Hasil Beberapa Genotip Kedelai yang Diinokulasi MVA pada Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol

Hasil Beberapa Genotip Kedelai yang Diinokulasi MVA
pada Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol
Yield of Soybean Genotypes Inoculated with MVA and Exposed
to Various Drought Levels of Ultisols
Hapsoh1, S. Yahya2, B.S. Purwoko2, dan A.S. Hanafiah3

1)

Pengajar di Dept. Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian USU
Pengajar di Dept. Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB
3)
Pengajar di Dept. Tanah, Fakultas Pertanian USU
Diterima 17 Januari 2005 / Disetujui 04 Juli 2005

2)

Abstract
The objective of the research was to gain the information on the yield of soybean genotypes
inoculated with MVA and exposde to various drought levels of Ultisols. Sindoro, Lokon, MLG 3474
genotypes and Glomus etunicatum were tested on three levels of drought stress, based on soil
moisture conditions: 80% of field capacity (FC), 60% FC, and 40% FC. The experiment was

conducted in plastic house at the experimental field of Meteorological Station, Sampali, Medan, from
September 2001 to January 2002. The results show that drought stress at 40% FC reduced yield
components e. g. productive branches, fertile nodes, filled pods and seed number/plant. Symbiotic
relation with MVA, decreased the reduction of yield components of drought stressed genotypes. At
drought stressed of 40% FC the positive roles of MVA were able to increase seed yield as much as
76.42% for Lokon (less tolerant variety), 36.68 and 34.21% for both tolerant varieties, Sindoro
and MLG 3474 respectively.
Keywords: soybean, mycorrhiza, drought, yield

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hasil beberapa genotip
kedelai yang diinokulasi MVA pada berbagai tingkat cekaman kekeringan tanah ultisol. Pada
penelitian ini diuji genotip Sindoro, Lokon, MLG 3474 yang bersimbiosis dengan Glomus
etunicatum pada tiga tingkat cekaman kekeringan: 80% KL, 60% KL dan 40% KL. Percobaan
dilaksanakan di rumah plastik Kebun Percobaan Stasiun Klimatologi Sampali, Medan, dari
bulan September 2001 hingga Januari 2002. Hasil penelitian menunjukkan cekaman
kekeringan 40% KL menyebabkan berkurangnya cabang produktif, buku subur, polong berisi
dan jumlah biji/tanaman. Simbiosis dengan MVA mengurangi penurunan cabang produktif,
buku subur, polong berisi dan jumlah biji/tanaman. Peran positif MVA pada cekaman
kekeringan 40% KL meningkatkan hasil pada genotip Lokon sebesar 76,42%, genotip

Sindoro sebesar 36,68% dan genotip MLG 3474 sebesar 34,21%.
Kata kunci: kedelai, mikoriza, cekaman kekeringan, produksi

Pendahuluan
Selain
pada
lahan
sawah,
pertanaman
kedelai
di
Indonesia
dibudidayakan pada lahan kering. Luas
lahan kering untuk pertanian di Indonesia
diperkirakan mencapai 55,6 juta ha
(Hidayat dan Mulyani, 2002). Sebaran

77

lahan kering tersebut meliputi 41% di

Sumatera, 28% di Kalimantan dan 24% di
Sulawesi dan Jawa dan kira-kira 24,3%
lahan kering tersebut didominasi oleh
podsolik merah kuning (Ultisol). Menurut
Marschner (1995) dan Hidayat dan
Mulyani (2002) tanah podsolik merah

