Perancangan Media Permainan Mengenal Bentuk Dan Suara Untuk Murid Taman Kanak-Kanak (TL) Di Kebun Binatang Bandung

(1)

iii ABSTRAK

Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

(Studi Deskriptif tentang Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai – nilai Budaya Sunda)

Oleh : Bryan Hilton

NIM : 41807066

Penelitian ini dibawah bimbingan : Rismawaty, S.Sos.,M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung pada Nilai-nilai budaya sunda, untuk menjawab masalah diatas maka dimunculkan sub fokus Kepribadian Mahasiswa Pendatang di kota Bandung pada Nilai-nilai budaya Sunda, Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di kota Bandung pada Nilai-nilai budaya Sunda, Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang pada Nilai-nilai budaya Sunda

Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta penulis juga melakukan wawancara serta observasi di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran akan data di lapangan, informan pada penelitian ini adalah informan yang di yakini penulis sebagai narasumber yang berkompeten di dalam penelitian ini, di dalam penelitian ini penulis mengunakan 1 informan kunci 4 informan tambahan.

Hasil penelitian pada karya ilmiah ini menemukan hasil bahwa faktor utama terjadinya Akulturasi di dalam diri mahasiwa pendatang di kota Bandung adalah Kepribadian dari mahasiswa tersebut yang bersifat terbuka, sehingga dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan, selanjutnya Motivasi yang kuat dari dalam diri mahasiwa pendatang yang mau belajar serta menghayati Nilai – nilai budaya Sunda, dan Lingkungan yang mendukung mahasiswa pendatang untuk membentuk karakter kepribadian yang baru .

Kesimpulan pada karya ilmiah ini adalah bahwa Akulturasi masyarakat sunda yang selalu memegang adat istiadat warisan leluhurnya sehingga cara berfikir, sikap ramah terhadap pendatang dapat di tunjukan secara langsung sehingga banyak mahasiswa pendatang di kota Bandung yang merasa nyaman untuk tinggal di Bandung serta belajar tentang kebudayaan Sunda

Saran untuk Mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang kebudayaan selanjutnya disarankan dapat memperkaya studi literatur mengenai kebudayaan sunda itu sendiri, selanjutnya untuk Akademik sebagai tempat untuk mencari ilmu di harapkan dapat banyak menambahkan literatur tentang kebudayaan sunda, dan untuk masyarakat sunda diharapkan dapat mempertahankan kebudayaannya sebagai warisan leluhur yang perlu di lestarikan.


(2)

iv ABSTRACT

Students Acculturation Immigrants in Bandung (Descriptive Study of Student Immigrants in Bandung in

Value - the value of Sundanese culture) Presented By:

Bryan Hilton NIM : 41807066

This study under the guidance of: Rismawaty, S. Sos., M.

The study aims to determine the Student Acculturation Immigrants in Bandung on the values of Sundanese culture, How Personality Student Immigrants in the city of Bandung on the values of Sundanese culture, How Immigrants Student Motivation in the city of Bandung in Sundanese cultural values, How Immigrants Student Environmental Values in Sundanese culture This research uses descriptive method with qualitative approaches as well as the authors also conducted interviews and field observations in order to know the truth of the data in the field, informants in this study was an informer the authors believe to be competent as a resource in this study, in this study the author uses one key informant as well as 4 additional

Primary and research results in scientific work found the result that the main factor of acculturation within immigrant students in the city of Bandung is the personality of the student who is open, allowing you to easily adapt to the environment, then the strong motivation from within self-immigrant students who want to learn and appreciate the value - the value of Sundanese culture, and environment that supports student entrants to form a new personality traits.

Conclusions on the scientific work is that societies are always holding the Sundanese community mores patrimony so that way of thinking, friendly attitude towards immigrants can show directly that many immigrant students in the city that feels comfortable to live in Bandung as well as learn about the Sundanese culture Advice for Students who want to conduct further research on culture recommended to enrich the study of literature about the culture itself Sunda, next to Academic as a place to seek knowledge is expected to add a lot of literature about the culture Sunda, Sundanese and to society are expected to maintain its cultural heritage ancestral to the preserve.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Ilmu Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau bahasa inggris communication berasal dari kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada persamaan makna mengenai apa yang dicakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang diwariskan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duannya,selain mengerti bahasa yang di gunakan, juga mengerti makna dari bahasa yang dipercakapkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang di paparkan di atas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatife, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.


(4)

Menurut Carl I. Hovland, Ilmu komunikasi adalah: Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat atau sikap. Definisi Hovland di atas menunjukan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individualist).

Memurut Fisher (1986:17) ilmu komunikasi mencangkup semua dan bersifat eklektif. Sedangkan menurut Berger dan Chaffe (1983:17) menerangkan bahwa ilmu komunikasi adalah : “Communication science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production, processing and effect.” (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosessan dan efek dari simbol serta sistem signal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hokum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.)

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum dan bersama-sama. Sarah Trenholm dan Arthur Jensen (1996:4) mendifinisikan komunikasi demikian : “A process by which a source transmits a message to a reciewer through some


(5)

chanel.” (Komunikasi adalah suatu proses di mana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran.)

Hoveland (1969:371) mendifinisikan komunikasi, demikian : “The process by which an individual (the communicator) transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individu”. (Komunikasi adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah prilaku individu yang lain.) Gode (1969:5) member pengertian mengenai komunikasi berikut : “ It is a process that makes common to or several what was the monopoly of one or some.” (Komunikasi adalah suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli oleh satu atau beberapa orang.)

Sedangkan menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (1964:527) mendefinisikan komunikasi, sebagai berikut: “ Communication : the transmission of information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of symbol…” (Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.)

2.1.2 Fungsi Komunikasi

Berdasarkan pengamatan yang mereka lakukan, para pakar komunikasi mengemukakan fungsi-fungsi yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih diantara berbagai pendapat tersebut. Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas-diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk


(6)

mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berprilaku seperti yang kita inginkan. Namun menurut Scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkunga fisik dan psikologi kita.

Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, seperti : apa yang harus kita makan pagi hari, apakah kita kuliah atau tidak, bagaimana belajar untuk menghadapi tes. Menurut Verderber

2.1.3Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi di dalam dua perspektif yaitu :

2.1.3.1 Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologi

Proses komunikasi prespektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses. Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, yakni isi pesan dan lambing. Isi pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan lambing umumnya adalah bahasa. Walter Lippman menyebut isi pesan itu “ picture in our head”, sedangkan Walter Hagemann menamakannya “ das Bewustseininhalte”. Proses “mengemas” atau “ membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dalam bahasa komunikasi dinamakan encoding. Hasil encoding berupa pesan itu kemudian ia transmisikan atau operkan atau kirimkan kepada komunikan.


(7)

2.1.3.2 Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.

Proses komunikasi dalam prespektif ini kompleks atau rumit. Sebab bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung. Adakalanya komunikannya seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti ini dinamakan komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi.

2.1.4 Lingkup Komunikasi

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup (scope)-nya dan ba(scope)-nyak dimensi(scope)-nya. Para mahasiswa acapkali mengklasifikasikan aspek-aspek komunikasi ke dalam jenis-jenis yang satu sama lain berbeda konteksnya.

2.1.4.1 Bidang Komunikasi

Yang dimaksudkan dengan bidang di sini adalah bidang kehidupan manusia, di mana diantara jenis kehidupan yang satu dengan jenis kehidupan yang lain terdapat perbedaan yang khas; dan kekhasan ini menyangkut pula proses komunikasi. Berdasarkan bidang komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut :


(8)

a. Komunikasi sosial (social communication) b. Komunikasi organisasional / manajemen

(Organizational/Management communication) c. Komunikasi bisnis (business communication) d. Komunikasi politik (political communication)

e. Komunikasi internasional (internasional communication) f. Komunikasi antarbudaya ( intercultural communication) g. Komunikasi pembangunan (development communication) h. Komunikasi tradisional (traditional communication)

2.1.4.2 Sifat Komunikasi

Ditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Komunikasi verbal (verbal communication) 1.) Komunikasi lisan (verbal communication) 2.) Komunikasi tulisan (written communication) b. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)

1.) Komunikasi kial (gestural/body communication) 2.) Komunikasi gambar (pictorial communication) c. Komunikasi tatap muka ( face-to-face communication) d. Komunikasi bermedia ( mediated communication)


(9)

2.1.4.3Tujuan Komunikasi

a. Mengubah sikap ( to change the attitude)

b. Mengubah opini/pendapat pandangan ( to change the opinion) c. Mengubah prilaku ( to change the behavior )

d. Mengubah masyarakat ( to change the society)

2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Lintas Budaya

Untuk memahami interaksi budaya, terlebih dahulu kita harus memahami komunikasi manusia. Memahami manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibat-akibat dari apa yang terjadi, dan akibatnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.

Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu.

Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu


(10)

banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antar etnis.

Komunikasi antar budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. (Richard E.Porter dan Larry A.Samover : 1982). Dengan kata lain, komunikasi antar budaya merupakan komunikasi antar dua atau lebih budaya baik dalam satu negara maupun antar negara lain1.

Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang pendidikan, dan sebagainya.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.

1


(11)

Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.

Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:

1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita


(12)

2. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.

2.2.1 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

2.2.1.1 Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

a. Menyatakan Identitas Sosial

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.

b. Menyatakan Integrasi Sosial

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya


(13)

yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.

c. Menambah Pengetahuan

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya


(14)

2.2.1.2Fungsi Sosial

a. Pengawasan

Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

b. Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.


(15)

c. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

d. Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian jaipongan di daerah Jawa Barat. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

2.3 Tinjauan tentang Akulturasi

Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang di set dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang autonom. Menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.

Dalam proses komunikasi pastinya mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya


(16)

pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain.Dan itu dilakukannya lewat komunikasi.Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah, gerak mata,gerak tubuh lainnya,dan persepsi tentang penting tidaknya prilaku nonverbal.

Bahkan bila seorang imigran dapat menggunakan pola-pola komunikasi verbal dan nonverbal secara memuaskan, ia mungkin masih akan mengalami sedikit kesulitan dalam mengenal dan merespons aturan-aturan komunikasi bersama dalam budaya yang ia masuki itu. Imigran sering tidak sadar akan dimensi-dimensi budaya pribumi yang tersembunyi yang mempengaruhi apa yang di persepsikan dan bagai mana mempersepsi, bagaimana menafsirkan pesan-pesan yang diamati, dan bagaimana mengekspresikan pikiran dan prasaan secara tepat dalam konteks relasional dan keadaan yang berlainan. Perbedaan-perbedaan lintas budaya dalam aspek-aspek dasar komunikasi ini sulit diidentifikasi dan jarang dibicarakan secara terbuka. Perbedaan-perbedaan tersebut sering merintangi timbulnya saling pengertian antar para imigran dan anggota-anggota masyarakat pribumi.

Bila kita memandang akulturasi sebagai proses pengembangan kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, perlulah ditekankan fakta bahwa kecakapan berkomunikasi sedemikian diperoleh melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi. Orang belajar berkomunikasi dengan berkomunikasi. Melalui


(17)

pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang teruss menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Keccakapan berkomunikasi yang telah diperoleh imigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya.

Kecakapannya ini terutama terletak pada kemampuan imigran untuk mengontrol perilakunya dan lingkungan pribumi. Kecakapanimigran dalam berkomunikasi akan berfungsi sebagai seperangkat alat penyesuaian diri yang membantu imigran memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan kelangsungan hidup dan kebutuhan akan “rasa memiliki” dan “harga diri” (maslow, 1970:47).

Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru. Kecakapan komunikasi yang diperolehnya, pada gilirannya menunjukkan derajat akulturasi imigran tersebut. Derajat akulturasi imigran tidak hanya direfleksikan dalam, tapi juga di permudah oleh, derajat kesesuaian antara pola-pola komunikasinya dan pola-pola komunikasi masyarakat pribumi yang disetujui bersama. Ini tidak berarti bahwa setiap rincian prilakukomunikasi seorang imigran dapat diamati untuk memahami akulturasinya, tidak pula berarti bahwa semua aspek akulturasinya dapat dipahami melalui pola-pola komunikasinya. Namun, dengan memusatkan perhatian pada beberapa variabel komunikasi yang penting dalam proses akulturasi, kita dapat memperkirakan realiitas akulturasi pada suatu saat tertentu dan juga meramalkan tahap akulturasi selanjutnya.


