Penatalaksanaan Trauma Spinal

TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan Trauma Spinal
Hafas Hanafiah
Divisi Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi
Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. Abses intraspinal
4. Komplikasi iatrogenik dari tindakan
bedah atau tindakan diagnostik
DISTRIBUSI DARI TRAUMA SPINAL
Letak trauma berdasarkan jenis vertebra:
1. Cervical Spine (55%)
2. Thoracic Spine (15%)
3. Thoracolumbar Spine (15%)
4. Lumbosacral Spine (15%)

2

3


NON TRAUMATIK: (tidak dibahas)
1. Tumor-trumor intraspinal
2. Penyakit-penyakit infeksi dan inflamasi

Didalam penatalaksanaan trauma spinal ada
dua hal yang sangat penting yaitu,
1. Instabilitas dari Kolumna Vertebralis
(Spinal Instability)
2. Kerusakan jaringan saraf baik yang
terancam maupun yang sudah terjadi
(actual and potential neurologic
injury).

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007

143
Universitas Sumatera Utara

Tinjauan Pustaka


4,5

INSTABILITAS KOLUMNA VERTEBRALIS
Yang dimaksud dengan instabilitas
kolumna vertebralis (spinal instability) ialah
hilangnya hubungan normal antara strukturstruktur anatomi dari kolumna vertebralis
sehingga terjadi perubahan dari fungsi
alaminya.
Kolumna vertebralis tidak lagi mampu
menahan beban normal. Deformitas yang
permanen dari kolumna vertebralis dapat
menyebabkan rasa nyeri; keadaan ini juga
merupakan
ancaman
untuk
terjadinya
kerusakan
jaringan
saraf

yang
berat
(catastrophic neurologic injury).
Instabilitas dapat terjadi karena fraktur
dari korpus vertebralis, lamina dan atau
pedikel. Kerusakan dari jaringan lunak juga
dapat menyebabkan dislokasi dari komponenkomponen anatomi yang pada akhirnya
menyebabkan
instabilitas.
Fraktur
dan
dislokasi dapat terjadi secara bersamaan.
6

KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi fraktur dapat mengambil
berbagai bentuk tergantung dari besar kecilnya
kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil
atau tidak stabil. ’Major Fracture’ bila fraktur
mengenai pedikel, lamina atau korpus

vertebra. ’Minor Fracture’ bila fraktur terjadi
pada prosesus transversus, prrosesus spinosus
atau prosesus artikularis.

Gambar 2. Minor Fracture

Suatu fraktur disebut ’stable’, bila
kolumna vertebralis masih mampu menahan
beban fisik dan tidak tampak tanda – tanda
pergeseran atau deformitas dari struktur
vertebra dan jaringan lunak.
Suatu fraktur disebut ’unstable’, bila
kolumna vertebralis tidak mampu menahan
beban normal, kebanyakan menunjukkan
deformitas dan rasa nyeri serta adanya
ancaman untuk terjadi gangguan neurologik.
METODE KLASIFIKASI DENNIS
Metode ini dipakai untuk menilai fraktur
didaerah torakolumbal dan daerah cervical.


Gambar 3. Tampak lateral dari 2 buah korpus
vertebra

Gambar 1. Major Frcture

144

Penilaian ini berdasarkan ’Teori 3 Kolom’
dari vertebra.
1. Bagian Anterior adalah ligamentum
longitudinale anterior dan 2/3 bagian
depan dari korpus vertebra dan diskus.
2. Bagian Tengah (Middle) adalah 1/3
bagian posterior dari korpus vertebra
dan
diskus
serta
ligamentum
longitudinale posterior.


Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara

Hafas Hanafiah

Penatalaksanaan Trauma Spinal

3. Bagian Posterior adalah pedikel,
lamina, facets, dan ligamentum
posterior.
Kolom Tengah (Middle Column) adalah
”kunci” dari stabilitas.
KLASIFIKASI MAGERL
Klasifikasi ini dipakai untuk menilai fraktur
daerah torakolumbal.

Gambar 4. Klasifikasi

Magerl
torakolumbal

pada

fraktur

Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan
mekanismenya (mechanism of failure):
1. Type A
Compressive loads
2. Type B
Distraction forces
3. Type C
Multidirectional forces and translation
7,8,9

GANGGUAN NEUROLOGIK
Yang
dimaksud

dengan
gangguan
neurologik (neurologic injury) ialah trauma
yang mengenai medula spinalis, cauda equina
dan radices (nerve roots). Keadaan ini
mungkin terjadi karena kompresi dari
vertebra, fragmen tulang, atau diskus terhadap
struktur neurologik. Dalam hal ini semua
struktur atau organ yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena/terganggu akan kehilangan
fungsinya baik sebagaian taupun secara
keseluruhan.
Penilaian terhadap gangguan motorik dan
sensorik dipergunakan Frankel Score.
1. FRANKEL SCORE A: kehilangan
fingsi motorik dan sensorik lengkap
(complete loss)
2. FRANKEL SCORE B: Fungsi motorik
hilang, fungsi sensorik utuh.
3. FRANKEL SCORE C: Fungsi motorik

ada tetapi secara praktis tidak berguna

(dapat menggerakkan tungkai tetapi
tidak dapat berjalan).
4. FRANKEL SCORE D: Fungsi motorik
terganggu (dapat berjalan tetapi tidak
dengan normal ”gait”).
5. FRANKEL SCORE E: Tidak terdapat
gangguan neurologik.
PRINSIP-PRINSIP UTAMA PENATALAKSANAAN TRAUMA SPINAL
1. Immobilisasi
2. Stabilisasi Medis
3. Mempertahankan
posisi
normal
vertebra (”Spinal Alignment”)
4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
5. Rehabilitasi.
IMMOBILISASI 10,11,12,13
Tindakan immobilisasi harus sudah

dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan
sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama
ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam
posisi normal; dengan menggunakan ’cervical
collar’. Cegah agar leher tidak terputar
(rotation). Baringkan penderita dalam posisi
terlentang (supine) pada tempat/alas yang
keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara ”4
men lift” atau menggunakan ’Robinson’s
orthopaedic stretcher’.
STABILISASI MEDIS14,15
Terutama sekali pada penderita tetraparesis/
etraplegia.
1. Periksa vital signs
2. Pasang ’nasogastric tube’
3. Pasang kateter urin
4. Segera normalkan ’vital signs’. Pertahankan
tekanan darah yang normal dan perfusi
jaringan yang baik. Berikan oksigen,
monitor produksi urin, bila perlu monitor

AGDA (analisa gas darah), dan periksa
apa ada neurogenic shock.
Pemberian megadose Methyl Prednisolone
Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam
setaleh kecelakaan dapat memperbaiki
konntusio medula spinalis.

SPINAL ALIGNMENT 7
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan
traksi dengan Cruthfield tong atau GardnerWells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus.
Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan
beban yang lebih ringan, beban ditambah
setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007

145
Universitas Sumatera Utara

Tinjauan Pustaka

DEKOMPRESI
DAN
STABILISASI
16,17
SPINAL
Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi
dekompresi. Bila ’realignment’ dengan cara
tertutup ini gagal maka dilakukan ’open
reduction’ dan stabilisasi dengan ’approach’
anterior atau posterior.
REHABILITASI
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini
mungkin. Termasuk dalam program ini adalah
’bladder training’, ’bowel training’, latihan
otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi –
fungsi neurologik dan program kursi roda bagi
penderita paraparesis/paraplegia.
KESIMPULAN
1. Penanganan trauma spinal telah dimulai
sejak di tempat kejadian.
2. Proteksi
terhadap
’cervical
spine’
merupakan hal yang sangat penting
3. Mobilisasi penderita ke rumah sakit harus
dilaksanakan dengan cara yang benar.
4. Penatalaksanaan trauma spinal harus
menurut prinsip-prinsip baku yang telah
dianut.
5. Tindakan operasi dan instrumentasi
banyak menolong penderita dari cacat
neurologik yang berat.
KEPUSTAKAAN
1. Alexander R, Proctor H. Advanced
Trauma Life Support Course for
Physicians. 1999; 21-22.
2. Goth P. Spinal Injury: Clinical Criteria for
Assessment and Management. 1998; 2126.
3. Green B. et al. Spinal Cord Injury, a
system approach: Prevention, Emergency
Medical Service and Emergency Room
Management. Crit Care Clin 1987; 3:471493.

6. Rimel RW.et al. An Educational Training
Program for the Care at the Site of Injury
of Trauma to Central Nervous System
2001;9:23-28.
7. Brunette D, Rockswold G. Neurologic
Recovery
Following
Rapid
Spinal
Realignment for Complete Cervical Spinal
Cord Injury. J Trauma 1987;27:445-447.
8. Fenstermaker RA. Acute Neurologic
Management of the Patient with Spinal
Cord Injury. Urologic Clinic of North
America 1993;20:413-421.
9. Podolsky S.et al. Neurologic Complication
Following Immobilization of Crvical Spine
Fracture in a Patient with Ankylosing
Spondilytis.
Ann
Emerg
Med
1983;12:578-580.
10. Burney RE.et al. Stabilization of Spinal
Injury for Early Transfer. J Trauma-Injury
Infection & Critical Care 1989;29:14971499.
11. Butman A, Vomacka R. Part: Spine
Immobilization. Emergency 1991; 23:4851.
12. Carter VM.et al. The Effect of a Soft
Collar, used as normally recommended or
reversed, on three olanes of cervicar range
of motion. J of Orthopaedis and Sport
Physical Therapy 1996;23:209-215.
13. Chandler DL.et al. Emergency Cervical
Spine Immobilization. Ann Emerg Med
1992;21: 1185-1188.
14. Forhna WJ. Emergency Department
Evaluation and Treatment of the Neck and
Cervical Spine Injuries. Emergency
Medicine Clinic of North America
1999;17:739-791.
15. Geisler W.et al. Early Management of the
Patient with Trauma to the Spinal Cord.
Med Serv J Can 1996;22:512523.

4. McGuire RA. et al. Spinal Instability and
the
Log-rolling
Maneuver.
J Trauma-Injury Infection & Critical Care
1997;27:525-531.

16. Podolsky S.et al. Efficay of Cervical Spine
Immobilization Methods. J Trauma-Injury
Infection & Critical Care 1983;23:461465.

5. McGuire RA. Protection of the Unstable
Spine During Transport and Early
Hospitalization. Journal of the Mississippi
Sate Medical Association 1991;32:305308.

17. Waters RL.et al. Emergency, Acute and
Surgical Management of Spine Trauma.
Arch Phys Med Rehabil 1999;80:13831390.

146

Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara