PERAN PENYIDIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TERHADAP ANGKUTAN UMUM YANG KELEBIHAN MUATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

(1)

ABSTRAK

PERAN PENYIDIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TERHADAP ANGKUTAN UMUM YANG KELEBIHAN MUATAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

Oleh

ANDRI WETSON RH

Sebagai Negara kepulauan dan Negara yang sedang berkembang, maka Indonesia sangat membutuhkan jasa pengangkutan untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau yang lain. Kondisi dan keadaan seperti itulah yang mengakibatkan jasa pengangkutan menjadi sangat penting, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Digantinya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan merupakan awal perubahan sistem dalam pengaturan lalu lintas dan penerapan sanksi atas pelanggaran lalu lintas. Maka permasalahan yang dibahas penulis dengan mengajukan dua permasalahan yaitu : (1) Bagaimanakah Peran Penyidik Polri dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009? (2) Apa faktor-faktor penghambat Penyidik Polri dalam melaksanakan peran penyidik terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009?

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung diperoleh dari penelitian di Kepolisian Daerah Provinsi Lampung, data sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan data tersier yaitu bahan-bahan yang


(2)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yakni peran penyidik kepolisian terhadap angkutan umum yang kelebihan muatan sebagai upaya dalam menanggulangi atau menekan angka pelanggaran lalu lintas dengan cara Sarana penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitik beratkan pada sifat represif yaitu penindasan, pemberantasan, penumpasan. Sarana penal ini dapat terlihat dengan adanya sanksi pidana dalam suatu peraturan perundang-undangan. Sarana penal yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat dalam Bab XX tentang ketentuan pidana. Tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam mengatasi peningkatan Pelanggaran lalu lintas di jalan raya di Provinsi Lampung diantaranya adalah dengan 1.Dengan menilang para pelaku pelanggaran lalu lintas 2.Meningkatkan operasi kepolisian (razia) kendaraan bermotor yang dilakukan oleh kepolisian yang juga dibantu oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. Faktor-faktor peghambat adalah sebagai berikut: 1.Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja, 2.Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, 3.Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, 4.Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, 5.Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan agar: 1.Aparat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya daerah Lampung agar terus melaksanakan penindakan atau operasi kepolisian (razia) kendaraan bermotor secara berkala atau sesuai dengan prosedur atau aturan yang berlaku agar tingkat angka pelanggaran lalu lintas di Provinsi Lampung terus berkurang setiap tahunnya. 2.Kepada Pemerintah Provinsi Lampung ataupun pihak yang terkait agar sarana dan prasarana lalu lintas dapat diperbaiki demi kenyamanan dan keselamatan berkendara masyarakat. 3.Perlu adanya kesadaran dari setiap masyarakat untuk taat pada hukum dan aturan yang berlaku agar tingkat pelanggaran lalu lintas yang dapat mengakibatkan kerusakan infrastruktur dapat berkurang.


(3)

PERAN PENYIDIK KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP ANGKUTAN UMUM YANG KELEBIHAN MUATAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

Oleh

ANDRI WETSON RH

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

PADA

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 03 Maret 1991, penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Albert Rumahorbo dan Ibu Nurlian Panjaitan.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Xaverius 4 Panjang pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Xaveris 4 Way Halim pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2007.

Pada Tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Lampung melalui jalur Ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Forum Mahasiswa Hukum Kristen (FORMAHKRIS) .

Penulis melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Pisang Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan pada tahun 2013 selama empat puluh hari.


(7)

Moto

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,

tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

janganlah kegagalan yang menjadi pemberi nilai

atas apa yang telah kita lakukan


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur dan puji-pujian kepada Tuhan Yesus Kristus

dan suka cita yang luar biasa, penulis persembahkan karya ini kepada

Ayahku tersayang Albert Rumahorbo, Mamaku tercinta Nurlian

Pandjaitan.

Yang telah memberikan ajaran, dukungan dan doa serta harapan demi

keberhasilanku kelak

Kepada ketiga adik-adikku, Brigadir Fransiskus Rumahorbo, Pinondang

Rumahorbo, Jesika Rumahorbo yang senantiasa memberikan dukungan,

semangat dan doa

Hasian ku tersayang Tri Lamtiur Pakpahan yang selalu menemani selama

berjalannya perkulihaan

Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang telah menemani perjalanan studi

ku selama ini dan telah memberikan arti sebuah persahabatan

Almamamaterku tercinta Fakultas Hukum Angkatan 2010

Universitas Lampung


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa melimpahkan berkat, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Peran Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Terhadap Angkutan Umum Yang Kelebihan Muatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya serta mengharapkan pengalaman tersebut bermanfaat dimasa yang akan datang.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari dalam ataupun luar diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum, Universitas Lampung 2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum,

Universitas Lampung dan sebagai Pembimbing Utama yang banyak memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing kedua terima kasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Firganefi, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas Utama atas bimbingan dan pengarahannya yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(10)

6. Bapak Dwi Pujo Prayitno, S.H., M.Hum. Selaku Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

8. Mbak Sri, Mbak Yanti dan Babe, terimakasih atas bantuannya selama ini.

9. Teristimewa untuk kedua orang tuaku yang luar biasa dan sangat ku sayangi Bapakku Albert Rumahorbo dan Mamaku Nurlian Panjaitan, untuk doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan pengajaran yang telah kalian berikan dari aku kecil hingga saat ini, yang begitu berharga dan menjadi modal bagi kehidupan ku. You are my Super Hero

10. Keluarga besarku yang sangat luar biasa yang kusayangi dan ku banggakan, ketiga adik ku Brigadir Fransiskus Rumahorbo, Pinondang Rumahorbo, Jesika Rumahorbo, terimakasih banyak atas perhatian kalian yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa dan pertolongan kalian. Kalian adalah semangat hidupku.

11. Kekasihku tercinta Tri Lamtiur Pakpahan terima kasih banyak waktu dan perhatiannya selama penyelesaian studi di Universitas Lampung.

12. My brother Midian Hasiolan Rumahorbo yang selalu memberikan dukungan , dan juga Simon Petrus Rumahorbo, David Hutagalung yang selalu memberikan semangat.

13. Sahabat-sahabat terbaikku sekaligus saudaraku yang selama empat tahun terakhir ini menemani dan mengisi hari – hari dihidupku Abram Sitepu, Adatua Simbolon, Alex Sitinjak, Bobby Debataraja, Bryan Sipayung, Elyasip Sembiring, Hans Sembiring, Ivo


(11)

Wiliam Sihombing, Yoga Adrian Ibrahim, Yuri Simatupang, dan Jusuf Purba, Jefri Refliando yang tergabung dalam GEROBAK PASIR terimakasih untuk saat – saat berharga yang telah dihadirkan dan kebersamaan kita selama ini, terimakasih telah menjadi semangat dalam penyusunan skripsi ku dan tugas – tugas diperkuliahan diwaktu kemarin, terimakasih telah mengajarkan arti sebuah persahabatan selama ini kepadaku, kiranya kita bisa menjadi saudara selamanya.

