Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPH Pasal 21/26 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegalega

(1)

1 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek

Pajak sangat berperan penting dalam pembangunan ekonomi Negara, karena penerimaan dari pajak ini akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran tahunan Negara. Keberhasilan pembangunan suatu Negara dapat dilihat dengan terpenuhinya dua syarat, yaitu tercapainya kemakmuran dalam bidang ekonomi (kemakmuran material) dan tetap terjaganya nilai-nilai sosial budaya bangsa yang bersangkutan (kemakmuran spiritual). Dalam pelaksanaanya, kegiatan pembangunan nasional memerlukan dana yang diperlukan dalam kegiatan pembangunan Negara diperoleh dari berbagai sektor di antaranya dari sektor nonmigas, pajak, bantuan luar negeri, ekspor dan sumber lainnya.

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum menempatkan Perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan bagi setiap warga Negara yang merupakan sarana peran serta sumber penerimaan Negara yang cukup besar, maka dalam pemungutannya harus benar-benar memenuhi tuntutan keadilan yang merata bagi semua masyarakat. Pungutan pajak merupakan perwujudan atas kewajiban kepada Negara dalam partisipasi anggota masyarkat untuk memenuhi kepentingan pembangunan. Hal ini sesuai dengan pasal 23 ayat 2 UUD 1945.

Reformasi Perpajakan di Indonesia di mulai pada tahun 1983, yaitu dengan mengganti undang perpajakan colonial yang menganut Official Assesment System dengan Undang-undang Perpajakan Nasional yang menganut Self Assesment System dimana sistem pemungutan ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang


(2)

melaporkannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Adanya perubahan dalam sistem perpajakan dikarenakan ketidak sesuaian antara sistem pajak dengan tingkat kehidupan Nasional, baik dari segi pembangunan nasional yang telah dicapai dengan tingkat pendapatan masyarakat yang semakin beragam menyebabkan sistem perpajakan yang lama tidak sejalan lagi dengan perkembangan yang ada sehingga menuntut adanya penyempurnaan terhadap Undang-undang Perpajakan. Oleh karena itu setiap Badan maupun orang pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sudah ditetapkan sebagai Wajib Pajak.

Dalam pelaporan perpajakan terhutang Wajib Pajak harus mampu mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan baik dan benar , apabila surat pemberitahuan di isi salah atau tidak benar maka akan dikenakan sanksi perpajakan, karena Surat Pemberitahuan (SPT) ini akan di guanakan oleh wajib pajak untuk mempertanggungjawabkan besarnya pajak terhutang yang sudah dihitung.

Pajak penghasilan 21&26 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang ada, PajakPenghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar bagi negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannyaUndang-undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah denganUndang-undang Nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000. Selanjutnya aturan pelaksanaannya adalah dengan dikeluarkanya Keputusan Direktorat Jenderal Pajak


(3)

No.KEP-sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi.

Oleh karena itu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tegallega mengolah penerimaan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPH Pasal 21 sesuai dengan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini.

PPh Masa Pasal 21/26 merupakan pemotongan pajak yang melibatkan oleh pihak ke-3, dalam system administrasi perpajakan kita mengenal yang namanya Witholding System. Dimana pihak yang memotong PPh pasal 21/26 adalah pihak pemberi kerja atau pemberi penghasilan yang berkewajiban melakukan pemotongan atas gaji/upah yang dibayarkan kepada pekerja. Pemotongan ini dilakukan saat pemberi kerja melakukan pembayaran gaji atau upah kepada penerima penghasilan. Peran pemberi kerja mulai dari melakukan penghitungan pajak yang terutang atas gaji atau upah yang dibayarkan, melakukan pembayaran pajak yang telah dipotong ke kas Negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan terakhir melakukan pelaporan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pemotongan yang telah dilakukannya melalui pelaporan SPT Masa PPh pasal 21/26 satu bulan sekali.

Dalam melakukan pembahasan mengenai Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPh pasal 21/26 penulis mengacu pada Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/KMK.03/2003 dan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-215/PJ/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan. Pihak yang terkait:

Kepala Seksi Pelayanan

Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)


(4)

Seksi Pemeriksaan Wajib Pajak

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul penelitian yaitu: “Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPH Pasal 21/26 di Kantor Pelayanan Pajak Tegallega Bandung”

1.2 Tujua Kerja Praktek

Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Prosedur penerimaan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)

masa PPH Pasal 21/26 pada Kantor Pelayanan pajak Pratama Tegallega.

2. Untuk mengetahui Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPH Pasal 21/26 dilaporkan.

3. Untuk mengetahui sanksi apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPH Pasal 21/26 telat atau tidak dilaporkan.

4. Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan antara SPT Masa / Tahunan PPh Pasal 21/26 (lama) dengan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (baru)


(5)

Semua informasi yang dihasilkan, dikumpulkan melalui kerja praktek dan studi literature yang diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai barikut :

1. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam mengetahui bagaimana tata cara penerimaan dan pengolahan SPT masa PPh 21/26 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung

2. Bagi Perusahaan

Diharapkan dengan dilaksanakannya Kerja Praktek di KPP Pratama Tgallega Bandung akan memberikan hasil yang menjadi masukan bagi perusahaan dalam hal tata cara penerimaan dan pengolahan SPT masa PPh 21/26.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil dari Kerja Prakek ini bisa dijadikan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang tata cara penerimaan dan pengolahan SPT masa PPh 21/26.


(6)

Dalam melaksanakan kerja praktek ini penulis mengambil instansi yang akan dijadikan tempat kerja praktek yaitu di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta Nomor 216 Bandung. Waktu pelaksanaan kerja praktek dari tanggal 19 Juli sampai dengan 13 Agustus 2010. Kerja praktek ini berlangsung dari hari Senin sampai dengan hari Jumat, dimulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 dimana sesuai dengan daftar hadir sebagai berikut :

Tabel 1.1

Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Tahap Prosedur Kegiatan

Waktu

Juli Agustus

1 2 3 4 1 2

I Tahap Persiapan

1. Mengambil surat izin kerja praktek

2. Mencari tempat kerja praktek

3. Menentukan tempat kerja praktek

II Tahap Pelaksanaan

1. Mengajukan surat permohonan kerja praktek

2. Meminta surat pengantar ke perusahaan

3. Kerja praktek di perusahaan

4. Mengajukan judul laporan kerja praktek

5. Penyusunan laporan kerja praktek

III Tahap Pelaporan

1. Menyiapkan Laporan kerja praktek

2. Bimbingan kuliah kerja praktek

3. Penyempurnaan laporan kerja praktek 4. Penggandaan laporan kerja praktek


(7)

7 BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Bandung Tegallega

Sejarah pajak mula-mula berasal dari Negara Perancis pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, yang pada zamannya beliau terkenal dengan nama “Cope Napoleon”. Pada masa itu Negara Belanda dijajah oleh Negara Perancis. Sistem pajak yang diterapkan Perancis kepada Belanda diterapkan pula oleh Belanda kepada Indonesia pada saat Belanda menjajah Indonesia, yang ada saat itu dikenal dengan “Oor Logs-Overgangs Blasting” (Pajak Penghasilan). Konsep pajak itu kemudian dibuat pada tahun 1942 di Australia saat Indonesia masih diduduki tentara Jepang.

