Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT Aneka Tambang Pongkor
PEMANFAATAN MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL
DAN ASAM HUMAT UNTUK PRODUKTIFITAS
LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA
PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR
IMANA MARTAGURI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Mikroorganisme
Tanah Potensial dan Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada
Lahan Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Imana Martaguri
D 051060021
ABSTRACT
IMANA MARTAGURI. Utilizing of Potentially Soil Microorganism and Humic
Acid for Increasing Productivity of Leguminosae on Ex-gold Mining Ground of
PT. Aneka Tambang, Pongkor. Under direction of LUKI ABDULLAH and
PANCA DEWI MANU HARA KARTI.
The study was conducted to investigate contribution of potential soil
microorganism and humic acid utilization for improvement productivity of
legumes that planted on Tailing ground. Research was conducted at ex-gold
mining ground of PT. Aneka Tambang, Pongkor, Bogor, and laboratory of
Nutrition and Feeding Technology Department, Animal Husbandry Faculty IPB.
Subsequently, three legumes species consisting of : Centrosema pubescens Benth,
Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth were planted
together in each plot. Mycofer®, Phosphate Solouble Bacteria, Rhizobium, humic
acid, rice hull, mulch, compost and glue was choosen as experimental materials.
Factorial Completely Randomized Design was used consisting of two factors.
The first factor were four different categories of biological fertilizers P1, P2, P3
and P4, where P1=control, P2=Mycofer, P3=Mycofer + Rhizobium, P4=Mycofer
+ Rhizobium + Bacterial Solubelizing Phosphate (PSB). The second factors
consisted of three different revegetation technology T1 =SOP of ANTAM
(organic fertilizer), T2=Humic Acid + hull of rice, T3=Hydroseeding (Humic
Acid + mulch + compost + chemical additive). The results showed that the
interaction of both biological fertilizers and revegetation technology affected on
partial biomass and length of plant distribution as well as numbers of leaves and
soil Phosphor and Pb, leaves nitrogen, Phosphor and Pb content. Moreover, it was
also revealed that all the treatment combinations did not significanly affect
covering area, total biomass and pH respectively. Best plant that could be planted
well on Tailing ground is Calopogonium mucunoides.
Keywords : Tailing, microorganism, humic acid, legumes
RINGKASAN
IMANA MARTAGURI. Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan
Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada Lahan Pasca
Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor. Dibimbing oleh LUKI
ABDULLAH dan PANCA DEWI MANU HARA KARTI.
Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan
khususnya leguminosa. Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi
tailing mencapai 2500 ton per har. Tailing adalah limbah yang berasal dari
penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa batuan yang telah
digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya. Sebagai media tumbuh
tanaman, bahan tailing pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun
kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan mikroorganisme
tanah potensial dan asam humat untuk produktifitas leguminosa pakan yang
ditanam pada lahan tailing.
Penelitian ini dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka
Tambang Unit Penambangan Emas Pongkor, Kabupaten Bogor dan laboratorium
Departemen Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanaian Bogor.
Materi yang digunakan adalah tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema pubescens
Benth, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth yang
ditanam secara konsorsium. Mycofer, PSB (Phosphate Soloubelizing Bacteria),
Rhizobium, Asam Humat, arang sekam, mulsa, kompos, perekat serta zat kimia
untuk analisa di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
eksperimen menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan
4 kali ulangan. Faktor pertama adalah formulasi pupuk hayati yang terdiri dari
empat taraf yaitu : P1= Kontrol, P2= Mycofer, P3= Mycofer + Rhizobium, P4=
Mycofer + Rhizobium + Phophate Soluble Bacteria (PSB), Faktor kedua
merupakan teknologi revegetasi dimana T1 = TSA (Teknologi Standar Antam =
Pupuk Kandang), T2 = Asam Humat + Arang Sekam, T3= Hydroseeding (Asam
Humat + Mulsa + Kompos + perekat). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi
perlakuan dengan 48 unit percobaan.
Semua perlakuan tidak berpengaruh pada pH tanah disebabkan bahwa
tanah yang dipakai sebagai media tumbuh merupakan campuran tanah tailing dan
tanah timbunan. Karena waktu pengamatan yang terbatas diduga perlakuan yang
diberikan masih sebatas lapisan tanah bagian atas sehingga perlakuan belum
memberikan dampak yang nyata terhadap penurunan pH tanah. Hasil analisa
tanah menunjukkan perlakuan menggunakan mycofer, arang sekam dan asam
humat menghasilkan kandungan fosfat tertingi. Sedangkan perlakuan yang paling
baik dalam menurunkan Pb tanah adalah teknologi menggunakan arang sekam
dan asam humat. Salah satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humat
adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida,
mineral dan organik, terutama pencemar beracun untuk membentuk asosiasi.
Pertambahan panjang penyebaran tanaman C. muconoides menunjukkan
hasil tertinggi pada kombinasi perlakuan P4T1 yaitu menggunakan pupuk hayati
mycofer+rhizobium dan PSB (phosphate solubilizing bacteria) serta teknologi
TSA (pupuk kandang). Dengan status P tersedia sebesar 11.7% tanaman kalopo
membutuhkan bantuan mikroorganisme pelarut fosfat. Tanaman ini juga
membutuhkan bantuan rhizobium untuk penyediaan unsur N bagi
pertumbuhannya. Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan selain sebagai
indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses
pertumbuhan. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai
penerima cahaya dan alat yang berperan dalam proses fotosintesis. Semua
perlakuan tidak berpengaruh pada jumlah daun P. phaseoloides, dan C.
pubescens disebabkan tanaman sudah dapat memenuhi kebutuhan P di dalam
tubuhnya. tanaman C. muconoides menunjukkan jumlah flush tertinggi adalah
pada kombinasi perlakuan perlakuan P2T1 yaitu pemberian mycofer dan pupuk
kandang. Pupuk kandang berperan dalam penyediaan bahan organik dalam tanah
sehingga kebutuhan hara untuk fotosintesis terpenuhi. Mycofer memiliki peranan
penting dalam penyerapan dan translokasi hara dari dalam tanah ke tanaman.
Semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk tiga jenis
leguminosa tersebut disebabkan adanya dominasi dari satu jenis leguminosa yaitu
Calopogonium mucunoides yang komposisinya berdasarkan berat segar lebih dari
60%. Kemampuan adaptasi yang baik dari kalopo terhadap lahan tailing dan
vigoritas yang baik diduga merupakan penyebab terjadinya dominasi ini.
Keragaman tingkat produksi biomasa parsial kemungkinan disebabkan sifat
genetik masing-masing leguminosa. Sifat genetik C. mucunoides lebih agresif`dan
adaptif terhadap kondisi minimal tanah tailing. untuk tanaman P. phaseoloides
menunjukkan bahwa produksi tajuk segar tertinggi didapatkan pada petak dengan
kombinasi perlakuan P3T3 yaitu menggunakan pupuk hayati mycofer ditambah
Rhizobium dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk
kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Sedangkan
untuk tanaman C.Pubescens hasil uji lanjut menunjukkan bahwa produksi hijauan
segar terjadi pada petak dengan perlakuan P2T1 yang menggunakan mycofer dan
teknologi revegetasi TSA yaitu pupuk kandang sapi. Untuk tanaman C.
mucunoides semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk diduga
karena Calopogonium muconoides sangat toleran terhadap permasalahan yang ada
pada lahan tailing khususnya logam berat.
Pengukuran komposisi botani adalah untuk mengetahui proporsi suatu
vegetasi yang menempati suatu lahan tertentu. Dengan diketahuinya komposisi
suatu vegetasi maka dapat diketahui potensi suatu hijauan untuk mendukung
pengembangan usaha peternakan pada wilayah tersebut. Pada seluruh perlakuan,
Calopogonium mucunoides (CM) menempati posisi pertama dengan jumlah
populasi rata-rata sebesar 65.98% dengan selang 43.42%-84.79% dari total
populasi saat panen, diikuti oleh Pueraria phaseoloides (PP) dengan populasi
rata-rata sebesar 18.56% dan diurutan terakhir adalah Centrosema pubescens (CP)
dengan populasi sebesar rata-rata 15.46% dari keseluruhan populasi leguminosa
yang ditanam pada lahan pasca tambang emas Pongkor. Interaksi inter spesies
terjadi pada setiap petak perlakuan. Meskipun pada saat pengamatan penutupan
vegetasi baru mencapai maksimal 66.81% namun semua perlakuan menunjukan
tingkat penutupan vegetasi yang sama. Penutupan tajuk tiga jenis leguminosa,
pada cover area juga terjadi efek komplementer antara tanaman yang toleran
dengan yang tidak toleran terhadap kondisi tailing. Dominasi CM menjadi bagian
terpenting dalam penutupan tanah tanpa pembenah, sedangkan PP sebaliknya.
Kalopo yang tahan pada lahan tailing tumbuh dengan baik sehingga menutupi
lahan hampir 50%.
Perlakuan terbaik terhadap kadar N tajuk adalah P2T3 yaitu menggunakan
mycofer, dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk
kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Secara umum
boleh dikatakan tanaman yang ditanam pada tanah tailing kurang toleran terhadap
kondisi tanah yang miskin akan bahan-bahan organik sehingga perlu di bantu
dengan teknologi revegetasi yang cukup lengkap. perlakuan yang paling baik
terhadap kadar fosfor tajuk adalah P4T1 yaitu menggunakan mycofer, Rhizobium
dan bakteri pelarut fosfat serta pupuk kandang. Rhizobium merupakan salah satu
jenis jasad mikro yang hidup bersimbiosis dengan tanaman leguminosa dan
berfungsi menambat nitrogen secara hayati. Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri
yang mempunyai kemampuan mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia
menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman. Bahan organik yang
terkandung dalam pupuk kandang menghasilkan asam-asam organik yang dapat
membantu melarutkan P sehinggga menjadi tersedia bagi tanaman. Mycofer
membantu dalam penyerapan P dari dalam tanah ke tajuk tanaman. Perlakuan
teknologi ke-2 (T2) merupakan yang terbaik terhadap kandungan Pb tajuk.
Pemakaian asam humat dan arang sekam dapat menurunkan Pb tanah sehingga
Pb tidak naik ke tajuk tanaman. Partikel Pb dapat terakumulasi pada organ
tumbuhan melalui dua cara yaitu penyerapan oleh akar dan melalui daun.
Penyerapan melalui akar dapat terjadi apabila Pb terdapat dalam bentuk senyawa
terlarut
Kata kunci : tailing, mikroorganisme, asam humat, leguminosa.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL
DAN ASAM HUMAT UNTUK PRODUKTIFITAS
LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA
PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR
IMANA MARTAGURI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Tesis
:
Nama
NIM
:
:
Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat
untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca
Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor
Imana Martaguri
D 051060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr
Ketua
Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 16 Februari 2009
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc
PRAKATA
Alhamdulillah wasyukurillah segala puji kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehinggga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah peningkatan
nilai manfaat lahan marginal, dengan judul Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah
Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan
Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor.
Terima kasih yang tulus disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah,
M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si selaku pembimbing
serta Bapak Dr. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc selaku dosen penguji pada ujian
tesis yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tulisan ini.
Penghargaan disampaikan kepada Bapak Irwan Supaito beserta staf bagian
lingkungan PT. Aneka Tambang UPBE Pongkor yang telah memberikan bantuan
sarana dan prasarana selama pelaksanaan penelitian. Disamping itu penghargaan
juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc beserta staf
Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Lingkungan IPB atas kerjasama dan
bantuan yang diberikan. Selanjutnya terima kasih disampaikan kepada segenap
staf pengajar Fakultas Peternakan IPB atas curahan ilmu yang diberikan kepada
penulis selama belajar di IPB.
Terima kasih yang tiada terhingga disampaikan pada Mama dan Papa, Ibu
Hj. Yuliar Sirin, A.Md dan Bapak H. Imma Mawardi, SH atas dukungan dan
bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan, tak
lupa pula ucapan terima kasih kepada ibu mertua Ibu Mursina Ripin atas motivasi
yang diberikan. Kepada Suami tercinta Ismet Hari Mulyadi, MSc dan ananda
tersayang Muhammad Rafif Aqila, terima kasih yang dalam penulis sampaikan
atas pengorbanan, kesabaran dan kasih sayang hingga selalu memberikan
kekuatan kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB ini. Terima kasih
juga disampaikan kepada uda Ilham Firstguri, SE dan adik-adik Rizki Fahtriguri,
S.Sos serta Irdhan Fahmiguri yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis. Selanjutnya kepada pimpinan Universitas Andalas, pimpinan Fakultas
Peternakan, teman sejawat di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Andalas diucapkan terima kasih atas bantuan dan
motivasinya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin ya Rabbal alamin.
Bogor, Februari 2009
Imana Martaguri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sawahlunto Sumatera Barat pada tanggal 1 Maret
1981 dari Ayahanda H. Imma Mawardi, SH dan Ibunda Hj. Yuliar Sirin, A.Md.
Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah
Atas di kota Padang. Tahun 2003 memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Universitas Andalas dan sejak tahun 2004 penulis aktif
sebagai staf pengajar di jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Andalas.
Menikah dengan Ismet Hari Mulyadi, M.Sc pada tahun 2005 dan telah
dikaruniai seorang putra Muhammad Rafif Aqila.
Tahun 2006 mendapat kesempatan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Ternak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xvii
PENDAHULUAN ............................................................................
Latar Belakang ...................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................
Hipotesis .............................................................................
1
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tailing …………………………………………………….
Fungi Mikoriza Arbuskula ………………………………..
Mikroorganisme Pelarut Fosfat …………………………...
Mikroorganisme Penambat Nitrogen ……………………..
Bahan Organik ……………………………………………
Leguminosa Pakan ………………………………………..
4
5
8
10
11
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………
Bahan Penelitian ………………………………………….
Metode Penelitian ………………………………………...
Prosedur Penelitian ……………………………………….
Analisis Data ……………………………………………...
15
15
15
16
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ………………………………...
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kesuburan Tanah ………
Derajad Keasaman (pH) Tanah ...........................................
Kadar Fosfor Tersedia Tanah ……………………………..
Konsentrasi Timbal (Pb) Tanah …………………………..
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman…………………………………….
Pertambahan Panjang Penyebaran Tanaman ……………..
Jumlah Daun Trifoliat .........................................................
Produksi Biomasa Parsial …………………………………
Produksi Biomasa Total …………………………………..
Komposisi Botani ................................................................
Cover Area ………………………………………………..
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kualitas Tanaman ...........
Kadar Nitrogen (N) Tajuk ...................................................
Kadar Fosfor (P) Tajuk .......................................................
Kadar Timbal (Pb) Tajuk …………………………………
22
22
22
23
25
26
27
29
31
37
38
39
40
40
43
44
xii
Pembahasan Umum ……………………………………….
45
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
49
LAMPIRAN .....................................................................................
54
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor…………….....
2
Rekapitulasi hasil sidik ragam kimia tanah tailing yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi ………...
22
Rataan derajat keasaman tanah (pH) tanah mailing yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi …….
23
Rataan kandungan fosfor (P) tanah yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (ppm) ………...................
24
Rekapitulasi sidik ragam parameter pertumbuhan dan
produksi ……………………………………………………...
26
Rataan pertambahan panjang penyebaran tanaman Pueraria
phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan
Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (cm) …
28
Rataan jumlah daun trifoliate tanaman Pueraria
phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan
Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (bh) ….
30
Rataan berat segar tajuk Pueraria phaseoloides Benth yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) ……
32
Rataan berat segar tajuk Centrosema pubescens Benth yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) …….
35
Rataan berat segar tajuk Calopogonium mucunoides Benth
yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi
revegetasi (g) ………………………………………………...
36
Rataan berat segar total tajuk tiga jenis leguminosa yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) …….
37
Rataan cover area lahan percobaan yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan teknologi revegetasi (%) ………………….
39
13
Rekapitulasi sidik ragam parameter kualitas tanaman ………
40
14
Rataan kandungan nitrogen (N) tajuk yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (% BK) ………………….
41
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5
xiv
15
16
Pengaruh perlakuan terhadap
kerberadaan mikoriza
(Mycofer), Rhizobium dan PSB pada lahan tailing .................
42
Rataan kandungan fosfor (P) tajuk yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (ppm) ……………………….....
43
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Denah lokasi penelitian …………….......................................
17
2
Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb dalam tanah ….
25
3
Komposisi botani leguminosa yang ditanam secara
konsorsium pada tanah tailing ……………………………….
38
Kadar Pb tajuk tanaman yang diberi perlakuan teknologi
revegetasi …………………………………………….............
44
4
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Daftar sidik ragam tanaman Pueraria phaseoloides
Benth ………………………………………………………...
55
Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Pueraria
Phaseoloides Benth ………………………………………….
55
Daftar sidik ragam tanaman Centrosema pubescens
Benth ……...............................................................................
56
Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Centrosema
pubescens Benth …………………………………………….
57
Daftar sidik ragam tanaman Calopogonium
mucunoides Benth ……………………...................................
57
Uji lanjut Duncan pertambahan panjang
penyebaran Calopogonium mucunoides Benth ……………..
58
Uji lanjut Duncan jumlah daun trifoliate Calopogonium
mucunoides Benth …………………………………………...
58
8
Daftar sidik ragam berat segar total leguminosa …….............
58
9
Daftar sidik ragam Cover Area tiga jenis leguminosa ............
59
10
Daftar sidik ragam analisa tanah ……………………….........
59
11
Uji lanjut Duncan kadar fosfor tanah ……………………......
60
12
Uji lanjut Duncan kadar timbal (Pb) tanah …………………..
60
13
Daftar sidik ragam analisa tajuk ……………………………..
60
14
Uji lanjut Duncan kadar nitrogen tajuk ………………….......
61
15
Uji lanjut Duncan kadar fosfor tajuk ………………………...
61
16
Uji lanjut Duncan kadar timbal (Pb) tajuk …………………..
62
1
2
3
4
5
6
7
xvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Faktor utama yang mutlak mempengaruhi pengembangan ternak
ruminansia adalah ketersediaan hijauan pakan yang digunakan sebagai sumber
energi
dan
serat.
Penyediaan
hijauan
pakan
yang
berkualitas
dan
berkesinambungan merupakan suatu aspek penting untuk menjaga kelestarian
produksi ternak ruminansia . Rendahnya produktifitas hijauan pakan baik kualitas
maupun kuantitasnya salah satunya disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan yang
rendah dan akibat
konversi lahan-lahan produktif menjadi perumahan dan
bangunan-bangunan komersial. Hal ini yang mendorong pemanfaatan lahan secara
integrasi dengan kegiatan pertanian lain dan pemanfaatan lahan – lahan marginal
serta lahan-lahan reklamasi dari kegiatan penambangan emas Pongkor Bogor,
Jawa Barat.
Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan
khususnya leguminosa.
Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi
tailing mencapai 2500 ton per hari (Setyaningsih 2007). Tailing adalah limbah
yang berasal dari penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa
batuan yang telah digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya
(Suryanto dan Susetyo 1997). Tailing berbentuk lumpur dengan padatan sebesar
45-55%.
Untuk dipergunakan sebagai media tumbuh tanaman, bahan tailing
pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun kimia. Secara fisik bahan
tailing relatif bertekstur kasar, berbutir tunggal tidak membentuk agregat seperti
tanah, akibatnya daya menahan air sangat rendah. Secara kimia bahan tailing
sangat rendah kandungan bahan organiknya, kapasitas tukar kation (KTK) sangat
rendah, kandungan hara rendah, kemampuan menahan hara juga rendah (Kusnoto
dan Kusumodidjo 1995). Tailing Pongkor memiliki pH tinggi dengan kejenuhan
basa mencapai 100% (Setyaningsih 2007).
2
Tailing pongkor mengandung logam berat Pb dan Cu yang cukup tinggi
dimana mineral sulfida logam khususnya Cu, Pb dan Zn merupakan bahan
beracun dan berbahaya bagi tanaman, ternak maupun manusia. Pb organik dalam
tanah sangat mobil dan akan diserap tanaman dalam jumlah besar (Mengel dan
Kirkby 1987).
Untuk mengatasi masalah pada tanah marginal umumnya dilakukan
pemberian pupuk dengan dosis tinggi, akan tetapi usaha tersebut memerlukan
biaya yang tinggi dan tidak ramah lingkungan karena adanya dampak residu
pemupukan. Pada lahan pasca penambangan dengan kontaminasi logam berat
umumnya diilakukan pemberian bahan organik yang tinggi, akan tetapi hal ini
memerlukan bahan organik yang sangat banyak. Usaha lain yang dicoba dalam
penelitian ini dengan penggunaan pupuk hayati dan teknologi revegetasi. Pupuk
hayati tersebut antara lain yaitu fungi mikoriza arbuskula (FMA), mikroorganisme
pelarut fosfat (MPP) dan mikroorganisme penambat nitrogen (MPN). Sedangkan
untuk teknologi revegetasi digunakan asam humat, pupuk kompos, mulsa, arang
sekam dan pupuk kandang. Prinsip teknologi revegetasi dan pupuk hayati adalah
menyiapkan kondisi lahan menjadi biosfer yang layak untuk perkembangan dan
aktifitas mikroba tanah, sehingga tanah reklamasi tambang sebagai media tanam
dapat berfungsi dengan baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman pakan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh interaksi FMA, mikroorganisme pelarut fosfat
(MPP), mikroorganisme penambat nitrogen (MPN) dan asam humat serta
teknologi revegetasi terhadap produktifitas dan kandungan timbal (Pb)
leguminosa pakan.
2. Memperoleh kombinasi perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan,
produksi dan kualitas hijauan pakan yang terbaik dan paling aman untuk
dikonsumsi ternak.
3
Manfaat Penelitian
Metode yang diperoleh dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi
kerusakan lingkungan akibat penambangan emas dan meningkatkan nilai manfaat
ekonomi lahan tambang yang direklamasi.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Tanaman yang diberi FMA menunjukkan produktifitas lebih baik
dibanding yang tidak mendapat FMA
2. Kandungan Nitrogen tajuk yang mendapat Rhizobium lebih tinggi
dibanding yang tidak mendapatkannya.
3. Kandungan fosfor tajuk yang mendapat MPP, lebih tinggi dari pada
perlakuan lain.
4. Terdapat interaksi positif antara pupuk hayati dengan teknologi revegetasi
dimana perlakuan pupuk hayati akan bekerja optimal dengan adanya
teknologi revegetasi.
5. Interaksi pupuk hayati yang mengandung FMA, MPN, dan MPP dengan
teknologi revegetasi yang mengandung asam humat, mulsa, dan kompos
akan menghasilkan produktifitas leguminosa terbaik dibanding perlakuan
lainnya.
6. Konsentrasi Pb tanaman yang mendapat asam humat dan mycofer lebih
rendah dibanding dengan yang tidak mendapatkannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Tailing
Pasca tambang adalah masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada
seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi.
Material buangan dari proses pengolahan bahan tambang disebut tailing
(Departemen Pertambangan dan Energi 1995).
Jaringan Advokasi Tambang (2005) mengemukakan bahwa limbah tailing
berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai
bubur kental oleh pabrik pemisah mineral dan bebatuan.