14. Putri-Putri GEROBAK PASIR, Ade Marbun, Charlyna Purba, Dede Hutagalung, Reni Panjaitan, Rymni Tambunan, Sartika Samosir, Sonya Harahap untuk kebersamaannya selama ini baik di Formahkris atau kuliah Agama atau kuliah sehari-hari.

15. Teman-teman FORMAHKRIS yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas kebersamaannya dan pelayanannya selama ini. Senantiasa Tuhan selalu memberkati. 16. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu

sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

Penulis berdoa semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dibidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia, Amin.

Bandar Lampung, September 2014

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Devinisi Kewenangan………... 17

B. Pengertian Polisi Dan Tugas Polisi ... 20

C. Penyidikan dan Kewenangan penyidik ... 23

D. Transportasi Dan Peran Transportasi ... 30

E. Angkutan Barang Dan Klasifikasi Lalu Lintas ... 33

F. Devinisi Dan Tinjauan Umum Pelanggaran Lalu Lintas ... 35

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 39

B. Sumber dan Jenis Data ... 41

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 42


(13)

B. Peran Penyidik Kepolisian Dalam Pelanggaran Lalu Lintas

Angkutan Jalan Tentang Kelebihan Muatan Berdasarkan UU No.22

Tahun 2009……… 46

C. Faktor-faktor Penghambat Penyidik Kepolisian dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum sebagai Upaya Mengatasi Peningkatan Pelanggaran Lalu Lintas Khususnya Kelebihan Muatan……….. 55 V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran. ... 63


(14)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sebagai Negara kepulauan dan Negara yang sedang berkembang, maka Indonesia sangat membutuhkan jasa pengangkutan untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau yang lain. Kondisi dan keadaan seperti itulah yang mengakibatkan jasa pengangkutan menjadi sangat penting1 , keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.2

Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan

1 Soekardono R., Hukum Dagang Indonesia Jilid 11, Hukum Pengangkutan di Darat, Rajawali Press, Jakarta,1981, hlm. 4.


(15)

pendidikan.3 Dengan sarana transportasi yang memadai, jarak antara satu tempat dan tempat lainnya terasa semakin dekat dan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.4 Mengingat penting dan strategisnya peran lalu-lintas dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta sangat penting bagi seluruh masyarakat, maka pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan perlu di tata dan dikembangkan dalam sistem terpadu.5

Digantinya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan merupakan awal perubahan sistem dalam pengaturan lalu lintas dan penerapan sanksi atas pelanggaran lalu lintas. Dalam hal ini banyak perbedaan diantara isi dari undang – undang yang lama dengan yang baru, dengan ini diharapkan isi undang – undang yang baru ini dapat diterima olah masyarakat dan mampu merubah kebiasaan – kebiasaan di masyarakat agar lebih tertib berlalu lintas di jalan raya.

Dalam peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan, jaringan jalan dibagi dalam beberapa kelas jalan atau tingkatan yang masing – masing mempunyai daya dukung yang berbeda – beda, “ timbulnya kelas – kelas jalan di Indonesia karena di negara kita pembangunan prasarana jalan masih mengikuti sarana kendaran.6 Melihat kondisi

3Ibid, hlm.8.

4 Binsar Pardamean Siregar, Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Barang Melalui Kereta Ap, Skripsi 1999, hlm 3

5 Suwardjoko Warpani,Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,ITB, Bandung, hlm.13. 6 Isman Julfi, “ Karakteristik Kendaraan Wajib Ditimbang “ Makalah di Sampaikan Pada Ceramah Pelatihan Operator Jembatan Timbang Balai Diklat Transportasi Darat, Departeman Perhubungan, Bali, 11 Agustus 2005 hlm 23


(16)

jalan yang ada di daerah Lampung ini, dapat disimpulkan ada 2 ( dua ) faktor yang ditenggarai menjadi penyebab utama kerusakan jalan tersebut. Pertama adalah faktor rendahnya kualitas jalan. Kedua, berlebihnya beban muatan kendaraan yang harus ditanggung jalan.

Jika melihat esensi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang di Lampung, bahwa sesungguhnya kebijakan tersebut berkehendak untuk menerapkan aturan beban kendaraan harus sesuai kemampuan jalan. Untuk itu yang perlu di waspadai adalah kecenderungan para sopir truk untuk membayar denda dari pada menurunkan muatannya. Mereka justru sengaja menyiapkan anggaran untuk membayar denda. Ironisnya, petugas jembatan timbang kita justru lebih suka menarik denda dari pada menurunkan muatannya. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak prilaku yang timbul sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang.

Untuk menjaga keamanan dalam lalu lintas dan angkutan jalan, Kepolisian Negara Republik Indoesia mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkannya. Menurut Pasal 260, dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain di atur dalam Kitab Undang-Undang


(17)

Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:

1. Memberhentikan, melarang, atau menunda pengoprasian dan menyita sementara kendaraan bermotor yang patut di duga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;

2. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

3. Meminta keterangan dari pengemudi, Pemilik kendaraan bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;

4. Melakukan penyitaan terhada Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor,muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti; 5. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan

lalu lintas menurut peratuan perundang-undangan; 6. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; 7. Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;

8. Melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan lalu lintas;dan/atau

9. Melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.

Di Provinsi Lampung sendiri telah menentukan penggolongan mobil barang yang dicantumkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 5 tahun 2011 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang. Pasal 9 Perda Lampung No.5 Tahun 2011 menentukan penggolongan mobil barang sebagai berikut:


(18)

1. Mobil Barang dengan JBI 3.500 kg sampai dengan 8.000 kg dikategorikan sebagai Golongan I;

2. Mobil Barang dengan JBI 8.000 kg sampai dengan 14.000 kg dikategorikan sebagai Golongan II;

3. Mobil Barang dengan JBI 14.000 kg sampai dengan 22.000 kg dikategorkan sebagai Golongan III; dan

4. Mobil barang dengan JBI lebih besar dari 22.000 kg dikategorikan sebagai golongan IV.

Dalam hal ini JBI adalah jumlah berat yang diizinkan, berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. Table 1.1 Jenis-jenis mobil angkutan dan daya angkut mobil

Konfigurasi Sumbu

Jumlah

Sumbu Jenis

JBI Kelas II

JBI Kelas III

1 - 1 2 Truck Engkel 12 ton 12 ton

1 - 2 2 Truck Besar 16 ton 14 ton

1 - 2.2 3 Truck Tronton 22 ton 20 ton

1 - 2 - 2-2 3 Truck Gandeng 36 ton 30 ton 1 . 1 - 2.2 4 Truck 4 sumbu 30 ton 26 ton 1 – 2 – 2.2 4 Truck Tempel 34 ton 28 ton 1 – 2.2 – 2.2 5 Truck Tempel 40 ton 32 ton 1 2.2 – 2.2.2 6 Truck Tempel 43 ton 40 ton Sumber data:

http://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Moda_Transportasi_Jalan Berdasarkan table tersebut diatas yang dimaksud dengan konfigurasi sumbu 1-1 berarti memiliki sumbu 2 dengan jenis mobil truck engkel yang boleh bermuatan