Maksud dari peralihan mengenai pajak ini merupakan suatu peraturan yang dibuat untuk mempersiapkan bilamana dikemudian hari penjajah Jepang ditarik kembali dari Indonesia.

Pemungutan pajak ini oleh pemerintah Belanda dilaksanakan oleh sutu badan yaitu “ Deinspetie van Vinancian”, yang kemudian diganti nama menjadi “Zeinenbu” oleh pemerintah Jepang pada tanggal 15 Maret 1942. Lima bulan kemudian, 15 Agustus 1942, nama tersbut diganti menjadi “Kantor Inspeksi Keuangan” dan berkantor di Gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika.


(8)

Pada tanggal 21 Agustus 1947 bersamaan dengan Agresi Militer Berlanda 1, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung di pindahkan ke Bandung Selatang di Kabupaten Soreang, bersama-sama dengan Tentara Keamanan Rakyat berevakuasi. Setelah Agresi Militer Belanda II menyerang lagi pada tanggal 19 Desember 1948, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Tasikmalaya. Bersamaan dengan kejadian tersebut, kekkuasaan Republik Indonesia terpecah menjadi dua, yaitu :

1. Kelompok yang bekerja dengan Belanda dan menolak pindah ke Tasikmalaya. Kelompok ini disebut menganut sistem “cooperative” (inspeksi Keuangan Bandung).

2. Kelompok yang menganut non-cooperative, yang mana kelompok ini pindah ke Tasikmalaya dan tidak bekerjasama dengan Belanda.

Setelah berakhirnya Agresi Militer Belanda II, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang berada di Tasikmalaya dibubarkan dan kedudukannya dikembalikan di Bandung pada tanggal 17 Desember 1947. Kantor Inspeksi Keungan Bandung pada saat itu diserah terimakan oleh Menteri yang pertama, Mr. Safrudin Prawiwanegara, dan kemudian menteri Negara ini menunjuk Bapak Sahid Koesoemosarminto sebagai Kepala Kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang pertama, periode 1957-1950, berkantor di km “0” (Groofpostweg), saat ini di Jalan Asia Afrika Nomor 114, Bandung.


(9)

Sejak tahun 1968, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung berganti nama menjadi Kantor Inspeksi Pajak Bandung. Pada tanggal 1 Agustus 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Inspeksi Pajak Bandung Barat yang meliputi : Kota Praja Bandung sebelah Barat berbatasan dengan Inspeksi Pajak sebelah Timur, Kabupaten bandung, dan Kota Administatif Cimahi dan berkantor di Jl.soekarno Hatta.

2. Inspeksi Pajak Timur, meliputi : Bandung sebelah Timur yang terbelah oleh Jl.Moch.Toha, Jl.Otto Iskandardinata, Jl. Cicendo, Jl. Cihampelas bagian Selatan, Jl.Pasteur bagian Timur, Jl. Cipaganti, dan Jl. Setiabudi yang berkantor di Jl. Asia Afrika No. 114 Bandung (termasuk Kabupaten Sumedang).

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep-148/KMK.01/1988 tanggal 19 Januari 1988 dibentuklah kantor baru yang diberi nama Kantor Inspeksi Bandung Tengah beralamatkan Jalan Purnawarman No. 21 Bandung dengan Drs. Untung Rivai sebagai kepala kantornya. Sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut maka di Bandung dibagi atas tiga Kantor Inspeksi Pajak, yaitu :

Kantor Inspeksi Bandung Timur, Kantor Inspeksi Bandung Tengah, dan Kantor Inspeksi Bandung Barat.


(10)

Dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK.0112001 tanggal 23 Juli 2001, terhitung mulai tanggal 1 Februari 2002 KPP Bandung dibagi menjadi:

1. KPP Cimahi yang beralamatkan di Ji. Raya Barat Cimahi

2. KPP Bandung Tegallega yang beralamatkan di 11. Soekamo Hatta No.2 16 Bandung

3. KPP Bandung Cibeunying yang beralamatkan di Ji. Purnawarman No.3 72 Bandung

4. KPP Bandung Karees yang beralamatkan di Ji. Kiaracondong No.372 Bandung

5. KPP Bandung Cicadas yang beralamatkan di Ji. Soekarno Hatta No.718 Bandung

6. KPP Bandung Bojonegara yang beralamatkan di 31. Asia Afrika No.114 Bandung


(11)

2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Bandung Tegallega

Struktur organisasi merupakan suatu bagian dan uraian tugas yang menggambarkan hubungan wewenang dan tanggung jawab bagi setiap karyawan yang ada dalam perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas, maka seluruh kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik dan mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan oleh KPP Pratama Tegallega Bandung. Maka struktur organisasi dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 2.2

Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega Kepala

Kantor

Sub Bag Umum

Seksi Pengolahan Data & Informasi

Seksi Pelayanan

Seksi Penagihan

Seksi Pemeriksaan

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Kel. Jabatan Fungsional

Seksi Pengawasan Dan konsultasi


(12)

2.3 Deskripsi Jabatan

Sesuai dengan Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 431KMK.Ol/2001, Uraian jabatan instansi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega adalah sebgai berikut:

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Melakukan penyuluhan (membina karyawan yang ada di wilayah wewenang kekuasaannya);

b. Melakukan peningkatan pelayanan;

c. Melakukan pengawasan (pemeriksaan dan penagihan), termasuk mengawasi jalannya kegiatan oprasional perpajakannya yaitu:

Pajak Penghasilan (PPh);

Pajak Pertambahan Nilai (PPN);

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM); Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL);

Menerima laporan kerja dan setiap seksi dan membuat kegiatan oprasional Kantor Pelayanan Pajak Jawa Barat.


(13)

2. Sub Bag Umum

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Kepala Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian, mempunyai tugas melakukan tata usaha, kepegawaian dan laporan,

b. Kepala Urusan Keuangan, mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan; c. Kepala Urusan Rumah Tangga, mempunyai tugas melaksanakan urusan

rumah tangga dan perlengkapan.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Subseksi PDI I, mempunyai tugas melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi dan pembuatan monografi pajak;

b. Subseksi PDI II, mempunyai tugas melakukan pemberian dukungan teknis computer;

c. Subseksi PDI III, mempunyai tugas melakukan urusan penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak.

4. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Subseksi Pelayanan Terpadu, mempunyai tugas melaksanakan urusan penerimaan Surat Pemberitahuan, Surat Wajib Pajak Lainnya, serta melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan, dan pencabutan identitas Wajib Pajak;


(14)

b. Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), mempunyai tugas melaksanakan urusan penelitian SPT Tahunan PPh dan penyeleseian penundaan

penyampaian SPT Tahunan PPh;

c. Subseksi Ketetapan dan Arsip Wajib Pajak, mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha penerbitan ketetapan pajak dan kearsipan berkas Wajib Pajak.

5. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak (TUPP), mempunyai tugas melaksanakan urusan piñata usahaan piutang pajak, usul penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran;

b. Subseksi Penagihan Aktif, mempunyai tugas melaksanakan urusan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, usulan lelang dan dukungan penagihan lainnya.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV

Memiliki tugas dan tanggunga jawab sebagai berikut:

a. Melakukan pengawasan keputusan perpajakan wajib pajak, melalui

pemanfaatan data dan Sistem Aministrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) atau Sistem Informasi DJP (SIDJP);

b. Bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak; c. Konsutasi teknis perpajakan kepada wajib pajak; d. Analisis kerja wajib pajak;


(15)

e. Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi;

f. Memonitor penyeleseian pemeriksaan pajak dan proses keberatan; g. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku; h. Membantu wajib pajak dalam memperoleh penegasan dan konfirmasi masalah

perpajakan;

i. Melakukan pemutakhiran data wajib pajak dan membuat company profile; j. Menginformasikan ketentuan perpajakan terbaru kepada wajib pajak;

k. Melakukan pemutakhiran data wajib pajak dalam membuat company profile; dan

l. Menyeleseikan permohonan surat keterangan yang diperlukan wajib pajak. 7. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Penyusunan rencana pemeriksaan,

b. Pengawasan antara pelaksanaan emeriksaan,

c. Penerbitan dan penyaluran SP3 (Surat Perintah Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak), dan

d. Administrasi perpajakan lainnya. 8. Seksi Ekstensifikasi

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, b. Pendataan objek dan subjek pajak,


(16)

c. Penilaian objek pajak, dan

d. Kegiatan ekstensifikasi perpajakan. 9. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari:

1. Pejabat Fungsional pemeriksa, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan.

2. Pejabat fungsional penilai, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.

2.4 Aspek Kegiatan KPP Pratama Bandung Tegallega

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega memberikan pelayanan public dengan baik kepada wajib pajak dengan memenuhi semua kebutuhan wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan prosedur dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung, juga aspek kegiatan yang tidak dapat dilupakan yaitu antara lain terdiri dari:


(17)

Pelayanan terhadap wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis.

Melaksanakan kegiatan oprasional perpajakan dibidang pengolahan data dan informasi, tata usaha perpajakan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya serta penagihan pajak.

Kegiatan dan pegawasan dan pemeriksaan atas PPh dan PPN serta penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari, mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penata usahaan surat pemberitahuannya dan lampirannya termasuk penelitian kebenaran penulisan dan perhitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran masa PPh dan PPN.

Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan serta melakukan kegiatan yang bersifat meningkatkan jumlah wajib pajak.

Secara berkala, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melaporkan hasil kegitan oprasional kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak setempat.


(18)

2.4.1 Tata Ruang KPP Pratama Bandung Tegallega

Saat ini KPP Pratama Bandung Tegallega beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta No. 216 Bandung. KPP Pratama Bandung Tegallega terdiri dari 3 lantai, yaitu:

1. Lantai satu terdiri dari:

- Ruang Pelayanan dan Pengarsipan

- Ruang PDI (Pengolahan Data dan Informasi) - Ruang Ekstensifikasi

- Mushola

2. Lantai dua terdiri dari: - Ruang Kepala Kantor - Ruang Kesekretariatan - Ruang Sub bag. Umum

- Ruang Sie Waskon (Pengawasan dan Konsultasi) I, II, III, IV - Ruang Pemeriksaan

- Ruang Penagihan 3. Lantai tiga terdiri dari :

- Gudang


(19)

18 3.1 Pembahasan Hasil Kerja Praktek 3.1.1 Tinjauan Umum Mengenai Perpajakan

Dalam perpajakan tentunya kita harus memahami apa yang dimaksud pajak dan pengertian lainnya yang berhubungan dengan pajak maka kita akan membahas sebagai berikut:

3.1.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbale balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Sedangkan menurut S.I Djajadiningrat:

Pajak sebagai suatu kewajiban yang menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbale balik Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Dan pengertian menurut Erly:

Pajak adalah suatu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih.


(20)

Menurut Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sesuai Undang-undang No.16 tahun 2009.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara yang dapat dipaksakan sesuai dengan Undang-undang dengan tidak mengharapkan jasa timbale balik dan penggunaannya dipergunakan untuk kesejahteraan bersama.

3.1.1.2 Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi Budgetair (anggaran)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.

3.1.1.3 Syarat Pemungutan Pajak

Ada pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:


(21)

a. Pemungutan pajak harus adil (starat keadilan)

b. Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaan yakni dengan membrikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembyaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

c. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis)

d. Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hokum untuk menyatakan

e. Tidak mengganggu perekonomian (sarat ekonomis)

f. Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

g. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial)

h. Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.


(22)

j. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

3.1.1.4 Pengelompokan Pajak

Menurut golongannya pajak dibagi dua:

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Menurut sifatnya dibagi dua:

1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan kepada orang lain.

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.

Menurut lembaga pemungutnya dibagi dua:

1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.


(23)

3.1.1.5 Pengertian PPH pasal 21/26

Pajak penghasilan 21 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang ada, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun 1983 sebagaiman telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000. Selanjutnya aturan pelaksanaannya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-545/PJ/2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi.

Dalam pasal 13 ayat (5) Peraturan Mentri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 disebutkan bahwa: “Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.”


