Dengan lahirnya GRTKF di tingkat nasional maka langkah berikutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meng-internasionalisasi produk-
produk seni dan kebudayaan Indonesia dapat dilakukan baik melalui WIPO World Intellectual Property Organization atau menggandeng negara-negara
berkembang lainnya seperti Afrika dan Amerika Selatan dengan membentuk rezim perlindungan tersendiri. Singkatnya, dengan keberadaan GRTKF akan
memudahkan negara-negara dalam menangana masalah-masalah klaim-klaim produk kebudayaan yang dimana sampai sejauh ini masih belum terdapat rezim
global yang secara khusus mengurusi masalah kebudayaan global. Hal ini tidak terlepas karena sulitnya untuk melakukan inventaris seluruh kebudayaan di
tingkat dunia untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi setiap masing- masing komunitas masyarakat di masing-masing Negara.
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam suatu penulisan hukum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara normatif dan empiris:
a. Pendekatan normatif dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-
bahan bacaan literatur peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai penelaahan hukum terhadap kaedah yang dianggap
sesuai penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif dilakukan terhadap hal- hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep
hukum. b.
Pendekatan empiris adalah menelaah hukum terhadap objek penelitian sebagai pola perilaku yang nyata dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan normatif dan pendekatan
empiris.
B. Sumber dan Jenis Data
Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari badan pustaka. Data yang
ada dimasyarakat dinamakan data primer dan data dari bahan pustaka disebut data sekunder.
Kedua jenis data tersebut dipergunakan secara bersama-sama dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil peneliian di
lapangan mengenai perlindungan hukum terhadap kebudayaan tradisional di indonesia.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri
dari: a.
Bahan hukum primer yaitu 1.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 2.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan primer yang berupa penulisan yang didapat dari buku,
surat kabar, makalah-makalah, artikel-artikel ilmiah. c.
Bahan hukum tersier, yang berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-lain bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan objek sebagai keseluruhan sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Jakarta, dan Budayawan dan Penari yang ada di
Provinsi Lampung.
Sample adalah sebagian sebagian data yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang mewakili populasi. Sampel ditentukan
secara ”purposive sampling’’ yang berarti sample yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan dianggap telah mewakili masalah yang hendak
digambarkan dan dicapai.
Informan yang dianggap dapat mewakili populasi dan mencapai tujuan dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang yaitu:
a. Petugas Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual sebanyak 1 orang
b. Budayawan Lampung sebanyak 2 orang.
c. Penari Lampung sebanyak 1 orang.
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu: 1.
Studi Lapangan field research Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan serangkaian studi
lapangan dengan wawancara. 2.
Studi Kepustakaan library research Pengumpulan data sekunder melalui serangkaian kegiatan studi kepustakaan
dengan cara membaca, menelaah, mencatat dan mengutip buku-buku dan beberapa ketentuan-ketentuan serta literatur lain yang berhubungan dengan
pokok permasalahan yang akan diteliti atau dibahas.
b. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan terhadap data yang telah diperolah dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
1. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai, kelengkapan kejelasan dan
kebenaran data yang telah diterima serta relevasinya sebagai peneliti. 2.
Sistematisasi yaitu menyusun dan menempatkan data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan melakukan pembahasaan
dan penarikan kesimpulan.
E. Analisis Data
Data yang telah diperoleh lalu diolah kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu
dilakukan dengan menggambarkan data yang dihasilkan dalam bentuk uraian kalimat atau penjelasan. Dari analisis data tersebut dilanjutkan dengan menarik
kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta- fakta yang bersifat khusus kemudian dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan
yang bersifat umum yang merupakan jawaban dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan selanjutnya diberikan beberapa saran.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya perlindungan hukum terhadap folklore di Indonesia dapat dilakukan
Pendekatan dengan menggunakan perspektif hukum yang tentunya akan melahirkan langkah-langkah yang secara yuridis dapat digunakan sebagai
acuan sebagai langkah hukum guna menjamin kepastian perlindungan terhadap folklore yang ada di Indonesia. Langkah-langkah dari perspektif
hukum mutlak diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan pengaturan karya-karya intelektual dalam dunia Internasional yang sampai
saat ini sudah tidak mungkin dipungkiri lagi penggunanya, apalagi Indonesia juga masuk dalam anggota WTO yang berskala Internasional.
a. Pengaturan Pembagian Economic Rights antara Pemerintah dan
Masyarakat Adat b.
Pembaharuan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yang Ada. c.
Perbaikan inventarisasi terhadap folklore di Indonesia
2. Sedangkan upaya pelestarian folklore di Indonesia dapat dilakukan dengan
cara : a.
Pendekatan komunikasi dan edukasi terhadap masyarakat b.
Pendekatan melalui sarana pendidikan formal 3.
Peran Pemerintah dalam hal perlindungan terhadap kebudayaan tradisional di Indonesia Pemerintah perlu membuat semacam undang-undang terkait
perlindungan hak intelektual komunal yang didalamnya terdapat instrument- instrumen hukum tentang Genetic Resources Traditional Knowledge Folklore
GRTKF. Upaya selanjutnya yang telah dilakukan oleh pemerintah indonesia adalah mencantumkan perlindungan folklore ke dalam Undang-undang Hak
Cipta. Sayangnya, rezim perlindungan semacam ini belum sepenuhnya efektif mengingat adanya kesulitan dalam tahap implementasi. Upaya lain yang
sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan mengirim delegasi ke sidang-sidang Intergovernmental Committee on IP and GRTKF yang
diselenggarakan oleh WIPO. Upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap perlindungan GRTKF antara lain dengan pembentukan
Kelompok Kerja Nasional. Menteri kehakiman membentuk Kelompok Kerja bidang pendayagunaan sumber daya genetik.
B.
Saran
Saran yang dapat peneliti berikan dalam hal perlindungan hukum terhadap kebudayaan tradisional folklore di Indonesia adalah:
1. Perlu adanya perbaikan dalam hal perundang-undangan hak cipta yang terkait
dengan rumusan mengenai kebudayaan tradisional folklore. Perbaikan ke depan dapat dilakukan dengan mengacu pada hal berikut.
a. Perlu ada penjabaran atau penjelasan mengenai konsep folklore yang
digunakan dalam perundang-undangan tersebut, penjelasan tersebut dapat dilakukan tanpa harus menunggu Peraturan Pemerintah sebagaimana yang
disebutkan dalam UUHC. b.
Konsistensi pengaturan folklore yang ada di Indonesia perlu mendapatkan kejelasan. Apakah folklore ini akan dibawa ke rezim hak cipta, apakah
dibawa ke rezim sui generis. Jika diarahkan kepada rezim hak cipta, maka harus mengikuti ketentuan-ketentuan umum hak cipta yang ada
c. Perubahan peraturan perundang-undangan yang ada hendaknya tetap
dilandasi dengan semangat melindungi khazanah kebudayaan Indonesia, khususnya pada folklore itu sendiri, sehingga tidak terkesan bahwa
pengaturan mengenai folklore ini merupakan politisasi dari Negara yang akhirnya memunculkan kesan bahwa Negara melakukan kolonialisasi
kepada warganya sendiri. d.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan konvensi-konvensi Internasional perlu dilakukan, terutama terhadap
konvensi Internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. 2.
Upaya yuridis maupun pelestarian tersebut harapannya benar-benar dapat dilakukan oleh lembaga atau instansi yang tepat. Hal ini menurut peneliti
sangat membutuhkan peranan dari Pemerintah Daerah, karena Pemerintah