Proses itu dikenal
dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti
emas, tembaga, timah dan lainnya diangkut dari lokasi galian menuju tempat
pengolahan yang disebut processing plant (bagian pengolahan), ditempat itu
proses penggerusan dilakukan.
Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur
biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri agar
mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya
berkisar antara 2 - 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95-98%
menjadi tailing dan dibuang ke tempat pembuangan.
Lasut (2001) menyatakan bahwa bentuk tailing dapat berwujud gas, cair
dan padat.
Secara fisik gas buangan mengandung partikel-partikel debu dan
secara kimia merupakan larutan berbagai jenis gas tergantung dari jenis mineral
bijih yang diolah. Limbah cair mengandung bahan-bahan kimia beracun dari
logam-logam berat dan sianida yang relatif masih tinggi, sedangkan limbah padat
mempunyai komposisi kimia utama yang sesuai dengan batuan induknya. Secara
fisik komposisi tailing terdiri atas 50% fraksi pasir halus dengan diameter 0.075 –
0,4 mm dan sisanya fraksi lempung dengan diameter 0.075 mm (Jaringan
Advokasi Tambang 2005).
dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor dapat
5
Tabel 1 Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor
No. Sifat Tanah
Tailinga
Kriteriab
1
Ph H2O (pH 1:1)
7.10
Basa
2
KTK (me/100g)
3.03
Sangat Rendah
3
Kejenuhan Basa (%)
100
Tinggi
4
C-org (%)
0.39
Sangat Rendah
5
N-Total
0.05
Sangat Rendah
6
P tersedia (P2O5)
11.7
Sedang
7
Ca-dd (me/100gr)
30.75
Tinggi
8
Mg-dd (me/100gr)
0.38
Rendah
9
K-dd (me/100 gr)
0.20
Rendah
10
Na-dd (me/100 gr)
0.60
Sedang
11
Fe (ppm)
0.68
Rendah
12
Cu (ppm) 0.05 N HCl
0.32
Tinggi
13
Zn (ppm) 0.05 N HCl
0.52
Rendah
14
Pb (me/100gr) 0.05 N HCl (terlarut)
4.80
Tinggi
15
Pb (me/100 gr) N HCl 25% (total)
172.0
Tinggi
16
Tekstur Pasir (%)
53.35
-
17
Tekstur debu (%)
41.22
-
18
Tekstur liat (%)
5.43
-
a
Keterangan : Setyaningsih, 2007
b
Pusat Penelitian Tanah, 1983
dd = dapat dipertukarkan
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk
sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualistis antara fungi (myces) dan
perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara
infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke
dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Dalam penelitian
ini yang akan digunakan adalah endomikoriza tipe arbuskula. Endomikoriza dapat
dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan karakteristik (1) sistem
perakaran yang kena infeksi tidak membesar, (2) funginya membentuk struktur
6
lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (3) hifa menyerang ke
dalam individu sampai jaringan korteks, (4) pada umumnya ditemukan struktur
percabangan hifa yang disebut arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang
disebut dengan vesikel (Smith dan Read 1997).
Menurut Sieverding (1991) fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi
sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif
sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam
menyerap unsur hara dan air. Fosfat adalah unsur hara utama yang dapat diserap
oleh tanaman bermikoriza (Bolan 1991), selain itu N (NH4+ atau NO3-), K dan Mg
yang bersifat mobil (Sieverding 1991) serta unsur mikro seperti : Cu, Zn, Mn, B
dan Mo (Smith dan Read 1997). Kemampuan fungi mikoriza arbuskula dalam
memperbaiki status hara tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan alternatif
strategi untuk menggantikan sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh
tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah. Sebagai contoh De La Cruz
et
al.
(1988)
menunjukkan
bahwa
fungi
mikoriza
arbuskula
dapat
mengefisiensikan kira-kira 50 % kebutuhan fosfat, 40 % kebutuhan nitrogen dan
25 % kebutuhan kalium pada tanaman bonu (Thicospermum burretii), albizia
(Paraserianthes falcataria) dan acasia (Acacia mangium). Ketiga tanaman
tersebut telah terbukti dapat beradaptasi dan tumbuh pada lahan-lahan pasca
penambangan nikel dan setelah diinokulasi dengan FMA pertumbuhannya dapat
meningkat 2 – 3 kali lipat dibandingkan dengan kontrol, dan hal ini hampir setara
dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCl 100 kg/ha
(Setiadi 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hara oleh fungi
mikoriza arbuskula (1) konsentrasi P larutan tanah dimana konsentrasi P larutan
yang tinggi karena tingkat ketersediaan P tanah yang memang sudah tinggi atau
pemberian pupuk P dalam dosis yang cukup tinggi sebelum terjadi kolonisasi
dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa fungi mikoriza
arbuskula, (2) Jenis tanaman dimana kebanyakan tanaman mikotropik dapat
dikolonisasi oleh kebanyakan jenis fungi mikoriza arbuskula (Sieverding 1991).
Tingkat infeksi FMA pada padang penggembalaan alam berkisar 67-76 %
dari total panjang akar (Cooperband et al. 1994). Pertumbuhan tanaman dan
7
penyerapan P pada Paspalum conjugatum berpengaruh nyata karena adanya
infeksi FMA. Biomassa tajuk dan akar, kandungan P pada Paspalum conjugatum
yang diinfeksi oleh FMA lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak
diinfeksi oleh FMA. Volume akar 30 % lebih tinggi pada tanaman yang diinfeksi
oleh FMA, akan tetapi rasio akar / tajuk tidak berbeda nyata (Cooperband et al.
1994). Kolonisasi FMA pada akar tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan
penyerapan mineral nutrisi, khususnya untuk tanaman yang tumbuh pada tanah
yang kurang subur, stres mineral dan kondisi tanah yang rusak (Abbot et al.
1992).
Mycofer® merupakan salah satu pupuk hayati yang telah dihasillkan oleh
Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi dengan mengutamakan kekuatan mikroba fungi mikoriza
arbuskula (FMA). Mycofer terdiri dari empat jenis spora yang berbeda asal dan
spesiesnya. Mereka adalah Glomus manihotis (Indo-1), Glomus etunicatum (NPI126), Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata (Indo-2). Acaulospora
dilaporkan lebih luas pada tanah asam dan Gigaspora sp lebih umum ada pada
tanah asam dibandingkan Glomus sp. Spora dari FMA lebih toleran terhadap
kondisi asam dan konsentrasi Al yang tinggi . Acaulospora sp, Gigaspora sp dan
Glomus manihotis umumnya toleran (Clark dan Zeto 1997).
Penelitian dengan penggunaan mycofer telah dimulai sejak awal 1990, dari
beberapa hasil penelitian pada beberapa jenis tanaman dan lingkungan yang
kurang menguntungkan. Dari hasil penelitian tersebut telah diketahui bahwa
mycofer mampu membantu tanaman dalam menyediakan unsur hara. Bahkan
dapat mengefisienkan pemupukan hingga 50%, meningkatkan produksi tanaman,
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress lingkungan (kekeringan,
salinitas, logam berat, dan penyakit akar) bahkan mampu menghasilkan hormon
pertumbuhan (Sasli 1999; Setiadi 2000; Delvian 2003; Karti 2003).
8
Mikroorganisme Pelarut Fosfat
Mikroorganisme yang sering dilaporkan dapat melarutkan fosfat adalah
anggota-anggota genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus,
Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter dan Enterobacter (Rao 1994 ; Buntan
1992). Fosfat relatif tidak mudah tercuci seperti N, tetapi karena pengaruh
lingkungan maka statusnya dapat berubah dari P yang tersedia bagi tanaman
menjadi tidak tersedia yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Fe-P, Al-P atau P
Occluded. Jasad renik pelarut P dalam aktifitasnya akan menghasilkan asam
organik di antaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat dan glioksilat,
malat, fumarat, tartarat dan ketobutirat (Karti 2003). Pada tanah alkalin
meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH
yang tajam, sehingga mengakibatkan pelarutan Ca-P. Penurunan pH juga dapat
disebabkan terbebaskannya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik
sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas
(Alexander 1978). Pada tanah masam mekanisme pelarutan AlPO4 yaitu melalui
sekresi proton bersamaan dengan asimilasi NH4+ menjelaskan pelarutan fosfat
oleh mikroba tanpa menghasilkan asam organik (Ilmer et al. 1995).
Menurut Rao (1982) proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar
larut adalah produksi asam organik oleh mikroorganisme seperti asam format,
asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat dan asam suksinat. Asam organik ini
menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi
kemudian akan melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam
sulfat berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat
Beberapa bakteri pelarut fosfat sangat efektif melarutkan kalsium fosfat tanpa
menghasilkan asam organik (Ilmer dan Schinner 1992). Kecepatan pelepasan P
dari bentuk tidak tersedia dapat disebabkan adanya pelepasan gas H2, CO2, H2S,
dan CH2 sebagai akibat adanya proses reduksi dan dekomposisi bahan organik
(Sabiham et al. 1983).
Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia melalui beberapa
mekanisme diantaranya (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada
permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al. 1970),
(2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-P melalui pembentukan kompleks
9
logam-organik (Earl et al. 1979), (3) modifikasi muatan permukaan tapak serapan
oleh ligan organik (Nagarajah et al. 1970). Bentuk fosfor terlarut dilepaskan
sebagai residu organik dan humus hasil dekomposisi. Ion fosfat anorganik yang
dihasilkan dapat diserap tanaman atau dapat pula difiksasi menjadi bentuk tidak
tersedia.
Inokulasi bakteri pelarut fosfat pada tanah Ultisol Gajrug nyata
meningkatkan P terlarut dari Fe-P dan fraksi P-occluded. Pseudomonas
aeruginosa 2Hsl dan Paeruginosa 2Hp2 dapat mentransformasikan P-occluded,
Al-P atau Ca-P. Waktu inkubasi nyata meningkatkan P terlarut dan menurunkan
Al-P, Fe-P, P-occluded dan Ca-P (Hifnalisa et al. 1999). Bakteri dan jamur pelarut
fosfat yang diisolasi dari lahan gambut Kalimantan Tengah dapat melarutkan
AlPO4 dan FePO4, akan tetapi FePO4 lebih sulit dilarutkan dibandingkan AlPO4.
Kemampuan maksimum dari bakteri melarutkan AlPO4 adalah 41.2 ppm P (isolat
No.07.1/TNM) dan FePO4 adalah 14.4 ppm P (isolat No. 13.2/TNH/1), sedangkan
kemampuan maksimum dari jamur untuk melarutkan AlPO4 dan FePO4 adalah
29.9 ppm dan 7.5 ppm (Anas et al. 2002). Hasil penelitian Premono, Widyastuti
dan Anas (1991) menunjukkan mikroorganisme pelarut fosfat terutama jamur dan
bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yanag
tumbuh pada tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Mikroorganisme pelarut
fosfat Enterobacter gergoviae dan Pseudomonas putida mampu melarutkan P
pada tanaman jagung dan dapat meningkatkan serapan P relatif dengan kombinasi
perlakuan kompos 40 g/pot (Buntan et al. 1993).
Beberapa mikroorganisme pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan
inokulasi mikoriza ternyata lebih efektif dibandingkan dengan inokulasi tunggal.
Hal ini disebabkan oleh semakin intensifnya permukaan serapan pada daerah
penambangan P yang telah dilarutkan oleh jasad renik pelarut fosfat (Kucey 1987;
Azcon et al. 1976). Mikroorganisme pelarut fosfat digunakan baik sebagai
inokulan tunggal maupun dikombinasikan dengan Azotobacter, Azospirillum
maupun mikoriza (Kucey 1987 ; Omar et al. 1998).
10
Mikroorganisme Penambat Nitrogen
Bakteri penambat nitrogen dibagi menjadi dua yaitu bakteri yang dapat
membentuk bintil akar, contohnya adalah : Rhizobium, Bradyrhizobium dan
bakteri yang tidak membentuk bintil, contohnya adalah Azotobacter, Azospirillum.
Rhizobium termasuk divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, order Eubacteriales,
famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Morfologi koloni rhizobium pada
media YMA (Yeast Media Agar) memiliki diameter 2-4 μm, dan mempunyai
kecepatan tumbuh 3-5 hari, sedangkan Bradyrhizobium adalah genus bakteri yang
berdiameter tidak melebihi 1 μm dan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih
lambat pada agar mannitol ekstrak khamir dibandingkan dengan Rhizobium yaitu
5-7 hari (Jordan 1984). Menurut Setiadi (1989) ciri khas dari rhizobia adalah
kemampuannya membentuk bintil akar pada akar leguminosa, rhizobia mampu
mengubah N2 dari atmosfir menjadi amonia (NH3), sehingga dapat dimanfaatkan
oleh tanaman.
Nitrogen tersedia berlimpah di udara dalam bentuk gas N2. Dalam bentuk
ini tanaman tidak dapat memanfaatkannya, namun dengan adanya kerjasama
dengan bakteri tanah, N2 gas tersebut dapat diubah menjadi bentuk amonium
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen oleh tanaman yang dikenal
sebagai proses fiksasi secara simbiotik (Laegreid et al. 1999). Fiksasi N2 secara
biologi menyumbang kira-kira 70% dari semua nitrogen yang di fiksasi di bumi,
karena gabungan rhizobium dengan tanaman leguminosa (kira-kira 50%) dan 90%
kebutuhan nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini (Arshat dan
Franenberger 1993).
Suhu mempengaruhi pertumbuhan tanaman, pembentukan bintil akar dan
penambatan nitrogen. Pada suhu tinggi, penambatan nitrogen akan terganggu
karena berkurangnya suplai karbohidrat ke bintil akar akibat meningkatnya
respirasi. Suhu optimum untuk pembentukan bintil akar adalah 24°C (Setiadi
1989),
suhu 15-25°C untuk kondisi iklim sedang dan daerah tropis 25-35°C
(Spret 1985).
Ketersediaan air tanah juga mempengaruhi pembentukan bintil akar.
Menurut Setiadi (1992) leguminosa pada umumnya tidak toleran tehadap
lingkungan yang amat kering atau tergenang air.
Leguminosa yang dapat
11
beradaptasi pada lingkungan kering hanya dapat membentuk bintil pada lapisan
yang lebih dalam dan lembab, sedangkan leguminosa yang dapat beradaptasi pada
habitat air membentuk bintil akar dekat permukaan tanah dan leguminosa yang
tidak dapat beradaptasi akan menyebabkan bintil akar berguguran dan bintil akar
tidak berfungsi.
Bahan Organik
Bahan organik tanah adalah bahan penyusun tanah yang dihasilkan dari
hancuran atau dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tanaman, hewan, dsb.
Bahan organik tanah dapat berupa bahan organik kasar dan halus atau humus
(Stevenson 1994). Bahan organik akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, pengaruhnya relatif besar dibanding dengan jumlahnya yang sedikit
dalam tanah. Sumber asli bahan organik tanah adalah jaringan tumbuhan,
kemudian hewan sebagai sumber bahan organik kedua. Senyawa dalam jaringan
tumbuhan dapat digolongkan menurut mudahnya didekomposisi yaitu (1) gula,
pati dan protein sederhana, (2) protein kasar, (3) hemisellulosa, (4) sellulosa, (5)
lignin, lemak lilin (Buckman dan Brady 1982). Selama proses dekomposisi
berlangsung terjadi tiga proses yang pararel yaitu (1) degradasi sisa tumbuhan
dan hewan oleh enzim-enzim mikroba, (2) peningkatan biomassa mikroorganisme
yang terdiri dari polisakarida dan protein, (3) akumulasi atau pembebasan hasil
akhir (Rao 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik di dalam
tanah adalah kelembaban, oksigen, pH tanah, unsur hara, suhu, dan liat. Hasil
dekomposisi bahan organik adalah karbon (CO2, CO3=, HCO3-, CH4), nitrogen
(NH4+, NO2-, NO3-, dan gas nitrogen), sulfur (S, H2S, SO3-, SO4=, dan Ca2), fosfor
(H2PO4-, HPO4=), dan lain-lain seperti H2O, O2, H2, H+ , OH-, K+, Ca2+, Mg2+
(Buckman dan Brady 1982). Bahan organik mempunyai kapasitas tukar kation
yang tinggi dan dapat membentuk komplek yang stabil dengan logam pada tanah
yang terkontaminasi dan dapat melepaskan secara perlahan sebagai sumber pupuk
untuk tanaman (Huang dan Schnifzer 1986). Penambahan bahan organik ke dalam
tanah berpengaruh positif terhadap mikroorganisme, karena bahan organik
merupakan sumber energi dan karbon bagi mikroorganisme tanah heterotropik.
12
Menurut Gestel et al. (1996) penambahan bahan organik dapat meningkatkan
aktifitas mikroorganisme tanah karena sumber energi disediakan lebih banyak dan
kondisi tanah dibuat menjadi lebih baik untuk aktifitas dan perkembangan
mikroba tanah.
Dua komponen bahan organik yang mempunyai peranan dalam proses
agregasi dan stabilitas agregat tanah adalah polisakarida dan senyawa humik, yang
berfungsi sebagai pengikat agregat tanah, asam humat mampu membentuk agregat
lebih stabil dibandingkan dengan polisakarida (Stevenson 1994). Polisakarida
dalam tanah dapat berasal dari dekomposisi karbohidrat bahan organik tanah dan
eksudat yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Tisdale et al. (1990)
mengemukakan bahwa asam humat hasil dekomposisi bahan organik berperan
dalam meningkatkan ketersediaan P tanah melalui (1) pembentukan senyawa
komplek fosfohumat yang lebih mudah diserap tanaman, (2) pertukaran anion
fosfat oleh anion organik, (3) terbungkusnya partikel sesquioksida oleh humus,
sehingga mengurangi kemampuan memfiksasi fosfat. Selain itu bahan organik
juga memiliki pengaruh terhadap sifat fisik tanah seperti kapasitas menahan air,
suhu dan sifat kimia seperti kapasitas tukar kation dan pH.
Berdasarkan pada sifat kelarutannya fraksi bahan organik terdiri dari (1)
asam humat, larut dalam alkali akan tetapi tidak larut dalam asam, (2) asam fulvat,
larut dalam alkali dan asam, (3) hymatomelanik, bagian asam humat yang larut
dalam alkohol, (4) asam humin, tidak larut dalam alkali. Asam humat dapat dibagi
menjadi dua grup berdasarkan kelarutan dengan elektrolit pada keadaan alkalin
(1) asam humat coklat, tidak menggumpal oleh elektrolit dan merupakan sifat
asam humat tanah histosol dan alfisol, (2) asam humat abu-abu, mudah
menggumpal dan merupakan sifat asam humat tanah altoll dan rendoll (Stevenson
1994).
Asam humat ditandai dari warna yang gelap dan merupakan koloid
organic yang mempunyai berat molekul tinggi (Stevenson 1994).
Bahan humik adalah polipenol, poliquinon. Bahan humik dibentuk dari
dekomposisi, sintesis dan polimerasi, berbentuk amorf, berwarna gelap dan
mempunyai bobot molekul tinggi (Brady 1990). Empat teori pembentukan bahan
humik adalah sebagai berikut.
13
1. Konsep kimia humus lama mengemukakan bahwa humus dibentuk dari gula
(reaksi menurut konsep ini pengurangan gula dan asam amino, dibentuk
sebagai produk samping dari metabolisma mikroba, kemudian mengalami
polimerasi non enzimatik membentuk polimer nitrogenous coklat yang
dihasilkan sewaktu dehidrasi.
2. Cara ke dua sama dengan cara 3, bedanya pada polifenol dibentuk oleh
mikroorganisme dari sumber C non lignin (misal : selulosa). Polifenol
kemudian mengalami oksidasi enzimatik membentuk quinon dan diubah
menjadi bahan humik.
3. Cara ke tiga lignin memegang peranan yang sangat penting dalam mensintesis
humus, tetapi dengan cara yang berbeda. Dalam keadaan ini fenolik aldehida
dan asam-asam dilepaskan dari lignin sewaktu penghancuran secara
mikrobiologi dan terjadi konversi enzimatik menjadi quinon, kemudian
mempolimer senyawa amino untuk membentuk makromolekul humik.
4. Cara ke empat, menurut teori ini lignin tidak sempurna diuraikan oleh
mikroorganisme dan hasilnya menjadi bagian dari humus tanah. Modifikasi
lignin terjadi kehilangan dari grup methoxyl (OCH3) dengan generasi
hydroxyphenols dan oksidasi alifatik rantai samping membentuk grup COOH.
Bahan-bahan termodifikasi hingga menghasilkan asam humat dan kemudian
asam fulvat. Asumsi bahwa bahan humik berada dalam suatu sistem dari
polimer dengan hasil pertama asam humat, kemudian mengalami oksidasi dan
fragmentasi menghasilkan asam-asam fulvat.
Leguminosa Pakan
Legum Centrosema pubescens Benth (Sentro) berasal dari Amerika
Selatan. Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah
hujan sedang sampai tinggi (Reksohadiprodjo 1985). Sentro berdaun lebat dan
batangnya tidak berkayu serta tahan keadaan kerin dan bila pertanaman telah
berhasil maka akan tahan hidup dibawah naungan (Reksohadiprodjo 1981).
Legum Calopogonium mucunoides Benth tumbuh baik pada daerah-daerah
dengan curah hujan tahunan 1250 mm tetapi tidak tahan dingin (Hanum dan
Maesen 1997). Termasuk legum pioneer karena dapat segera tumbuh di tanah
14
yang penuh dengan herba dan semak (Jayadi 1991). Pueraria phaseoloides Benth
(puero) berasal dari India Timur, berumur panjang, perakarannya dalam dan
bercabag-cabang, tahan pada musim kemarau yang tidak terlalu panjang
(Reksohadiprodjo 1981). Puero toleran terhadap tanah masam dan miskin hara,
sangat disukai ternak, cukup efektif mengikat N udara dan sangat responsif
terhadap pemupukan Fosfat (Mannetje dan Jones 1992).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka
Tambang Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor, Kabupaten Bogor
dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Nutrisi dan Pakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan
April – September 2008.
Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema
pubescens Benth (CP), Calopogonium mucunoides Benth (CM) dan Pueraria
phaseoloides Benth (PP) yang diberikan secara konsorsium.
Bahan lainnya
adalah mycofer, Phosphate Solubilizing Bacteria (PSB), Rhizobium dan asam
humat dengan pengenceran 1:30, kompos (kotoran ayam dan kotoran sapi) jerami
padi, perekat serta zat kimia untuk analisa di laboratorium.
Peralatan yang digunakan adalah alat pengolah tanah, alat pengamatan dan
pemanenan dan alat-alat Laboratorium untuk analisa kadar Fosfat, Nitrogen dan
Timbal (Pb).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen menggunakan
rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan 4 ulangan. Faktor pertama
adalah formulasi pupuk hayati (P) yang terdiri dari empat taraf yaitu :
P1
= Kontrol (tanpa pupuk hayati)
P2
= Mycofer ( 5 gr/m2 tanah)
P3
= Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium ( 1 ml/m2 tanah)
P4
= Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium (1 ml/m2 tanah + PSB
(1 ml/m2 tanah)
16
Faktor kedua merupakan teknologi reve
DAN ASAM HUMAT UNTUK PRODUKTIFITAS
LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA
PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR
IMANA MARTAGURI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Mikroorganisme
Tanah Potensial dan Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada
Lahan Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Imana Martaguri
D 051060021
ABSTRACT
IMANA MARTAGURI. Utilizing of Potentially Soil Microorganism and Humic
Acid for Increasing Productivity of Leguminosae on Ex-gold Mining Ground of
PT. Aneka Tambang, Pongkor. Under direction of LUKI ABDULLAH and
PANCA DEWI MANU HARA KARTI.