Hapsoh, S. Yahya, B.S. Purwoko, dan A.S. Hanafiah: Hasil Beberapa Genotip Kedelai yang
Diinokulasi MVA

kuning (ultisol) mempunyai tingkat
kemasaman tinggi, kandungan hara makro
dan mikro rendah. Selain itu sering terjadi
kekurangan air terutama pada musim
kemarau, menyebabkan terjadinya cekaman
kekeringan.
Keadaan
ini
akan
mempengaruhi perkembangan morfologi

dan proses fisiologi tanaman kedelai
sehingga menyebabkan rendahnya hasil.
Salah satu cara mengatasi pengaruh
kekeringan adalah penggunaan Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA). MVA adalah
salah satu jasad renik tanah dari kelompok
jamur yang bersimbiosis dengan akar
tanaman. Jamur ini mempunyai sejumlah
pengaruh yang menguntungkan bagi
tanaman yang bersimbiosis dengannya.
Beberapa peneliti mengemukakan pengaruh
menguntungkan dari MVA antara lain: (1)
kemampuannya
yang
tinggi
dalam
meningkatkan penyerapan air dan hara
terutama P (Jakobsen, 1992, Smith dan
Read, 1997, Bryla dan Duniway, 1997), (2)
bertindak sebagai pelindung biologi bagi

patogen akar (Sastrahidayat, 1995), (3)
lebih
tahan
cekaman
kekeringan,
kemasaman, salinitas, keracunan logam
berat dalam tanah (Ruiz-Lozano, et al.,
1995, Sastrahidayat, 1995, Goicoechea, et
al., 1997, Tjondronegoro dan Gunawan,
2000) (4) meningkatkan produksi hormon
auksin yang berfungsi untuk meningkatkan
elastisitas dinding sel dan mencegah atau
memperlambat proses penuaan akar
(Subashini dan Natarajan, 1997).
Dari penelitian terdahulu terdapat
keragaman toleransi terhadap kekeringan
antar genotip dan keragaman kompatibilitas
MVA dan genotip dalam hal pertumbuhan
(Hapsoh, 2003). Penelitian bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang perubahan

komponen hasil dan hasil kedelai toleran
dan peka kekeringan yang mengalami
cekaman kekeringan bila bersimbiosis
dengan MVA.

Bahan dan Metoda
Penelitian merupakan percobaan
pot di rumah plastik Kebun Percobaan
Stasiun Klimatologi Sampali, Medan, dari
bulan September 2001 hingga Januari 2002.
Percobaan menggunakan tanah Ultisol asal
Kebun Percobaan USU Tambunan A,
Langkat, Sumatera Utara. Tanah diambil
secara komposit dari kedalaman 0 – 20 cm,
dikeringanginkan dan diayak dengan
ayakan berdiameter ± 6 mm, kemudian
ditimbang 5 kg berdasarkan bobot kering
mutlak per pot. Penetapan kadar air tanah
dengan metode pengeringan (oven),
sedangkan penetapan kadar air pada

kapasitas lapang dilakukan dengan metode
Bouyoucos. Benih kedelai hasil evaluasi
ulang yaitu toleran kekeringan Sindoro
(G1) dan MLG 3474 (G2) dan peka
kekeringan Lokon (G3) (Hapsoh, 2003).
Inokulum MVA yang digunakan ialah
Glomus etunicatum, spesies yang paling
kompatibel dengan kedelai (Hapsoh, 2003).
Percobaan dilaksanakan secara
faktorial dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap, tiga faktor perlakuan dan
enam ulangan. Faktor pertama ialah genotip
kedelai (G) terdiri atas tiga genotip kedelai
(G1-G3). Faktor kedua ialah spesies MVA
(M) terdiri atas M1 (tanpa mikoriza) dan M2
(Glomus etunicatum). Faktor ketiga ialah
tingkat cekaman kekeringan (C) terdiri atas
C1 (80% kapasitas lapang (80% KL)), C2
(60% KL) dan C3 (40% KL). Sehari
sebelum penanaman, tanah dalam pot

percobaan diberi pupuk dasar N, P, dan K
yang jumlahnya berdasarkan analisis tanah
percobaan. Pada saat tanam pupuk
diberikan yaitu sebanyak 5,07 g urea/pot
(1/3 bagian), 0,94 g rock fosfat/pot, 3,49 g
KCl/pot. Pada umur 4 minggu setelah
tanam (MST) diberi lagi 10,15 g urea/pot
(2/3 bagian). Tiap pot ditanami empat biji
kedelai, pada umur 7 hari dilakukan
penjarangan hingga tinggal dua tanaman
dan pada umur dua minggu tinggal satu

