Pembibitan Sapi Lokal di Wilayah Transmigrasi

PEMBIBITAN SAP1LOKAL DI WILAYAH TRANSMIGRASI
Mulatsih, S.1, R. Pambudyl, S. Jayadil& B. Siagian2
IFakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
*PusatStudi Pembangunan, LP IPB

ABSTRAK
Penelitian usaha pembibitan secara intensif dilakukan di eks-UPT Batumarta 11, Sumatra Selatan, pada bulan April 1999 sampai
April 2000. Sapi betina peranakan ongole (PO) siap kawin dengan berat rata-rata 250 kg, benunur 1,5 sampai 2 0 tahun, 10 ekor
direproduksi dengan inseminasi buatan (IB) dan 5 ekor dengan perkawinan alami. Cubing internal (CI) induk IB lebih lama dari kawin
alami masing-masing 20 bulan dan 16 bulan. Rata-rata semice per conception (SPC) induk IB hanya 60 persen atau setiap induk
memerlukan kawin suntik sedikitnya 2 kali agar bisa bunting, sedangkan SPC induk kawin alami 75 persen. Secara keseluruhan
tingkat keberhasilan induk memiliki anak tiap tahun (produktivitas) SOYO,atau dari 15 ekor induk yang dipelihara dihasilkan 12 ekor
anak aapi. Induk yang sulit bunting umumnya mempunyai berat badan kurang dari 250 kg. Biaya pemeliharaan 15 ekor induk Rp
19.5%.900,- per tahun, paling tinggi biaya konsentrat yaitu 6283%. Penerimaan selama satu tahun dari nilai penjualan anak sapi Rp
21.600.000,- dan nilai pertambahan berat badan induk Rp 14.458.500,- (total Rp 36.058.500,-), sehingga pendapatan petemak Rp
16.461.600,- per tahun, atau rata-rata Rp 1.371.800,- per bulan.
Kafa k u n d pembibitan, calving interval, service per conception, pendapatan.

PENDAHULUAN
Alasan utama pengusaha feedlot menggunakan
bakalan dari Australia, adalah karena mudah memperoleh dalam jumlah banyak dan kontinyu. Namun

dalam jangka panjang ketergantungan terhadap
bakalan impor dapat menghancurkan perekonomian
secara makro karena mengurangi devisa. Nilai rupiah
bisa terdepresiasi tajam terhadap mata uang asing,
import ternak bisa terhenti dan suplai daging dalam
negeri akan turun. Upaya pemanfaatan ternak lokal
sebagai basis perekonomian menuntut perhatian
secara menyeluruh mulai dari hulu, tingkat budidaya
sampai ke hilir. Sehingga upaya mengangkat ternak
lokal untuk usaha #edlot hams dibarengi dengan
perbaikan sistem pembibitan.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana
performan reproduksi sapi PO betina yang direproduksi dengan tehnologi inseminasi buatan dan
melalui perkawinan secara alami, bila dipelihara
secara intensif. Berapa kebutuhan tenaga kerja untuk
memelihara ternak, berapa pendapatan yang +isa
diperoleh dari usaha tersebut dan bagaimana
kelayakan finansialnya.

sampai April dan kurang dari 100 mm dari Agustus

sampai September. Sebanyak 15 ekor sapi PO betina
dara siap kawin atau pernah beranak satu kaLi,
dengan berat badan rata-rata 250 kg, 10 ekor
direproduksi dengan inseminasi buatan (IB) dan 5
ekor melalui perkawinan secara alami, dengan seekor
pejantan PO yang dipelihara sendiri.
Semua sapi berasal dari peternak sekitar lokasi
penelitian. Sebelum dipelihara diberi antibiotika,
multivitamin, dan obat cacing. Konsentrat pabrik diberikan sekali pada pagi hari sedangkan rumput gajah
diberikan pada pagi dan sore hari. Komposisi konsentrat terdiri dari dedak padi 25%; jagung 60%; bungkil
kedelai 3%; bungkil kelapa 5%; tepung ikan 5%; dan
premix (vitamin) 2% atau dengan kandungan nutrisi
protein kasar (PK) 17,196, TDN 6,07%, serat kasar
15,15%, lemak 3,6396; kalsium 0,88%; dan phospor
0,82%. Setiap hari selama 6 jam induk kawin alami
bersama-sama pejantan dan induk IB bunting, dilepas
di padang penggembalaan seluas 1/25 ha yang ditanami rumput Brachiaria humidicola (BH) dicampur
leguminosa (Centrosema pubescens, Stylosanthes
guyanensis dan Arachis pintoi. Semua kegiatan pemeliharaan dilakukan oleh seorang peternak
kooperator.


MATERI DAN METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pembibitan sapi lokal dilakukan di
daerah lahan kering milik Departemen Transmigrasi,
(eks-UPT 11) Batumarta, Sumatra Selatan, pada bulan
April 1999 sampai dengan April 2000. Curah hujan di
daerah ini lebih dari 200 mm pada bulan November

Skala uji coba pembibitan sapi lokal PO 15 ekor
didasarkan pada hasil penelitian PSP (1999) mengenai
penggemukan sapi secara intensif. Pada skala tersebut
kebutuhan tenaga kerja sebesar 0,444 HOK per hari