJL, Bowen RL, Jones JL, Wells CA. 2008. Predictive markers in breast cancer–the present. Histopathology. 52(1): 82–90.

Price SA. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit. Edisi ke–6. Jakarta: EGC.

Rahman A, Sampepajung D, Hamdani W. 2011. Hubungan Ekspresi HER–2/neu dan Hormonal Reseptor dengan Grading Histopatologi pada Penderita Kanker Payudara Wanita Usia Muda [skripsi] Makassar: Universitas Hasanuddin.

Ranggiansanka A. 2010. Waspada Kanker Pada Pria dan Wanita. Yogyakarta : Hanggar Kreator.


(70)

Rasjidi I. 2010. 100 Questions and Answers: Kanker pada Wanita. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.

Ratnatunga N, Liyanapathirana L. 2007. Hormone receptor expression and Her– 2/neu amplification in breast carcinoma in a cohort of Sri Lankans. Ceylon Med J. 52(4): 133–6

Roche H, Vahdat LT. 2010. Treatment of Metastatic Breast Cancer: Second Line and Beyond. Annals Oncol. 22(5):1000–1010.

Rosai J. 2004. Breast. Dalam: Rosai and Ackerman’s SurgicalPathology, 10th ed. Philadelphia: Elsevier.

Sadhana, Udadi. 2006. Kanker Payudara Wanita: Ekspresi Reseptor Estrogen, Reseptor Progesteron, dan HER–2. Diakses pada tanggal 10 November 2015 dari http://www.m3undip.org

Septiani S, Mahyar S. 2013. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) pada siswa SMAN 62 Jakarta Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1):31–35.

Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2004. Payudara. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sloane E. 2004. Kelenjar Mammae. Dalam: Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.

Snell RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke–6. Jakarta: EGC.

Stopeck AT. 2014. Breast Cancer Risk Factors. Arizona. Medscape. Tersedia dari http://emedicine.medscape.com. Diakses pada tanggal 10 Juli 2015.

Suryaningsih E & Sukosa B. 2009. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

WHO (World Health Organization), 2013. Breast Cancer: Prevention and Control. Tersedia dari http://www.who.int. Diakses pada tanggal 15 Juli 2015. Wiknjosastro H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


(1)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2013. Breast Cancer. Atlanta: American Cancer Society.

American Cancer Society. 2015. Cancer Facts & Figures 2015. Atlanta: American Cancer Society.

Aryandono T, Harijadi, Soeripto. 2006. Hormone Receptor Status of Operable Breast Cancers in Indonesia: Correlation with Other Prognostic Factors and Survival. Asian Pacific J Cancer Prev. 7(1): 321–324. Ayadi L, Khabir A, Amouri H, Karray S, Dammak A, Guermazi M., et al. 2008.

Correlation of HER–2 over–expression with clinico–pathological parameters in Tunisian breast carcinoma. World J Surg Oncol. 6(1):1– 8.

Baziad A, Santoso BI, Josoprawiro MJ. 1997. Terapi hormone pengganti (THP) dan sindroma urogenital Dalam: Baziad A. Affandi B. Panduan Menopause. Edisi pertama. Jakarta: POGI/PERMI.

Chabner BA, Longo DL. 2011. Cancer Chemotherapy and Biotherapy : Principles and Practice.Philadelphia: Lippincott

Conzen SD. 2008. Nuclear Receptor and Breast Cancer. Molecular Endocrinology.22(10):2215–2228.

Dahlan MS. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke–2. Jakarta: Salemba Medika. Davey P. 2006. Medicine At a Glance. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung: Bidang P2PL.


(2)

Dunnwald LK, Rossing MA, Li CI. 2007. Hormone Receptor Status, Tumor Characteristics, and Prognosis: A Prospective Cohort of Breast Cancer Patients. Breast Cancer Res.9(1):1–10.

Ellis IO, Schnitt SJ, Sastre GX. 2003. Invasive Breast Carcinoma in World Health Organization Classification of Tumors Pathology & Genetics Tumors of the Breast and Female Genital Organs. Lyon: IARC Press

Fabian CJ, Kimler BF. 2005. Selective Estrogen–Receptors Modulators for Primary Prevention of Breast Cancer. J Clin Oncol. 23(8):1644–1655. Faheem M, Mahmood H, Khurram M, Qasim U, Irfan J. 2012. Estrogen Receptor,

Progesteron Receptor, and Her–2 Neu Positivity and It’s Association with Tumour Characteristics and Menopausal Status in Breast Cancer Cohort From Northern Pakistan. Ecancer Med Science. 6(1):283 Faiz O, Moffat D. 2003. Drainase dan Limfatik Ekstremitas Atas dan Payudara.

Dalam: At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fan F, Thomas PA. 2007. Cancer Grading Manual. New York: Springer.

Farzami M, Anjarani S, Safadel N, Amini R, Moghaddam M, Roosta B, et al. 2008. Association between the expression of hormone receptors, Her– 2/neu overexpression and tumor characteristics in women with primary breast cancer. The Internet J Pathol.8(2):1–6

Fox E, Davids R, Shupnik MA. 2008. ERb in breast cancer–onlooker, passive player or active protector Steroids.73(1):1039–1051.

Gleadle J. 2007. Pemeriksaan Payudara. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Gray MJ, Gallick GE. 2010. The Role of Oncogene Activation in Tumor Progression. Mechanisms of Oncogenesis. USA: Springer.

Grushko TA, Olopade OI. 2008. Genetic markers in breast tumors with hereditary predisposition. Principle of Molecular Oncology.3rd Edition. New Jersey : Humana Press.

Guyton, Hall. 2015. Textbook of Medical Physiology Thirteenth Edition. Elsevier. Handa U, Kumar A, Kundu R, Dalal U, Mohan H. 2015. Evaluation of grading and hormone receptor immunostaining on fine neeldle aspirates in carcinoma breast. J Cytol. 32(1):1

Homaei S, Ghavam N, Shafiri N, Taghizadeh K, Torshizi S, Ghafarzadegan K. 2006. Evaluation of the relationship between human epidermal growth


(3)

factor receptor–2/neu (c–erb–2) amplification and pathologic grading in patients with breast cancer. Saudi Med J. 27(12):1810–4

Hopkins J. 2012. Breast Cancer and Breast Pathology. Sidney. Tersedia dari http://pathology.jhu.edu/. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015. Hussain GA, Adhraei MA, Kasim A. 2011. Correlations of Hormone Receptors

(ER and PR), Her–2/neu and p53 Expression in Breast Ductal Carcinoma Among Yemeni Woman. The Open Cancer Immunolog J. 4(1): 1–9

Ibrahim R. 2008. Penanganan Kanker Stadium Lanjut. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Imaginis, 2009. Breast Cancer: Statistics on Incidence, Survival, and Sreening. Tersedia dari http://www.imaginis.com/.Diakses pada tanggal 10 Juli 2015

Kasdu D. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Penerbit Puspa Swara.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Panduan Memperingati Hari Kanker Sedunia di Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi ke–7. Jakarta: EGC.

Kusminarto. 2005. Hati–Hati, ABG Rentan Terkena Kanker Payudara. Yogyakarta: Andi offset.

Lari SA, Kuerer HM. 2011. Review: biological markers in dcis and risk of breast recurrence: a systemetic review. J Cancer. 24(2):232–61.

Lee A, Park WC, Yim HW, Lee MA, Park G, Lee KY. 2007. Expression of c– erbB2, cyclin D1 and Estrogen Receptor and their Clinical


(4)

Implications in the Invasive Ductal Carcinoma of the Breast. Japan J Clin Oncol. 37(9):708–714.

Levin ER. 2005. Integration of The Extranuclear and Nuclear Actions of Estrogen. Mol Endocrinol. 19(8):1951–1959.

Macmillan Cancer Support. 2011. Staging, Grading, and Receptors for Breast Cancer. Dalam: Macmillan Cancer Support, Understanding Breast Cancer.

Malley O, Bert W, Birnbaumer L. 1978. Receptors and Hormone Action. New York: Academic Press.

Mardiana L. 2009. Mencegah dan Mengobati Kanker pada Wanita Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mote P, Bartow S, Tran N, Clarke C. 2002. Loss of Co–ordinate expression of progesterone receptors A and B is an early event in breast carcinogenesis. Breast Cancer Res Treat. 72(2): 163–72

Noorasmaliza, Siti A, Reena, Meor Z, Wan A, Mohan N, et al. 2014. Estrogen Receptor– Negative Breast Ductal Carcinoma: Clinicopathological Features and Mib–1 (Ki–67) Proliferative Index Association. PlosONE.9(2):e89172

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Payne SJL, Bowen RL, Jones JL, Wells CA. 2008. Predictive markers in breast cancer–the present. Histopathology. 52(1): 82–90.

Price SA. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit. Edisi ke–6. Jakarta: EGC.

Rahman A, Sampepajung D, Hamdani W. 2011. Hubungan Ekspresi HER–2/neu dan Hormonal Reseptor dengan Grading Histopatologi pada Penderita Kanker Payudara Wanita Usia Muda [skripsi] Makassar: Universitas Hasanuddin.

Ranggiansanka A. 2010. Waspada Kanker Pada Pria dan Wanita. Yogyakarta : Hanggar Kreator.


(5)

Rasjidi I, Hartanto A. 2009. Kanker Payudara. Dalam: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto.

Rasjidi I. 2010. 100 Questions and Answers: Kanker pada Wanita. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.

Ratnatunga N, Liyanapathirana L. 2007. Hormone receptor expression and Her– 2/neu amplification in breast carcinoma in a cohort of Sri Lankans. Ceylon Med J. 52(4): 133–6

Roche H, Vahdat LT. 2010. Treatment of Metastatic Breast Cancer: Second Line and Beyond. Annals Oncol. 22(5):1000–1010.

Rosai J. 2004. Breast. Dalam: Rosai and Ackerman’s SurgicalPathology, 10th ed. Philadelphia: Elsevier.

Sadhana, Udadi. 2006. Kanker Payudara Wanita: Ekspresi Reseptor Estrogen, Reseptor Progesteron, dan HER–2. Diakses pada tanggal 10 November 2015 dari http://www.m3undip.org

Septiani S, Mahyar S. 2013. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) pada siswa SMAN 62 Jakarta Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1):31–35.

Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2004. Payudara. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sloane E. 2004. Kelenjar Mammae. Dalam: Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.

Snell RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke–6. Jakarta: EGC.

Stopeck AT. 2014. Breast Cancer Risk Factors. Arizona. Medscape. Tersedia dari http://emedicine.medscape.com. Diakses pada tanggal 10 Juli 2015.

Suryaningsih E & Sukosa B. 2009. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

WHO (World Health Organization), 2013. Breast Cancer: Prevention and Control. Tersedia dari http://www.who.int. Diakses pada tanggal 15 Juli 2015. Wiknjosastro H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


(6)

Windarti I. 2014. Characteristic of Breast Cancer In Young Women in H.Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung. JUKE. 4(7):131–135.

Yager JD, Davidson NE. 2006. Mechanisms of Disease, Estrogen Carcinogenesis in Breast Cancer. New England J Med; 354(3):271–79.

Yu YH, Wei W, Li JL. 2012. Diagnostic value of fine–needle aspiration biopsy for breast mass: a systematic review and meta–analysis. BMC Cancer, 12(1):41