78

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005

Tabel 1. Bobot kering biji/tanaman beberapa
mikoriza dan cekaman kekeringan
Genotip
Sindoro


Mikoriza
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata

80% KL
17,93
19,53
[8,92]+
18,73

genotip

kedelai pada perlakuan pemberian

Cekaman kekeringan
60% KL

40% KL
……….g……….
10,44 (41,77)
7,36 (58,95)
10,52 (46,12)
10,06 (48,49)
[0,77]+
[36,68]+
10,48 (44,04)
8,71 (53,50)

Rata-rata
11,91
13,37

12,64

Lokon

Tanpa Mikoriza

G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata

13,26
16,90
[27,45]+
15,08

12,32 (7,04)
12,21 (27,75)
[0,89]
12,27 (18,65)

5,30 (60,02)
9,35 (44,71)
[76,42]+
7,32 (51,44)

10,29
12,82

11,56

MLG 3474

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata

14,28
18,34
[28,43]+
16,31

11,61 (18,74)
12,74 (30,54)
[9,73]+
12,17 (25,37)

7,60 (46,77)
10,20 (44,36)
[34,21]+
8,90 (45,41)

11,16
13,76

12,46
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Keterangan: -

15,16
18,26
[20,44]+
16,71a

11,46 (24,41)
11,82 (35,23)
[3,14]+
11,64b

6,75 (55,44)
9,87 (45,94)
[46,22]+
8,31c

11,12b
13,32a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama, tidak berbeda

nyata berdasarkan jarak berganda Duncan 5%
- Angka dalam ( ) ialah % penurunan atau peningkatan (bila diikuti +) terhadap kontrol
(80% KL), keterangan ini berlaku untuk Tabel 1 s/d 5
- Angka dalam [ ] ialah % penurunan atau peningkatan (bila diikuti +) pada perlakuan
cekaman kekeringan terhadap Inokulasi MVA, keterangan ini berlaku untuk Tabel 1 s/d 5

tanaman per pot, ditinggalkan tanaman
yang paling baik pertumbuhannya.
Perlakuan cekaman kekeringan:
perlakuan 80% KL dimulai sejak waktu
tanam sampai tanaman berbunga. Pada
perlakuan 60% KL dan 40% KL, pemberian
air 80% KL dilakukan masing-masing
sampai 3 hari dan 6 hari sebelum berbunga
(berdasarkan
hasil
percobaan
pendahuluan). Setelah itu, tanaman dalam
pot disiram sesuai dengan perlakuan
masing-masing hingga panen. Penyiraman
selanjutnya dilakukan satu kali sehari.
Penyiraman
dilakukan
dengan
mengendalikan kadar air dalam pot hingga

79

kembali mencapai masing-masing perlakuan
% KL, dengan metode penimbangan.
Peubah komponen hasil dan hasil
yang diamati ialah jumlah cabang
produktif/tanaman,
jumlah
buku
subur/tanaman,
jumlah
polong
berisi/tanaman, jumlah biji/tanaman dan
bobot kering (BK) biji/tanaman.

Hasil dan Pembahasan
Cekaman kekeringan menurunkan
BK biji yang dihasilkan (Tabel 1). De Souza
et al. (1997) melaporkan cekaman
kekeringan mengurangi BK biji oleh karena
ukuran biji dan jumlah biji berkurang.

Hapsoh, S. Yahya, B.S. Purwoko, dan A.S. Hanafiah: Hasil Beberapa Genotip Kedelai yang
Diinokulasi MVA

penurunan cabang produktif (Tabel 2),
buku subur (Tabel 3), polong berisi (Tabel
4), jumlah biji/tanaman (Tabel 5).