The study was conducted to investigate contribution of potential soil
microorganism and humic acid utilization for improvement productivity of
legumes that planted on Tailing ground. Research was conducted at ex-gold
mining ground of PT. Aneka Tambang, Pongkor, Bogor, and laboratory of
Nutrition and Feeding Technology Department, Animal Husbandry Faculty IPB.
Subsequently, three legumes species consisting of : Centrosema pubescens Benth,
Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth were planted
together in each plot. Mycofer®, Phosphate Solouble Bacteria, Rhizobium, humic
acid, rice hull, mulch, compost and glue was choosen as experimental materials.
Factorial Completely Randomized Design was used consisting of two factors.
The first factor were four different categories of biological fertilizers P1, P2, P3
and P4, where P1=control, P2=Mycofer, P3=Mycofer + Rhizobium, P4=Mycofer
+ Rhizobium + Bacterial Solubelizing Phosphate (PSB). The second factors
consisted of three different revegetation technology T1 =SOP of ANTAM
(organic fertilizer), T2=Humic Acid + hull of rice, T3=Hydroseeding (Humic
Acid + mulch + compost + chemical additive). The results showed that the
interaction of both biological fertilizers and revegetation technology affected on
partial biomass and length of plant distribution as well as numbers of leaves and
soil Phosphor and Pb, leaves nitrogen, Phosphor and Pb content. Moreover, it was
also revealed that all the treatment combinations did not significanly affect
covering area, total biomass and pH respectively. Best plant that could be planted
well on Tailing ground is Calopogonium mucunoides.
Keywords : Tailing, microorganism, humic acid, legumes
RINGKASAN
IMANA MARTAGURI. Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan
Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada Lahan Pasca
Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor. Dibimbing oleh LUKI
ABDULLAH dan PANCA DEWI MANU HARA KARTI.
Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan
khususnya leguminosa. Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi
tailing mencapai 2500 ton per har. Tailing adalah limbah yang berasal dari
penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa batuan yang telah
digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya. Sebagai media tumbuh
tanaman, bahan tailing pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun
kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan mikroorganisme
tanah potensial dan asam humat untuk produktifitas leguminosa pakan yang
ditanam pada lahan tailing.
Penelitian ini dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka
Tambang Unit Penambangan Emas Pongkor, Kabupaten Bogor dan laboratorium
Departemen Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanaian Bogor.
Materi yang digunakan adalah tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema pubescens
Benth, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth yang
ditanam secara konsorsium. Mycofer, PSB (Phosphate Soloubelizing Bacteria),
Rhizobium, Asam Humat, arang sekam, mulsa, kompos, perekat serta zat kimia
untuk analisa di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
eksperimen menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan
4 kali ulangan. Faktor pertama adalah formulasi pupuk hayati yang terdiri dari
empat taraf yaitu : P1= Kontrol, P2= Mycofer, P3= Mycofer + Rhizobium, P4=
Mycofer + Rhizobium + Phophate Soluble Bacteria (PSB), Faktor kedua
merupakan teknologi revegetasi dimana T1 = TSA (Teknologi Standar Antam =
Pupuk Kandang), T2 = Asam Humat + Arang Sekam, T3= Hydroseeding (Asam
Humat + Mulsa + Kompos + perekat). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi
perlakuan dengan 48 unit percobaan.
Semua perlakuan tidak berpengaruh pada pH tanah disebabkan bahwa
tanah yang dipakai sebagai media tumbuh merupakan campuran tanah tailing dan
tanah timbunan. Karena waktu pengamatan yang terbatas diduga perlakuan yang
diberikan masih sebatas lapisan tanah bagian atas sehingga perlakuan belum
memberikan dampak yang nyata terhadap penurunan pH tanah. Hasil analisa
tanah menunjukkan perlakuan menggunakan mycofer, arang sekam dan asam
humat menghasilkan kandungan fosfat tertingi. Sedangkan perlakuan yang paling
baik dalam menurunkan Pb tanah adalah teknologi menggunakan arang sekam
dan asam humat. Salah satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humat
adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida,
mineral dan organik, terutama pencemar beracun untuk membentuk asosiasi.
Pertambahan panjang penyebaran tanaman C. muconoides menunjukkan
hasil tertinggi pada kombinasi perlakuan P4T1 yaitu menggunakan pupuk hayati
mycofer+rhizobium dan PSB (phosphate solubilizing bacteria) serta teknologi
TSA (pupuk kandang). Dengan status P tersedia sebesar 11.7% tanaman kalopo
membutuhkan bantuan mikroorganisme pelarut fosfat. Tanaman ini juga
membutuhkan bantuan rhizobium untuk penyediaan unsur N bagi
pertumbuhannya. Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan selain sebagai
indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses
pertumbuhan. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai
penerima cahaya dan alat yang berperan dalam proses fotosintesis. Semua
perlakuan tidak berpengaruh pada jumlah daun P. phaseoloides, dan C.
pubescens disebabkan tanaman sudah dapat memenuhi kebutuhan P di dalam
tubuhnya. tanaman C. muconoides menunjukkan jumlah flush tertinggi adalah
pada kombinasi perlakuan perlakuan P2T1 yaitu pemberian mycofer dan pupuk
kandang. Pupuk kandang berperan dalam penyediaan bahan organik dalam tanah
sehingga kebutuhan hara untuk fotosintesis terpenuhi. Mycofer memiliki peranan
penting dalam penyerapan dan translokasi hara dari dalam tanah ke tanaman.
Semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk tiga jenis
leguminosa tersebut disebabkan adanya dominasi dari satu jenis leguminosa yaitu
Calopogonium mucunoides yang komposisinya berdasarkan berat segar lebih dari
60%. Kemampuan adaptasi yang baik dari kalopo terhadap lahan tailing dan
vigoritas yang baik diduga merupakan penyebab terjadinya dominasi ini.
Keragaman tingkat produksi biomasa parsial kemungkinan disebabkan sifat
genetik masing-masing leguminosa. Sifat genetik C. mucunoides lebih agresif`dan
adaptif terhadap kondisi minimal tanah tailing. untuk tanaman P. phaseoloides
menunjukkan bahwa produksi tajuk segar tertinggi didapatkan pada petak dengan
kombinasi perlakuan P3T3 yaitu menggunakan pupuk hayati mycofer ditambah
Rhizobium dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk
kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Sedangkan
untuk tanaman C.Pubescens hasil uji lanjut menunjukkan bahwa produksi hijauan
segar terjadi pada petak dengan perlakuan P2T1 yang menggunakan mycofer dan
teknologi revegetasi TSA yaitu pupuk kandang sapi. Untuk tanaman C.
mucunoides semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk diduga
karena Calopogonium muconoides sangat toleran terhadap permasalahan yang ada
pada lahan tailing khususnya logam berat.
Pengukuran komposisi botani adalah untuk mengetahui proporsi suatu
vegetasi yang menempati suatu lahan tertentu. Dengan diketahuinya komposisi
suatu vegetasi maka dapat diketahui potensi suatu hijauan untuk mendukung
pengembangan usaha peternakan pada wilayah tersebut. Pada seluruh perlakuan,
Calopogonium mucunoides (CM) menempati posisi pertama dengan jumlah
populasi rata-rata sebesar 65.98% dengan selang 43.42%-84.79% dari total
populasi saat panen, diikuti oleh Pueraria phaseoloides (PP) dengan populasi
rata-rata sebesar 18.56% dan diurutan terakhir adalah Centrosema pubescens (CP)
dengan populasi sebesar rata-rata 15.46% dari keseluruhan populasi leguminosa
yang ditanam pada lahan pasca tambang emas Pongkor. Interaksi inter spesies
terjadi pada setiap petak perlakuan. Meskipun pada saat pengamatan penutupan
vegetasi baru mencapai maksimal 66.81% namun semua perlakuan menunjukan
tingkat penutupan vegetasi yang sama. Penutupan tajuk tiga jenis leguminosa,
pada cover area juga terjadi efek komplementer antara tanaman yang toleran
dengan yang tidak toleran terhadap kondisi tailing. Dominasi CM menjadi bagian
terpenting dalam penutupan tanah tanpa pembenah, sedangkan PP sebaliknya.
Kalopo yang tahan pada lahan tailing tumbuh dengan baik sehingga menutupi
lahan hampir 50%.
Perlakuan terbaik terhadap kadar N tajuk adalah P2T3 yaitu menggunakan
mycofer, dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk
kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Secara umum
boleh dikatakan tanaman yang ditanam pada tanah tailing kurang toleran terhadap
kondisi tanah yang miskin akan bahan-bahan organik sehingga perlu di bantu
dengan teknologi revegetasi yang cukup lengkap. perlakuan yang paling baik
terhadap kadar fosfor tajuk adalah P4T1 yaitu menggunakan mycofer, Rhizobium
dan bakteri pelarut fosfat serta pupuk kandang. Rhizobium merupakan salah satu
jenis jasad mikro yang hidup bersimbiosis dengan tanaman leguminosa dan
berfungsi menambat nitrogen secara hayati. Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri
yang mempunyai kemampuan mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia
menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman. Bahan organik yang
terkandung dalam pupuk kandang menghasilkan asam-asam organik yang dapat
membantu melarutkan P sehinggga menjadi tersedia bagi tanaman. Mycofer
membantu dalam penyerapan P dari dalam tanah ke tajuk tanaman. Perlakuan
teknologi ke-2 (T2) merupakan yang terbaik terhadap kandungan Pb tajuk.
Pemakaian asam humat dan arang sekam dapat menurunkan Pb tanah sehingga
Pb tidak naik ke tajuk tanaman. Partikel Pb dapat terakumulasi pada organ
tumbuhan melalui dua cara yaitu penyerapan oleh akar dan melalui daun.
Penyerapan melalui akar dapat terjadi apabila Pb terdapat dalam bentuk senyawa
terlarut
Kata kunci : tailing, mikroorganisme, asam humat, leguminosa.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL
DAN ASAM HUMAT UNTUK PRODUKTIFITAS
LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA
PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR
IMANA MARTAGURI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Tesis
:
Nama
NIM
:
:
Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat
untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca
Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor
Imana Martaguri
D 051060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr
Ketua
Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 16 Februari 2009
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc
PRAKATA
Alhamdulillah wasyukurillah segala puji kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehinggga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah peningkatan
nilai manfaat lahan marginal, dengan judul Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah
Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan
Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor.
Terima kasih yang tulus disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah,
M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si selaku pembimbing
serta Bapak Dr. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc selaku dosen penguji pada ujian
tesis yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tulisan ini.
Penghargaan disampaikan kepada Bapak Irwan Supaito beserta staf bagian
lingkungan PT. Aneka Tambang UPBE Pongkor yang telah memberikan bantuan
sarana dan prasarana selama pelaksanaan penelitian. Disamping itu penghargaan
juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc beserta staf
Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Lingkungan IPB atas kerjasama dan
bantuan yang diberikan. Selanjutnya terima kasih disampaikan kepada segenap
staf pengajar Fakultas Peternakan IPB atas curahan ilmu yang diberikan kepada
penulis selama belajar di IPB.