(19)

dengan jumlah berat yang diizinkan 12 ton pada jalan kelas II dan 12 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2 berarti memiliki sumbu 2 dengan jenis mobil truck besar yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 16 ton pada jalan kelas II dan 114 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2.2 berarti memiliki sumbu 3 dengan jenis mobil truck tronton yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 22 ton pada jalan kelas II dan 20 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2-2-2 berarti memiliki sumbu 3 dengan jenis mobil truck gandeng yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 36 ton pada jalan kelas II dan 30 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1.1-2.2 berarti memiliki sumbu 4 dengan jenis mobil truck 4 sumbu yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 30 ton pada jalan kelas II dan 26 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2-2.2 berarti memiliki sumbu 4 dengan jenis mobil truck tempel yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 34 ton pada jalan kelas II dan 28 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2.2-2.2 berarti memiliki sumbu 5 dengan jenis mobil truck tempel yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 40 ton pada jalan kelas II dan 32 ton pada kelas III, konfigurasi sumbu 1-2.2-2.2.2 berarti memiliki sumbu 6 dengan jenis mobil truck tempel yang boleh bermuatan dengan jumlah berat yang diizinkan 43 ton pada jalan kelas II dan 40 ton pada kelas III. Itulah jenis-jenis mobil yang banyak terdapat dijalanan pada umumnya yang dipakai untuk mengangkut barang-barang untuk dikirim ke daerah lain.


(20)

Dijelaskan dalam Pasal 10 Perda Lampung, setiap orang yang melakukan pengangkutan muatan barang diberikan toleransi kelebihan muatan sampai 5% dari JBI seperti tertera dalam STUK.

Tabel 1.2 Kategori pelanggaran Tingkat I dan pelanggaran Tingkat II

NO

GOLONGAN KENDARAAN

PELANGGARAN TINGKAT I

>5-15% DARI JBI

PELANGGARAN TINGKAT II >15-25% DARI JBI

1 Gol I Rp.30.000 Rp.90.000

2 Gol II Rp.60.000 Rp.120.000

3 Gol III Rp.90.000 RP.150.000

4 Gol IV Rp.120.000 Rp.180.000

Sumber data : Perda Lampung No.5 Tahun 2011

Berdasarkan pada table tersebut diatas maka bahwa pada pelanggaran dengan golongan kendaraan golongan I terkena denda Rp. 30.000 bila kelebihan muatan >5-15% dan Rp.90.000 bila kelebihan muatan >15-25% dari jumlah berat yang diizinkan, golonngan II terkena denda Rp. 60.000 bila kelebihan muatan >5-15% dan Rp.120.000 bila kelebihan muatan >15-25% dari jumlah berat yang diizinkan, golongan III Rp.90.000 bila kelebihan muatan >5-15% dan Rp.150.000 bila kelebihan muatan >15-25% dari jumlah berat yang diizinkan, dan pada golongan IV terkena denda Rp.120.000 bila kelebihan muatan >5-15% dan Rp.180.000 bila kelebihan muatan >15-25% dari jumlah berat yang diizinkan(JBI).


(21)

Untuk menindak angkutan muatan yang kelebihan muatan, Kepolisian sebagai pengamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan. Karena berdasarkan Pasal 171 UULAJ alat penimbang yang dapat dipindahkan untuk menimbang pelanggaran muatan di jalan, di oprasikan bersama-sama oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi Lalu Lintas di sini bertugas mengamankan agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat membahayakan pengguna jalan atau dapat merusak jalan, maka dari itu setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan wajib mematuhi ketentuan persyaratan teknis dan laik jalan dan juga wajib mematuhi ketentuan Pasal 106 ayat (4) UULAJ.

Tabel 1.3 Data Pelanggaran Muatan R4 atau Lebih Tahun 2014 di daerah Polda Lampung

No. Bulan Jumlah Pelanggaran Kesatuan

1 Januari 110

POLDA LAMPUNG DAN JAJARAN

2 Februari 302

3 Maret 288

4 April 181

Keterangan 881

Sumber data: DITLANTAS POLDA LAMPUNG tanggal 5 Mei 2014

Berdasarkan table tersebutpada bulan Januari terdapat 110 pelanggaran muatan roda empat atau lebih, pada bulan Februari terdapat 302, bulan Maret terdapat 288 pelanggaran, dan pada bulan April 181 pelanggaran. Provinsi Lampung masih


(22)

terdapat banyak pelanggaran muatan yang dilakukan mobil angkutan. Data tersebut didapat dari Subdit Gakkum Ditlantas Polda Lampung. Pelanggaran muatan itu sendiri terdiri dari berbagai macam aspek, mulai dari muatan melebihi tonase, muatan tidak tertera didalam dokumen pengiriman, muatan melebihi ketentuan yang dapat membahayakan pengguna jalan.

Untuk menentukan mobil itu melakukan pelanggaran, penyidik Polri melakukan kontak visual dengan melihat poros ban, tekanan per, laju kendaraan. Setelah menghentikan kendaraan tersebut Penyidik Polri di Bidang Lalu Lintas melakukan pemeriksaan dokumen. Cara paling mudah untuk menentukan kendaraan tersebut melebihi muatan atau tidak adalah dengan melihat dokumen muatan, apakah muatan tersebut beratnya sesuai dengan batas maksimum muatan yang tertera pada KIR, karna jika lebih maka sudah jelas melakukan pelanggaran muatan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penulisan skripsi dengan judul ”

Peranan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Terhadap Angkutan Umum Yang Kelebihan Muatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membatasi masalah yang menyangkut Peranan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Terhadap Angkutan


(23)

Umum Yang Kelebihan Muatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Peran Penyidik Polri dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009?

b. Apa faktor-faktor penghambat Penyidik Polri dalam melaksanakan peran penyidik terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009?

2.Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini masuk dalam kajian hukum khususnya hukum pidana, yang lebih spesifiknya di bidang pelanggaran lalu lintas khususnya di Provinsi Lampung. Ruang lingkup penelitian meliputi: lingkup pembahasan adalah Peranan Penyidik Polri dalam mengatasi peningkatan jumlah Pelanggaran di jalan raya. Lokasi penelitian yang akan dilakukan adalah wilayah hukum Kepolisian Daerah Lampung ( Polda Lampung)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi tujuan adalah:

a) Untuk mengetahui Peranan penyidik Polri dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.


(24)

b) Untuk mengetahui apa faktor-faktor penghambat Penyidik Polri dalam melaksanakan peran penyidik terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tentang kelebihan muatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

2. Sedangkan Kegunaan dari Penelitian ini: a) Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini adalah untuk memberi pengetahuan dibidang hukum pidana khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan efektifitas hukum pidana dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan

b) Manfaat praktis

1. untuk memberikan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai pelaksanaan pembuktian tindak pidana pelanggaran lalu lintas angkutan jalan.

2. untuk dipergunakan bagi para akademisi dan pihak-pihak yang berkepentingan sebagai pedoman dalam melakukan proses penegakan hukum pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.


(25)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.7

Selanjutnya teori yang dipakai dalam menganalisa permasalahan dalam skripsi adalah teori peranan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, teori peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.8

Teori peran dibagi menjadi:9

1. Peranan ideal (Ideal Role) yaitu status yang diberikan kepada masyarakat karena perilaku penting yang ditetapkan dalam masyarakat.