(24)

3.1.2 Tinjauan Umum Mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) 3.1.2.1 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3.1.2.2 Surat Pemberitahuan Masa

Surat Pemberitahuan Masa atau SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu masa atau dalam bagian dari satu tahun. Kalau Wajib Pajak tidak satu tahun penuh menjadi Wajib Pajak karena baru datang di Indonesia atau meninggal dunia sebelum tahun pajak berakhir, maka pajaknya dihitung dari masa pajak yang kurang dari satu tahun. Untuk itu wajib pajak harus memasukan Surat Pemberitahuan Masa.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam masa pajak itu dengan suatu pecahan yang pengambilannya 12 dan penyebutnya sama dengan jumlah bulan dan masa pajak. Dan penghasilan tahunan itu dihitung jumlah pajak setahun menurut tarif tahunan. Kemudian untuk menghitung pajak yang terutang dalam masa pajak itu, utang pajak tahunan dikalikan dengan suatu pecahan yang pengambilannya adalah jumlah bulan dan masa pajak, sedangkan penyebut nya adalah 12 (=jumlah bulan dalam satu tahun) contoh 7/12.


(25)

Surat Pemberitahuan Masa dalam Pajak Pertambahan Nilai mempunyai arti lain. Pengertian masa disini bertalian dengan masa pajak, yang mempunyi arti suatu jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim. Jadi Surat Pemberitahuan Masa dalam PPN adalah Surat Pemberitahuan yang harus dimasukan setiap bulan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai laporan bulanan yang memuat perhitungan dari:

Pajak masukan berdasarkan transaksi pembelian barang kena pajak/penerimaan jasa kena pajak.

Pajak keluaran berdasarkan realisasi penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak .

Penyetoran pajak atau kompensasi.

3.1.2.3 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Ada tiga fungsi SPT bagi masing-masing Wajib Pajak, yaitu: 1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, Pajak Penghasilan:

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam Satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.


(26)

c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajkan yang berlaku.

2. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yng sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran. c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang telah ditentukan oleh perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3.1.2.4 Tempat Cara Pelaporan dan Pembayaran SPT a. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

b. Manual

c. Disampaikan kantor pos/perusahaan jasa ekspedisi/perusahaan jasa kurir (tanda bukti serta tanggal penerimaan SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT sepanjang SPT tersebut diterima lengkap.


(27)

e. Elektronik, yaitu melalui system online yang real time (e-filing)

3.1.2.5 Batas Waktu SPT

Berdasarkan Undang-undang No. 16 Tahun 2009 perubahan keempat atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang KUP Pasal 3 ayat 1, batas waktu penyetoran SPT masa PPh Pasal/21/26 yang terutang dalam suatu masa pajak disetor paling lambat 15 hari setelah masa pajak berakhir.

Sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 adalah 20 hari setelah masa pajak berakhir.

3.1.2.6 Sanksi apabila SPT Masa PPh telat atau tidak dilaporkan

Berdsarkan pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 16 Tahun 2000 adalah apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyaimpain Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai , Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang Pribadi.


(28)

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda bagaiman dimaksud dalam pasal 7 ayat 2 tidak dilakukan terhadap:

a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.

b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga Negara Asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia.

d. Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan lagi di Indonesia.

f. Bendaharawan yang tidak melakukan pembayaran lagi.

g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatas Peraturan Mentri Keuangan.

h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.

Berdasarkan Pasal 38, setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah yang pertamakali sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar paling banyak 2 (dua) kali


(29)

jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana, kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

3.1.2.7 Prosedur Penyeleseian SPT

Wajib Pajak harus mengambil sendiri blanko SPT pada Kantor Pelayanan Pajak setempat (dengan menunjukan NPWP).

SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang akan ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui Kantor pos harus dilakukan secara tercatat dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.

3.1.3 Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPh Pasal 21/26

PPh Masa Pasal 21/26 merupakan pemotongan pajak yang melibatkan oleh pihak ke-3, dalam system administrasi perpajakan kita mengenal yang namanya Witholding System. Dimana pihak yang memotong PPh pasal 21/26 adalah pihak pemberi kerja atau pemberi penghasilan yang berkewajiban melakukan pemotongan atas gaji/upah yang dibayarkan kepada pekerja. Pemotongan ini dilakukan saat


(30)

pemberi kerja melakukan pembayaran gaji atau upah kepada penerima penghasilan. Peran pemberi kerja mulai dari melakukan penghitungan pajak yang terutang atas gaji atau upah yang dibayarkan, melakukan pembayaran pajak yang telah dipotong ke kas Negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan terakhir melakukan pelaporan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pemotongan yang telah dilakukannya melalui pelaporan SPT Masa PPh pasal 21/26 satu bulan sekali.

Dalam melakukan pembahasan mengenai Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPh pasal 21/26 penulis mengacu pada Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/KMK.03/2003 dan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-215/PJ/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan. Pihak yang terkait:

Kepala Seksi Pelayanan

Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)

Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Pelaksana Seksi Pelayanan

Seksi Pemeriksaan Wajib Pajak


(31)

3.2 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek

Bidang pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek yang dilaksanakan selama 25 hari yaitu penulis ditempatkan di bagian Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung. Disini saya melakukan perekaman atau pengolahan data SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. SPT dapat disampaikan dalam bentuk kertas dan dalam bentuk elektronik (e-SPT). SPT dalam bentuk kertas adalah SPT dengan cara konvensional sedangkan SPT elektronik adalah SPT dalam bentuk digital (berisi rekaman data elemen SPT induk beserta lampirannya) yang data digitalnya atau yang informasi digitalnya disampaikan melalui jaringan komunikasi data, sebagai lampiran dari SPT induk hasil cetakan data tersebut. Penyampaina SPT digital dilakukan khusus untuk SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, dan SPT Tahunan PPh. WP Besar (WP yang terdaftar pada KPP Pratama WP Besar) wajib menyampaikan SPT dalam bentuk digital mulai tanggal 1 September 2002. Yang dimaksud dengan penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah penyampaian SPT dengan menggunakan media computer (floppy, CD) atau secara elektronik. Aplikasi yang digunakan dalam menyusun SPT digital adalah e-SPT yang merupakan aplikasi yang diberikan secara cuma-Cuma oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Aplikasi e-SPT digunakan untuk:

Merekam data-data perpajakan seperti identitas Wajib Pajak, bukti pemotongan, faktur pajak, data-data SSP dan lain-lain.


(32)

Membentuk file data SPT untuk di simpan di disket.

Mengimpor data dari system yang telah dimiliki oleh Wajib Pajak dengan mengacu pada format data yang sesuai dengan aplikasi e-SPT.

Pelaksanaan kuliah kerja praktek pada bagian akuntansi ini dibimbing oleh Bapak Budi Pranawa, SE. serta staff Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung.

3.3 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek

Teknik pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega, selama kurang lebih 25 hari terhitung mulai tanggal 19 Juli sampai dengan 13 Agustus 2010. Selama melaksanakan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung, penulis ditempatkan pada bagian Pengolahan Data dan Informasi. Penulis diberi kesempatan untuk membantu mengerjakan tugas yang ada, tugas tersebut antara lain :

1. Mengetahui Prosedur penerimaan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPH Pasal 21/26 pada Kantor Pelayanan pajak Pratama Tegallega.

2. Mengetahui Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPH Pasal 21/26 dilaporkan.

3. Mengetahui sanksi apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPH Pasal 21/26 telat atau tidak dilaporkan.


(33)

4. Mengetahui perbandingan total penerimaan pajak PPH Pasal 21/26 untuk Tahun 2009 dan Target 2010


(34)

3.3.1 Prosedur Kerja

1. Wajib Pajak/PKP menyampaikan SPT Masa PPh baik langsung maupun melalui Pos ke KPP.

2. Petugas TPT menerima SPT yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak dan SPT yang disampaikan melalui Pos. Untuk SPT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP lain yang diterima secara langsung harus ditolak sedangkan melalui Pos diteruskan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan Surat Pengantar.

3. Petugas TPT mengecek kelengkapan SPT berdasarkan ketentuan:

a. Untuk SPT lengkap, dilanjutkan dengan merekam data SPT atau kelengkapan SPT nya, menerbitkan BPS/LPAD, menyampaikan langsung atau mengirimkan BPS ke Wajib Pajak atau kuasanya, menggabungkan LPAD dengan SPT atau dokumen kelengkapan SPT.

b. Untuk SPT tidak lengkap yang diterima langsung harus ditolak sedangkan yang melalui pos diteruskan ke Wajib Pajak dengan disertai Surat Penolakan SPT Tahunan.

4. Petugas TPT meneruskan konsep Surat Pengantar Penerusan SPT ke KPP lain dan Surat Penolakan SPT ke Kepala Seksi Pelayanan dan meneruskan SPT beserta batch header ke Pelaksana Seksi PDI.

5. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani konsep surat yang diterima. Proses atau surat yang telah ditandatangani dilanjutkan ke SOP tentang Tata Cara


(35)

Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak dan SOP tentang tata cara penyampain dokumen di KPP.

6. Pelaksana Seksi PDI mengecek dan mencocokan kebenaran fisik SPT apakah telah sesuia dengan isi batch header, merekam SPT lengkap dan mengirimkan SPT yang telah direkam kepada Accounts Representatives.

7. Accounts Representatives melakukan penelitian kebenaran formal pengisian SPT. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal terdapat kesalahan matematis, Account Representative (AR) membuat Surat Himbauan (SOP KPP 60-006 tentang tata cara himbauan perbaikan surat pemberitahuan) sedangkan dalam terjadi keterlambatan penyampaian/pembayaran SPT (SOP B003 tentang tata cara penerbitan surat tagih)

8. Surat Tagihan Pajak (STP)

Bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima pembayaran pajak. Sebagai keabsahan pembayaran setiap SSP akan diberikan validasi oleh kantor pelayanan pajak. Setelah dilakukan penyetoran pemberi kerja atau pemberi penghasilan mengisi dan menandatangani dengan lengkap, jelas dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan setiap bulan berikutnya, sebagai contoh pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 untuk bulan Januari penyetoran kantor pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 10 Februari dan untuk pelaporan SPT ke KPP paling lambat tanggal 20 Februari.


(36)

Pengiriman SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang dikirimkan ke Kantor Pelayanan Pajak secara langsung akan diterima oleh KPP melalui loket yang dikenal dengan sebutan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). TPT akan mulai beroprasi dari jam 07.30 sampai 17.00 dari hari Senin sampai hari Jumat. Hal pertama yang dilakukan oleh petugas TPT adalah melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan penghitungan SPT yang dilaporkan. Kelengkapan nya meliputi:

1. Lampiran yang diwajibkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 apakah semua sudah lengkap atau belum termasuk didalamnya tanda tangan pimpinan perusahaan/pemberi kerja dan stempel perusahaan.

2. Apabila ada Surat Setoran Pajak harus diteliti validasi pembayaran dari bank sebagai bukti bahwa pembayaran oleh pemberi kerja melalui SSP tersebut telah sah dan diterima oleh Bank Persepsi atau Kantor Pos.

3. Penelitian sederhana tentang penghitungan PPh Pasal 21/26 untuk mengetahui salah tulis, salah hitung atau kesalahan dalam melakukan penerapan tentang peraturan per Undang-undangan yang berlaku mulai dari identitas Wajib Pajak sampai dengan penjumlahan angka-angka yang tertera dalam SPT tersebut.

Apabila ketiga sarat tersebut ada unsur yang tidak terpenuhi maka petugas TPT berhak untuk menolak pengiriman SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang disampaikan oleh pemberi kerja. Dan petugas di TPT wajib untuk member tahu ketidak lengkapan


(37)

atau kesalahan dalam SPT yang disampaikan oleh pemberi kerja tersebut untuk dikoreksi.

Setelah itu petugas TPT akan melakukan input data untuk dibuatkan Bukti Penerimaan Surat sebagai tanda bukti yang sah bahwa Wajib Pajak atau pemberi kerja tersebut telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/26 ke Kantor Pelayanan Pajak dimana dia terdaftar.

Proses selanjutnya adalah penyortiran yang dilakukan oleh Seksi Pelayanan. Dimana kita tahu bahwa TPT itu dibawah pengawasan Seksi Pelayanan. Penyortiran ini dilakukan berdasar perjenis pajak. Ketika masih disortir/dipisahkan per jenis pajak langkah selanjutnya adalah pengiriman SPT Masa PPh 21/26 untuk dilakukan perekaman di Seksi Pengolahan Data dan Informasi.

Di seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) SPT Masa PPh Pasal 21/26 akan dilakukan perekaman oleh petugas di seksi tersebut. Perekaman ini menggunakan aplikasi khusus yang telah disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak secara tersentralisasi. Ada dua aplikasi perekaman yaitu melalui sistem online yang real time yaitu Sstem Informasi Direktorat Jendral Pajak, dimana dengan sistem ini setiap perekaman yang kita lakukan akan langsung diterima di basis data di kantor pusat. Sedangkan sistem yang kedua adalah sistem data entry lokal, dalam sistem ini setiap hasil perekaman akan ditampung dulu di masing-masing server di KPP yang bersangkutan setelah data tercukupi data akan dikirim ke kantor pusat.


(38)

Kelebihan sistem data entry lokal adalah proses pengerjaan yang lebih cepat dikarenakan sistemnya digunakan oleh kantor itu saja. Berbeda dengan Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak (SIDJP) yang pemakainnya seluruh Indonesia jadi sistemnya agak terlambat. Sehingga respon dalam menanggapi perintah dalam SIDJP lebih lama dari pada sistem entry lokal.