(18)

2.3.1 Variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi

Dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi oleh Ruben (1975). Dalam perspektif sistem, unsur dasar suatu sistem komunikasi manusia teramati ketika orang secara aktif sedang berkomunikasi, berusaha untuk, dan mengharapkan berkomunikasi dengan lingkungan. Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui dua proses yang saling berhubungan komunikasi persona dan komunikasi sosial.

2.3.1.1 Komunikasi Persona

Komunikasi persona (atau intrapersona) mengacu kepada proses-proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespon lingkungan.”komunikasi persona dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku terhadap objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Ruben, 1975 : 168 – 169). Dalam konteks akulturasi, komunikasi persona, seorang imigran dapat dianggap sebagai pengaturan pengalaman-pengalaman akulturasi kedalam sejumlah pola respon kognitif dan afektif yang dapat diidentifikasikan dan konsisten dengan budaya pribumi atau yang secara potensial memudahkan aspek-aspek akulturasi lainnya.


(19)

Salah satu variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam mempersepsi lingkungan pribumi. Selama fase-fase awal akulturasi, persepsi seorang imigran atas lingkungan pribuminya relatif sederhana; persepsi imigran atas lingkungannya yang asing itu menunjukkan stereotip-stereotip kasar. Namun, setelah imigran mengetahui budaya pribumi lebih jauh, persepsinya menjadi lebih halus dan kompleks, memungkinkannya menemukan banyak variasi dalam lingkungan pribumi. Suatu variabel komunikasi persona lainnya dalam akulturasi adalah citra diri (self image) imigran yang berkaitan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya.

2.3.1.2 Komunikasi Sosial

Komunikasi persona berkaitan dengan komunikasi sosial ketika dua atau lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak. “komunikasi adalah suatu proses yang mendasari intersubjektivitas, suatu fenomena yang menjadi sebagai akibat simbolisasi publik dan penggunaan serta penyebaran simbol” (Ruben, 1975 : 171).melalui komunikasi sosial individu-individu “menyetel” perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan perilaku-perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi sosial dapat dikategorikan lebih jauh kedalam komunikasi antarpersona dan komunikasi masa.komunikasi antarpersona terjadi melalui hubungan-hubungan antarpersona, sedangkan komunikasi masa adalah suatu proses komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu


(20)

untuk berinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan antarpersona dengan individu-individu tertentu.

2.3.1.3 Lingkungan Komunikasi

Kondisi- kondisi lingkungan merupakan hal yang mungkin secara signifikan mempengaruhi perkembangan sosio–budaya yang akan dicapai imigran. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya (Taylor, 1979).

2.3.2 Potensi Akulturasi

Pola-pola akulturasi tidaklah seragam diantara individu-individu tetapi beraneka ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi. Kemiripan antar budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.

Diantara faktor-faktor karakteristik-karakteristik demografik,usia pada saat berimigrasi dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Imigran yang lebih tua mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lebih lambat dalam


(21)

memperoleh pola-pola budaya baru (Kim, 1976). Latarbelakang pendidikan imigran sebelum berimigrasimempermudah akulturasi (Kim, 1976, 1980).

Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. Disamping itu, pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang siperoleh dari kunjungan yang sebelumnya, kontak-kontak antarpesona, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akultrasi imigran.

2.3.3 Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi

Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.

Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat memepermudah akulturasi ayang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:


(22)

Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan akulturatif-komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.

Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.

Karena proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Maka imigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran, dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya dengan imigran. masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.


(23)

2.3.4 Komunikasi Antar Budaya dan Akulturasi

Jika seseorang memasuki alam kebudayaan baru, timbul memacam kegelisahan dalam dirinya. Kecenderungan dalam menghadapi sesuatu yang baru ini bersifat alami dan normal. Tetapi perasaan itu dapat mengarah pada rasa takut, tidak percaya diri, tekanan dan frustasi. Apabila hal demikian terjadi pada seseorang, maka dikatakan ia sedang mengalami “culture shock”, yakni masa khusus transisi serta perasaan-perasaan unik yang timbul dalam diri orang setelah ia memasuki suatu kebudayaan baru.

Orang yang mengalami fenomena “culture shock” ini akan merasakan gejala-gejala fisik seperti pusing, sakit perut, tidak bisa tidur, ketakutan yang berlebihan terhadap hal yang kurang bersih dan kurang sehat, tidak berdaya dan menarik diri, takut ditipu, dirampok, dilukai, melamun, kesepian, disorientasi dll.(Dodd, 1982:97-98). Karena sifatnya yang cenderung disorientasi, “culture shock”, menghambat KAB yang efektif.

2.4 Tinjauan tentang Nilai-Nilai Budaya

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.2

Sedangkan menurut Anand Krisna nilai – nilai budaya adalahPerekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal ini disadari betul oleh para

2


(24)

founding fathers bangsa kita, maka mereka membangun negara diatas landasan kebudayaan.3

Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah pengertian Nilai-nilai budaya adalah Nilai budaya bersifat abstrak, namun memiliki nilai spiritual berdasarkan Sang Hyang Siksa Kanda’Ng Karesian (SSKK) nilai idealistic itu erat kaitannya dengan pandangan kehidupan.

2.5 Tinjauan tentang Mahasiswa

Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata. Mahasiswa juga bukanlah hanya sekedar orang yang belajar di perguruan tinggi. Tapi pengertian mahasiswa lebih dari itu. Mahasiswa adalah seorang “agent of change”. Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini.

Masyarakat awam melihat mahasiswa sebagai tempat dimana harapan akan suatu perubahan mereka gantungkan. Secara garis besar, setidaknya ada 3 peranan mahasiwa, yaitu : peranan moral, sosial dan intelektual. Yang pertama peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat. Kedua adalah peranan sosial.

3

http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-budaya&catid=15&Itemid=56


(25)

Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan social, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Yang terakhir adalah peranan intelektual. Mahasiswa sebagai mahluk yang digadang-gadang sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki.

Peranan mahasiwa dalam kaitannya untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik, bangsa ini tidak akan pernah mempunyai harapan bila para pemudanya, khususnya mahasiswa, hanya pandai berbicara “Indonesia bisa berubah”, “ Kami bisa merubah Indonesia”, atau “ Indonesia masih punya harapan “, tanpa pernah melakukan tindakan nyata, tanpa pernah memberikan kontribusi nyata untuk Indonesia yang lebih baik. Karena segala janji dan ikrar takkan pernah berarti apa-apa tanpa diiringi dengan tindakan nyata. Untuk itu, setiap mahasiswa harus bersinergi, berfikir kritis dan bertindak konkret, untuk secara bersama-sama menjadi pelopor dalam pembaharuan kehidupan bangsa.

Seorang mahasiswa tidak pernah salah. Ketika apa yang ia bicarakan benar maka berati ia hebat. Tetapi ketika apa yang ia bicarakan adalah maka itu karena ia sedang belajar. Jadi penting bagi kita semua bahwa sebagai mahasiswa kita tidak boleh takut untuk terus belajar. Belajar tidak hanya didapat di bangku


(26)

perkuliahan. Belajar berorganisasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya dapat meningkatkan pemahaman kita tentang kehidupan yang sebenarnya.

Untuk mewujudkan semua itu, setidaknya ada 3 hal penting yang harus diperhatikan bagi seorang mahasiswa yang menjadi seorang aktivis sosial, yaitu:

1. kita tidak boleh melupakan tugas utama kita sebagai mahasiswa yang harus bertanggung jawab atas keilmuan dan kompetensi diri

2. kita juga tidak boleh melupakan tanggung jawab kita terhadap kedua orang tua sebagai seorang anak dimana setiap orang tua pastilah menginginkan anaknya untuk sukses dan dapat menjadi kebanggaan bagi mereka.

3. semua dilakukan secara seimbang, sesuai dengan porsinya masing-masing. Artinya kita dapat menyeimbangkan semua kewajiban kita sebagai seorang anak, seorang mahasiswa, seorang aktivis, dan lain sebagainya.

Demikianlah, dapat jelas terlihat bahwa peranan mahasiswa sebagai agen perubahan bukanlah sekedar jargon bukan pula hanya sebuah slogan tetapi hal ini harus dijadikan sebagai pemicu untuk dapat direalisasikan ke dalam kehidupan nyata.


(27)

2.6 Tinjauan tentang Pendatang (Imigran)

Imigrasi adalah perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state) ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran4

Migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang diharapkan(expected income).5

2.6.1 Faktor Pendorong & Penarik Migrasi

Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). 6

4

http://id.wikipedia.org/wiki/Imigrasi 5

http://id.wikipedia.org/wiki/Migrasi_manusia 6


(28)

Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

a. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

b. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

c. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

d. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

e. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:

Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.

a. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

b. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

c. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi.

Seperti yang Young Yun Kim paparkan dalam buku Komunikasi Antarbudaya karya Deddy Mulyana, Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dan paling mendasar. Kita belajar dari banyak hal lewat respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima, dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita.


(30)

Komunikasi merupakan alat utama kita untuk memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita menyesuaikan diri dan hubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi kita.

Komunikasi adalah pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang manusia untuk mengatur, menstabilkan, dan memodifikasi kehidupan sosialnya.... Proses sosial bergantung pada penghimpunan, pertukaran, dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi (peterson, jensen, dan rivers, 1965: 16).

Dalam konteks yang luas ini, kita dapat merumuskan budaya sebagai paduan pola-pola yang merefleksikan respons-respons komunikatif terhadap rangsangan dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan elemen-elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individu yang dilakukan mereka yang lahir dan diasuh dalam budaya itu. Le Vine (1973) menyatakan fikiran ini ketika mendefinisikan budaya sebagai perangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individu-individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berfikir tentang diri mereka dan lingkungan mereka.

Kebiasaan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain tentunya kita memerlukan proses penyesuaian terhadap kebudayaan yang baru, dalam arti ini kita mempelajari kebudayaan yang baru tersebut tanpa mengilangkan kebudayaan kita yang lama hal tersebut yang biasa di sebut dengan akulturasi.


(31)

Menurut Young Yun Kim dalam buku Komunikasi Antar Budaya, Akulturasi merupakan “ suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah pada asimilasi”.(Mulyana dan Rachmat, 2006 : 139)

Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Dan itu dilakukan lewat proses komunikasi.

Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang di set dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang autonom. Menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.1

Dalam proses komunikasi pastinya mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain.Dan itu dilakukannya lewat komunikasi. Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan

1

http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html


(32)

menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi.

Sebuah suasana yang baru serta tempat yang baru dapat menjadi faktor utama yang memicu seorang imigran untuk melakukan sebuah proses akulturasi, dengan karakteristik masyarakat yang baru seorang imigran dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru, yang di dalamnya terdapat sebuah peraturan di dalam masyarakat tersebut selain itu juga seorang imigran harus bisa menyesuaikan dirinya dengan sistem religi dan upacara keagamaan, bahasa, serta kesenian yang baru.

Sebuah akulturasi dapat berjalan dengan baik apabila faktor lingkungan di mana seorang imigran berada dapat menuntun serta membuat seorang imigran tersebut merasakan sebuah suasana kekeluargaan yang sangat kuat, karena dengan demikian seseorang imigran dapat dengan mudah melakukan akulturasi dengan sebuah kebudayaan yang baru. Sebuah sistim atau peraturan yang baru yang berada di dalam sebuah tempat baru ditemukan oleh seseorang tidaklah mudah untuk diterima tanpa adanya sebuah proses komunikasi yang baik.

Dengan komunikasi yang baik antara sesama manusia kita bisa dapat memahami sebuah pesan yang akan di sampaikan kepada kita, Komunikasi Antar Budaya sangatlah penting di lakukan oleh setiap orang karena dengan komunikasi antar budaya kita dapat belajar tentang sejarah diri kita, seperti kenapa saya di lahirkan dengan dua kebudayaan yang berbeda? kenapa saya memiliki warna kulit yang berbeda dengan rekan-rekan saya? dan kenapa rambut saya berbeda? Tentu nya hal tersebut pernah terbesit di dalam hati kita,akan tetapi semua perbedaan tersebut adalah kehendak Tuhan.


(33)

Tuhan mempunyai rancangan yang indah untuk setiap pribadi-pribadi yang mau percaya kepada-Nya. Dengan perbedaan kebudayaan tersebut tugas kita adalah kita mempunyai tanggung jawab untuk melestarikan kebudayaan yang telah di wariskan oleh leluhur kita seperti “sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencarian hidup serta sistem teknologi dan peralatan”.(Koentjaraningrat, 1985: 2) Ketujuh sistem tersebut merupakan isi dari sebuah kebudayaan yang telah di wariskan oleh leluhur kepada kita melalui cinta kasihnya.

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan, untuk melakukan sebuah interaksi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lainnya tentunya memerlukan sebuah cara, cara tersebut dapat dilakukan dengan berkomunikasi.

Menurut Stewart (1974) Komunikasi antar budaya adalah “komunikasi yang terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan”.2

Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.

2


(34)

Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. 3

Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Sedangkan menurut Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa dalam buku Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, mengatakan bahwa “komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok”. (Liliweri, 2007 : 11 )

Kebudayaan adalah sesuatu yang sangat penting karena dengan kebudayaan kita bisa mengenal jati diri kita sebagai bangsa Indonesia,seiring dengan perkembangan zaman bangsa Indonesia di hadapkan dengan perkembangan arus globalisasi yang begitu

pesat,oleh karena itu kita memerlukan sebuah filter yang nanti nya filter tersebut dapat menuntun kita untuk selalu mengingat Kebudayaan asli yang telah di wariskan leluhur kita.

Menurut Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa “komunikasi antarbudaya terjadi di antara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda”. (Samovar dan Porter,1976:4)

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

3


(35)

Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah “ tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah sebuah karakteristik yang mempunyai nilai-nilai tersendiri yang dimiliki oleh setiap bangsa atau suku bangsa yang memiliki sebuah keunikan dalam hal ini tergantung dari pada keadaan lingkungan, komunitas yang membina dan menempa komunitas tersebut untuk berbuat sesuatu, menciptakan sesuatu yang diangap indah yang kemudian di nilai ”.

Untuk memahami sebuah kebudayaan kita harus dapat mengerti serta memahai sebuah pesan yang di sampaikan melalui sebuah proses komunikasi. Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam kenyataan sosial di sebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.

Nilai – nilai kebudayaan sunda merupakan sebuah sistem yang mengatur setiap masyarakat sunda untuk selalu berpegang teguh pada adat istiadatnya, karena dengan Nilai – nilai kebudayaan itu masyarakat sunda dapat menunjukan jati dirinya kepadakepada masyarakat dari daerah lain serta dapat mengenalkan tata cara adat istiadatnya sebagai wujud pelestarian budaya sunda di Indonesia.

Memurut Bapak Pangeran Djatikusumah “inti dari Nilai – nilai kebudayaan Sunda adalah Budaya Spiritual, karena dengan budaya spiritual akan lahir yang namanya kesenian, bahasa, tata cara adat istiadat melalui sebuah proses penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa”.

Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya mengambarkan upaya yang sadar dari para peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan,menciptakan dan mempengaruhi sebuah manajemen komunikasi yang efektif,


(36)

lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya mengurangi konflik di dalam masyarakat.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.

Manusia adalah mahkluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar.apa yang kita pelajari pada umumnya di pengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.dari semua aspek belajar manusia kita belajar banyak dari respon-respon komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup, Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komuniukasi, kegiatan ekonomi dan politik semua nya itu berdasarkan pola-pola budaya.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta,


(37)

objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.4 Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya menampakan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisi untuk mengirim,

4


(38)

memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita di besarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila komunikasi beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.

Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka.Kebiasaan-kebiasaan,praktik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang di wariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Hal tersebut dapat dilakukan jikalau antar pribadi yang berbeda budaya tersebut mampu melakukan proses komunikasi antar budaya dengan baik.

Menurut Andrea L Rich dan Dennis M Ogawa dalam buku Larry A.Samovar dan Richard E Poters Intercultural Communication,A Reader-Komunikasi Antarbudaya adalah “Komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan,misalnya antar suku bangsa,etnik dan ras,antar kelas sosial”.(Liliweri, 2007 : 10)

Komunikasi yang dilakukan oleh seorang imigran dengan masyarakat asli akan berjalan dengan baik jika diawali dengan sebuah komunikasi yang efektif yang tentunya kaum imigran harus bisa menyesuaikan diri dengan bahasa asli dari masyarakat setempat dengan demikian dapat terjadi feedback atau umpan balik yang baik serta mengurangi dampak noise atau gangguan dari sebuah proses penyampaian pesan.


(39)

Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah pengertian Sunda terdiri dari 3 bagian yaitu : Sunda Etnis, Sunda Filosofis dan Sunda Geografis. Sunda Etnis adalah yang terdapat di pulau jawa bagian barat yang kemudian disebut dengan jawa barat atau disebut juga dengan Pasundan karena disitulah tinggal etnis-etnis sunda, sunda filosofis mempunyai arti indah, putih, cemerlang dan bersinar. Bersinar disini mempunyai arti sebuah karaktersitik dari pengertian sunda sementara sunda Geografis adalah Sunda besar dan Sunda kecil yaitu Indonesia. Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita. Jalinan hubungan antara individu- individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan sehari- hari berjalan relatif positif.

Menurut pangeran Djatisumah masyarakat Sunda mempunyai sifat someah hade ka semah yang arti nya Ramah terhadap tamu. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah surut berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya. Lebih jauh lagi, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang. Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang dan tamu. Di akui juga oleh etnik lainnya di negeri ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda memang telah menjalin hubungan yang harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang dan mukimin. Hal ini ditandai oleh hubungan mendalam penuh empati dan persahabatan Tidaklah mengherankan bahwa persahabatan, saling pengertian, dan bahkan persaudaraan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara warga Sunda dan kaum pendatang.

Hubungan orang Sunda dengan kaum pendatang dari berbagai etnik dalam konteks apa pun-keseharian, pendidikan, bisnis, politik, dan sebagainya-dilakukan


(40)

melalui komunikasi yang efektif.Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kesalahpahaman dan konflik antarbudaya antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Yang menjadi penyebab utamanya adalah komunikasi dari posisi-posisi yang terpolarisasikan, yakni ketidakmampuan untuk memercayai atau secara serius menganggap pandangan sendiri salah dan pendapat orang lainbenar.

Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya dan ragam bahasa (termasuk logat bicara), cara bicara (paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara menyapa, cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut memengaruhi berhasil tidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati orang Sunda, sebenarnya masih sangat kental sehingga hal ini menjadi penunjang di dalam terjalinnya sistem interaksi yang berjalan harmonis.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif Tentang Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda)?”


(41)

1.2

IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi masalah adalah langkah selanjutnya dalam penelitian untuk merinci secara jelas dan tegas pertanyaan rumusan masalah yang masih bersifat umum sehingga identifikasi masalah merupakan alur pikir untuk merinci rumusan masalah yang masih luas dan umum agar menjadi bagian yang terdiri dari bagian-bagian yang spesifik dimana selanjutnya penelitian bisa dilakukan secara nyata dan konkrit. Adapun identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda?

2. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda?

3. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda?

4. Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda?


(42)

1.3

MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang : “Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda” dari mulai pelaksanaan kegiatan, pesan apa saja yang di sampaikan dengan proses komunikasi yang dilakukan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda.

2. Untuk Mengetahui Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda.

3. Untuk Mengetahui Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda.

4. Untuk Mengetahui Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda.

1.4 KEGUNAAN TEORITIS

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Pada penelitian ini memiliki kegunaan diantaranya berguna secara teoritis, semoga dapat memberikan dan bermanfaat sebagai bentuk upaya dalam pengembangan


(43)

ilmu yang diperoleh oleh peneliti secara teoritis selama dibangku akademik. khususnya ilmu komunikasi secara umum yaitu, tentang “Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif tentang Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda)”

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa memberikan suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan. dan kegunaan secara praktis pada penelitian ini sebagai berikut:

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi sebuah pengetahuan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh selama studi yang diterima oleh peneliti adalah secara teori. Dalam hal ini khususnya mengenai “Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif tentang Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda)”

1.4.2.2 Bagi Akademik

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa UNIKOM secara umum. yang dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi tambahan terutama bagi peneliti selanjutnya, yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama..


(44)

1.4.2.3 Bagi Masyarakat (Mahasiswa Pendatang)

Semoga karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi serta saran bagi setiap mahasiswa pendatang yang ingin menuntut ilmu di kota Bandung selain itu diharapkan dapat dengan mudah dapat mengenal serta mempelajari nilai-nilai budaya sunda serta dapat memotivasi masyarakat khususnya mahasiswa pendatang untuk tetap melestarikan kebudayaan sebagai jati diri bangsa.

1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

1.5.1 Kerangka Teoritis

Penelitian ini mengunakan Akulturasi, dimana akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.5Menurut Andamari akulturasi merupakan “proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu”6

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan

5

http://anthoine.multiply.com/journal/item/68/AKULTURASI 6


(45)

perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.

Dengan adanya proses alkulturasi yang terjadi di dalam mahasiswa pendatang diharapkan dapat membantu mereka menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kebudayaan yang baru. Menurut Anand Krishna Nilai-Nilai Budaya adalah Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa7.

Menurut Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat. 20068. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya Akulturasi di dalam diri seseorang, yaitu :

1. Kepribadian

Proses akulturasi merupakan kerangka dari konsep Sullivan mengenai perkembangan kepribadian. Sullivan mengemukakan suatu pandangan yang lebih bersifat psikologi-sosial tentang perkembangan kepribadian yaitu suatu pandangan dimana pengaruh-pengaruh yang unik dari hubungan-hubungan manusia diberi peran yang semestinya, yang menempatkan faktor sosial menentukan perkembangan psikologis.

7 http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-budaya&catid=15&Itemid=56

8

http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html


(46)

Sullivan tidak menolak faktor-faktor fisiologis sebagai hal yang menentukan perkembangan kepribadian, sebab ia berpendapat bahwa kadang-kadang pengaruh-pengaruh sosial yang berlawanan dengan kebutuhan fisiologis seseorang bisa menyebabkan pengaruh yang merugikan kepribadiannya.

Tema sentral teori Sullivan berkisar pada ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk kepribadian. Sullivan mengemukakan bahwa setiap pribadi membutuhkan adanya hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi ini merupakan sumber perkembangan pribadi. Maka, salah satu ciri dari kepribadian yang sehat adalah kemampuannya untuk menjalin hubungan antar pribadi. Ciri lainnya yaitu kemampuan untuk mengadakan personifikasi diri secara tepat yang dibangun atas dasar relasi-relasi antar pribadi.9

Tingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga aspek atau fungsi,yaitu:

Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan, hayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan, dan pengindraan. Fungsi aspek kognitif adalah menunjukkan jalanAspek Afektif, yaitu kejiwaan yang

9


(47)

berhubungan dengan kehidupan alam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan, dan element motivasi lainnya disebut aspek konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif. Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang berfungsi sebagai energi atau tenaga mental yang

menyebabkan manusia bertingkah laku.

Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.

2. Motivasi

Menurut Herzberg dalam teori Motivasi “Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik


(48)

yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.10

3. Lingkungan

Kondisi- kondisi lingkungan merupakan hal yang mungkin secara signifikan mempengaruhi perkembangan sosio–budaya yang akan dicapai imigran. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya (Taylor, 1979). 11

Di dalam bersosialisasi tentunya kita akan menemukan beranekaragam lingkungan sosial yang nantinya di lingkungan sosial yang baru tersebut kita di tuntut untuk dapat sosialisasi dengan kebudayaan yang baru. Lingkungan sosial adalah Lingkungan hidup dan pembangunan secara konsep berbeda namun keduanya saling mengkait dan memberikan makna penting bagi

10

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/ 11


(49)

manusia.12 lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya.

Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu. Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau homo sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya.13

Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis (fisiologis maupun morfologis) yang dimilikinya

12

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091013042925AAZixIl 13


(50)

seperti organisme lain dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup. Karena Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia.

1.5.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teoritis yang sudah dipaparkan diatas, maka tergambar beberapa konsep yang akan dijadikan sebagai acuan peneliti dalam mengaplikasikan penelitian ini.

Kebudayaan adalah simbol dari setiap bangsa. Di dalam kebudayaan kita dapat menemukan akulturasi, Akulturasi dapat membantu setiap masyarakat khususnya mahasiswa pendatang untuk dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan kebudayaan asalnya.

Berdasarkan dari kerangka pemikiran teoritis, berikaut beberapa poin yang peneliti anggap penting dalam penelitian ini:

1. Kepribadian

Kepribadian adalah faktor kunci seorang imigran di dalam proses akulturasi, di dalam lingkungan yang baru masyarakat dapat menerima kaum imigran apabila memiliki kepribadian yang baik seperti suka berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini


(51)

membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru.

Di dalam hal aspek kognitif di dalam diri Mahasiswa Pendatang sangat berperan penting karena dengan pengetahuan seorang mahasiswa dapat dengan mudah menganal serta mempelajari sebuah ideologi yang baru karena dengan aspek kognitif mahasiswa pendatang dapat diarahkan serta mengendalikan tingkahlaku mereka di dalam sebuah lingkungan yang baru.

Aspek afektif menjadi faktor pendorong seorang mahasiswa pendatang di dalam mengendalikan perasaan atau emosi, dengan aspek tersebut seorang mahasiswa pendatang dapat mengontrol mental mereka terhadap sebuah tantangan untuk dapat mampu bersosialisasi di dalam kehidupan yang baru.

Sedangkan Aspek Motorik, dapat membantu seorang mahasiswa di dalam melaksana sebuah kegiatan yang bersifat jasmani di dalam kehidupan sehari-hari di dalam mengenal kebudayaan sunda.

2. Motivasi

Motivasi yang kuat untuk terus maju dan berkembang yang dimiliki oleh mahasiswa pendatang di kota Bandung dapat menjadikan mahasiswa tersebut mengalami sebuah proses akulturasi yang sangat cepat. Dengan motivasi yang kuat dapat menuntun seorang mahasiswa pendatang mampu belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, Motivasi dari dalam diri mahasiswa pendatang dapat


(52)

membantu mereka mengenal nilai-nilai budaya sunda. Motivasi dari dalam diri kaum imigran serta dari luar dapat merangsang seorang kaum imigran untuk memacu dirinya untuk dapat tumbuh dan berkembang di dalam sebuah daerah yang baru.

3. Lingkungan

Proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Maka imigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran, dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya dengan imigran. masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi

Proses akulturasi membuat mahasiswa pendatang harus bisa menyesuaikan dirinya dengan adat dan tata cara lingkungan sosial orang Sunda, salah satu karakteristiknya yang terkenal adalah lembut, tidak ngotot dan tidak keras. Karakteristik tersebut yang membuat masyarakat imigran khususnya mahasiswa pendatang dapat dengan


(53)

mudah bersosialisai dengan masyarakat sunda, sikap lembut dan bersahabat membuat rasa kekeluargaan yang sangat erat dan bisa langsung di rasakan oleh seseorang yang baru saja tiba tanah Sunda.

1.6PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini di ajukan sebagai upaya dalam perolehan informasi yang lebih jelas, di dalam penelitian ini informan di bagi menjadi 2 bagian yaitu pertanyaan yang di tujukan untuk informan kunci dan informan tambahan dan pertanyaan adalah:

1.6.1 pertanyaan penelitian untuk Informan Kunci sebagai berikut : 1. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimana menurut pendapat anda tentang kepribadian mahasiswa pendatang?

b. Bagaimanakah menurut anda cara pandang Masyarakat Sunda terhadap Mahasiswa Imigran yang mau belajar Nilai-nilai Budaya Spiritual?

2. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Menurut pendapat anda Motivasi seperti apakah yang mendorong masyarakat sunda di dalam mengenalkan kebudayaannya kepada mahasiswa pendatang? 3. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimanakah menurut Bapak lingkungan kebudayaan masyarakat sunda terhadap mahasiswa pendatang?


(54)

4. Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimanakah menurut pendapat anda tentang mahasiswa pendatang yang mau mempelajari Nilai-nilai budaya sunda?

1.6.2 Pertanyaan penelitian untuk Informan tambahan, adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung.

1. Apakah yang anda amati saat pertama kali bertemu dengan masyarakat pribumi? 2. Bagaimana anda memperkenalkan diri anda di depan orang yang baru anda kenal? 3. Karakter seperti apa yang berusaha anda tunjukan di dalam kehidupan

sehari-hari?

4. Apakah yang menjadi hambatan anda di dalam membentuk kepribadiaan di lingkungan saat ini?

b. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di kota Bandung.

1. Bagaimana anda memotivasi diri anda untuk dapat belajar nilai-nilai budaya sunda?

2. Bagaimana solusi anda di dalam menghadapi hambatan-hambatan di dalam mempelajari kebudayaan Sunda?

3. Apakah yang menjadi stimulus atau rangsangan anda di dalam belajar kebudayaan sunda?

c. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di kota Bandung.

1. Apakah suasana lingkungan di tempat tinggal anda dapat membantu anda di dalam mengenal budaya sunda?

2. Bagaimanakah anda menyesuaikan diri dengan peraturan di lingkungan anda berada?


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama Lengkap : Bryan Hilton Nama Panggilan : Bryan

Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya/2 September 1989 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Perumahan Taman Kebalen Indah,Blok N2 no 2,Bekasi

Hobi : Futsal,Makan,Traveling

Moto : Ucap,Tekad dan Lampah harus sesuai

Cita-Cita : Menjadi Seorang Pemimpin yang Membawa Perubahan di Tanah Papua

No tlp : 0857 2026 999 7


(2)

II. Identitas Keluarga

NO NAMA HUBUNGAN PENDIDIKAN PEKERJAAN

1. Alfius Zakeus Poy Imbiri Ayah Kandung S1 Technical Engineering PT

Tesco, Canada

2 Yuliana Aninam Ibu Kandung S1 PNS

III. Pendidikan Formal

NO. TAHUN URAIAN KETERANGAN

1. 2007-Sekarang Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politk UNIKOM

2. 2004-2007 SMA Mutiara 17 Agustus Lulus Berija zah 3. 2001-2004 SMP Mutiara 17 Agustus Lulus Berijazah

4. 1996-2001 SD Negeri Kebalen 06 Lulus Berijazah

IV. Pelatihan/Workshop/Seminar

NO. BULAN dan TAHUN URAIAN KETERANGAN

1. July 2010 Succesfully Completed On The Job Training

Berseritifikat

2. Juny 2010 Pelatihan Publick Speaking Berseritifikat 3. March 2010 Table Manner Course Berseritifikat

4. November 2009 Kuliah Umum

“Kebudayaan Film dan


(3)

Sensor Film”

5. Juny 2009 Workshop Penyiar Radio Berseritifikat 6. April 2009 Guest Lecture “The Future

of United States of America-Indonesia

Relationship”

Berseritifikat

7. Maret 2009 Personal Development and Self Empowerment

Berseritifikat

8. Maret 2009 Pelatihan Konseptual Fotografi dan Lighting

Indoor

Berseritifikat

9. Maret 2009 Seminar Jurnalistik Metro TV

Berseritifikat

10. Januari 2009 Study Tour Mass Media Berseritifikat 11. Febuari 2008 Latihan Kepemimpinn

Manajemen Mahasiswa (LKMM)

Berseritifikat

12. January 2008 Table Manner Course Berseritifikat 13 January 2008 Workshop On Modern

Strategic Public Relations

Bersertifikat 14 Desember 2007 Workshop Sutradara dan

Membuat Film


(4)

VI. Pengalaman Organisasi

NO. TAHUN URAIAN KETERANGAN

1. 2010 Kelompok dan Koordinator Ketua Kelas (KBK3) Hima Ilmu

Komunikasi& Public Relations

UNIKOM BANDUNG

Perwakilan Kelas IK-Humas 1 Angkatan 2007 2. 2008-2009 Anggota HIMA IK (Himpunan

Mahasiswa Ilmu Komunikasi)

Anggota Divisi Olahraga 3. 2007-2008 Anggota Mario Teguh Capter

Bandung


(5)

vi

Kata Pengantar

Salam Sejahtra

Terucap rasa syukur sebesar-besarnya atas kehadirat Tuhan YME yang tak pernah bosan untuk selalu memberikan keberkahannya untuk sebuah karya kecil ini. Namun, dimata penulis keberkahan ini adalah sebuah anugerah yang selalu memotivasi agar terus bergerak karena apa yang sudah menjadi prinsip penulis,

Berawal dari mimpi yang menjadikan kunci untuk melihat masa lampau serta yang akan datang, dengan ini sebuah keberhasilan mampu diraih oleh siapapun. Setiap insan dimuka bumi ini pun haruslah memiliki mimpi untuk terus memotivasi diri kita menjadi lebih baik lagi. Kesuksesan seseorang didunia ini tak luput dari hasil kerja keras yang mereka lakukan. Maka, apakah semua orang bisa menikmati kesuksesan tersebut? Semua orang bisa merasakan kesuksesan tersebut asalkan ada kemauan serta terus bekerja keras.

Tak lupa juga kuucapkan terimakasih kepada kedua orang tuaku Bpk Alfiuz Z Poy Imbiri dan Ibu Yuliana yang telah mendoakan saya siang dan malam, sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun.

Terima kasih yang tak terkira, pelaksanaan sampai penyelesaian rangkaian penulisan serta penyusunan proposal sebagai syarat untuk mengikuti seminar usulan penelitian ini bisa terselesaikan pada waktunya. dan tak luput terima kasih yang tiada taranya kepada pihak-pihak yang turut membantu ini semua :

1. Yth Prof.Dr.Samugyo Ibnu Redjo.Drs.,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang membantu di dalam mengeluarkan izin untuk melakukan penelitian serta memberikan pengesahan pada karya ilmiah ini. 2. Yth Drs Manap Solihat.M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan pengesahan pada hasil karya ilmiah ini.


(6)

vi

3. Yth Ibu Melly Maulin. P. S.Sos.,M.Si selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah membantu pada hasil karya ilmiah ini

4. Yth Ibu Rismawaty, S.Sos.,M.Si selaku dosen pembimbing, yang tidak mengenal lelah serta kesabaran dalam memberikan ilmu serta saran kepada penulis.

5. Yth Ibu Desayu Eka Surya. S.Sos, M.S.i selaku Dosen Wali yang sudah mengurus,mendidik serta memotivasi penulis

6. Yth Rekan- rekan IK- 2 angkatan 2007 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis di dalam kehidupan sehari-hari

7. Yth Pangeran Djatikusumah, yang telah membantu penulis di dalam memahami serta mempelajari kebudayaan Sunda.

8. Yth Pangeran Gumirat Barna Alam yang telah memberikan motivasi kepada penulis di dalam menyusun karya ilmiah ini.

9. Yth Rekan-rekan sekalian yang selalu setia memberikan semangat serta dorongan dan usulan-usulan yang luar biasa sekali pada penulisan proposal ini sehingga proposal ini bisa diselesaikan. Dan,

10.Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan hingga penyusunan proposal ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Dan akhirnya, penulis mengakui masih banyak sekali kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi dari proposal ini. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah Milik Tuhan YME semata….

…Tuhan Memberkati…

Bandung, Agustus 2011