PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)

INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : QONITAH NIM. E 0007186 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan hukum (skripsi) berjudul :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari Penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan

QONITAH NIM E.0007186

QONITAH. E0007186. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan untuk mengetahui apakah peraturan-peraturan tersebut sudah memenuhi hak-hak anak di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif untuk menelaah isu hukum dengan pendekatan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun penulisan hukum ini menggunakan jenis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan metode silogisme deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hak- hak anak secara menyeluruh. Pemerintah telah mengesahkan konvensi-konvensi ILO mengenai usia minimum bagi anak untuk bekerja dan penghapusan pekerjaan-pekerjaan terburuk bagi anak. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur mengenai pekerja anak dengan batasan dan ketentuan tertentu. Upaya perlindungan ini terus dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan lembaga sosial dan masyarakat. Hanya saja pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja anak masih mendapat kendala baik dari pengusaha, keluarga, masyarakat maupun peraturan itu sendiri. Undang- Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya mengatur hak-hak bagi pekerja yang bekerja di sektor formal dan tidak memasukkan pembantu rumah tangga sebagai jenis pekerjaan, padahal kebanyakan anak-anak bekerja di sektor informal dan pembantu rumah tangga anak sehingga hak-hak pekerja anak belum sepenuhnya terpenuhi. Kendala pada umumnya disebabkan masih banyaknya masyarakat yang berada dalam kondisi ekonomi lemah, kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak dan kurangnya kesadaran pengusaha untuk tidak mempekerjakan anak di pekerjaan-pekerjaan terburuk.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja Anak, Hak-Hak Anak

QONITAH. E0007186. LEGAL PROTECTION ON CHILD LABOUR IN INDONESIA (CRITICAL STUDY OF CHILDREN’S RIGHTS IN INDONESIA). Faculty of Law University Of Sebelas Maret Surakarta.

This legal research aims to find out how the legal protection of child labour in Indonesia and to determine whether the regulations are already fulfilling children's rights in Indonesia.

This research is a prescriptive normative legal research to examine the legal issues with the approach of legislation, particularly Act Number 13 of 2003 concerning Employment and Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection. As for the writing of this law using the material type of primary law, secondary legal materials and legal materials as a material assessment by tertiary engineering studies document the collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal material was analyzed by the method of deductive syllogism.

Based on the results of research and discussion concluded that Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection has set up children's rights as a whole. The government has ratified ILO conventions on minimum age for children to work and the elimination of the worst forms of child labour. Act 13 of 2003 concerning Employment has also been set up with restrictions on child labour and specific provisions. Protective measures undertaken by the government continues to cooperate with social agencies and the community. However, the implementation of the protection of the child labour’s rights still get a good constraint of the entrepreneur, family, society and the rules. Act 13 of 2003 concerning Employment only regulate the rights of labourer who employed in the formal sector and do not include domestic servants as the type of work, but actually most children work in the informal sector and domestic rights of the child so that child labour not being fully met. Constraints are generally caused still many people who are in a weak economic conditions, lack of awareness of parents and communities about the importance of education for children and lack of awareness of employers not to employ children in the worst jobs.

Key words: Legal Protection, Child Labour, Children’s Rights

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Al am Nasyrah : 5-6)

“Kaya bukan berarti memiliki banyak uang, tetapi memiliki sesuatu yang

tidak bisa dibeli dengan uang.”

(Qonitah)

Ku persembahkan skripsi ini untuk :

v Allah SWT , dzat dimana semua dalam

genggamannya v Rosulullah SAW, sebagai panutan

umat manusia v Ayah dan Ibu tercinta

v Adik-adikku tersayang v Gopala Valentara Perhimpunan

Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Hukum UNS

v Almamater Fakultas Hukum UNS

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum/skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Pekerja Anak Di Indonesia (Kajian Kritis Terhadap Hak Anak di Indonesia)”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rackhmi H, S.H., M.M., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang terbaik bagi Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung, memberikan kritik, saran, bantuan serta arahan kepada Penulis, sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan. Ungkapan terima kasih tersebut secara khusus Penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama masa studi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, terima kasih untuk semua ilmu yang diberikan kepada Penulis.

5. Staf Tata Usaha, Staf Pendidikan, Staf Kemahasiswaan, Staf Perpustakaan, dan segenap karyawan-karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Ayahanda Moch. Naser Falah dan Ibunda Roudhotul Djannah yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sayang, membimbing, memberi dukungan baik moril maupun spirituil, memberi masukan dan dorongan serta memanjatkan 6. Ayahanda Moch. Naser Falah dan Ibunda Roudhotul Djannah yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sayang, membimbing, memberi dukungan baik moril maupun spirituil, memberi masukan dan dorongan serta memanjatkan

8. Keluarga besar H. Maksum Oemar dan Keluarga besar Asrori Achmad yang telah memberikan dorongan, doa dan masukan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

9. Teman-teman lantai I Wisma Kiki, Ninik, Rosi, Kiki, Shinta, Isni, Siwi, Vivin yang senantiasa memberikan keramaian, keceriaan dan persahabatan dalam hangatnya.

10. Keluarga Besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, khususnya saudara seperjuangan Diklatsar XXIV serta kakak-kakak dan adik-adik Penulis yang telah memberikan keluarga baru dengan segudang ilmu dan pengalaman berharga.

11. Keluarga Besar LPM Novum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, serta adik-adik yang telah memberikan waktu untuk bersama-sama berkarya dan meneteskan kata lewat pena. Sepatah kebenaran nurani keadilan!

12. Agus Hari Wibowo, terima kasih telah mendampingiku dan menjadi penyemangatku.

13. Untuk semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu Penulis selama ini, terima kasih semuanya.

Akhir kata Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, baik dalam kalimat maupun isinya karena memang tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membutuhkannya.

Surakarta, Juli 2011 Penulis,

Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja ..........................

40

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ...........................

44

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ............................................................

52

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ................................................................

58

B. Efektivitas Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak dalam Memenuhi Hak-Hak Anak sebagai Pekerja ................

63

a. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Substansi Hukum .........................................

67

b. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Struktur Hukum............................................

73

c. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Budaya Hukum ............................................

78

BAB IV PENUTUP ...................................................................................

86

A. Simpulan ................................................................................

86

B. Saran.......................................................................................

87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Bagan I : Kerangka Pemikiran ....................................................................

30

Tabel I : Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin

(dalam ribuan), Indonesia, 2009 ..................................................

33

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan masih selalu menjadi polemik di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Sejak krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1997 lalu, angka kemiskinan di negara Indonesia semakin meningkat. Beberapa pekerja terpaksa dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Akibatnya, sebagian penduduk kehilangan sumber pendapatannya.

Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam untuk menjamin kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia dituntut untuk bekerja demi memperoleh penghasilan. Kondisi krisis moneter yang berkepanjangan mengakibatkan minimnya lowongan kerja pada perusahaan- perusahaan atau instansi-instansi tertentu.

Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha tidak dapat lagi dihindari. Sebagian orang yang memiliki keahlian, keterampilan dan kemauan yang keras mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Namun, beberapa orang yang masih bergantung pada orang lain banyak yang menjadi pengangguran. Akibatnya, jumlah keluarga miskin semakin meningkat. Salah satu upaya keluarga untuk memenuhi kebutuhannya adalah memanfaatkan tenaga kerja yang ada dalam keluarga. Akibatnya, banyak orang tua yang terpaksa melepaskan anaknya untuk bekerja demi membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Hal ini berdampak langsung pada meningkatnya jumlah pekerja anak di Indonesia.

Pada dasarnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan memperoleh pekerjaan, dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, seperti yang tertuang dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen II yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Ketenagakerjaan jelas disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan

anak. Hanya saja terdapat pengecualian pada Pasal 69 ayat (1) yaitu bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Sedangkan kategori anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Batas minimal usia anak boleh bekerja sebenarnya mengacu pada hak asasi manusia seorang anak. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang di dalam dirinya melekat hak dasar atau hak asasi manusia sejak lahir. Anak yang menjadi tunas bangsa dengan segudang potensi ini kelak akan menjadi generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara. Oleh karena itu, hak- hak dasar anak harus terpenuhi dengan baik demi terwujudnya cita-cita tersebut. Salah satu bentuk hak dasar anak adalah hak untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, mental, spiritual, sosial maupun intelektual.

Timbulnya pekerja anak merupakan bentuk pengabaian terhadap hak anak, karena pada saat bersamaan telah terjadi penelantaran hak-hak yang harus diperoleh seorang anak. Mulai dari hak memperoleh kehidupan yang layak, pendidikan, waktu bermain, kesehatan dan lain-lain. Kondisi seperti ini menjadikan pekerja anak patut untuk diberikan perlindungan khusus. Perlindungan khusus ini memerlukan penanganan yang serius dari keluarga, masyarakat, kelompok terkait, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Perlindungan anak dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan Perlindungan Khusus menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu Perlindungan yang diberikan Perlindungan anak dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan Perlindungan Khusus menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu Perlindungan yang diberikan

Perlindungan anak harus dilakukan sedini mungkin, yakni sejak menjadi janin, karena sejak itu pula hak asasi manusia telah melekat pada dirinya. Peran orang tua dalam upaya perlindungan anak ini sangat penting mengingat tumbuh kembang anak pertama kali berada di lingkungan keluarga.

Di dalam Bagian I Pasal 2 Konvensi Hak-Hak Anak menyebutkan,

“States parties shall respect and ensure the rights set forth in the present convention to each child within their juridiction without discrimination of any kind, irrespective of the child’s or his or her parent’s or legal guardian’s race, colour, sex, languange, religion, political or other opinion, national, ethnic or social origin, property, disability, birth or other status.” (Negara anggota harus merespon dan menjamin secara permanen hak-hak pada konvensi ini untuk tiap anak dengan yurisdiksi mereka tanpa diskriminasi apapun, tanpa melihat orang tuanya atau perlindungan hukum ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, nasional, etnik atau budaya asli, kepemilikan, ketidakmampuan, kelahiran atau status lain).

Pada kenyataannya, tidak semua anak memperoleh jaminan untuk tumbuh kembang secara optimal, terlebih pada anak-anak yang orang tuanya tidak mampu secara ekonomi sehingga mereka harus bekerja demi membantu orangtuanya mencari nafkah.

Sebenarnya tidak hanya kemiskinan yang menjadi faktor timbulnya pekerja anak. Gagalnya sistem pendidikan di beberapa daerah juga berpengaruh. Terkadang sekolah meminta bayaran uang melebihi kemampuan orang tua murid. Kalaupun ada sekolah gratis, kurikulum yang dipakai tidak tepat dan kualitas kurang baik. Sehingga orang tua berpendapat bahwa anak mereka lebih baik bekerja dan mempelajari keterampilan praktis karena dinilai lebih berguna bagi masa depan.

Pada dasarnya, bekerja bagi seorang anak dapat menimbulkan dampak positif apabila dilakukan dalam rangka pengenalan dan persiapan menuju dunia kerja orang dewasa. Sebaliknya, dampak negatif timbul apabila pekerjaan tersebut dapat membawa pengaruh buruk dalam tumbuh kembang anak baik fisik, mental, Pada dasarnya, bekerja bagi seorang anak dapat menimbulkan dampak positif apabila dilakukan dalam rangka pengenalan dan persiapan menuju dunia kerja orang dewasa. Sebaliknya, dampak negatif timbul apabila pekerjaan tersebut dapat membawa pengaruh buruk dalam tumbuh kembang anak baik fisik, mental,

Hal tersebut di atas jelas bertentangan dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang merumuskan bahwa “setiap anak memiliki hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain dan berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”. Sedangkan Pasal 13 menyebutkan bahwa “setiap anak berhak atas perlindungan dari eksploitasi baik ekonomi maupun seksual”.

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV juga menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan hukum bagi pekerja dan pemberi kerja.

Sebagai bentuk ratifikasi dari Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 Tahun 1973 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Pasal 3 dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa “usia minimum untuk diperbolehkan bekerja di setiap jenis pekerjaan, yang karena sifat atau keadaan lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral orang muda, tidak kurang dari 18 tahun”.

Konvensi ini lebih lanjut menyatakan bahwa perundang-undangan nasional Konvensi ini lebih lanjut menyatakan bahwa perundang-undangan nasional

Sebagai upaya perlindungan terhadap pekerja anak, pemerintah kembali memperlihatkan komitmennya dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000.

Lebih lanjut, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (KAN-PBPTA) dan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (RAN-PBPTA) serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003.

Pemerintah bersama legislatif telah banyak mengeluarkan peraturan guna menciptakan perlindungan terhadap pekerja anak. Namun, pada implementasinya tidak semua peraturan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sebenarnya peraturan-peraturan ini dibuat untuk mengatur pembangunan terkait ketenagakerjaan sehingga hak-hak dan perlindungan yang mendasar dapat diperoleh pekerja dan pemberi kerja demi mewujudkan kondisi sosial dan perekonomian yang kondusif dalam dunia usaha.

Pada hakikatnya, upaya penanggulangan pekerja anak dapat dilaksanakan secara terpadu oleh masyarakat dan pemerintah. Perlu upaya lebih giat dari kedua belah pihak serta instansi terkait untuk menyelaraskan keadaan sehingga tercapai pemenuhan hak-hak anak sekaligus penurunan angka kemiskinan di Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul, ”PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah disusun guna mengidentifikasikan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan data, menyusun data dan menganalisis data, sehingga sasaran yang hendak dicapai jelas sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan uraian dan latar belakanag yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia?

2. Apakah pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dapat memenuhi hak anak di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan oleh setiap penulis guna merumuskan arah dan sasaran yang hendak dicapai sehingga dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) dan dapat memenuhi kebutuhan perseorangan (kebutuhan subyektif).

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia.

b. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dapat memenuhi hak-hak anak di Indonesia.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data-data dan informasi secara lengkap dan terperinci dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasayarat guna

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman penulis di bidang Hukum Administrasi Negara.

c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penulisan diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Berdasarkan hal tersebut, manfaat yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, terutama yang berkaitan dengan Hukum Administrasi Negara.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi karya ilmiah atau penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung terciptanya perlindungan bagi pekerja anak sesuai dengan hak-hak anak di Indonesia.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya peranan masyarakat dalam mendukung terciptanya perlindungan terhadap pekerja anak terkait dengan hak-hak anak di Indonesia.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap Lembaga Perlindungan Anak dalam menyelenggarakan perlindungan pekerja anak serta memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga penelitian ini memberikan kontribusi yang nyata bagi terjaminnya perlindungan, pemeliharaan dan c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap Lembaga Perlindungan Anak dalam menyelenggarakan perlindungan pekerja anak serta memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga penelitian ini memberikan kontribusi yang nyata bagi terjaminnya perlindungan, pemeliharaan dan

e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penulis untuk belajar lebih memahami hak-hak anak serta tanggung jawab dan peran mayarakat dalam mewujudkan anak yang dapat berguna bagi negara, nusa dan bangsa.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif. “Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya” (Johny Ibrahim, 2006:57). Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

2. Sifat Penelitian Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas, maka penelitian ini bersifat preskriptif. “Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum” (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Penelitian preskriptif juga merupakan studi yang berorientasi pada pemecahan masalah sebagai rekomendasi.

3. Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani untuk menelaah unsur filosofis adanya suatu peraturan perundang-undangan tertentu yang kemudian dapat disimpulkan ada atau tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu hukum yang ditangani. Selain itu juga digunakan berbagai pendekatan terhadap masalah yang ingin dicari pemecahan dan jalan keluarnya akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93).

kaidah–kaidah hukum serta ketentuan peraturan perundang–undangan mengenai ketenagakerjaan dan perlindungan anak.

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penyusunan ini, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk Penghapusan Bentuk – Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.

7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.

8) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia.

9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

10) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

11) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan.

termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum, disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 155).

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus (hukum), eksiklopedia (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008: 32).

5. Teknik Pengumpulan Data Berkaitan dengan jenis penelitian pada penelitian ini, maka teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah melalui studi kepustakaan, yaitu pengumpulan bahan-bahan penelitian berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, makalah, artikel, surat kabar dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

6. Teknik Analisis Data Untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian hukum ini digunakan silogisme deduktif dengan interpretasi sistematis. Metode silogisme deduktif adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yaitu aturan hukum kemudian diajukan premis minor yang merupakan fakta hukum dan dari kedua premis tersebut kemudian ditarik kesimpulan (silogisme).

Premis mayor dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sedangkan premis minornnya adalah fakta hukum yang menggambarkan sejauh mana pemenuhan hak-hak anak di Indonesia terhadap pekerja anak.

Selanjutnya dari premis mayor dan premis minor tersebut dibahas, dikorelasikan dan dianalisis untuk kemudian diperoleh suatu kesimpulan dari hasil pembahasan dan penelitian penulisan hukum ini.

Sistematika laporan penulisan hukum yang telah Penulis susun adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, yang berisi tentang isu perlindungan hukum terhadap pekerja anak dengan mengkaji secara kritis pemernuhan hak-hak anak sebagai pekerja di Indonesia dengan menitikberatkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pokok regulasi perlindungan pekerja anak. Sehingga rumusan masalah Penulis meliputi perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan keefektivan perlindungan hukum tersebut dalam memenuhi hak-hak pekerja anak Indonesia.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran dari masalah yang penulis angkat. Kerangka teori yang Penulis gunakan meliputi tinjauan tentang perlindungan hukum, tinjauan tentang pekerja anak dan tinjauan tentang hak-hak anak di Indonesia.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan dan hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan mengenai efektivitas pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dalam memenuhi hak- hak anak di Indonesia dilihat dari teori bekerjanya hukum milik Lawrence M Friedman, yang terdiri dari unsur substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum terkait dengan payung hukum dari perlindungan terhadap pekerja anak.

Bab ini merupakan penutup yang menguraikan secara singkat kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang ditujukan pada pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang diteliti ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum

a. Pengertian Hukum Istilah “hukum” memiliki makna yang luas. Hampir semua Sarjana Hukum memberikan batasan pengertian hukum yang berlainan. Berikut ini merupakan definisi hukum dari beberapa Sarjana Hukum, antara lain :

1) Utrecht Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu (Titik Triwulan Tutik, 2006 : 27).

2) Mochtar Kusumaatmadja Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masayarakat yang bertujuan memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan proses- proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat (Titik Triwulan Tutik, 2006 : 33).

3) Prof. Soedikno Mertokusumo Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah- kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi (Soedikno Mertokusumo, 1991 : 24).

Dari beberapa perumusan pengertian hukum tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mengandung beberapa unsur, yaitu:

1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia

2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib

Hukum dapat berupa perintah dan larangan yang harus dipatuhi setiap orang. Bentuk dari hukum bisa tertulis seperti peraturan perundang- undangan dan tidak tertulis seperti hukum adat.

Keanekaragaman masyarakat dengan segala jenis hubungan dan kepentingan di dalamnya memerlukan suatu peraturan sendiri agar tidak terjadi kekacauan. Hukum di sini bertujuan untuk menjamin keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat.

b. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia lain (Soedikno Mertokusumo, 1991: 9).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak- Hak Asasi Manusia, ”perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang atau lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada”.

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

(Philipus M. Hadjon, 1987 : 2) (Philipus M. Hadjon, 1987 : 2)

c. Perlindungan Hukum Pekerja Anak Anak merupakan tunas bangsa yang memiliki segudang potensi dan merupakan generasi muda yang diharapkan menjadi penerus cita-cita bangsa. Ia memiliki peran strategis dan ciri serta sifat khusus yang kelak akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, patut kiranya anak memperoleh perhatian khusus dengan upaya memberikan perlindungan kepadanya. Namun, bersamaan dengan tingginya angka kemiskinan di Indonesia, didukung dengan kondisi ekonomi keluarga, anak dituntut untuk membantu orang tua dan keluarganya sehingga anak terpaksa harus menjadi pekerja. Namun, dikhawatirkan hal ini dapat menjadi gaya hidup anak masa kini yang dianggap wajar bagi lingkungannya, tanpa memperhitungkan resiko mereka yang telah terperangkap dalam eksploitasi fisik.

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Undang-Undang Perlindungan Anak ini merupakan perangkat yang ampuh dalam melaksanakan Konvensi Hak Anak di Indonesia. Undang- Undang ini dibuat berdasarkan empat prinsip Konvensi Hak Anak:

1) non diskriminasi;

2) kepentingan yang terbaik bagi anak;

(Lilik HS, 2006 : 55).

Bentuk-bentuk perlindungan anak di Indonesia:

1) Perlindungan yang bersifat yuridis, yang meliputi bidang hukum publik atau pidana dan bidang hukum perdata Perlindungan anak dalam perkara pidana dikategorikan sebagai perlindungan khusus yang membutuhkan perlakuan khusus dalam penanganan perkaranya. Sedangkan perlindungan hukum di bidang perdata antara lain meliputi:

a) hak dan kewajiban anak, orang tua, pemerintah dan masyarakat terhadap anak;

b) pemberian identitas anak dengan pencatatan kelahirannya;

c) pencabutan kekuasaan pada orang tua atau kuasa asuh yang lalai;

d) pengasuhan dan pengangkatan anak serta perwalian;

e) perlindungan anak dalam beragama, kesehatan, pendidikan dan sosial anak.

2) Perlindungan yang bersifat non yuridis, meliputi perlindungan di bidang sosial, kesehatan dan pendidikan.

(http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2109742-bentuk- bentuk-perlindungan-anak-di /, diakses pada tanggal 19 April 2011).

2. Tinjauan Umum tentang Pekerja Anak

a. Pengertian Anak Tidak sedikit peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang anak. Akibatnya, terjadi pluralisme hukum terhadap kriteria anak di Indonesia. Berikut ini disebutkan definisi anak berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, yaitu:

1) Hukum Pidana Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mendefinisikan anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana 1) Hukum Pidana Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mendefinisikan anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana

2) Hukum Perdata Berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap

21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin.

3) Undang-Undang Pengadilan Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 tahun.

4) Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, “seorang pria hanya diijinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun (enam belas) tahun”. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

5) Undang-Undang Perlindungan Anak Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

2003 tentang Ketenagakerjaan, dirumuskan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

7) Undang-Undang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Perbedaan kriteria anak ini berdampak pada sulitnya menentukan usia seseorang untuk dapat dikategorikan sebagai anak. Terlebih lagi jika tidak mempunyai akta kelahiran. Ciri-ciri lahiriah terkadang tidak menjamin seseorang tersebut masih anak-anak atau sudah dewasa.

Sebenarnya, untuk memastikan usia anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan pengakuan atau wawancara dengan pekerja tersebut. Pengakuan bisa didapat dari pekerja yang bersangkutan, pemeriksaan dokumen mengenai data diri pekerja maupun dari orang tua/wali dari pekerja tersebut. Wawancara juga bisa dilakukan terhadap orang tua, saudara, teman, tetangga, atau pihak terkait lainnya.

Hendaknya penggunaan peraturan yang ada disesuaikan dengan kasus yang dihadapi, sehingga tidak menimbulkan kerancuan kebijakan. Sebagai contoh untuk masalah anak yang berperkara menggunakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, sedangkan untuk kasus anak sebagai tenaga kerja menggunakan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, penulis membatasi pengertian anak dalam penulisan ini adalah di bawah 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

1) Anak yang Bekerja Anak yang bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena membantu orang tua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung jawab. Misalnya anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang sekolah. Anak yang bekerja cenderung melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan anak memperoleh keterampilan praktis serta mengembangkan tanggung jawab. sebagai proses sosialisasi dan perkembangannya menuju dunia kerja.

Indikator anak membantu melakukan pekerjaan ringan adalah:

a) Anak membantu orang tua untuk melakukan pekerjaan ringan

b) Ada unsur pendidikan atau pelatihan

c) Anak tetap bersekolah

d) Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek

e) Terjaga keselamatan dan kesehatannya (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:10).

2) Pekerja Anak Anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya dapat digolongkan sebagai pekerja anak. Disebut pekerja anak apabila memenuhi indikator antara lain:

a) Anak bekerja setiap hari a) Anak bekerja setiap hari

Pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang sekolah. Pekerja anak juga tidak mencakup anak yang melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan anak memperoleh keterampilan praktis serta mengembangkan tanggung jawab.

c. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Anak Pekerja anak adalah semua anak yang bekerja pada pekerjaan yang mengganggu proses kehidupan kanak-kanak mereka dan karena itu harus dihentikan. Berikut ini adalah beberapa bentuk pekerjaan yang diketahui banyak dikerjakan oleh sejumlah besar pekerja anak:

1) Pekerjaan di bidang pertanian Sejumlah besar anak bekerja di pertanian dan perikanan. Anak- anak ini mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih panjang daripada jam kerja anak-anak di perkotaan. Anak-anak sering kali dijumpai sedang bekerja di ladang milik keluarga atau lahan sewaan. Tak jarang satu keluarga, termasuk anak-anak, dipekerjakan sebagai satu unit oleh perusahaan pertanian.

2) Pekerjaan rumah tangga Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang dapat diterima. Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik-adiknya. Masalah timbul ketika pekerjaan itu dilakukan di rumah tangga orang lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, tanpa diberi kesempatan untuk bersekolah dan 2) Pekerjaan rumah tangga Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang dapat diterima. Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik-adiknya. Masalah timbul ketika pekerjaan itu dilakukan di rumah tangga orang lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, tanpa diberi kesempatan untuk bersekolah dan

3) Pekerjaan di tambang dan galian Pekerja anak juga digunakan dalam pertambangan skala kecil di Indonesia dan di banyak negara lainnya. Mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang tanpa diberi alat pelindung, pakaian kerja atau pelatihan yang memadai, dan harus menghadapi tingkat kelembaban tinggi dan suhu ekstrem. Pekerja anak di pertambangan berisiko menderita cedera otot karena ketegangan yang berlebihan pada otot sewaktu berusaha menarik, membawa atau mengangkat barang berat, kelelahan/kehabisan tenaga dan gangguan otot serta tulang, dan berisiko menderita cedera yang serius karena tertimpa benda jatuh.

4) Pekerjaan dalam proses manufaktur Pekerjaan manufaktur adalah pekerjaan pengolahan untuk membuat atau menghasilkan suatu produk. Beberapa anak ada yang dipekerjakan secara tetap atau hanya dipekerjakan dan diberhentikan menurut kebutuhan, secara legal atau ilegal, baik sebagai bagian dari usaha orang tuanya/keluarganya maupun orang lain. Jenis-jenis pekerjaan seperti ini antara lain meliputi pekerjaan mengasah batu permata, membuat pakaian dan alas kaki, kuningan, kaca, kembang api, dan korek api. Pembuatan produk-produk tersebut dapat membuat anak-anak terkena bahan-bahan kimia berbahaya, terpaksa harus berada di ruangan yang pengap karena ventilasinya buruk, berisiko terkena kebakaran, dan ledakan, keracunan, mendapat penyakit pernafasan, menderita luka tergores, menderita luka bakar dan bahkan menyebabkan kematian.

5) Perbudakan dan kerja paksa Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan karena dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar hingga 5) Perbudakan dan kerja paksa Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan karena dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar hingga

6) Pekerjaan dalam perekonomian informal Pekerjaan informal banyak dilakukan di jalanan. Anak yang disuruh mengerjakannya hanya dibekali dengan perlengkapan minim, misalnya, pekerjaan mengangkut beban di tempat konstruksi dan di pembuatan batu bata, menyemir sepatu, mengemis, menarik becak, menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran, menjadi tukang sampah, dan memulung

(International Labour Organization-International Programme on the Elimination , 2009:8).

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI memklasifikasikan bentuk pekerjaan menjadi 2 (dua) macam, yaitu bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak dan bentuk pekerjaan yang tidak diperbolehkan untuk anak (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:15).

1) Bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak

Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk kondisi dan kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003