7

Soerjono Soekanto, 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Rajawali, hlm.124

8

Soerjono Soekanto, 1983. Op. Cit, hlm.212-213 9


(26)

2. Peranan yang seharusnya (Expected Role) yaitu status yang diberikan sesuai dengan ketentuan atau kinerjanya.

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (Perceived Role) yaitu suatu peran yang mendasari diri sendiri untuk melakukan sesuatu atas dasar kesadaran sendiri.

Lebih lanjut Soerjono Soekanto mengemukakan aspek-aspek peranan sebagai berikut: 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Peranan yang dikemukakan diatas merupakan sebagai perilaku dari individu. Peranan yang dibahas dalam hal ini adalah peranan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam menggunakan teori peranan tersebut penulis akan menggunakan teori upaya penanggulangan kejahatan dengan upaya represif (Penal Policy), serta teori faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono, Soekanto, ada lima faktor-faktor dalam penegakan hukum diantaranya:10

1. Faktor Undang-undang adalah peraturan yang tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.

2. Faktor Penegak Hukum adalah yakni pihak pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

10


(27)

3. Faktor sarana dan fasilitas adalah faktor yang mendukung dari penegakan hukum.

4. Faktor Masyarakat adalah yakni faktor yang meliputi lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor Budaya adalah yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah gambaran tentang hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti.11 Pengertian istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:

a. Peranan adalah serangkaian usaha, kegiatan pekerjaan yang sejenis di dalam melaksanakan tugas yang ada.(SKEP KALEMDIKLAT POLRI)

b. Penyidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.12

c. Kepolisian adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketentraman dan ketertiban umum (melanggar orang yang melanggar hukum), merupakan suatu anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban).13

d. Unit Satlantas salah satu bagian unit yang berada pada Polisi Daerah Lampung yang dibagi lagi menjadi 4 Sub Unit dari Satlantas tersebut. Diantaranya Unit Laka, Unit Regident, Unit Dikyasa, Unit Turjawali.

11

Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, hlm.132 12

Pasal 1 angka (35) Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

13


(28)

e. Lalu lintas didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dengan fasilitas pendukungnya.14

f. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian akhir pada suatu rangkaian peristiwa lalu lintas jalan, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian, luka, atau jiwa maupun kerugian harta benda.15

g. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel.16

E. Sistematika Penulisan

Agar dapat memudahkan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini secara keseluruhan, maka Penulis membuat Sistimatika Penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian umum dari pokok-pokok bahasan mengenai Peranan Penyidik Kepolisian Negara Republik

14

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

15

Ramdlon Naning, 1990. Menggairahkan Kesadaran Hukum dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas. Bandung: Mandar Maju, hlm.19

16


(29)

Indonesia Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang akan memberikan jawaban tentang Peranan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelanggaran lalu lintas di daerah Polda Lampung.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta memuat saran-saran mengenai Peranan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang kelebihan muatan berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi Kewenangan

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu: a) hukum; b) kewenangan (wewenang); c) keadilan; d) kejujuran; e) kebijakan; dan f) kebajikan.1

Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan negara agar negara dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga negara itu dapat berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau negara.2 Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan

1 Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Yogyakarta, 1998), hlm. 37-38 2


(31)

kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban. Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata. Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi. Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah

bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda.

Menurut Phillipus M. Hadjon, jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah

kewenangan dengan istilah “bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter

hukumnya. Istilah “bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun

dalam hukum privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik.

Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang.3 Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel

wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi

3 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Bandung,


(32)

wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang

(competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari

undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).


(33)

B. Pengertian Polisi dan Tugas Polisi

Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari bahasa Latin

politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut "orang yang menjadi warga negara dari kota Athena", kemudian pengertian itu berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk menyebut "semua usaha kota". Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka

politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan. Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum.

Kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli. Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.4

Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat ( 1 ) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan

4


(34)

perundang-undangan. Istilah kepolisian dalam Undang-undang ini mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Dalam Pasal 2 UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat.

Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasark-an peraturan perundang-undangan. Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat ( Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) Untuk mendukung tugas pokok tersebut di atas, polisi juga memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.


(35)

3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang - undangan.

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipildan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk - Bentuk pengamanan swakarsa.

7. Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang - undangan lainnya.

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.

9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan Lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi/ atau pihak berwenang.

11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.


(36)

C. Penyidikan dan Kewenangan Penyidik

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan tegas membedakan

istilah “Penyidik” atau “opsporing/interrogation” dan “Penyelidik”. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP disebutkan bahwa “penyidik” adalah pejabat kepolisian negara

Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Menurut Yahya Harahap wewenang penyidik adalah :5

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

4. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 8. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

9. mengadakan penghentian penyidikan;

10.mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (Pasal 7 ayat [1] KUHAP)

5

M. Yahya Harahap, S.H. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan. Sinar Grafika.Hlm. 102


(37)

Pengertian Penyidikan menurut UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berikutnya pengertian dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan adalah :

a. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal, serta menurut cara yang diatur dalam undang-Undang ini. (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 ayat (20)). Dalam hal penangkapan biasa maka penyidik harus membawa surat perintah penangkapan yang meliputi identitas terdakwa, alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, tempat ia diperiksa (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 18 ayat (1)).

b. Penahanan adalah penempatan tersangkan atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan ( UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 20 ayat (1)). Penahanan juga dilakukan dalam penuntutan oleh penuntut umum,


(38)

hakim untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pertimbangan adanya penahanan terhadap perkara antara lain :

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan diduga keras telah melakukan atau percobaan melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.

2. Terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 tahun tau lebih atau diduga melakukan tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 21 ayat (4) huruf (b).

3. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau merusak dan menghilangkan barang bukti, dan akan mengulangi tindak pidana.

c. Penggeledahan terdiri dari penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Dalam hal penggeledahan rumah harus memenuhi syarat yaitu ada surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, disaksikan minimal dua orang saksi, harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan jika tersangka atau penghuni rumah menolak ( Undang–Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 33 ayat (1)). Sedangkan terhadap badan wanita harus dilakukan petugas wanita dalam hal penyidikan ini biasanya oleh polisi wanita atau petugas kesehatan yang bekerja sama dengan kepolisian.


(39)

d. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (Undang–Undang No. 8Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 ayat (16)). Dalam melakukan penyitaan ini harus seijin ketua pengadilan negeri setempat.

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6 ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut, seperti misalnya : mempunyai pengetahuan, keah1ian di samping syarat kepangkatan. Namun demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut pasal 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakim pengadilan umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil serendah


(40)

rendahnya Golongan II B. Selaku penyidik Polri yang diangkat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat melimpahkan wewenangnya pada pejabat polisi yang lain. Tugas Polri sebagai penyidik dapat dikatakan menjangkau seluruh dunia. Kekuasaan dan wewenangnya luar biasa penting dan sangat sulit Di Indonesia, polisi memegang peranan utama penyidikan hukum pidana umum, yaitu pelanggaran pasal-pasal KUHP. Sedangkan penyidikan terhadap tindak pidana khusus, misalnya : korupsi, penyelundupan dan sebagainya menurut ketentuan pasal 284 ayat (2) KUHAP junto pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 dilakukan oleh penyidik ( Polisi dan Pegawai Negeri Sipil, Jaksa dan pejabat Penyidik lain yang berwenang ). Penyidik Pegawai Negeri Sipil menurut penjelasan pasal 7 ayat (2), antara lain : Pejabat Bea Cukai, Pejabat Imigrasi, Pejabat Kehutanan dan lain-lain.