Terima kasih yang tiada terhingga disampaikan pada Mama dan Papa, Ibu
Hj. Yuliar Sirin, A.Md dan Bapak H. Imma Mawardi, SH atas dukungan dan
bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan, tak
lupa pula ucapan terima kasih kepada ibu mertua Ibu Mursina Ripin atas motivasi
yang diberikan. Kepada Suami tercinta Ismet Hari Mulyadi, MSc dan ananda
tersayang Muhammad Rafif Aqila, terima kasih yang dalam penulis sampaikan
atas pengorbanan, kesabaran dan kasih sayang hingga selalu memberikan
kekuatan kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB ini. Terima kasih
juga disampaikan kepada uda Ilham Firstguri, SE dan adik-adik Rizki Fahtriguri,
S.Sos serta Irdhan Fahmiguri yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis. Selanjutnya kepada pimpinan Universitas Andalas, pimpinan Fakultas
Peternakan, teman sejawat di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Andalas diucapkan terima kasih atas bantuan dan
motivasinya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin ya Rabbal alamin.
Bogor, Februari 2009
Imana Martaguri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sawahlunto Sumatera Barat pada tanggal 1 Maret
1981 dari Ayahanda H. Imma Mawardi, SH dan Ibunda Hj. Yuliar Sirin, A.Md.
Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah
Atas di kota Padang. Tahun 2003 memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Universitas Andalas dan sejak tahun 2004 penulis aktif
sebagai staf pengajar di jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Andalas.
Menikah dengan Ismet Hari Mulyadi, M.Sc pada tahun 2005 dan telah
dikaruniai seorang putra Muhammad Rafif Aqila.
Tahun 2006 mendapat kesempatan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Ternak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xvii
PENDAHULUAN ............................................................................
Latar Belakang ...................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................
Hipotesis .............................................................................
1
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tailing …………………………………………………….
Fungi Mikoriza Arbuskula ………………………………..
Mikroorganisme Pelarut Fosfat …………………………...
Mikroorganisme Penambat Nitrogen ……………………..
Bahan Organik ……………………………………………
Leguminosa Pakan ………………………………………..
4
5
8
10
11
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………
Bahan Penelitian ………………………………………….
Metode Penelitian ………………………………………...
Prosedur Penelitian ……………………………………….
Analisis Data ……………………………………………...
15
15
15
16
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ………………………………...
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kesuburan Tanah ………
Derajad Keasaman (pH) Tanah ...........................................
Kadar Fosfor Tersedia Tanah ……………………………..
Konsentrasi Timbal (Pb) Tanah …………………………..
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman…………………………………….
Pertambahan Panjang Penyebaran Tanaman ……………..
Jumlah Daun Trifoliat .........................................................
Produksi Biomasa Parsial …………………………………
Produksi Biomasa Total …………………………………..
Komposisi Botani ................................................................
Cover Area ………………………………………………..
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kualitas Tanaman ...........
Kadar Nitrogen (N) Tajuk ...................................................
Kadar Fosfor (P) Tajuk .......................................................
Kadar Timbal (Pb) Tajuk …………………………………
22
22
22
23
25
26
27
29
31
37
38
39
40
40
43
44
xii
Pembahasan Umum ……………………………………….
45
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
49
LAMPIRAN .....................................................................................
54
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor…………….....
2
Rekapitulasi hasil sidik ragam kimia tanah tailing yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi ………...
22
Rataan derajat keasaman tanah (pH) tanah mailing yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi …….
23
Rataan kandungan fosfor (P) tanah yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (ppm) ………...................
24
Rekapitulasi sidik ragam parameter pertumbuhan dan
produksi ……………………………………………………...
26
Rataan pertambahan panjang penyebaran tanaman Pueraria
phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan
Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (cm) …
28
Rataan jumlah daun trifoliate tanaman Pueraria
phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan
Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (bh) ….
30
Rataan berat segar tajuk Pueraria phaseoloides Benth yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) ……
32
Rataan berat segar tajuk Centrosema pubescens Benth yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) …….
35
Rataan berat segar tajuk Calopogonium mucunoides Benth
yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi
revegetasi (g) ………………………………………………...
36
Rataan berat segar total tajuk tiga jenis leguminosa yang
diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) …….
37
Rataan cover area lahan percobaan yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan teknologi revegetasi (%) ………………….
39
13
Rekapitulasi sidik ragam parameter kualitas tanaman ………
40
14
Rataan kandungan nitrogen (N) tajuk yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (% BK) ………………….
41
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5
xiv
15
16
Pengaruh perlakuan terhadap
kerberadaan mikoriza
(Mycofer), Rhizobium dan PSB pada lahan tailing .................
42
Rataan kandungan fosfor (P) tajuk yang diberi perlakuan
pupuk hayati dan revegetasi (ppm) ……………………….....
43
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Denah lokasi penelitian …………….......................................
17
2
Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb dalam tanah ….
25
3
Komposisi botani leguminosa yang ditanam secara
konsorsium pada tanah tailing ……………………………….
38
Kadar Pb tajuk tanaman yang diberi perlakuan teknologi
revegetasi …………………………………………….............
44
4
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Daftar sidik ragam tanaman Pueraria phaseoloides
Benth ………………………………………………………...
55
Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Pueraria
Phaseoloides Benth ………………………………………….
55
Daftar sidik ragam tanaman Centrosema pubescens
Benth ……...............................................................................
56
Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Centrosema
pubescens Benth …………………………………………….
57
Daftar sidik ragam tanaman Calopogonium
mucunoides Benth ……………………...................................
57
Uji lanjut Duncan pertambahan panjang
penyebaran Calopogonium mucunoides Benth ……………..
58
Uji lanjut Duncan jumlah daun trifoliate Calopogonium
mucunoides Benth …………………………………………...
58
8
Daftar sidik ragam berat segar total leguminosa …….............
58
9
Daftar sidik ragam Cover Area tiga jenis leguminosa ............
59
10
Daftar sidik ragam analisa tanah ……………………….........
59
11
Uji lanjut Duncan kadar fosfor tanah ……………………......
60
12
Uji lanjut Duncan kadar timbal (Pb) tanah …………………..
60
13
Daftar sidik ragam analisa tajuk ……………………………..
60
14
Uji lanjut Duncan kadar nitrogen tajuk ………………….......
61
15
Uji lanjut Duncan kadar fosfor tajuk ………………………...
61
16
Uji lanjut Duncan kadar timbal (Pb) tajuk …………………..
62
1
2
3
4
5
6
7
xvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Faktor utama yang mutlak mempengaruhi pengembangan ternak
ruminansia adalah ketersediaan hijauan pakan yang digunakan sebagai sumber
energi
dan
serat.
Penyediaan
hijauan
pakan
yang
berkualitas
dan
berkesinambungan merupakan suatu aspek penting untuk menjaga kelestarian
produksi ternak ruminansia . Rendahnya produktifitas hijauan pakan baik kualitas
maupun kuantitasnya salah satunya disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan yang
rendah dan akibat
konversi lahan-lahan produktif menjadi perumahan dan
bangunan-bangunan komersial. Hal ini yang mendorong pemanfaatan lahan secara
integrasi dengan kegiatan pertanian lain dan pemanfaatan lahan – lahan marginal
serta lahan-lahan reklamasi dari kegiatan penambangan emas Pongkor Bogor,
Jawa Barat.
Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan
khususnya leguminosa.
Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi
tailing mencapai 2500 ton per hari (Setyaningsih 2007). Tailing adalah limbah
yang berasal dari penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa
batuan yang telah digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya
(Suryanto dan Susetyo 1997). Tailing berbentuk lumpur dengan padatan sebesar
45-55%.
Untuk dipergunakan sebagai media tumbuh tanaman, bahan tailing
pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun kimia. Secara fisik bahan
tailing relatif bertekstur kasar, berbutir tunggal tidak membentuk agregat seperti
tanah, akibatnya daya menahan air sangat rendah. Secara kimia bahan tailing
sangat rendah kandungan bahan organiknya, kapasitas tukar kation (KTK) sangat
rendah, kandungan hara rendah, kemampuan menahan hara juga rendah (Kusnoto
dan Kusumodidjo 1995). Tailing Pongkor memiliki pH tinggi dengan kejenuhan
basa mencapai 100% (Setyaningsih 2007).
2
Tailing pongkor mengandung logam berat Pb dan Cu yang cukup tinggi
dimana mineral sulfida logam khususnya Cu, Pb dan Zn merupakan bahan
beracun dan berbahaya bagi tanaman, ternak maupun manusia. Pb organik dalam
tanah sangat mobil dan akan diserap tanaman dalam jumlah besar (Mengel dan
Kirkby 1987).
Untuk mengatasi masalah pada tanah marginal umumnya dilakukan
pemberian pupuk dengan dosis tinggi, akan tetapi usaha tersebut memerlukan
biaya yang tinggi dan tidak ramah lingkungan karena adanya dampak residu
pemupukan. Pada lahan pasca penambangan dengan kontaminasi logam berat
umumnya diilakukan pemberian bahan organik yang tinggi, akan tetapi hal ini
memerlukan bahan organik yang sangat banyak. Usaha lain yang dicoba dalam
penelitian ini dengan penggunaan pupuk hayati dan teknologi revegetasi. Pupuk
hayati tersebut antara lain yaitu fungi mikoriza arbuskula (FMA), mikroorganisme
pelarut fosfat (MPP) dan mikroorganisme penambat nitrogen (MPN). Sedangkan
untuk teknologi revegetasi digunakan asam humat, pupuk kompos, mulsa, arang
sekam dan pupuk kandang. Prinsip teknologi revegetasi dan pupuk hayati adalah
menyiapkan kondisi lahan menjadi biosfer yang layak untuk perkembangan dan
aktifitas mikroba tanah, sehingga tanah reklamasi tambang sebagai media tanam
dapat berfungsi dengan baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman pakan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh interaksi FMA, mikroorganisme pelarut fosfat
(MPP), mikroorganisme penambat nitrogen (MPN) dan asam humat serta
teknologi revegetasi terhadap produktifitas dan kandungan timbal (Pb)
leguminosa pakan.
2. Memperoleh kombinasi perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan,
produksi dan kualitas hijauan pakan yang terbaik dan paling aman untuk
dikonsumsi ternak.
3
Manfaat Penelitian
Metode yang diperoleh dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi
kerusakan lingkungan akibat penambangan emas dan meningkatkan nilai manfaat
ekonomi lahan tambang yang direklamasi.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Tanaman yang diberi FMA menunjukkan produktifitas lebih baik
dibanding yang tidak mendapat FMA
2. Kandungan Nitrogen tajuk yang mendapat Rhizobium lebih tinggi
dibanding yang tidak mendapatkannya.
3. Kandungan fosfor tajuk yang mendapat MPP, lebih tinggi dari pada
perlakuan lain.
4. Terdapat interaksi positif antara pupuk hayati dengan teknologi revegetasi
dimana perlakuan pupuk hayati akan bekerja optimal dengan adanya
teknologi revegetasi.
5. Interaksi pupuk hayati yang mengandung FMA, MPN, dan MPP dengan
teknologi revegetasi yang mengandung asam humat, mulsa, dan kompos
akan menghasilkan produktifitas leguminosa terbaik dibanding perlakuan
lainnya.
6. Konsentrasi Pb tanaman yang mendapat asam humat dan mycofer lebih
rendah dibanding dengan yang tidak mendapatkannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Tailing
Pasca tambang adalah masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada
seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi.
Material buangan dari proses pengolahan bahan tambang disebut tailing
(Departemen Pertambangan dan Energi 1995).
Jaringan Advokasi Tambang (2005) mengemukakan bahwa limbah tailing
berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai
bubur kental oleh pabrik pemisah mineral dan bebatuan.
Proses itu dikenal
dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti
emas, tembaga, timah dan lainnya diangkut dari lokasi galian menuju tempat
pengolahan yang disebut processing plant (bagian pengolahan), ditempat itu
proses penggerusan dilakukan.
Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur
biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri agar
mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya
berkisar antara 2 - 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95-98%
menjadi tailing dan dibuang ke tempat pembuangan.
Lasut (2001) menyatakan bahwa bentuk tailing dapat berwujud gas, cair
dan padat.
Secara fisik gas buangan mengandung partikel-partikel debu dan
secara kimia merupakan larutan berbagai jenis gas tergantung dari jenis mineral
bijih yang diolah. Limbah cair mengandung bahan-bahan kimia beracun dari
logam-logam berat dan sianida yang relatif masih tinggi, sedangkan limbah padat
mempunyai komposisi kimia utama yang sesuai dengan batuan induknya. Secara
fisik komposisi tailing terdiri atas 50% fraksi pasir halus dengan diameter 0.075 –
0,4 mm dan sisanya fraksi lempung dengan diameter 0.075 mm (Jaringan
Advokasi Tambang 2005).
dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor dapat
5
Tabel 1 Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor
No. Sifat Tanah
Tailinga
Kriteriab
1
Ph H2O (pH 1:1)
7.10
Basa
2
KTK (me/100g)
3.03
Sangat Rendah
3
Kejenuhan Basa (%)
100
Tinggi
4
C-org (%)
0.39
Sangat Rendah
5
N-Total
0.05
Sangat Rendah
6
P tersedia (P2O5)
11.7
Sedang
7
Ca-dd (me/100gr)
30.75
Tinggi
8
Mg-dd (me/100gr)
0.38
Rendah
9
K-dd (me/100 gr)
0.20
Rendah
10
Na-dd (me/100 gr)
0.60
Sedang
11
Fe (ppm)
0.68
Rendah
12
Cu (ppm) 0.05 N HCl
0.32
Tinggi
13
Zn (ppm) 0.05 N HCl
0.52
Rendah
14
Pb (me/100gr) 0.05 N HCl (terlarut)
4.80
Tinggi
15
Pb (me/100 gr) N HCl 25% (total)
172.0
Tinggi
16
Tekstur Pasir (%)
53.35
-
17
Tekstur debu (%)
41.22
-
18
Tekstur liat (%)
5.43
-
a
Keterangan : Setyaningsih, 2007
b
Pusat Penelitian Tanah, 1983
dd = dapat dipertukarkan
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk
sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualistis antara fungi (myces) dan
perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara
infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke
dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Dalam penelitian
ini yang akan digunakan adalah endomikoriza tipe arbuskula. Endomikoriza dapat
dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan karakteristik (1) sistem
perakaran yang kena infeksi tidak membesar, (2) funginya membentuk struktur
6
lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (3) hifa menyerang ke
dalam individu sampai jaringan korteks, (4) pada umumnya ditemukan struktur
percabangan hifa yang disebut arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang
disebut dengan vesikel (Smith dan Read 1997).
Menurut Sieverding (1991) fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi
sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif
sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam
menyerap unsur hara dan air. Fosfat adalah unsur hara utama yang dapat diserap
oleh tanaman bermikoriza (Bolan 1991), selain itu N (NH4+ atau NO3-), K dan Mg
yang bersifat mobil (Sieverding 1991) serta unsur mikro seperti : Cu, Zn, Mn, B
dan Mo (Smith dan Read 1997). Kemampuan fungi mikoriza arbuskula dalam
memperbaiki status hara tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan alternatif
strategi untuk menggantikan sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh
tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah. Sebagai contoh De La Cruz
et
al.
(1988)
menunjukkan
bahwa
fungi
mikoriza
arbuskula
dapat
mengefisiensikan kira-kira 50 % kebutuhan fosfat, 40 % kebutuhan nitrogen dan
25 % kebutuhan kalium pada tanaman bonu (Thicospermum burretii), albizia
(Paraserianthes falcataria) dan acasia (Acacia mangium). Ketiga tanaman
tersebut telah terbukti dapat beradaptasi dan tumbuh pada lahan-lahan pasca
penambangan nikel dan setelah diinokulasi dengan FMA pertumbuhannya dapat
meningkat 2 – 3 kali lipat dibandingkan dengan kontrol, dan hal ini hampir setara
dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCl 100 kg/ha
(Setiadi 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hara oleh fungi
mikoriza arbuskula (1) konsentrasi P larutan tanah dimana konsentrasi P larutan
yang tinggi karena tingkat ketersediaan P tanah yang memang sudah tinggi atau
pemberian pupuk P dalam dosis yang cukup tinggi sebelum terjadi kolonisasi
dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa fungi mikoriza
arbuskula, (2) Jenis tanaman dimana kebanyakan tanaman mikotropik dapat
dikolonisasi oleh kebanyakan jenis fungi mikoriza arbuskula (Sieverding 1991).
Tingkat infeksi FMA pada padang penggembalaan alam berkisar 67-76 %
dari total panjang akar (Cooperband et al. 1994). Pertumbuhan tanaman dan
7
penyerapan P pada Paspalum conjugatum berpengaruh nyata karena adanya
infeksi FMA. Biomassa tajuk dan akar, kandungan P pada Paspalum conjugatum
yang diinfeksi oleh FMA lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak
diinfeksi oleh FMA. Volume akar 30 % lebih tinggi pada tanaman yang diinfeksi
oleh FMA, akan tetapi rasio akar / tajuk tidak berbeda nyata (Cooperband et al.
1994). Kolonisasi FMA pada akar tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan
penyerapan mineral nutrisi, khususnya untuk tanaman yang tumbuh pada tanah
yang kurang subur, stres mineral dan kondisi tanah yang rusak (Abbot et al.
1992).
Mycofer® merupakan salah satu pupuk hayati yang telah dihasillkan oleh
Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi dengan mengutamakan kekuatan mikroba fungi mikoriza
arbuskula (FMA). Mycofer terdiri dari empat jenis spora yang berbeda asal dan
spesiesnya. Mereka adalah Glomus manihotis (Indo-1), Glomus etunicatum (NPI126), Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata (Indo-2). Acaulospora
dilaporkan lebih luas pada tanah asam dan Gigaspora sp lebih umum ada pada
tanah asam dibandingkan Glomus sp. Spora dari FMA lebih toleran terhadap
kondisi asam dan konsentrasi Al yang tinggi . Acaulospora sp, Gigaspora sp dan
Glomus manihotis umumnya toleran (Clark dan Zeto 1997).
Penelitian dengan penggunaan mycofer telah dimulai sejak awal 1990, dari
beberapa hasil penelitian pada beberapa jenis tanaman dan lingkungan yang
kurang menguntungkan. Dari hasil penelitian tersebut telah diketahui bahwa
mycofer mampu membantu tanaman dalam menyediakan unsur hara. Bahkan
dapat mengefisienkan pemupukan hingga 50%, meningkatkan produksi tanaman,
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress lingkungan (kekeringan,
salinitas, logam berat, dan penyakit akar) bahkan mampu menghasilkan hormon
pertumbuhan (Sasli 1999; Setiadi 2000; Delvian 2003; Karti 2003).
8
Mikroorganisme Pelarut Fosfat
Mikroorganisme yang sering dilaporkan dapat melarutkan fosfat adalah
anggota-anggota genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus,
Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter dan Enterobacter (Rao 1994 ; Buntan
1992). Fosfat relatif tidak mudah tercuci seperti N, tetapi karena pengaruh
lingkungan maka statusnya dapat berubah dari P yang tersedia bagi tanaman
menjadi tidak tersedia yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Fe-P, Al-P atau P
Occluded. Jasad renik pelarut P dalam aktifitasnya akan menghasilkan asam
organik di antaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat dan glioksilat,
malat, fumarat, tartarat dan ketobutirat (Karti 2003). Pada tanah alkalin
meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH
yang tajam, sehingga mengakibatkan pelarutan Ca-P. Penurunan pH juga dapat
disebabkan terbebaskannya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik
sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas
(Alexander 1978). Pada tanah masam mekanisme pelarutan AlPO4 yaitu melalui
sekresi proton bersamaan dengan asimilasi NH4+ menjelaskan pelarutan fosfat
oleh mikroba tanpa menghasilkan asam organik (Ilmer et al. 1995).
Menurut Rao (1982) proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar
larut adalah produksi asam organik oleh mikroorganisme seperti asam format,
asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat dan asam suksinat. Asam organik ini
menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi
kemudian akan melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam
sulfat berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat
Beberapa bakteri pelarut fosfat sangat efektif melarutkan kalsium fosfat tanpa
menghasilkan asam organik (Ilmer dan Schinner 1992). Kecepatan pelepasan P
dari bentuk tidak tersedia dapat disebabkan adanya pelepasan gas H2, CO2, H2S,
dan CH2 sebagai akibat adanya proses reduksi dan dekomposisi bahan organik
(Sabiham et al. 1983).
Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia melalui beberapa
mekanisme diantaranya (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada
permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al. 1970),
(2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-P melalui pembentukan kompleks
9
logam-organik (Earl et al. 1979), (3) modifikasi muatan permukaan tapak serapan
oleh ligan organik (Nagarajah et al. 1970). Bentuk fosfor terlarut dilepaskan
sebagai residu organik dan humus hasil dekomposisi. Ion fosfat anorganik yang
dihasilkan dapat diserap tanaman atau dapat pula difiksasi menjadi bentuk tidak
tersedia.
Inokulasi bakteri pelarut fosfat pada tanah Ultisol Gajrug nyata
meningkatkan P terlarut dari Fe-P dan fraksi P-occluded. Pseudomonas
aeruginosa 2Hsl dan Paeruginosa 2Hp2 dapat mentransformasikan P-occluded,
Al-P atau Ca-P. Waktu inkubasi nyata meningkatkan P terlarut dan menurunkan
Al-P, Fe-P, P-occluded dan Ca-P (Hifnalisa et al. 1999). Bakteri dan jamur pelarut
fosfat yang diisolasi dari lahan gambut Kalimantan Tengah dapat melarutkan
AlPO4 dan FePO4, akan tetapi FePO4 lebih sulit dilarutkan dibandingkan AlPO4.
Kemampuan maksimum dari bakteri melarutkan AlPO4 adalah 41.2 ppm P (isolat
No.07.1/TNM) dan FePO4 adalah 14.4 ppm P (isolat No. 13.2/TNH/1), sedangkan
kemampuan maksimum dari jamur untuk melarutkan AlPO4 dan FePO4 adalah
29.9 ppm dan 7.5 ppm (Anas et al. 2002). Hasil penelitian Premono, Widyastuti
dan Anas (1991) menunjukkan mikroorganisme pelarut fosfat terutama jamur dan
bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yanag
tumbuh pada tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Mikroorganisme pelarut
fosfat Enterobacter gergoviae dan Pseudomonas putida mampu melarutkan P
pada tanaman jagung dan dapat meningkatkan serapan P relatif dengan kombinasi
perlakuan kompos 40 g/pot (Buntan et al. 1993).
Beberapa mikroorganisme pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan
inokulasi mikoriza ternyata lebih efektif dibandingkan dengan inokulasi tunggal.
Hal ini disebabkan oleh semakin intensifnya permukaan serapan pada daerah
penambangan P yang telah dilarutkan oleh jasad renik pelarut fosfat (Kucey 1987;
Azcon et al. 1976). Mikroorganisme pelarut fosfat digunakan baik sebagai
inokulan tunggal maupun dikombinasikan dengan Azotobacter, Azospirillum
maupun mikoriza (Kucey 1987 ; Omar et al. 1998).
10
Mikroorganisme Penambat Nitrogen
Bakteri penambat nitrogen dibagi menjadi dua yaitu bakteri yang dapat
membentuk bintil akar, contohnya adalah : Rhizobium, Bradyrhizobium dan
bakteri yang tidak membentuk bintil, contohnya adalah Azotobacter, Azospirillum.
Rhizobium termasuk divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, order Eubacteriales,
famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Morfologi koloni rhizobium pada
media YMA (Yeast Media Agar) memiliki diameter 2-4 μm, dan mempunyai
kecepatan tumbuh 3-5 hari, sedangkan Bradyrhizobium adalah genus bakteri yang
berdiameter tidak melebihi 1 μm dan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih
lambat pada agar mannitol ekstrak khamir dibandingkan dengan Rhizobium yaitu
5-7 hari (Jordan 1984). Menurut Setiadi (1989) ciri khas dari rhizobia adalah
kemampuannya membentuk bintil akar pada akar leguminosa, rhizobia mampu
mengubah N2 dari atmosfir menjadi amonia (NH3), sehingga dapat dimanfaatkan
oleh tanaman.
Nitrogen tersedia berlimpah di udara dalam bentuk gas N2. Dalam bentuk
ini tanaman tidak dapat memanfaatkannya, namun dengan adanya kerjasama
dengan bakteri tanah, N2 gas tersebut dapat diubah menjadi bentuk amonium
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen oleh tanaman yang dikenal
sebagai proses fiksasi secara simbiotik (Laegreid et al. 1999). Fiksasi N2 secara
biologi menyumbang kira-kira 70% dari semua nitrogen yang di fiksasi di bumi,
karena gabungan rhizobium dengan tanaman leguminosa (kira-kira 50%) dan 90%
kebutuhan nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini (Arshat dan
Franenberger 1993).
Suhu mempengaruhi pertumbuhan tanaman, pembentukan bintil akar dan
penambatan nitrogen. Pada suhu tinggi, penambatan nitrogen akan terganggu
karena berkurangnya suplai karbohidrat ke bintil akar akibat meningkatnya
respirasi. Suhu optimum untuk pembentukan bintil akar adalah 24°C (Setiadi
1989),
suhu 15-25°C untuk kondisi iklim sedang dan daerah tropis 25-35°C
(Spret 1985).
Ketersediaan air tanah juga mempengaruhi pembentukan bintil akar.
Menurut Setiadi (1992) leguminosa pada umumnya tidak toleran tehadap
lingkungan yang amat kering atau tergenang air.
Leguminosa yang dapat
11
beradaptasi pada lingkungan kering hanya dapat membentuk bintil pada lapisan
yang lebih dalam dan lembab, sedangkan leguminosa yang dapat beradaptasi pada
habitat air membentuk bintil akar dekat permukaan tanah dan leguminosa yang
tidak dapat beradaptasi akan menyebabkan bintil akar berguguran dan bintil akar
tidak berfungsi.
Bahan Organik
Bahan organik tanah adalah bahan penyusun tanah yang dihasilkan dari
hancuran atau dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tanaman, hewan, dsb.
Bahan organik tanah dapat berupa bahan organik kasar dan halus atau humus
(Stevenson 1994). Bahan organik akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, pengaruhnya relatif besar dibanding dengan jumlahnya yang sedikit
dalam tanah. Sumber asli bahan organik tanah adalah jaringan tumbuhan,
kemudian hewan sebagai sumber bahan organik kedua. Senyawa dalam jaringan
tumbuhan dapat digolongkan menurut mudahnya didekomposisi yaitu (1) gula,
pati dan protein sederhana, (2) protein kasar, (3) hemisellulosa, (4) sellulosa, (5)
lignin, lemak lilin (Buckman dan Brady 1982). Selama proses dekomposisi
berlangsung terjadi tiga proses yang pararel yaitu (1) degradasi sisa tumbuhan
dan hewan oleh enzim-enzim mikroba, (2) peningkatan biomassa mikroorganisme
yang terdiri dari polisakarida dan protein, (3) akumulasi atau pembebasan hasil
akhir (Rao 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik di dalam
tanah adalah kelembaban, oksigen, pH tanah, unsur hara, suhu, dan liat. Hasil
dekomposisi bahan organik adalah karbon (CO2, CO3=, HCO3-, CH4), nitrogen
(NH4+, NO2-, NO3-, dan gas nitrogen), sulfur (S, H2S, SO3-, SO4=, dan Ca2), fosfor
(H2PO4-, HPO4=), dan lain-lain seperti H2O, O2, H2, H+ , OH-, K+, Ca2+, Mg2+
(Buckman dan Brady 1982). Bahan organik mempunyai kapasitas tukar kation
yang tinggi dan dapat membentuk komplek yang stabil dengan logam pada tanah
yang terkontaminasi dan dapat melepaskan secara perlahan sebagai sumber pupuk
untuk tanaman (Huang dan Schnifzer 1986). Penambahan bahan organik ke dalam
tanah berpengaruh positif terhadap mikroorganisme, karena bahan organik
merupakan sumber energi dan karbon bagi mikroorganisme tanah heterotropik.
12
Menurut Gestel et al. (1996) penambahan bahan organik dapat meningkatkan
aktifitas mikroorganisme tanah karena sumber energi disediakan lebih banyak dan
kondisi tanah dibuat menjadi lebih baik untuk aktifitas dan perkembangan
mikroba tanah.
Dua komponen bahan organik yang mempunyai peranan dalam proses
agregasi dan stabilitas agregat tanah adalah polisakarida dan senyawa humik, yang
berfungsi sebagai pengikat agregat tanah, asam humat mampu membentuk agregat
lebih stabil dibandingkan dengan polisakarida (Stevenson 1994). Polisakarida
dalam tanah dapat berasal dari dekomposisi karbohidrat bahan organik tanah dan
eksudat yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Tisdale et al. (1990)
mengemukakan bahwa asam humat hasil dekomposisi bahan organik berperan
dalam meningkatkan ketersediaan P tanah melalui (1) pembentukan senyawa
komplek fosfohumat yang lebih mudah diserap tanaman, (2) pertukaran anion
fosfat oleh anion organik, (3) terbungkusnya partikel sesquioksida oleh humus,
sehingga mengurangi kemampuan memfiksasi fosfat. Selain itu bahan organik
juga memiliki pengaruh terhadap sifat fisik tanah seperti kapasitas menahan air,
suhu dan sifat kimia seperti kapasitas tukar kation dan pH.
Berdasarkan pada sifat kelarutannya fraksi bahan organik terdiri dari (1)
asam humat, larut dalam alkali akan tetapi tidak larut dalam asam, (2) asam fulvat,
larut dalam alkali dan asam, (3) hymatomelanik, bagian asam humat yang larut
dalam alkohol, (4) asam humin, tidak larut dalam alkali. Asam humat dapat dibagi
menjadi dua grup berdasarkan kelarutan dengan elektrolit pada keadaan alkalin
(1) asam humat coklat, tidak menggumpal oleh elektrolit dan merupakan sifat
asam humat tanah histosol dan alfisol, (2) asam humat abu-abu, mudah
menggumpal dan merupakan sifat asam humat tanah altoll dan rendoll (Stevenson
1994).
Asam humat ditandai dari warna yang gelap dan merupakan koloid
organic yang mempunyai berat molekul tinggi (Stevenson 1994).
Bahan humik adalah polipenol, poliquinon. Bahan humik dibentuk dari
dekomposisi, sintesis dan polimerasi, berbentuk amorf, berwarna gelap dan
mempunyai bobot molekul tinggi (Brady 1990). Empat teori pembentukan bahan
humik adalah sebagai berikut.
13
1. Konsep kimia humus lama mengemukakan bahwa humus dibentuk dari gula
(reaksi menurut konsep ini pengurangan gula dan asam amino, dibentuk
sebagai produk samping dari metabolisma mikroba, kemudian mengalami
polimerasi non enzimatik membentuk polimer nitrogenous coklat yang
dihasilkan sewaktu dehidrasi.
2. Cara ke dua sama dengan cara 3, bedanya pada polifenol dibentuk oleh
mikroorganisme dari sumber C non lignin (misal : selulosa). Polifenol
kemudian mengalami oksidasi enzimatik membentuk quinon dan diubah
menjadi bahan humik.
3. Cara ke tiga lignin memegang peranan yang sangat penting dalam mensintesis
humus, tetapi dengan cara yang berbeda. Dalam keadaan ini fenolik aldehida
dan asam-asam dilepaskan dari lignin sewaktu penghancuran secara
mikrobiologi dan terjadi konversi enzimatik menjadi quinon, kemudian
mempolimer senyawa amino untuk membentuk makromolekul humik.
4. Cara ke empat, menurut teori ini lignin tidak sempurna diuraikan oleh
mikroorganisme dan hasilnya menjadi bagian dari humus tanah. Modifikasi
lignin terjadi kehilangan dari grup methoxyl (OCH3) dengan generasi
hydroxyphenols dan oksidasi alifatik rantai samping membentuk grup COOH.
Bahan-bahan termodifikasi hingga menghasilkan asam humat dan kemudian
asam fulvat. Asumsi bahwa bahan humik berada dalam suatu sistem dari
polimer dengan hasil pertama asam humat, kemudian mengalami oksidasi dan
fragmentasi menghasilkan asam-asam fulvat.
Leguminosa Pakan
Legum Centrosema pubescens Benth (Sentro) berasal dari Amerika
Selatan. Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah
hujan sedang sampai tinggi (Reksohadiprodjo 1985). Sentro berdaun lebat dan
batangnya tidak berkayu serta tahan keadaan kerin dan bila pertanaman telah
berhasil maka akan tahan hidup dibawah naungan (Reksohadiprodjo 1981).
Legum Calopogonium mucunoides Benth tumbuh baik pada daerah-daerah
dengan curah hujan tahunan 1250 mm tetapi tidak tahan dingin (Hanum dan
Maesen 1997). Termasuk legum pioneer karena dapat segera tumbuh di tanah
14
yang penuh dengan herba dan semak (Jayadi 1991). Pueraria phaseoloides Benth
(puero) berasal dari India Timur, berumur panjang, perakarannya dalam dan
bercabag-cabang, tahan pada musim kemarau yang tidak terlalu panjang
(Reksohadiprodjo 1981). Puero toleran terhadap tanah masam dan miskin hara,
sangat disukai ternak, cukup efektif mengikat N udara dan sangat responsif
terhadap pemupukan Fosfat (Mannetje dan Jones 1992).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka
Tambang Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor, Kabupaten Bogor
dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Nutrisi dan Pakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan
April – September 2008.
Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema
pubescens Benth (CP), Calopogonium mucunoides Benth (CM) dan Pueraria
phaseoloides Benth (PP) yang diberikan secara konsorsium.
Bahan lainnya
adalah mycofer, Phosphate Solubilizing Bacteria (PSB), Rhizobium dan asam
humat dengan pengenceran 1:30, kompos (kotoran ayam dan kotoran sapi) jerami
padi, perekat serta zat kimia untuk analisa di laboratorium.
Peralatan yang digunakan adalah alat pengolah tanah, alat pengamatan dan
pemanenan dan alat-alat Laboratorium untuk analisa kadar Fosfat, Nitrogen dan
Timbal (Pb).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen menggunakan
rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan 4 ulangan. Faktor pertama
adalah formulasi pupuk hayati (P) yang terdiri dari empat taraf yaitu :
P1
= Kontrol (tanpa pupuk hayati)
P2
= Mycofer ( 5 gr/m2 tanah)
P3
= Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium ( 1 ml/m2 tanah)
P4
= Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium (1 ml/m2 tanah + PSB
(1 ml/m2 tanah)
16
Faktor kedua merupakan teknologi reve