Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
TRAUMA SPINAL

I.

PENDAHULUAN
Trauma spinal atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.
Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini sering mengakibatkan
penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia
atau paraplegia.
Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian
(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya.
Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat
terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja.
Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia decade 3 (Japardi, 2002).
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling
sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, oleh karena itu, evaluasi dan
pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord, dan nervous roots memerlukan

pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa ini, prevervasi fungsi spinal cord dan
pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.
Penanganan, rehabilitasi spinal cord dan kemajuan perkembangan multidispliner tim
trauma dan perkembangan metode modern dari fungsi cervical dan stabilitas
merupakan hal penting harus dikenal masyarakat (Japari, 2002).
Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis, kususnya perawat sangat perlu
mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan pasien trauma spinal
agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan yang tepat sehingga dapat
mengurangi kompilkasi dan meningkatkan kesehatan optimal pasien.

1

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI FISIOLOGI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut
syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio
yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.(Gbr.1)

Gambar.1 : Tulang belakang (sumber: Atlas of Human Anatomy, Frank H. Netter, 4th Edition,
2006, Saunders Elsevier, ISBN-13:978-1-4160-3385-1)

2

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut : (Gbr.2)
a. Vetebra Cervicalis
Vertebra cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata
cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinosus
paling panjang.
Atlas (C1) adalah vertebra cervicalis pertama dari tulang belakang.
(Gbr.3) Atlas

bersama

dengan Axis


(C2) membentuk

sendi yang

menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk
memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung
jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala. Atlas tidak memiliki tubuh.
Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral.
Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral
menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak
pada aspek lateral.
Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsatikularis memisahkan
unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid)
atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm cortico cancellous panjang dengan
pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral
(kearah kepala) dari tubuh vertebra.
b. Vertebra Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thoraks.
c. Vertebra Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,berjumlah
5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygeal
Terdiri dari tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter. Bebeapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf cocygeal.
3

A. Cervical Vertebra (C4)

B.Thoracic Vertebra (T6)

C.Lumbar Vertebra (L4)

D.Sacrum

Gambar.2 : Tipe tulang vertebra: cervical-thoracal-lumbar-sacrum (Sumber: Atlas of Anatomy,

Anne M. Gilroy, MA,Brian R. M,,Thieme Medical Publishers Inc, New York, 2008)

Anterior
Atlas

Axis

Posterior
Gambar.3 : Atlas-Axis (Sumber: The Skeleton: an Ordered Assembly of Bones:
physioweb.org,2010)

4

Lengkung kolumna vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior yaitu
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung
kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan
pelvis,disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengan

kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul
dimiringkan keatas kearah depan badan.

Kedua lengkung yang menghadap ke

anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika anak-anak
mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan
lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta
mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis yaitu sebagai penunjang badan yang kokoh
dan sekaligus bekerja sebagai penyangga ke depan perantaraan tulang rawan
cakram intervertebralis yang lengkungnya
memungkinkan

membongkok

tanpa

patah.


memberikan fleksibilitas dan
Cakramnya

juga

berguna

untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti
waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas posterior
yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Eveltan.C.
Pearah, 1997 dalam Ilham, 2008).
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medulla
oblongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara
vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medulla spinalis meruncing sebagai
konus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dari piameter yang
disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju
koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini,pada
bagian depannya dibelah oleh fisura anterior yang dalam, sementara bagian

belakang dibelah oleh sebuah fisura sempit.

5

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan cervikal dan lumbal.
Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan
atas dan bawah dan plexus dari daerah thoraks membentuk saraf-saraf
interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi
antara otak dfan semua bagian tubuh dan brgerak refleks.
Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:
1. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik: mengantarkan impuls-impuls tersebut menujusel-sel

dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada
kornu posterior mendula spinalis
3. Sumsum

tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung

menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis.

4. Sel saraf motorik: dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima dan

mengalihkan impuls tersebut melalui serabut motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls

saraf motorik
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada

daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen danotot-otot pada kedua
anggota gerak bawah, serta paralisis spinter pada uretra dan rectum.