Wewenang polisi untuk menyidik meliputi pula menentukan kebijaksanaan. Hal ini sangat sulit dilaksanakan karena harus membuat suatu pertimbangan , tindakan apa yang akan diambil pada saat yang singkat sewaktu menangani pertama kali suatu tindak pidana disamping harus mengetahui hukum pidananya. Sebelum penyidikan dimulai , penyidik harus dapat memperkirakan tindak pidana apa yang telah terjadi.6

Perundang-undangan pidana mana yang mengaturnya agar penyidikan dapat terarah pada kejadian yang sesuai dengan perumusan tindak pidana itu. Penyidikan tentunya diarahkan ada pembuktian yang dapat mengakibatkan tersangka dapat dituntut dan dihukum. Akan tetapi tidak jarang terjadi dalam proses peradilan pidana, penyidikan telah dilakukan berakhir dengan pembebasan terdakwa. Hal ini tentu saja akan

6


(41)

merusak nama baik polisi dalam masyarakat seperti dikatakan oleh Skolnick yang

dikutip oleh Andi Hamzah, bahwa : “Seringkali tujuan polisi ialah supaya hampir semua tersangka yang ditahan, dituntut, diadili dan dipidana dan menurut pandangan polisi setiap kegagalan penuntutan dan pemidanaan merusak kewibawaannya dalam masyarakat.

Penuntut Umum pun tak mampu menuntut, manakala polisi memperkosa hak-hak tersangka dalam proses, karena perkosaan yang demikian mengakibatkan bebasnya

perkara itu di pengadilan”. Apabila diperhatikan secara seksama. kegagalan suatu

penyidikan disebabkan karena faktor kualitas pribadi penyidiknya karena berhasilnya suatu penyidikan, selain memperhatikan kepangkatan perlu juga dilatar belakangi pendidikan yang memadai mengingat kemajuan tekhnologi dan metode kejahatan yang terus berkembang mengikuti arus modernisasi sehingga jangan sampai tingkat pengetahuan penyidik jauh ketinggalan dari pelaku kejahatan. Penyidik dituntut pula agar menguasai segi tekhnik hukum dan ilmu bantu lainnya dalam Hukum Acara Pidana untuk memperbaiki tekhnik pemeriksaan dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan disiplin hukum demi penerapan Hak Asasi Manusia.

Menurut Andi Hamzah, bahwa : “Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik harus

memiliki pengetahuan yang mendukung karena Pelaksanaan penyidikan bertujuan memperoleh kebenaran yang lengkap. Sehingga apabila pejabat penyidik dalam melakukan penyidikan kurang memahami atau tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan sarana pembuktian maka tindakan penyidik yang


(42)

dilakukan akan mengalami kegagalan.7

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu penguasaan beberapa pengetahuan tambahan disamping pengetahuan tentang hukum pidana dan hukum acara pidana. Ilmu-ilmu yang dapat membantu dalam menemukan kebenaran material,antara lain: logika psikologi, kriminalistik, psikiatri, dan

kriminologi.”Lebih lanjut dijelaskan oleh Andi Hamzah, bahwa :8 Dengan pengetahuan logika dimaksudkan agar diperoleh pembuktian yang logis berdasarkan penemuan fakta yang sudah ada sehingga dapat membentuk kontruksi yang logis. Penguasaan pengetahuan psikologi sangat penting dalam melakukan penyidikan terutama dalam interogasi terhadap tersangka. Dimana penyidik harus menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangka menuju penjara, tetapi sebagai kawan yang berbicara dari hati ke hati.

Berbekal pengetahuan kriminalistik, yaitu pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi penyidik untuk mengenal, mengidentifikasi, mengindividualisasi, dan mengevaluasi bukti fisik. Dalam hal pembuktian, bagian-bagian kriminalislik yang sangat berperan seperti. Ilmu Tulisan, Ilmu Kimia, Fisiologi, Anatomi Patologik, Toksikologi, Pengetahuan tentang luka, Daktiloskopi ( Sidik Jari ), Jejak kaki, Antropometri dan Antropologi. Penelitian dan pengusutan dalam usaha menemukan kebenaran materiel bukan hanya ditujukan pada manusia atau situasi yang normal, tetapi kadang-kadang bisa juga dijumpai hal-hal yang abnormal. Untuk itulah diperlukan ilmu bantu psikiatri yang disebut psikiatri

7

HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Pres, 2008), hlm 13-14.

8


(43)

forensik. Selain tersebut diatas masih ada lagi ilmu yang dapat membantu penyidik untuk mengetahui sebab-sebab atau latar belakang timbulnya suatu kejahatan serta akibat-akibatnya terhadap masyarakat, yaitu kriminologi. Dari uraian diatas, tampak begitu luas dan sulitnya dan kewajiban penyidik dalam proses perkara pidana karena penyidiklah yang akan berperan di garis depan dalam Pelaksanaan penegakan hukum. Namun demikian, tugas berat yang dipikul tersebut bila dijalankan dengan cermat dan hati-hati akan membuahkan hasil.

D. Transportasi dan Peran Transportasi

Secara garis besar pengertian transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari asal ke tujuan. Sementara menurut pendapat beberapa ahli transportasi adalah memindahkan atau mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain , perpindahan barang atau penumpang dari suatu lokasi ke lokasi lain, dengan produk yang digerakkan atau dipindahkan ke lokasi yang membutuhkan atau menginginkan . Sementara undang-undang yang mengatur tentang transportasi adalah Undang-undang No. 22 Tahun 2009. Seperti yang kita ketahui untuk melakukan perpindahan barang atau orang diperlukan sebuah alat atau biasa kita kenal dengan moda atau alat transportasi. kita mengetahui moda transportasi ada 3 yaitu darat, laut dan udara. Darat mencakup transportasi jalan raya dan rel kereta. Laut mencakup trasportasi yang ada dilaut dan di sungai. Udara mencakup transportasi udara meliputi fix wings

dan rotarry wings. Transportasi darat berupa bis, motor, angkot, mobil pribadi, kereta barang, kereta umum, dll. Transportasi Laut meliputi Kapal Laut, speed boat, dsb.


(44)

Transportasi Udara meliputi Helikopter, Pesawat Tempur dan Komersil. Sementara untuk transportasi umum lebih kepada penggunaan untuk khalayak ramai dimana semua warga negara bisa menggunakan fasilitas ini.

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu dengan mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, transportasi mempunyai posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan keseluruhan pelosok tanah air, bahkan dari dan keluar negeri. Di samping itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.9

Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, beli masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan, sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah

9


(45)

pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan roda transportasi lain. Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsur yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, serta peraturan-peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdaya guna dan berhasil guna.

Sehubungan hal tersebut di atas, maka ketertiban, keamanan dan kelancaran dari lalu lintas tersebut merupakan syarat mutlak. Untuk itu sudah seharusnya diusahakan dengan segala kemampuan yang ada untuk menghapuskan atau setidak-tidaknya memperkecil hambatan-hambatan apapun yang masih terdapat dalam bidang lalu lintas. Tujuan semacam ini hanya dapat dicapai apabila masyarakat telah memiliki kesadaran hukum serta pengertian yang tinggi tentang pentingnya berlalu lintas yang disiplin, tertib dan baik. Untuk memahami pengertian lalu lintas tersebut, penulis kemukakan beberapa pengertian lalu lintas baik menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009, maupun menurut pendapat pakar hukum. Menurut pasal 1 angka 3 UULAJ, bahwa "Lalu Lintas adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di Ruang Lalu Lintas jalan ". Sedangkan menurut W. J. S. Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia, bahwa lalu lintas adalah:

1. Berjalan bolak-balik hilir mudik;

2. Perihal perjalanan di jalan dan sebagainya;


(46)

Pengertian ini di tinjau dari ilmu bahasa perkataan lalu lintas memang mengandung unsur-unsur kesibukan atau gerakan yang umumnya merupakan gerakan orang dan kendaraan di jalan. Dalam hal ini orang melihat kesibukan manusia yang berjalan kaki atau kendaraan dari berbagai arah, maka arti lalu lintas dalam hal ini adalah gerak pindah manusia dengan atau tanpa penggerak dari satu tempat ke lain tempat. Dari kedua pengertian lalu lintas diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian lalu lintas dalam arti luas adalah hubungan antar manusia dengan atau tanpa disertai alat penggerak dari satu tempat ke lain tempat dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.

E. Angkutan Barang dan Klasifikasi Lalu lintas

Dalam lalu lintas perdagangan, pengangkutan memegang peranan yang penting. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa adanya pengangkutan aktifitas perusahaan tidak dapat berjalan. Barang yang dihasilkan pabrik sebagai produsen dapat sampai di tangan konsumen hanya dengan jalan pengangkutan. Sedangkan fungsi pengangkutan itu sendiri adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna serta untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi pengertian pengangkutan barang yang menggunakan mobil barang. Ketentuan ini terdapat pada Bab X Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada pasal: 137 ayat (3) Angkutan barang menggunakan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Sedangkan


(47)

pada Bagian keempat UULAJ Pasal 160 menyatakan Angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas

1. Angkutan barang umum 2. Angkutan barang khusus.

Sedangkan pengertian muatan adalah barang atau orang yang diangkut dengan kendaraan. Tetapi dalam pembahasan ini dikhususkan kepada pengertian muatan barang. Diantara keduanya mempunyai perbedaan yaitu, dalam perjanjian pengangkutan barang, obyek perjanjian adalah benda atau binatang, sedangkan dalam pengangkutan orang yang menjadi obyek adalah orang. Dalam hal obyek perjanjian pengangkutan itu barang, mulai pada saat diserahkannya barang itu pada pengangkut, maka penguasaan dan pengawasan atas benda-benda itu ada di tangan pengangkut.

Sedangakan pengertian dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (12) Menyatakan bahwa jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Dan raya adalah besar, sehingga dapat ditarik kesimpulan angkutan jalan raya adalah pengangkutan barang-barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan jalan besar asalkan jalan tersebut terbuka untuk umum.


(48)

F. Definis dan Tinjauan Umum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas

Selanjutnya untuk memberikan penjelasan mengenai pengertian pelanggaran lalulintas, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pengertian pelanggaran itu sendiri. Pelanggaran (overtreding, Belanda) adalah suatu jenis tindak pidana tetapi ancaman hukumnya lebih ringan dari pada kejahatan, baik yang berupa pelanggaran jabatan atau pelanggaran undang-undang. Pelanggaran lalulintas adalah suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan yang tidak mematuhi peraturan lalulintas yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan biasa dikenakan sanksi tilang (Bukti Pelanggaran Lalu Lintas), kurungan penjara, dan denda sesuai dengan pelanggaran si pengemudi kendaraan. Pelanggaran lalu lintas merupakan ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UULAJ. Tilang sesuai dengan penjelasan pasal 211 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP dimaksudkan sebagai bukti bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran lalu lintas jalan. Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas diantaranya sebagai berikut:

1. Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan. 2. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat ijin

mengemudi (SIM), STNK, Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) yang sah atau tanda bukti lainnya sesuai peraturan yang berlaku atau dapat memperlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa.

3. Membiarkan atau memperkenakan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak memiliki SIM.


(49)

4. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.

5. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan.

6. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang yang ada di permukaan jalan.

7. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diijinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang.

8. Pelanggaran terhadap ijin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.

Tentunya dari permasalahan yang terjadi pada kondisi lalu lintas di Indonesia telah menimbulkan berbagai masalah khususnya menyangkut permasalahan lalu lintas. Permasalahan tersebut, seperti:

1. Tingginya angka kecelakaan lalu lintas baik pada persimpangan lampu lalu lintas maupun pada jalan raya;

2. Keselamatan para pengendara dan para pejalan kaki menjadi terancam;

3. Kemacetan lalu lintas akibat dari masyarakat yang enggan untuk berjalan kaki atau memanfaatkan sepeda;

4. Kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas yang biasa kemudian menjadi budaya melanggar peraturan.

Hampir setiap hari di indonesia terjadi kecelakaan akibat kesalahan pengemudi, baik kecelakaan tunggal hingga tabrakan beruntun. Hal ini bisa saja terjadi akibat kelalaian pengemudi kendaraan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas yang sudah ada demi


(50)

keamanan, kelancaran, dan keselamatan lalu lintas. Oleh sebab itu, perlu diketahui mengapa di indonesia tingkat kesadaran akan mamatuhi peraturan lalu lintas masih tergolong reandah. Barikut beberapa hal yang mungkin menjwab penyebab rendahanya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas:

1. Minimnya pengetahuan mengenai,peratutran,marka dan rambu lalu lintas. Tidak semua pengemudi kendaraan paham dan mengetahui peraturan-peraturan lalu lintas, arti dari marka, dan rambu-rambu lalu lintas. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran untuk mencari tahu arti dari marka dan rambu-rambu lalu lintas ditambah pada saat ujian memperoleh SIM, mereka lebih senang mendapatkan SIM dengan instan daripada mengikuti seluruh prosedur.

2. Dari kecil sudah terbiasa melihat orang melanggar lalu lintas atau bahkan orang tuanya sendiri. Kondisi ini sangatlah ironi bila seorang anak kelak mencontoh orang tuanya, bila orang tuanya sering melanggar peraturan, kemungkinan besar anak itu juga melanggar.