Desclaux, et al. (2000) juga
menyatakan
cekaman
kekeringan
mengurangi BK biji. Penurunan ukuran dan
jumlah biji tersebut berhubungan dengan

Tabel 2. Jumlah cabang produktif beberapa genotip kedelai pada perlakuan pemberian mikoriza dan
cekaman kekeringan
Genotip
Sindoro

Mikoriza
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata
Lokon

7,7
9,3
[20,78]+
8,5

Cekaman kekeringan
60% KL
40% KL
……….buah……….
8,3 (8,7)+
6,7 (13,0)
7,7 (17,9)
7,3 (21,4)
[7,23]
[8,96]+
8,0 (5,9)
7,0 (17,6)

Rata-rata
7,6
8,1

7,8b
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata
MLG 3474

80% KL

5,7
7,0
[22,81]+
6,3

4,3 (23,5)
5,3 (23,8)
[23,26]+
4,8 (23,7)

3,3 (41,2)
4,7 (33,3)
[42,42]+
4,0 (36,8)

4,4
5,7

5,1c
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata
Rata-rata

10,7
11,0
[2,8]+
10,8

8,7 (18,8)
9,0 (18,2)
[3,45]+
8,8 (18,5)

7,0 (34,4)
7,3 (33,3)
[4,29]+
7,2 (33,8)

8,8
9,1

8,9a
Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Rata-rata

8,0
9,1
[13,75]+
8,6a

7,1 (11,1)
7,3 (19,5)
[2,82]+
7,2b

5,7 (9,2)
6,4 (29,3)
[12,28]+
6,1c

6,9b
7,6a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama, tidak
berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 5%
Tabel 3. Jumlah buku subur/tanaman beberapa genotip kedelai pada perlakuan pemberian mikoriza dan
cekaman kekeringan
Cekaman kekeringan
80% KL
60% KL
……….buah……….
55,0
48,7 (11,5)
58,3
45,7 (21,7)
[6,16]
[6]+

34,0 (38,2)
40,3 (30,9)
[18,53]+

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

28,3
32,0
[13,07]+

25,3 (10,6)
28,0 (12,5)
[10,67]+

19,0 (32,9)
27,3 (14,6)
[43,68]+

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

73,0
72,3
[0,96]

62,0 (15,1)
74,7 (3,2)+
[20,48]+

49,3 (32,4)
60,7 (16,1)
[23,12]+

Genotip

Mikoriza

Sindoro

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Lokon

MLG 3474

40% KL

Keterangan: tidak diberi notasi beda, karena mengikuti uji Kruskal-Wallis

80

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005

Tabel 4. Jumlah polong berisi/tanaman
mikoriza dan cekaman kekeringan
Genotip

Mikoriza

Sindoro

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

Lokon

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

MLG 3474

beberapa genotip

kedelai pada pelakuan pemberian

149,7
158,0
[5,54]+

Cekaman kekeringan
60% KL
……….buah……….
96,3 (35,6)
88,0 (44,3)
[8,62]

65,7 (56,1)
85,0 (46,2)
[29,38]+

95,0
108,0
[13,68]+

86,7 (8,8)
72,3 (33,0)
[16,61]

35,0 (63,2)
65,7 (39,2)
[87,71]+

182,3 (20,1)
197,7 (25,1)
[8,45]+

125,3 (45,1)
174,3 (34,0)
[39,11]+

80% KL

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

228,3
264,0
[15,64]+
Keterangan: tidak diberi notasi beda, karena mengikuti uji Kruskal-Wallis

40% KL

Tabel 5. Jumlah biji/tanaman beberapa genotip kedelai pada perlakuan pemberian mikoriza dan
cekaman kekeringan

Sindoro

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

187,7
191,0
[1,76]+

Cekaman kekeringan
60% KL
………..Butir……….
107,3 (42,8)
107,3 (43,8)
[0,00]

Lokon

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

158,7
158,7
[0,00]

122,0 (23,1)
122,3 (22,9)
[0,25]+

59,7 (62,4)
96,7 (39,1)
[61,98]+

MLG 3474

Tanpa Mikoriza
G. etunicatum

264,7 (15,7)
289,3 (31,7)
[9,29]+

159,0 (49,4)
241,7 (43,0)
[52,01]+

Genotip

Mikoriza

80% KL

314,0
423,7
[34,94]+
Keterangan: tidak diberi notasi beda, karena mengikuti uji Kruskal-Wallis

mikoriza dalam peningkatan cabang
produktif (Tabel 2), buku subur (Tabel 3),
polong
berisi
(Tabel
4),
jumlah
biji/tanaman (Tabel 5) dan BK biji (Tabel
1), dibandingkan dengan tanpa mikoriza.
Secara umum terlihat bahwa
pemberian
MVA
secara
konsisten
meringankan
pengaruh
cekaman
kekeringan yang terberat. Pada cekaman
kekeringan 40% KL, inokulasi mikoriza
meningkatkan komponen hasil dan hasil
biji kering. Hal yang sama dilaporkan
Simanungkalit (1997) bahwa inokulasi
mikoriza meningkatkan jumlah biji dan

81

40% KL
76,7 (59,1)
105,7 (44,7)
[37,81]+

polong serta BK biji kedelai. Tjondronegoro
dan Gunawan (2000) juga melaporkan
mikoriza meningkatkan BK biji kedelai.
Tabel 1 menunjukkan hasil biji
kering genotip toleran lebih tinggi
dibandingkan dengan genotip peka bila
simbiosis dengan MVA dalam kondisi
cekaman kekeringan. Hasil biji kering
tertinggi pada genotip MLG 3474 sebesar
10,20 g per tanaman diikuti genotip
Sindoro sebesar 10,06 g per tanaman dan
genotip Lokon sebesar 9,35 g per tanaman.
Peranan MVA dalam kondisi cekaman
kekeringan lebih jelas pada peningkatan

Hapsoh, S. Yahya, B.S. Purwoko, dan A.S. Hanafiah: Hasil Beberapa Genotip Kedelai yang
Diinokulasi MVA

hasil biji kering. Hasil biji kering pada
genotip Lokon meningkat dari 5,3 g
menjadi 9,35 g per tanaman (76,42%),
genotip Sindoro meningkat dari 7,36 g
menjadi 10,06 g per tanaman (36,68%) dan
genotip MLG 3474 meningkat dari 7,6 g
menjadi 10,20 g per tanaman (34,21%).
Peningkatan hasil biji kering
tersebut ditentukan oleh peningkatan
cabang produktif, jumlah buku subur,
polong berisi dan jumlah biji per tanaman
untuk ketiga genotip kedelai. Pada genotip
Lokon peningkatan komponen hasil
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
kedua genotip toleran. Pada genotip Lokon
peningkatan cabang produktif sebesar
42,42% (Tabel 2), buku subur sebesar
43,68% (Tabel 3), polong berisi sebesar
87,71% (Tabel 4) dan jumlah biji sebesar
61,98% (Tabel 5). Pada genotip Sindoro
peningkatan cabang produktif, buku subur,
polong berisi, jumlah biji berturut-turut:
8,96; 18,53; 29,38 dan 37,81%, sedangkan
pada genotip MLG 3474 berturut-turut:
4,29; 23,12; 39,11 dan 52,01%.

Kesimpulan
Cekaman kekeringan menyebabkan
hasil biji kering, cabang produktif, buku
subur, polong berisi dan jumlah biji
menurun. Penurunan tersebut lebih besar
pada genotip Lokon dibandingkan dengan
genotip Sindoro dan MLG 3474. Simbiosis
dengan MVA mengurangi pengaruh
cekaman kekeringan tersebut, seperti
ditunjukkan oleh peubah-peubah cabang
produktif, buku subur, polong berisi dan
jumlah biji.
Peranan positif MVA jelas terlihat
pada keadaan cekaman kekeringan (40%
KL) yaitu meningkatkan hasil biji kering:
pada genotip Lokon sebesar 76,42%, pada
genotip Sindoro sebesar 36,68% dan
genotip MLG 3474 sebesar 34,21%.

Daftar Pustaka
Bryla, D.R. and J.M. Duniway. 1997.
Effects of mycorrhizal infection on
drought
tolerance and
recovery in safflower and wheat.
Plant and Soil 197:5–103.
Desclaux, D., T.T. Huynh and P. Roumet.
2000. Identification of soybean plant
characteristics that indicate the
timing of drought stress. Crop Sci.
40:716-722.
De Souza, P.I., D.B. Egli and W.P.
Bruening. 1997. Water stress during
seed filling
and leaf
senescence in soybean. J. Agron.
89:807-812.
Goicoechea, N., M.C. Antolin and M.
Sanchez-Diaz. 1997. Influence of
arbuscular
mycorrhizae and
Rhizobium on nutrient content and
water relations in drought stressed
alfalfa. Plant and Soil 192:261–268.
Hapsoh. 2003. Kompatibilitas MVA dan
beberapa genotipe kedelai pada
berbagai tingkat cekaman kekeringan
tanah Ultisol: tanggap morfofisiologi
dan
hasil
[Disertasi].
Institut
Pertanian
Bogor,
Sekolah
Pascasarjana.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan
kering untuk pertanian. Dalam:
Adimihardja A, Mappaona, Saleh A
(Penyunting). Teknologi Pengelolaan
Lahan Kering Menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan.
Puslitbangtanah, Bogor. hlm 1-34.

82

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005

Jakobsen, I. 1992. Phosporus transport by
external hyphae of vesiculararbuscular mycorrhizas. Dalam: Read,
D.J., Lewis, D.H., Fitter, A.H. and
Alexander IJ.
Mycorrhizas in
Ecosystems.
CAB International.
UK. hlm 48-54.
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of
Higher Plants. New York: Academic
Press.
Ruiz-Lozano, J.M., R. Azcon and M.
Gomez. 1995. Effects of arbuscularmycorrhizal Glomus sp on drought
tolerance:
Physiological
and
nutritional plant responses. Applied
and Env. Microbiol. 61(2):456-460.
Sastrahidayat, I. R. 1995. Studi rekayasa
teknologi pupuk hayati mikoriza.
Dalam: Buku III Makalah SidangSidang Bidang Ilmu dan Teknologi.
Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan
Nasional VI, Jakarta 11-15 Sept
1995. LIPI bekerja sama dengan
Dirjen Dikti, Depdikbud dan Forum
Organisasi Profesi Ilmiah. hlm 101128.

83

Simanungkalit, R.D.M. 1997. Effectiveness
of 10 species of arbuscular
mycorrhizal (AM) fungi isolated from
West Java and Lampung on maize
and soybean. In: Jenie, U.A. et al.,
(eds.). Challenges of Biotechnology
in the 21 th century. Proceedings of
the
Indonesian
Biotechnology
Conference Vol II; 17-19 June 1997.
pp. 267-274.
Smith, S.E. and D.J. Read. 1997.
Mycorrhizal Symbiosis. New York:
Academic Press.
Subashini, H.D. and K. Natarajan. 1997.
Enzymes and phytohormones in some
ectomycorrhizal
fungi.
In:
Mycorrhizas in sustainable tropical
agriculture and forest ecosystems:
Bogor. 26-30 Okt 1997. LIPI, Bogor
Agriculture Institute and University
of Adelaide. pp.11.
Tjondronegoro, P.D. and A.W. Gunawan.
2000.
The role of Glomus
fasciculatum and soil water conditions
on growth of soybean and maize. J.
Mikrobiol. Indonesia 5(1):1-3.