Gambar 4 : Fungsi dari setiap segmen tulang belakang (Sumber: sciencedirect.com, 2008)

6

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan
faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang
terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :
1. Ligamentum Flava

Serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara
bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum..
Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan
ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk
atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses
spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke
bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk
dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga
mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari
sacrum, tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung
atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari
vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang
yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi
tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang
dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi
dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang,
menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk
melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

Gambar 5 : Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www.spineuniverse.com, 2010)


7

2. Ligamentum nuchae
Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis
fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke
punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital
eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah
leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot
leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai
dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan
serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis,
ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura
tulang belakang antara tengkuk dan C1.
3. Zygapophyseal
Zygapohyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh
manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairancairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang
rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang
berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan
meluncur.
4. Atlantoaxial ligamentum posterior
Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas,
untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina
dari sumbu.
5. Atlantoaxial ligamentum anterior
Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas
bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini
diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan
tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan
merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior.
6. Ligamentum longitudinal posterior
Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan
membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari
tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk
sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada
ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi
8

patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram
tulang belakang.
7. Ligamentum transversal dari atlas
Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di
cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan
lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi
dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk
transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

The atlanto-occipital joints are the two articulations between the convex occipital condyles of the
occipital bone and the slightly concave superior articular facets of the atlas (C1). The atlantoaxial
joints are the two lateral and one medial articulations between the atlas (C1) and axis (C2)

Gambar 6 : ligament craniovertebral (Sumber: Atlas of Anatomy, Anne M. Gilroy, MA,Brian
R. MacPherson, 2008,Thieme Medical Publishers Inc, New York, ISBN 978-1-60406-062-1)

9

B. DEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma spinal yaitu gangguan pada serabut spinal (spinal cord) yang
menyebabkan perubahan secara permanen atau sementara, akan tetapi fungsi
motorik, sensorik atau anatomi masih normal.
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada medulla spinalis (Brunner & Suddarth,2001)
Cedera medulla spinalis adalah kerusakan tulang sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai : komplit (kehilangan sensasi dan fungsi motorik), tidak
komplit (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik).
C. MEKANISME CEDERA
Ada 4 mekanisme yang mendasari :
a. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling
berat disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser
ke belakang dan cedera hiperekstensi.
b. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan gangguan
jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medulla spinalis
menurun sesuai usia yang meningkat.
c. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi
kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cedera primer.
d. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain
pada sistem arteri spinal posterior atau anterior.
Kecelakaan mobil atau terjatuh olahraga, kecelakaan industri, tertembak
peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal. Sebagian besar
pada medulla spinal servikal bawah (C4-C7,T1) dn sambungan torakolumbal
(T11-T12, L1). Medula spinal torakal jarang terkena.

10

D. KLASIFIKASI
Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan level,beratnya
defisit neurologi, spinal cord syndrome, dan morfologi:
a. Level
Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis yang
masih dapat ditemukan keadaan sensoris dan motoris yang normal dikedua sisi
tubuh. Apabila level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian
segmen kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada
kedua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling
kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga 3/5 pada lesi
komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris maupun motoris di
bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi
parsial” Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting.
Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera
pada segmen servikal diatas T1 medulla spinalis menyebabkan quadriplegia
dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level tulang vertebra
yang mengalami

kerusakan, menyebabkan cedera pada medulla spinalis.

Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan
pemeriksaan klinis. adang-kadang terdapat ketidakcocokan antaralevel tulang
dan neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui
foramina dan naik atau turun didalam kanalis spinalissebelum benar-benar
masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan akanlebih jelas kearah
kaudal dari cedera Pada saat pengelolaan awal level kerusakan menunjuk pada
kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level neurologis
b. Beratnya Defisit Neurologis
Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit,
paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia komplit.
Sangat penting untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla spinalis yang
masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level cedera
merupakan cedera yang tidak komplit. Yang termasuk dalam cedera tidak
komplit adalah :

11

 Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunter pada ekstremitas
bawah
 Sakra l sparing, sebagai contoh: sensasi perianal, kontraksi sphincterani
secara volunter atau fleksi jari kaki volunter. Suatu cedera tidak
dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya dengan dasar adanya
reservasi refleks sacral saja, misalnya bulbocavernosus, atau anal wink.
Refleks tendon dalam juga mungkin di preservasi pada cedera tidak
komplit.
c. Spinal Cord Syndrome
Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologis kadang-kadang dapat
dilihat pada penderita dengan cedera medulla spinalis Pada Central cord
syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas,
lebih besar dibanding ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya
kehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini terjadi cedera
hiperekstensi pada penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis sevikalis
(sering disebabkan oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnya
ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada
wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal.
Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang khas dengan penyembuhan
pertama pada kekuatan ekstremitas bawah Kemudian fungsi kandung kemih
lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya adalah
tangan.Prognosis

penyembuhannya

sentral

cord

syndrome

lebih

baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral cord syndrome
diduga disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah medulla spinalis
pada daerah distribusi arteri spinalis anterior. Arteri ini mensuplai bagian
tengah medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris ke segmen servikal
secara topografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah bagian yang
paling terkena.
Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan
dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu Fungsi kolumna posterior
(kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih ditemukan. Biasanya
anterior cord syndrome disebabkan oleh infark medulla spinalis pada daerah
12

yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior Sindrom ini mempunyai
prognosis yang terburuk diantara cidera inkomplit.
Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla spinalis dan
akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran klasik cukup sering
ditemukan. Dalam bentuk yang asli syndrome ini terdiri dari kehilangan
motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi
(kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan disosiasi sensori
kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah level cedera (traktus
spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan oleh cedera
penetrans pada medulla spinalis, penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya
akan terjadi.
d. Morfologi
Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,cedera
medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografi (SCIWORA), atau cedera
penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil
dan tidak stabil. Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak
selalu sederhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu
terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan
defisit neurologis, harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang
tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobolisasi sampai ada
konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortopedi.
Klasifikasi fraktur dapat mengambil berbagai bentuk tergantung dari besar
kecilnya kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil atau tidak stabil. ‘Major
Fracture’ bila fraktur mengenai pedikel, lamina atau korpus vertebra (Gbr.7).
‘Minor Fraktur’ bila fraktur terjadi pada prosesus transversus, prosesus spinosus
atau prosesus artikularis (Gbr.8).
Suatu fraktur disebut ’stable’, bila kolumna vertebralis masih mampu
menahan beban fisik dan tidak tampak tanda – tanda pergeseran atau deformitas
dari struktur vertebra dan jaringan lunak. Suatu fraktur disebut ’unstable’, bila
kolumna vertebralis tidak mampu menahan beban normal, kebanyakan
menunjukkan deformitas dan rasa nyeri serta adanya ancaman untuk terjadi
gangguan neurologik.
13

Gbr.7

Gbr.8

Fractured Vertebral body

Fractured
Transverse process

Gambar 7&8 : Mayor & Minor Fraktur. (Sumber : Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
No. 2, Juni 2007, hal.143)

Cedera yang mengenai kolumna spinalis akan diuraikan dalam urutan
anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang:
 Dislokasi atlanto – oksipital (atlanto-occipital dislocation)
Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan
distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan
batang otak. Kerusakan neurologis yang berat ditemukan pada level saraf
kranial bawah. kadang- kadang penderita selamat bila resusitasi segera
dilakukan di tempat kejadian.


Fraktur atlas (C-1)
Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.
Fraktur C-1 yang paling umum terdiri dari burst fraktur (fraktur Jefferson).
Mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa
secara vertikal oleh benda berat atau penderita terjatuh dengan puncak kepala
terlebih dahulu. Fraktur Jefferson berupa kerusakan pada cincin anterior
maupun posterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan
terlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2dan dapat
dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus ditangani secara awal
dengan Neck Collar .



Rotary subluxation dari C-1
Cedera ini banyak ditemukan pada anak-anak Dapat terjadi spontan setelah
terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita dengan
14

rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang menetap. Pada
cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan
rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan
imobilisasi. Dan segera rujuk.


Fraktur aksis (C-2)
Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang
istimewa karena itu mudah mengalami cedera.
a. Fraktur odontoid
Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatutonjolan tulang
berbentuk pasak. Fraktur ini dapat diidentifikasi dengan foto ronsen
servikal lateral atau buka mulut.
b. Fraktur dari elemen posterior dari C-2
Fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, parsinter artikularis
20% dari seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini.
Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam
imobilisasi eksternal.



Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)
Fraktur C-3 sangat jarang terjadi, hal ini mungkindisebabkan letaknya berada
diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang tulang
servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi
tulang servikal terbesar.



Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)
Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1)
cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3)
fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi. Axial loading disertai dengan fleksi
menghasilkan cedera kompresi pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur
torakal adalah cedera burst disebabkan oleh kompresi vertikal aksial. Fraktur
dislokasi relatif jarang pada daerah T-1 sampai T-10.



Fraktur daerah torakolumbal - fraktur lumbal (T-11 sampai L-1)
Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal, tetapi
dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau terlambat
15

mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan pengemudi
mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai
resiko mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada level
ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada daerah
torakolumbal.
Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA (American Spinal Injury Association)
menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan
menggunakan kategori berikut :


A = Cedera Saraf Lengkap:

Terjadi kehilangan fungsi motorik dan

sensori lengkap (Complet Loss) khususnya di segmen S4-S5.


B = Cedera Saraf Tidak Lengkap: Fungsi motorik hilang, fungsi sensori
utuh, kadang terjadi pada segmen S4-S5.



C = Cedera Saraf Tidak Lengkap: Fungsi motorik ada tetapi secara
praktis tidak berguna (dapat menggerakan tungkai tetapi tidak bisa
berjalan) dan tingkat kekuatan otot dibawah 3.



D = Cidera Saraf Tidak Lengkap: fungsi motorik terganggu (dapat
berjalan tetapi tidak dengan normal) tingkat kekuatan otot sama atau
diatas 3.



E=

Normal: Fungsi sensorik dan motorik normal.

E. ETIOLOGI
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a.

Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
16

Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
F. PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah
kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat
tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di
bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas
adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang
belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang
C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.
C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal
dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya.
Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio
atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah,
tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat
berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal
atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga
menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang
otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.
Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi
hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat
menyebabkan komplience paru menurun.
Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan
medula

spinalis

oleh

ligamentum

flavum

di

posterior

dan

kompresi
17

osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan
menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan
akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat
mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada
diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.
Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla
spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras
mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih
normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi.
Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera
neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis
progresif akibat cedera neural sekunder.
Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka
akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf
spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke
medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi
ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan
ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi
kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan
dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah
peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada
endotel

pembuluh

darah

yang

dalam

beberapa

jam

kemudian

dapat

menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal.
Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya
depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan
katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.
Di tingkat selular, adanya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat
merangsang

pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai

ketidakseimbangan

elektrolit,

dan

pelepasan

mediator

terjadinya

inflamasi

dapat

mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel
mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah
maupun torakalis bawah misalnya pada waktu duduk di kendaraan yang sedang

18

cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun
dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T12 sampai L2), rotasi Kerusakan
yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap Akibat
trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi
untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam
beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa edema, perdarahan
perivaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla
spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi
lesi,contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang

secara

langsung

karena

tertutup

atau

peluru

yang

dapat

mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi
transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen
transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan
dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia
grisea. Trauma ini bersifat “whiplash“ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat
badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstrameduler
traumatik dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip
diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna
5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau
neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma
tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah
radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T8 atau T9

19

yangakan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma
yang bersangkutan dan sindroma sistema astomosis anterial anterior spinal.
G. MANEFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah
trauma terjadi secara parsial atau total.(Gbr.9) Berikut ini adalah manifestasi
berdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal.
2. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;
kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi
sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.
6. Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
7. T12 sampai L1
Paralisis di bawah lutut.
8. Cauda equine
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri
dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1
Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total.
Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury, manifestasi yang
mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua sensasi dan aktivitas
refleks (Merck,2010).

20

Gambar 9: manifestasi klinis dari lokasi spinal injuri yang terjadi (Sumber: www.jasper-sci.com)

Tanda dan gejala yang akan muncul:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema
21

f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
H. PENATALAKSANAAN
a. Imobilisasi

Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan
sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan
leher dalam posisi normal; dengan menggunakan ’cervical collar’. Cegah agar
leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang
(supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara ”4
men lift” atau menggunakan ’Robinson’s orthopaedic stretcher’.
b. Stabilisasi Medis

Terutama sekali pada penderita tetraparesis/ tetraplegia, lakukan :


Periksa vital signs
Segera normalkan ’vital signs’. Pertahankan tekanan darah yang normal
dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin,
bila perlu monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa

apa ada

neurogenic shock.


Pasang ’nasogastric tube’



Pasang kateter urin
22



Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate
dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki
konntusio medula spinalis.

c. Mempertahankan posisi normal vertebra ”Spinal Alignment”

Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau
Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi
traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15
menit sampai terjadi reduksi.
d. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal

Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi dekompresi. Bila ’realignment’
dengan caran tertutup ini gagal maka dilakukan ’open reduction’ dan
stabilisasi dengan ’approach’ anterior atau posterior.
e. Rehabilitasi.

mungkin. Termasuk dalam program ini adalah ‘bladder training’, ’bowel
training’,

latihan

otot

pernafasan,

pencapaian

optimal

fungsi-fungsi

neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT SCAN
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang
servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT
berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi
dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi
b. MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal .
MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah
medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan.
Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa
herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa keluhan , sehingga hasil
pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit ,
keluhan maupun pemeriksaan klinis.
c. EMG

23

Pemeriksaan Elektromiografi ( EMG) mengetahui apakah suatu gangguan
bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga
mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari
iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,
membedakan adanya iritasi atau kompresi .
J. KOMPLIKASI
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil

dari kerusakan jalur simpatik yang

desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus
vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah
maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak
seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas
d. Hiperfleksia autonomik
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Apakah pasien pernah menderita :


Stroke



Infeksi Otak



DM



Diare/muntah



Tumor Otak
24



Trauma kepala

b. Pemeriksaan Fisik



Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otototot pernafasan tambahan



Sistem kardiovaskuler
Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi



Status neurologi
Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala



Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis
kerusakan,adanya quadriplegia, paraplegia



Refleks Tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan,
postspinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper
motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/
LMN).



Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis
kerusakan



Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler



Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia,
hidungtersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan
penglihatan.



Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus,
stressulcer, feses keras atau inkontinensia.



Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia



Sistem Muskuloskletal
25

Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM


Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus)



Fungsi seksual
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur



Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan
masyarakat

2. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan

dengan tidak

efektifnya refleks batuk, immobilisasi
Data Pendukung:


Kemampuan batuk kurang atau tidak ada



Slem banyak



Suara nafas stridor



Terpasang alat dimulut



Pernafasan cepat lebih dari 20 x/menitf.Perubahan nilai AGD

Kriteria Hasil:


Batuk Efektif



Pasien mampu mengeluarkan secret



Bunyi nafas normal



Jalan nafas bersih



Respirasi normal : Irama dan jumlah pernafasan

 Pasien mampu melakuakan reposisi Nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg,
PaCO2 :35-45 mmHg, pH : 7,35-7,45
Rencana Tindakan Rasional:


Kaji kemampuan batuk dan produksi secret



Auskultasi bunyi nafas



Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi lehe, bersihkan sekret)



Berikan terapi nebulizer



Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret,lakukan kultur.
26



Lakukan suction jika perlu.



Lakukan latihan nafas.



Berikan minum hangat jika tidak ada kontraindikasi.



Berikan oksigen dan monitor analisis gas darah.

 Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi. Hilangnya
kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh
terhadap kemampuan Batuk.
b. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan.

Data Pendukung:


Taruma pada daerah servikal



Pola nafas cepat lebih dari normal



Ekspansi paru tidak simetris/ normal



Irama nafas tidak teratur



Perubahan nilai AGD

Kriteria Hasil:
 Pasien dapat menunjukan adanya peningkatan Tidal volume >7
10ml/kg


RR < 25 x/mnt



Pasien mengatakan mudah bernafas

Rencana Tindakan Rasional:


Auskultasi bunyi nafas setiap jam



Suction jika perlu



Berikan oksigen 100% selam 1 menit sebelum dan sesudahsuction



Pertahankan kepatenan jalan nafas



Monitor ventilator jika pasien dipasang ventilator



Monitor analisa gas darahg



Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam



Lakukan posisi semifowler, jika tidak ada kontraindikasii

 Hindari obat-obatan sedatif jika memungkinkan untuk mengetahui
adanya kelainan paru-paru

27

c. Menurunnya kardiak output berhubungan dengan hilangnya tonus

vasomotor (shock neurologi).
Data Pendukung:
 Kesadaran menurun
 Tekanan darah turun, nadi cepat, irama tidak teratur
 Adanya keringat dingin
 Produksi urine kurang

Kriteria Hasil:
 Tanda vital dalam keadaan stabil
 Tekanan darah 120/80 mmHg (sesuai usia), nadi 80-100 x/mnt, suhu
37,5Occ
 Irama nadi reguler, outpun dan input cairan seimbang
Rencana Tindakan Rasional:
 Lakukan perubahan posisi dengan pelan-pelan
 Kaji fungsi kardiovaskuler dan cegah spinalshock. (tekanan darah,
nadi, suhu, temperatur kulit, status hidrasi)
 Monitor secara berkala postural hipotensi, bradikardia, disritmia,
menurunnya output urine, monitor tekanan darah
 Laksanakan program terapi misalnya atropi
 Lakukan ROM setiap 2 jam. - Menurunnya postural hipotensi
d. Gangguan perfusi jaringan medula spinalis berhubungan dengan kompresi,

kontusio, dan edema
Data Penunjang:


Nyeri pada daerah trauma



Gangguan fungsi sensorik dan motorik



Gangguan fungsi bladder dan bowel

Kriteria hasil :


Meningkatnya fungsi sensorik dan motorik
28



Fungsi bladder dan bowel optimal

Rencana Tindakan Rasional:


Lakukan Pengkajian neurologik setiap 4 jam



Pertahankan traksi skeletal



Jaga posisi tubuh dengan kepala dan tubuhlurus, hindari manuver

 Berikan pengobatan sesuai program sepertisteroid, vitamin K,
antaside.Ukur intake dan output stiap jam, catat outputurine kurang dari
30 ml/ jam. Memonitor perubahan status neurologidengan mendeteksi
perkembangan trauma spinal

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal,

defisit, sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
Data Pendukung:


Ketidakmampuan melakukan aktivitas



Adanya paraplegia



Kekuatan otot berkurang tonus otot kurang



Adanya trauma/ kerusakan medula spinalise-Kontraktur / atropi

Kriteria Hasil:


Pasien mempertahankan fleksibilitas seluruh sendi



Bebas dari fotdrop, kontaktur, rotasi panggul



Pasien dapat melakukan mobilitas secara bertahap.

Rencana tindakan Rasional:


Lakukan pengkajian neurologik setiap 4 jam

 Ganti posisi pasien setiap 2 jam denganmemperhatikan kestabilan
tubuh dan kenyamanan pasien


Beri papan penahan pada kaki



Gunakan alat ortopedi, colar, handsplite



Lakukan ROM pasif setelah cedera 4-5 kali / harif



Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien

 Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latiahan dan penggunaan alat
seperti splints- Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien dalam
pergerakan
29

f.

Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit
sensasi / motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
Data pendukung:


Ketidak mampuan melakukan aktivitas



Kemerahan atau tanda-tanda dekubitus pada kulityang tertekan



Terdapat dekubitu



Immobilisasie.Terapi bedrestf.Kelemahan otot

Kriteria Hasil:


Keadaan kulit pasien utuh, bebas darikemerahan



Bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan
DAFTAR PUSTAKA

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id.
Diakses tanggal 11 Maret 2011
Anne M. Gilroy, MA,Brian R. MacPherson, 2008, Atlas of Anatomy, Thieme Medical
Publishers Inc, New York, ISBN 978-1-60406-062-1
Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11
Maret 2011
Devenport,

Moira.2010.Cervical

Spine

Fracture

in

Emergency

Medicine.

http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011
Eidelson, MD, Stewart G. 2010 .Lumbar Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbarspine. Diakses tanggal 23 Maret 2011
Swearingen, Pamela L. 1996, Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medikal - Bedah edisi 2,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 1997, buku ajar Keperawatan Medikal - Bedah
vol. 1 edisi 8, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40, No. 2 Juni 2007, hal:143
30

31