3. Hanya patuh ketika ada polisi yang patroli atau melewati pos polisi. Ini juga menjadi kebiasaan kebanyakan orang indonesia. Kita ambil contoh, seorang pengemudi tidak akan melanggar lalu lintas ketika ada polisi yang sedang mengatur arus lalu lintas di simpang jalan atau ada polisi yang sedang jaga di pos dekat simpang tersebut. Namun bila tidak ada polisi, dia bisa langsung tancap gas. 4. Memutar balikkan ungkapan. Sering kita dengar , "peraturan dibuat untuk dilanggar." Ini sangat menyesatkan. Akan tetapi entah bagaimana ungkapan ini sangat melekat di hati orang indonesia, sehingga sangat ingin menerapkannya. Semoga ungkapan ini tidak dipakai pada saat orang menjalankan ibadah sesuai agamanya.

5. Tidak memikirkan keselamatan diri atau orang lain. Pemerintah telah mewajibkan beberapa standar keselamatan pengemudi saat mengemudikan kendaraannya seperti wajib memasang safety belt untuk pengemudi roda 4 dan wajib memakai helm,kaca spion tetap terpasang, dan menyalakan lampu pada siang hari bagi roda 2. Masih banyak contoh standar keselamatan lainnya, akan tetapi kenapa pengemudi malas menerapkannya?


(51)

6. Melanggar dengan berbagai alasan. "sebentar saja kok parkir disini (di bawah rambu larangan parkir), ntar jalan lagi." "ah,sekali-sekali boleh dong ngelanggar, ini butuh cepat". Masih banyak lagi berbagai alasan yang dijadikan pembelaan. Orang indonesia memang jago untuk hal-hal seperti ini.

7. Bisa "damai" ketika tilang. Ini hal yang paling sering terjadi. Ketika pengemudi-pengemudi melanggar peraturan atau tidak lengkapnya kelengkapan surat-surat saat dirazia, hal yang pertama diajukan oleh pengemudi tersebut adalah jalan "damai". Kalu tidak bisa "damai" di jalan, pasti nanti bisa coba "damai" lagi sebelum pengadilan demi mendapatkan kembali surat-surat yang ditahan oleh pihak kepolisian dengan segera.

Muatan lebih adalah muatan sumbu kendaraan yang melebihi dari ketentuan seperti yang tercantum pada peraturan yang berlaku (PP 43 Tahun 1993) . Pelanggaran lalu lintas khususnya kendaraan yang melebihi muatan,10

selain melanggar peraturan lalu lintas sesuai yang tercantum dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan kendaraan yang bermuatan lebih juga menyebabkan sarana infrastruktur jalan cepat rusak. Secara definisi beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban gandar kendaraan melebihi beban standar yang digunakan pada asumsi desain perkerasan jalan atau jumlah lintasan operasional sebelum umur rencana tercapai ,atau sering disebut dengan kerusakan dini.

10


(52)

III METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Masalah

Pendekatan hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.1

Berdasarkan pengertian ini, dapat dinyatakan bahwa penelitian hukum dianggap sebagai penelitian ilmiah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Didasarkan pada metode, sistematika, dan logika berpikir tertentu; b. Bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu (data primer); dan

c. Guna mencari solusi atas permasalahan yang timbul dari gejala yang diteliti tersebut.

1


(53)

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif dan empiris.

a) Pendekatan normatif yaitu pendekatan ini dilakukan dengan cara mendekati permsalahan dari segi hukum, pembahas, dan mengkaji buku-buku dan ketentuan perundang-undangan yang telah ada yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.2

b) Pendekatan empiris yaitu pendekatan ini dilakukan dengan cara mengetahui fakta-fakta yang ada atau terjadi dalam lapangan (masyarakat) dilokasi penelitian dengan mengumpulkan informasi-informasi tentang kejadian yang ada hubungannya dengan masalah yang aka dibahas. Pada penelitian penulis melakukan penelitian ke Ditlantas Polda Lampung. Dipergunakannya pendekatan normatif dan pendekata empiris karna penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara penelitian normatif dengan empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian deskriptif dan problem

identification, yaitu dengan mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubugan dengen penelitian.3

2

Soerjono soekanto,Penelitian Hukum Normatif,1985,hlm.12.

3


(54)

B.Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data pada penulisan ini adalah menggunakan sumber data primer dan data sekunder.

1. Data Primer (field research) yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian di Kepolisian Provinsi Lampung.

2. Data sekunder (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, atau data tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun1946 Tentang Kitab Undang Hukum Pidana

3. Undang-undang Republik Indonesia 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diperoleh dengan cara studi dokumen, mempelajari permasalahan dari buku-buku, literatur, makalah dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan materi ditambah lagi dengan kegiatan pencarian data menggunakan internet.


(55)

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan materi penulisan yang berasal dari kamus hukum.

C.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara studi dokumen dan studi pustaka, studi dokumentasi dan studi pustaka ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier) kemudian menginventarisir serta mensistematisirnya. Selain itu menggunakan metode penentuan sample. Sample adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi.4 Dalam menentukan sample, metode yang digunakan informan (narasumber) yaitu metode berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penelitian, dimana pemilihan responden disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dinggap dapat mewakili populasi terhadap masalah yang sedang diteliti5.

Berdasarkan sample maka yang menjadi informan adalah sebagai berikut:

1. Satlantas Polda Bandar Lampung : 2 Orang

2. Petugas LLAJR : 1 Orang

Jumlah : 3 Orang

29


(56)

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh, maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Pemeriksaan Data (editing)

Yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian. Dalam penelitian ini data-data berupa peraturan perundang-undangan, dan literatur atau buku karya ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

b. Klasifikasi data

Adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

c. Sistematika data

Yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai jenis data dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

D.Analisis Data

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis deskriptif kualitatif, yaitu menguraikan data ke dalam bentuk kalimat yang sistematis sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan dan menjawab permasalahan yang ada


(57)

dalam penulisan ini. Penarikan kesimpulan itu dimaksudkan agar ada pengerucutan hasil penelitian yang dilakukan dengan cara pembuatan penulisan dengan metode khusus umum, maksudnya yaitu cara berfikir yang didasarkan atas fakta- fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum, dimaksudkan untuk mendapatkan apa yang disimpulkan penulisan dan mengajukan saran-saran.


(58)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Peranan yang dilakukan oleh pihak Penyidik Kepolisian dalam pelaksanaan penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan lalu lintas sebagai upaya mengatasi peningkatan pelanggaran kelebihan muatan yang dapat merusak infrastruktur yang ada. Dalam menjalankan perannya ada beberapa peranan yang diambil Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

a. Peranan ideal (Ideal Role) yaitu peran yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Semua anggota kepolisian menjalankan tugas berdasarkan peraturan dan menindak para pelaku yang melanggar peraturan itu dengan sanksi yang tertera pada peraturan yang ada.

b. Peranan yang seharusnya (Expected Role) yaitu status yang diberikan sesuai ketentuan kinerjanya. Seorang penyidik diberikan kewenangan menindak pelanggaran lalu lintas guna menciptakan budaya menuruti peraturan. Seorang penyidik berwenang menindak seseorang yang melanggar aturan karena peraturan yang ada yang menjelaskan bahwa


(59)

segala jenis pelanggaran langsung ditindak oleh penyidik yang mendapati seorang yang melanggar aturan muatan.

c. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (Perceived Role) yaitu suatu peran yang mendasari diri sendiri untuk melakukan sesuatu atas dasar kesadaran sendiri. Dalam hal ini, seorang penyidik berwenang menindak langsug atau melepaskan sipelanggar karna suatu alasan. Bila jelas si pelanggar melakukan pelanggaran kelebihan muatan lebih dari setengah dari yang diangkutnya maka penyidik berkewenangan menurunkan langsung barang muatan tersebut sebagai barang bukti. Tetapi juga Penyidik berwenang melepaskan mobil yang melanggar tersebut karana suatu alasan ternyata mobil tersebut memuat sembako yag diperuntukan untuk di bagikan di suatu daerah.