Setelah dilakukan perekaman langkah selanjutnya adalah penyortiran yang dilakukan oleh petugas di seksi PDI untuk membedakan yang terlambat lapor atau tidak. Untuk yang tidak terlambat lapor dalam hal ini pelaporan sebelum dan atau pada tanggal 20 dan bila tanggal 20 jatuh pada akhir libur batas akhir pelaporan mundur satu hari kerja berikutnya, maka SPT yang sudah selesei dilakukan perekaman akan dikirimkan kembali ke seksi pelayanan untuk diarsipkan ke berkas pengarsipan di ruangan arsip. Sedangkan untuk yang mengalami keterlambatan pelaporan maka SPT yang bersangkutan akan dikirimkan ke Account Representative (AR) yang bersangkutan untuk dilakukan proses penagihan Sanksi Administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26.

Apabila dalam perekaman diketemukan kesalah dalam Wajib Pajak melakukan penghitungan atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak maka SPT masa PPh Pasal 21/26 tersebut akan dikirimkan ke AR untuk dilakukan himbauan untuk membetulkan surat pemberitahuannya.


(39)

3.3.2 Jenis Formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26

Penulis akan mencoba sedikit menguraikan tentang SPT Masa PPh pasal 21/26. Mengenai formulir apa saja yang harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dan kapan waktunya. Sebagai informasi berdasarkan peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER/32/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan 21 dan/atau Pasal 26 yang selanjutnya disebut Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 terhitung untuk pelaporan mulai bulan Juli 2009 SPT Masa PPh Pasal 21/26 telah mengalami perubahan bentuk yang cukup signifikan. Berikut penulis juga akan mencoba menguraikan beberapa perbedaan yang cukup signifikan tersebut dalam uraian berikut:

1. Formulir 1721 induk

Jika dilihat dari tampilan wajah, SPT Masa PPh Pasal 21/26 terbaru banyak mengalami perubahan, terutama tampilan di Induk SPT mengenai isi, formulir induk 1721 ini digunakan untuk melaporkan informasi tentang objek PPh dan jumlah pajak yang terutang baik untuk setiap masa pajak maupun masa pajak terakhir. Dalam formulir ini juga tertera identitas siapa pemilik formulir yang bersangkutan (subjek pemotong PPh 21/26).

Perubahan isi di induk SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang terbaru disesuaikan dengan sejumlah perubahan mekanisme pelaporan PPh Pasal 21/26. Dengan adanya perubahan ini, jumlah perhitungan realisasi PPh Pasal 21/26 untuk tahun berjalan


(40)

akan terlihat dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 bulan Desember, tepatnya di SPT induk bagian B kolom 5 baris ke 20.

2. Formulir 1721-I

Formulir ini digunakan untuk melaporkan daftar pemotongan PPh Pasal 21/26 untuk pegawai tetap dan penerima pensiunan berkala (penerima Bukti Potong 1721 A1/A20. Formulir ini tidak banyak mengalami perubahan disbanding dengan formulir yang lama. Dalam formulir SPT tahunan 1721 yang lama, formulir 1721-I ini identik dengan 1721-A yang merupakan rekapitulasi dari formulir bukti potong 1721 A1/A2. Dengan ditiadakannya pelaporan SPT Tahunan 1721, formulir 1721-I wajib disampaikan hanya pada masa pajak Desember. Kolom penghasilan bruto dan PPh Pasal 21/26 terutang diisi dengan akumulasi selama tahun kalender.

3. Formulir 1721-II

Formulir ini adalah jenis formulir baru dalam rangkaian formulir pelaporan PPh Pasal 21/26. Formulir ini berisi daftar perubahan pegawai tetap di tahun berjalan, termasuk juga di masa pajak Desember. Dalam lampiran III PER-32/PJ/2009 yang berisi tentang petunjuk pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26, disebutkan bahwa Wajib Pajak memotong PPh Pasal 21/26 harus menyampaikan formulir ini manakala ada pegawai tetap yang memenuhi kondisi berikut:

a. Pegawai tetap yang keluar. Pada kolom penghasilan bruto dan PPh Pasal 21/26 yang terutang diisi dengan akumulasi dari Masa Januari dampai dengan Masa dimana pegawai tersebut keluar.


(41)

b. Pegawai tetap yang masuk. c. Pegawai yang baru ber-NPWP.

Lampiran ini berfungsi sebagai alat cross check DJP atas jumlah pemotongan PPh Pasal 21/26 yang dilaporkan Wajib Pajak. Catatan, jika yang mengalami perubahan adalah pegawai tidak tetap, maka wajib pajak pemotong PPh Pasal 21/26 tidak perlu mengisikan formulir ini.

4. Formulir 1721-T

Formulir ini berisi tentang informasi daftar pegawai tetap atau penerima pension berkala. Informasi yang dilaporkan dalam formulir inipun hanya NPWP (diisi dalam hal pegawai telah ber-NPWP), nama pegawai dan status serta jumlah tanggungan pegawai yang bersangkutan.

Formulir ini wajib disampaikan pada saat pertama kali wajib pajak pemotong berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pasal 21/26. Dalam hal wajib pajak berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pasal 21/26 sebelum berlakunya PER-32/PJ/2009, formulir 1721-T wajib diisi dan dilampirkan pada Masa peralihan yaitu Masa Pajak Juli 2009.


(42)

3.3.3 Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26

Daftar bukti pemotongan ini digunakan untuk melaporkan bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 final dan non final. Daftar ini hanya diisi dan dilaporkan jika ada transaksi dalam suatu masa pajak. Untuk masa pajak Desember diisi dengan daftar bukti pemotongan untuk masa pajak Desember saja, bukan akumulasi selama tahun takwim.

Dalam peraturan Direktur Jendral Pajak No. PER-32/PJ/2009, sejumlah lampiran yang harus disampaikan, setidaknya meliputi:

a. Surat Setoran Pajak (SSP) b. SSP PPh Pasal 21/26

c. Surat kuasa khusus/surat keterangan kematian d. Daftar bukti potong PPh Pasal 21/26 tidak final e. Daftar bukti potong PPh Pasal 21/26 final f. Formulir 1721-I

g. Formulir 1721-II

h. Daftar biaya untuk wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT tahunan PPh Badan.


(43)

3.3.4 Perbedaan SPT PPh Pasal 21/26 Lama Dengan Yang Baru

Perbedaan SPT dalam peraturan Dirjen Pajak yang baru dengan yang lama yaitu adanya perubahan bentuk formulir SPT Masa PPh pasal 21/26 yang lama dengan yang baru dan penambahan formulir baru yaitu formulir 1721-T tentang daftar pegawai tetap atau penerima pension berkala.

Dengan dikeluarkannya peraturan baru ini, ritual penyampaian laporan pemotongan PPh Pasal 21/26 real selama tahun berjalan (SPT tahunan PPh Pasal 21/26) yang sebelumnya dilakukan pada bulan ke 3 setelah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, kini disampaikan pada masa pajak terakhir, yaitu SPT Masa PPh Pasal 21/26 bulan Desember.

Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan antara SPT Masa / Tahunan PPh Pasal 21/26 (lama) dengan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (baru), dapat dilihat pada resume dibawah ini:

Lama Baru

Ada SPT tahunan untuk penghitungan kembali PPh untuk pegawai tetap selama satu tahun kalender dihitung dan dilaporkan di SPT tahunan.

Di indikasikan tidak ada SPT tahunan PPh pasal 21/26 tetapi pasal dalam PER-32/PJ/2009 tidak menjelaskan bahwa wajib pajak tidak perlu lagi melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26.

Tidak scanable Scanable, untuk mempermudah

pemrosesan data di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP).


(44)

Tidak ada kolom untuk SPT pembetulan Mengakomodasi peraturan terbaru seperti:

PPh ditanggung pemerintah Penghitungan hutang pajak selama satu tahun kalender di masa Desember

Pengenaan tariff 20% lebih tinggi dari tariff yang diterapkan bagi yang tidak memiliki NPWP Dsb

Ada penambahan formulir terbaru yaitu formulir 1721-I, 1721-T, daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21/26

(final dan non final)

3.3.5 Kelebihan dan Kelemahan SPT Masa PPh Pasal 21/26 Yang Baru Kelebihan:

Upaya DJP untuk memurnikan PPh Pasal 21/26 ke konsep WHT.

Meminimalisir praktek penggeseran penyetoran PPh Pasal 21/26 dan praktek Poor financing.

Pemerintah dapat menghitung penerimaan PPh Pasal 21/26 selama tahun berjalan.


(45)

Lebih mudah memonitor kebenaran perhitungan PPh Pasal 21/26 yang dilaporkan pada SPT Masa.

Kelemahan:

Penegasan penghapusan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26 masih grey area. Penghitungan PPh pasal 21/26 per Masa yang sifatnya masih estimasi. Tidak adanya lampiran mengenai daftar perubahan pegawai tidak tetap. Bukti pemotongan PPh pasal 21/26 tidak dibuat rangkap 3.

3.3.6 Kebijakan Yang Perlu di Ambil Untuk Mengatasi Kelemahan di Atas Penegasan di tiadakannya SPT Tahunan PPh Pasal 21/26 karena PER-32/PJ/2009 tidak menegaskan hal tersebut sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda pada wajib pajak.

Membuat lampiran mengenai daftar perubahan pegawai tidak tetap supaya fiskus juga dapat mengawasi perpajakannya.

Menambahkan lembar bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 menjadi rangkap 3 (tiga) sebagai alat control, bagi pemakai dalam mengawasi pelaporan dan pemotongan PPh Pasal 21/26.

Melakukan pengawasan yang lebih ketat oleh fsikus agar system yang baru ini dapat berjalan dengan semestinya karena kemungkinan potensi praktik penggeseran PPh Pasal 21/26 masih ada.


(46)

3.3.7 Target Penerimaan PPh Pasal 21/26 di KPP Pratama Tegallega Bandung Selain membahas tentang Tata Cara Pengolahan SPT Masa PPh Pasal 21/26 penulis juga tertarik untuk mengetahui seberapa jauh secara jumlah peran dari PPh pasal 21/26 yang dipotong dari karyawan atau penerimaan penghasilan terhadap total penerimaan di KPP Pratama Tegallega Bandung. Dari data yang kita terima per 05 Februari 2010 diketahui jumlah wajib pajak tahun 2009 yang berkewajiban melakukan PPh Pasal 21:

1. Untuk Orang Pribadi sejumlah 61.098 Wajib Pajak yang aktif. 2. Untuk Badan sejumlah 4.899 Wajib Pajak.

Sedangkan untuk total seluruh Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Tegallega sejumlah:

Sehingga kalau kita hitung secara matematika sederhana jumlah wajib pajak yang berkewajiban melakukan pemotongan PPh pasal 21/26 adalah sejumlah:

Jumlah Pemotongan PPh Pasal 21/26 x 100% Jumlah seluruh Wajib Pajak Terdaftar

61.098 + 4.899 x 100% = 100% 65.997


(47)

Sehingga dengan perhitungan sederhana diatas bahwa total jumlah wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakan PPh pasal 21/26 di KPP Pratama Tegallega Bandung adalah sejumlah (Isi) % dari total seluruh wajib pajak yang terdaftar.

Untuk analisa yang ke-2 penulis mencoba untuk mengetahui tingkat prosentase total penerimaan yang dihasilkan dari pemungutan PPh Pasal 21/26 untuk tahun pajak 2007, 2008, 2009, dan 2010. Dibandingkan dengan total seluruh penerimaan di KPP Pratama Tegallega Bandung tanpa PBB dan BPHTB.

Jumlah PPh Pasal 21 x 100%

Jumlah seluruh Pajak tanpa PBB dan BPHTB

Rencan target 2010 untuk penerimaan PPh 21 sebesar Rp 25.223.202.000,00 Untuk rencana tahun 2010:

Untuk tahun 2009 :

21.836.586.000 x 100% = 9,765% 223.601.170.557

Untuk tahun 2008 :

19.270.017.142 x 100% = 9,793% 196.768..489.879


(48)

Untuk tahun 2007 :

39.048.371.810 x 100% = 11,922% 327.542.932.070

Ternyata dengan adanya data diatas dapat terlihat kenaikan dan penurunan prosentase selama tiga tahun berjalan. Pada tahun 2007 ke tahun 2008, terjadi penurunan prosentase akibat dari adanya perpindahan wajib pajak yang ditarik ke Madya.


(49)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya dan berdasarkan pengamatan selama mengikuti Kerja Praktek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung sehubungan dengan judul laporan Kerja Praktek yaitu “Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPH Pasal 21/26 di Kantor Pelayanan

Pajak Tegallega Bandung”, maka kesimpulan yang didapat adalah:

1. Prosedur penerimaan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (SPT Masa PPh), pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega sudah sesuai dengan prosedur yang ada, sesuai dengan alur flow chart yang ada dan sesuai dengan tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh dan dasar hukumnya. Dari mulai tempat Pelayanan Terpadu (TPT) sampai kembali lagi ke Wajib Pajak dan didistribusikan sangat baik dari seksi pelayanan ke seksi lain.

2. Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh bagi pemungutan PPh harus disampaikan oleh Bendaharawan pemerintah setiap bulan paling 20 hari masa pajak dilakukannya pembayaran tagihan berakhir. 3. Sanksi administrasi dan denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak sesuai

dengan peraturan undang-undang dan keputusan Mentri Keuangan, tetapi jika dipindahkan maka kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega dapat


(50)

memberikan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada Wajib Pajak yang tidak patuh dan jika tidak dipindahkan maka akan berlanjut sampai ke lelang.

4. Perbedaan antara SPT Masa / Tahunan PPh Pasal 21/26 (lama) dengan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (baru)

Lama Baru

Ada SPT tahunan untuk penghitungan kembali PPh untuk pegawai tetap selama satu tahun kalender dihitung dan dilaporkan di SPT tahunan.

Di indikasikan tidak ada SPT tahunan PPh pasal 21/26 tetapi pasal dalam PER-32/PJ/2009 tidak menjelaskan bahwa wajib pajak tidak perlu lagi melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26.

Tidak scanable Scanable, untuk mempermudah

pemrosesan data di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP).

Tidak ada kolom untuk SPT pembetulan

Mengakomodasi peraturan terbaru seperti:

PPh ditanggung pemerintah Penghitungan hutang pajak selama satu tahun kalender di masa Desember

Pengenaan tariff 20% lebih tinggi dari tariff yang diterapkan bagi yang tidak memiliki NPWP

Dsb


(51)

4.2 Saran

Dari kesimpulan tersebut diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah: Prosedur penerimaan pelaporan SPT Masa PPh ini sebaiknya menggunakan tanda tangan asli tidak diwakilkan dengan cap agar terhindar dari penyalahgunaan cap itu sendiri.

1 .Sebaiknya atas waktu keterlambatan atas pelaporan SPT Masa PPh karena tidak adanya surat peringatan maka sebaiknya petugas KPP mengingatkan Wajib Pajak dengan mengedarkan surat peringatan.

2. Sebaiknya sanksi administrasi agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan tentang sanksi-sanksi administrasi, maka KPP setempat agar lebih mudah dalam penanganan tersebut seharusnya kantor pajak lebih baik member buku panduan sebagai tata cara membayar pajak bahkan diberi buku panduan Ketetapan Umum Perpajakan (KUP), agar wajib pajak tersebut mematuhi peraturan perundang-undangan.

3. Sebaiknya pajak penghasilan 21 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang ada, Pajak yaitu formulir 1721-I, 1721-T, daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 (final dan non final)


(52)

Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar bagi Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undnag Nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan Undang-Undang-undnag Nomor 17 tahun 2000.


(53)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Program Strata I Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia

Disusun : IMANIAR NAUFAL

21107040

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STRATA I AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2010


(1)

Untuk tahun 2007 :

39.048.371.810 x 100% = 11,922% 327.542.932.070

Ternyata dengan adanya data diatas dapat terlihat kenaikan dan penurunan prosentase selama tiga tahun berjalan. Pada tahun 2007 ke tahun 2008, terjadi penurunan prosentase akibat dari adanya perpindahan wajib pajak yang ditarik ke Madya.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya dan berdasarkan pengamatan selama mengikuti Kerja Praktek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung sehubungan dengan judul laporan Kerja Praktek yaitu “Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPH Pasal 21/26 di Kantor Pelayanan Pajak Tegallega Bandung”, maka kesimpulan yang didapat adalah:

1. Prosedur penerimaan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (SPT Masa PPh), pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega sudah sesuai dengan prosedur yang ada, sesuai dengan alur flow chart yang ada dan sesuai dengan tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh dan dasar hukumnya. Dari mulai tempat Pelayanan Terpadu (TPT) sampai kembali lagi ke Wajib Pajak dan didistribusikan sangat baik dari seksi pelayanan ke seksi lain.

2. Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh bagi pemungutan PPh harus disampaikan oleh Bendaharawan pemerintah setiap bulan paling 20 hari masa pajak dilakukannya pembayaran tagihan berakhir. 3. Sanksi administrasi dan denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak sesuai

dengan peraturan undang-undang dan keputusan Mentri Keuangan, tetapi jika dipindahkan maka kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega dapat


(3)

memberikan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada Wajib Pajak yang tidak patuh dan jika tidak dipindahkan maka akan berlanjut sampai ke lelang.

4. Perbedaan antara SPT Masa / Tahunan PPh Pasal 21/26 (lama) dengan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (baru)

Lama Baru

Ada SPT tahunan untuk penghitungan kembali PPh untuk pegawai tetap selama satu tahun kalender dihitung dan dilaporkan di SPT tahunan.

Di indikasikan tidak ada SPT tahunan PPh pasal 21/26 tetapi pasal dalam PER-32/PJ/2009 tidak menjelaskan bahwa wajib pajak tidak perlu lagi melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26.

Tidak scanable Scanable, untuk mempermudah pemrosesan data di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP).

Tidak ada kolom untuk SPT pembetulan

Mengakomodasi peraturan terbaru seperti:

PPh ditanggung pemerintah Penghitungan hutang pajak selama satu tahun kalender di masa Desember

Pengenaan tariff 20% lebih tinggi dari tariff yang diterapkan bagi yang tidak memiliki NPWP

Dsb


(4)

4.2 Saran

Dari kesimpulan tersebut diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah: Prosedur penerimaan pelaporan SPT Masa PPh ini sebaiknya menggunakan tanda tangan asli tidak diwakilkan dengan cap agar terhindar dari penyalahgunaan cap itu sendiri.

1 .Sebaiknya atas waktu keterlambatan atas pelaporan SPT Masa PPh karena tidak adanya surat peringatan maka sebaiknya petugas KPP mengingatkan Wajib Pajak dengan mengedarkan surat peringatan.

2. Sebaiknya sanksi administrasi agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan tentang sanksi-sanksi administrasi, maka KPP setempat agar lebih mudah dalam penanganan tersebut seharusnya kantor pajak lebih baik member buku panduan sebagai tata cara membayar pajak bahkan diberi buku panduan Ketetapan Umum Perpajakan (KUP), agar wajib pajak tersebut mematuhi peraturan perundang-undangan.

3. Sebaiknya pajak penghasilan 21 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang ada, Pajak yaitu formulir 1721-I, 1721-T, daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 (final dan non final)


(5)

Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar bagi Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undnag Nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan Undang-Undang-undnag Nomor 17 tahun 2000.


(6)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Program Strata I Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia

Disusun : IMANIAR NAUFAL

21107040

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STRATA I AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2010