2. Faktor-faktor penghambat Penyidik Kepolisian dalam pelaksanaan penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran lalu lintas sebagai upaya mengatasi peningkatan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan yaitu:

1. Faktor penegak hukum

a. Kurangnya personil Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia b. Hanya dibatasi oleh undang-undang saja

c. Fasilitas yang mendukung penegakan hukum kurang memadai 2. Faktor masyarakat

Kurangnya pengetahuan masyarakat akan peraturan yang ada, sehingga membuat sulit aparat penyidik meminimal pelanggaran


(1)

61

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Peranan yang dilakukan oleh pihak Penyidik Kepolisian dalam pelaksanaan penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan lalu lintas sebagai upaya mengatasi peningkatan pelanggaran kelebihan muatan yang dapat merusak infrastruktur yang ada. Dalam menjalankan perannya ada beberapa peranan yang diambil Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

a. Peranan ideal (Ideal Role) yaitu peran yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Semua anggota kepolisian menjalankan tugas berdasarkan peraturan dan menindak para pelaku yang melanggar peraturan itu dengan sanksi yang tertera pada peraturan yang ada.

b. Peranan yang seharusnya (Expected Role) yaitu status yang diberikan sesuai ketentuan kinerjanya. Seorang penyidik diberikan kewenangan menindak pelanggaran lalu lintas guna menciptakan budaya menuruti peraturan. Seorang penyidik berwenang menindak seseorang yang melanggar aturan karena peraturan yang ada yang menjelaskan bahwa


(2)

62 segala jenis pelanggaran langsung ditindak oleh penyidik yang mendapati seorang yang melanggar aturan muatan.

c. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (Perceived Role) yaitu suatu peran yang mendasari diri sendiri untuk melakukan sesuatu atas dasar kesadaran sendiri. Dalam hal ini, seorang penyidik berwenang menindak langsug atau melepaskan sipelanggar karna suatu alasan. Bila jelas si pelanggar melakukan pelanggaran kelebihan muatan lebih dari setengah dari yang diangkutnya maka penyidik berkewenangan menurunkan langsung barang muatan tersebut sebagai barang bukti. Tetapi juga Penyidik berwenang melepaskan mobil yang melanggar tersebut karana suatu alasan ternyata mobil tersebut memuat sembako yag diperuntukan untuk di bagikan di suatu daerah.

2. Faktor-faktor penghambat Penyidik Kepolisian dalam pelaksanaan penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran lalu lintas sebagai upaya mengatasi peningkatan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan yaitu:

1. Faktor penegak hukum

a. Kurangnya personil Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia b. Hanya dibatasi oleh undang-undang saja

c. Fasilitas yang mendukung penegakan hukum kurang memadai 2. Faktor masyarakat

Kurangnya pengetahuan masyarakat akan peraturan yang ada, sehingga membuat sulit aparat penyidik meminimal pelanggaran


(3)

63 Budaya yang kurang baik membuat atau menjadian kehidupan kurang baik. Sehingga budaya melanggar peraturan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terhindarkan.

Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi penghambat/kendala Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya daerah Provinsi Lampung dalam pelaksanaan perannya sebagai penyidik untuk menindak pelanggaran lalu lintas angkutan jalan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dalam kesempatan ini disarankan sebagai berikut:

1. Aparat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya daerah Lampung agar terus melaksanakan penindakan atau operasi kepolisian (razia) kendaraan bermotor secara berkala atau sesuai dengan prosedur atau aturan yang berlaku agar tingkat angka pelanggaran lalu lintas di Provinsi Lampung terus berkurang setiap tahunnya. Karena hal ini telah terbukti cukup berpengaruh terhadap berkurangnya angka pelanggaran lalu lintas angkutan jalan. Serta menambah personil unit penyidik kepolisian Satlantas Polda Lampung agar dalam melaksanakan tugasnya dapat berjalan lebih optimal.

2. Kepada Pemerintah Provinsi Lampung ataupun pihak yang terkait agar sarana dan prasarana lalu lintas dapat diperbaiki demi kenyamanan dan keselamatan berkendara masyarakat.


(4)

64

3. Perlu adanya kesadaran dari setiap masyarakat untuk taat pada hukum dan aturan yang berlaku agar tingkat pelanggaran lalu lintas yang dapat mengakibatkan kerusakan infrastruktur dapat berkurang serta kesadaran masyarakat untuk menghormati aparat yang sedang bertugas karena dengan adanya hubungan yang harmonis antara masyarakat dan aparat kepolisian dapat lebih efektif dan efisien. Pihak kepolisian juga harus dapat menjunjung tinggi kode etik kepolisian untuk dapat menjaga wibawa dan citra kepolisian di mata masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi. 2011. Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Semarang. Budiardjo, Miriam. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hamzah, Andi.1983. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Harahap, M. Yahya, S.H. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan Dan Penuntutan. Sinar Grafika.

Julfi, Isman, “ Karakteristik Kendaraan Wajib Ditimbang “ Makalah di Sampaikan Pada Ceramah Pelatihan Operator Jembatan Timbang Balai Diklat Transportasi Darat, Departeman Perhubungan, Bali, 11 Agustus 2005.

Kantaprawira, Rusadi.1998. Hukum dan Kekuasaan. Yogyakarta.

Kuffal, HMA. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Pres, 2008). Maleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Sosial.Edisi Revisi,Bandung,Remaja

Rosdakarya.

Muhammad, Abdulkadir. 1991 Hukum Pengangkutan Darat ,laut, dan Udara. Cet. pertama. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,.

---.1998. HukumPengangkutan Niaga. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---.2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Karya.

Naning, Ramdlon. 1990. Menggairahkan Kesadaran Hukum dan Disiplin Penegak Hukum

Dalam Lalu Lintas. Bandung: Mandar Maju.

Raharjo, Satjipto. 2009. Ilmu Hukum.


(6)

Syafrudin, Ateng.2000. Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan

Bertanggung Jawab, Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Rajawali.

---. 1983. Faktor-faktor Penegakan Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ---. 1985. Penelitian Hukum Normatif.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

---. 1986. Polisi dan Lalu Lintas (Analisa menurut Sosiologi Hukum). Bandung: Mandar Maju

Warpani, Suwardjoko,Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,ITB, Bandung.

Universitas Lampung. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung University Press. Bandar lampung.

Kamus Umum Bahasa Indonesia.1986. Jakarta: Balai Pustaka

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Hukum Pidana

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan