Mempelajari Penggunaan Zeolit (Asal Bayah) dalam Proses Pembuatan Sirup Dekstrosa
MEMIPELAJAR1 PEWGGUNAAM ZEOLlT IASAL BAYAH3
DAhAM PROSES PEMBBIATAM SIRUP DEKSTROSW
Oleh
AWIDYA
NIKAYA
SOEKARDI
F 24. 0593
1 9 9 2
FAKULTAS TEKNOLOGI
INSTITUT
PERTANIAN
B O G O R
PERTANIAN
BOGOR
Awidya Nikaya Soekardi. F 240593. Mempelajari Penggunaan
Zeolit (Bayah) Dalam Proses Pembuatan Sirup Dekstrosa. Di
bawah bimbingan Ansori Rachman dan Sutrisno Koswara.
Dalam pembuatan sirup fruktosa, sebelum sirup dekstrosa siap untuk diiso~~ierisasimenjadi sirup fruktosa h'lrus dilakukan berbagai proses persiapan.
Tujuan proses
ini ialah untuk membersihkan sirup dekstrosa dari kotoran
dan warna yang tidak dikehendaki dan untuk mengurangi kandungan mineral termasuk kalsium.
Tujuan penelitian ini ialah untuk:
(1) Mempelajari
kemungkinan penggunaan zeolit sebagai pengganti karbon aktif dalam proses persiapan sirup dekstrosa (2) Mempelajari
kemungkinan penggunaan zeolit untuk mengurangi kadar kalsium dal,am proses persiapan sirup dekstrosa.
Sirup dekstrosa yang digunakan dalam penelitian ini,
dibuat dari tepung tapioka yang dihidrolisa dengan enzim
termamyl 120 L (a-amilase) pada suhu 90 " C selama 2 jam
dan dilanjutkan dengan hidrolisa oleh enzim AMG 300 L
(amiloglukosidase) pada suhu 60
"C
selama 72 jam.
Sirup
dekstrosa yang dihasilkan diberi perlakuan bahan penyerap
dalam 2 kelompok, yaitu kelompok substitusi karbon aktlf
oleh zeolit dan kelompok penambahan zeolit pada karbon aktif.
Perlakuan tersebut berlangsung pada suhu 80 " C de-
ngan pengocokan selama 1 jam.
Hasil perlakuan disaring
dan dilakukan analisa terhadap warna, kadar kalsium, kekeruhan dan kadar abu.
Pada perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit,
0.4 g karbon aktif disubstitusi secara bertahap oleh zeolit dengan selang 0.1 g sampai seluruh karbon aktif tersubstitusi.
Perlakuan substitusi berpengaruh nyata terhadap warna
dan kekeruhan sirup dekstrosa.
Pada tinykat substitusi
0.1 g dan 0.2 g , nilai warna dan kekeruhan rata-rata tidak
berbeda nyata dengan perlakuan tanpa substitusi, tetapi
secara keseluruhan dengan meningkatnya jumlah zeolit yang
mensubstitusi karbon aktif, nilai warna dan kekeruhan rata-rata sirup dekstrosa yang dihasilkan semakin tinggi
atau mutu sirup dekstrosa yang dihasilkan semakin rendah.
Perlakuan substitusi tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar kalsium dan kadar abu sirup dekstrosa.
Dalam jumlah
yang sama, yaitu 0.4 g , karbon aktif dapat menurunkan
kadar kalsium dalam sirup sekitar 39 % sedanykan zeolit
hanya mampu menurunkan kadar kalsium sekitar 5 % dari
kadar kal- sium rata-rata kontrol.
Pada perlakuan penambahan zeolit pada karbon aktif,
sebanyak 0.1 g - 2.0 g zeolit ditambahkan pada 0.4 g karbon aktif.
Penambahan ini tidak menghasilkan nilai warna,
kadar kalsium, kekeruhan dan kadar abu rata-rata yang berbeda dengan perlakuan tanpa penambahan zeolit.
Untuk war-
na penambahan 0.3 g - 2.0 g zeolit ini cenderung menurunk a n nilai warna rata-rata atau meningkatkan mutu sirup
dekstrosa.
MEMPELAJARI PENCCUNAAN ZEOLII' (ASAL L%A\'AII)
DALAM PROSES
PEMI3UA'L'AN SIKUI' I)EI93 %
T (CV).
111. BAHAN DAN METODE
A.
BAHAN
Bahan utama yang digunakan antara lain tepung tapioka, enzim Termamyl 120 L, enzim AMG 300 L, karbon
aktif t i p e BM 3 dan zeolit asal Bayah (Spesifikasi
enzim, karbon aktif dan zeolit dapat dilihat pada Lampiran 21, 22, 23 dan 24).
Bahan-bahan tersebut dipero-
leh dari (berturut-turut):
Pabrik Tapioka Kedung Ha-
lang, PT. Supra Incomer, PT. Intan Prima Karbon Industri, PT. Prodmin Internusa.
Selain itu digunakan air bebas ion dan bahan kimia
yang diperoleh dari laboratorium.
B. ALAT
Alat-alat utama yang digunakan untuk membuat sirup
dekstrosa yaitu:
otoklaf, stirer batang, termoshaker
dan lain-lain.
Alat-alat untuk analisa: spektrofotometer (Spectronic 21 model DUV), oven vakum, tanur, refraktometer
dan lain-lain.
Selain itu juga digunakan alat-alat gelas sebagai
pembantu.
C. METODE
1. Pembuatan
1981;
Sirup
Dekstrosa
Anonim, 1989;
(Khalid
Anonim, 1990;
dan
Pericles,
Weng, 1992)
Tepung tapioka dilarutkan k e dalam air, yaitu
1980 g pati ke dalam 4020 ml air bebas ion sehingga
diperoleh larutan 33 % .
menjadi 15.0
-
Kemudian pH-nya ditepatkan
6.5 dengan 1 N NaOH dan ditambahkan
Termamyl 120 L sebanyak 0.6 kg/ton tepunq.
50
-
Sebanyak
70 ppm ca2+ dalam bentuk CaC12.2H20 ditambah-
kan. Bubur pati kemudian dipanaskan dalam jacket
tank pada suhu f 90
O
C dan dibiarkan selama 2 jam
dengan pengadukan.
Pati yang telah terlikuifikasi kemudian diturunkan suhunya sampai 25 OC.
menjadi 4.3
-
Setelah itu pH diatur
4.5 dengan 1 N HC1, kemudian ditambah-
k a n A M G 3 0 0 L sebanyak 0.75 liter/ton tepung.
Campuran kemudian dikocok pada suhu 60 OC selama 72
jam.
2. Penentuan Karakteristik Sirup Dekstrosa
Untuk menggambarkan karakteristik sirup dekstrosa yang dihasilkan dalam penelitian ini, dilakukan analisis gula pereduksi, berat bahan kering, dan
perhitungan DE (gula pereduksi dalam berat kering).
DE
=
% gula pereduksi
% berat bahan kering
3. Penelitian Utama (Weng, 1992)
Sirup dekstrosa diberi perlakuan karbon aktif
(k) dan zeolit (z) dalam 2 kelompok perlakuan.
Pada
kelompok pertama, karbon aktif sebanyak 0.7 % dari
berat bahan kering sirup dekstrosa, disubstitusi sec a r a bertahap oleh z e o l i t d e n g a n s e l a n g 0 . 1 g
(Keterangan: 0.4 g karbon aktif dalam tiap satuan
perlakuan, yaitu 150 ml sirup dekstrosa, setara dengan karbon aktif sebanyak 0.7 % dari berat bahan
kering sirup dekstrosa).
lakukan penambahan 0.1 g
aktif.
Pada kelompok k e dua di-
-
2.0 g zeolit pada karbon
Penambahan ini berdasarkan nilai kapasitas
tukar kation zeolit asal Bayah
dan perkiraan jumlah
muatan yang ada di dalam larutan (Lampiran 17 dan
21, Pembahasan halaman 38).
Kondisi perlakuan adalah sebagai berikut: dishaker pada pH 4.5, suhu 80 "C, waktu 3 0 menit dan
kandungan bahan kering sirup 30 - 34 % .
Sirup dekstrosa kemudian disaring melalui kertas saring Whatman-42 dan dilakukan analisis terhadap warna, kekeruhan, kadar abu dan kadar kalsium.
Perlakuan yang diberikan ialah sebagai berikut:
1. Substitusi karbon aktif oleh zeolit (Kelompok X)
Kontrol
=
tanpa bahan penyerap
Xl = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k
+
0.1 g z
X3 = 0.2 g k
+
0.2 g z
X4 = 0.1 g k
+
0.3 g z
X5 = 0.4 g z
3. Penambahan zeolit pada karbon aktif (Kelompok Y)
Kontrol
=
tanpa bahan penyerap
Yl = 0.4 g k
Y2 = 0.4 g k
Y3
=
0.4 g k
+
0.1 g z
+ 0.3 g z
Y4 = 0.4 g k
+
0.5 g
0.4 g k
+
0.7 g z
g k
+
1.0 g
Y7 = 0.4 g k
+
1.5 g z
Y 8 = 0.4 g k
+
2.0 g
Y5
=
YG
= 0.4
z
z
z
I
tepung tapioka
+
air bebas ion
50
-
70
ppm ca2+ --•
4-
larutan
33 %
Termamyl 1 2 0 L
0 . 6 kg/ton tp tapioka
-t
NaOH 1 N
T
9 0 OC
2 jam
G . 0 - 6.5
likuifikasi
pH
pengadukan
I
HC1 1 N
-k
4-
AMG
0.75
L
lt/ton tp tapioka
300
T
GO
72
sakarifikasi
OC
jam
pH 4 . 3 - 4 . 5
penqadukan
I
I
I
v
sirup dekstrosa
v
perlakuan karbon aktif dan zeolit
T
80 OC
30 menit
pH 4.5
bahan kering 3 0 penqadukan
34 %
I
I
T
Penyaringan (Whatman-42)
I
T
analisis
Gambar
5c.
Diagram alir pembuatan sirup dekstrosa dan perlakuan karbon aktif dan zeolit
D.
RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan Percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali ulangan.
Model umum rancangan ini adalah:
Yij
+
oj
+
eij
=
fi
=
nilai pengamatan untuk ulangan
Dimana :
Yij
ke-i
pada
perlakuan ke-j
fi
=
nilai tengah umum
oj
=
perlakuan ke-j
eij
=
pengaruh eror untuk ulangan ke-i pada perlakuan ke-j
E. PROSEDUR ANALISIS
(Modifikasi SII No. 1390-90)
1. Warna
Larutan contoh ditetapkan absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nln dan 720 nm dengan air sebagai blanko.
Warna
dinyatakan dalam satuan RBU.
Perhitungan RBU sebagai berikut:
100 b - 2 c
RBU
=
a d
a = konsentrasi contoh (g/ml)
b = nilai resapan pada 420 nm
c = nilai resapan pada 720 nm
d = panjang sel
2. Kekeruhan (Modifikasi SII No. 1390-90)
Larutan contoh diasamkan sampai nilai pH
Kemudian disimpan selama 10 hari.
1.5.
Absorbansi diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 720 nm dengan air sebagai blanko.
3. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)
Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Sampel se-
banyak 3 - 5 g ditimbang dalam cawan, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai
didapatkan residu berwarna abu-abu dan memiliki berat tetap.
Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap.
tama pada suhu sekitar 400
500
OC.
"C
Per-
dan k e dua pada suhu
Sampel kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
Perhitungan kadar abu sebagai beri-
kut:
Berat abu (g)
P;
abu
X 100 %
=
Berat sampel (g)
4.
Kadar Kalsium (Apriyantono et al., 1989)
llasil pengabuan kering dari sanipel, dipipet
sebanyak 20
ala 250 ml.
-
100 ml, dimasukkan k e dalam gelas pi-
Kemudian ditambah 10 ml larutan amonium
oksalat jenuh dan 2 tetes indikator merah metil.
Larutan dibuat basa dengan menambah amonium dan kemudian dibuat asam dengan menambah beberapa tetes
asam asetat sampai warna larutan merah muda.
Laru-
tan kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didiamkan semalam.
Endapan yang terbentuk (kalsium) di-
saring dengan menggunakan Whatman 42 dan dibilas
dengan akuades sampai bebas oksalat.
Kertas saring
kemudian dilubangi dengan batang gelas dan endapan
yang ada dibilas dengan menggunakan H2S04 (1+4) panas k e dalam gelas piala tempat mengendapkan kalsium, selanjutnya dibilas dengan air panas.
70
-
80
OC
Pada suhu
dititrasi dengan KMn04 0.01 N sampai la-
rutan berwarna merah jambu permanen yang pertama.
Kertas saring kemudian dimasukkan dan titrasi dilanjutkan sampai tercapai warna merah jambu permanen
yang k e dua.
5.
Kadar Gula Pereduksi (Apriyantono et al., 1989)
Metoda yang digunakan dalam penentuan gula pereduksi adalah metode Lane Eynon dengan prosedur sebagai berikut:
1. Standarisasi Larutan Fehling
Larutan Fehling 10 ml, air 20 ml, larutan
dekstrosa 7 ml dimasukkan k e dalam erlenmeyer 125
ml, kemudian dididihkan.
Ke dalam larutan ditam-
bahkan 3 - 4 tetes larutan metilen biru 0.2 % .
Larutan kemudian dititrasi dengan larutan dekstrosa standar sampai titik akhir warna merah bata.
2. Penetapan Sampel
Sampel sebanyak 10 ml, larutan Fehling 10
ml, larutan dekstrosa 5.0 ml dimasukkan k e dalam
erlenmeyer 120 ml.
Kemudian dilakukan prosedur
yang sama dengan standarisasi larutan Fehling.
B e r a t B a h a n K e r i n g (AOAC, 1984)
Pasir kwarsa sebanyak 3 g dimasukkan k e dalam
cawan bertutup dan dipanaskan 105 "C selam dua jam
di dalam oven, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Sebanyak 3 ml gula dimasukkan k e
dalam cawan dan ditimbang.
Cawan dipanaskan dalam
penangas air selama 15 - 20 menit.
Kemudian dima-
sukkan k e dalam oven vakum dan dipanaskan pada suhu
6 0 " C selama-2 jam atau lebih sampai beratnya konstan.
IV. HASIL DAN PEMBAI-IASAN
A.
PEMBUATAN SIRUP DEKSTROSA
Pada penelitian ini, dengan metoda
yang digunakan
diperoleh nilai rata-rata DE likuifikasi dan sakarifikasi masing-masing 10.15 dan 96.98, yaitu seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik sirup dekstrosa hasil penelitian
Likuifikasi
Gula Pereduksi ( % bb)
Berat Bahan Kering ( % )
Dekstrose E q u i v a l e n t ( D E )
Sakarifikasi
3.20
31.56
10.15
Sirup dekstrosa yang akan diisomerisasi menjadi
sirup fruktosa, diharapkan mempunyai tingkat
tentu.
D E ter-
Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980) proses
isomerisasi akan lebih ekonomis bila menggunakan sirup
dengan kandungan dekstrosa tinggi, yang ditunjukkan dengan nilai DE yang tinggi.
Menurut Aschengreen (1977) untuk pembuatan sirup
fruktosa, nilai DE yang diharapkan dapat dicapai setelah proses likuifikasi ialah 12 - 15 dah setelah proses
sakarifikasi ialah 97 - 98, sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986) untuk proses likuifikasi ialah 10
12 dan untuk proses sakarifikasi ialah 95 - 98.
-
Pada penelitian ini, kandungan
ta-rata sirup hasil
gula pereduksi ra-
likuifikasi dan sakarifikasi ma-
sing-masing ialah 3.20 % dan 32.32 % ,
terlihat
pada Tabel 1.
yaitu seperti
Pada sirup hasil likuifikasi,
kandungan gula pereduksi yang rendah menunjukkan bahwa
masih banyak terdapat
sakarida dengan derajat polime-
risasi yang masih tinggi yang belum terhidrolisa.
Proses likuifikasi
dengan menggunakan
pada penelitian ini dilakukan
enzim Termamyl.
Enzim
ini adalah
a-amilase yang diproduksi oleh Bacillus licheniformis
(Lampiran 23).
Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) a-ami-
lase yang dihasilkan oleh B. licheniformis menghidrolisa pati menjadi maltosa, maltotriosa, maltopentosa dan
glukosa. Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980) hasil
hidrolisa pati oleh enzim a-amilase pada DE 15, secara
umum mempunyai komposisi sebagai berikut: glukosa (0.6
%)
, maltosa (4.0
%)
, maltotriosa
(7.0 % )
dan sakarida
dengan derajat polimerisasi yang masih tinggi (88.4 % ) .
Pada proses sakarifikasi, sirup hasil hidrolisa
likuifikasi dihidrolisa lebih lanjut.
Proses sakarifi-
kasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
enzim Amyloglucosidase (AMG) .
Enzim ini adalah gluko-
amilase yang diproduksi oleh Asperqillus Niger (Lampiran 24). Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980), hasil
hidrolisa pati pada DE 97 mempunyai komposisi sebagai
berikut: glukosa (913 % ) , maltosa (3 % ) , sakarida dengan
derajat polimerisasi yang masih tinggi (2 % ) .
Sirup dekstrosa hasil likuifikasi dan sakarifikasi
pada penelitian pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian utama.
PENELITIAN UTAMA
1. warna
Ukuran warna dinyatakan dalam Reference Basis
Unit
(RBU).
Pengukuran dilakukan pada panjang ge-
lombang 420 nm dan 720 nm.
Pembacaan pada daerah
biru atau violet (420 nm) ialah untuk mengukur warna
dan kekeruhan, sedangkan pembacaan pada daerah merah
(720 nm) ialah untuk mengukur kekeruhan yang digunak a n sebagai faktor koreksi dalam pengukuran warna
(Plews, 1970; Meade dan Chen, 1977).
Menurut Liggett dan Deitz (1954), senyawa penimbul warna pada sirup hasil hidrolisa pati antara
lain ialah melanoidin, karamel dan poliphenolik, dan
yang paling berperan adalah melanoidin (Birch dan
Parker, 1979).
Melanoidin merupakan produk reaksi
Maillard, dimana gula pereduksi, bereaksi dengan gu-
gus amina primer (Winarno, 1988).
Reaksi Maillard
dipengaruhi oleh jumlah gula dan senyawa amino, suh u , pH, waktu reak'si, jumlah air, katalis Cu, Fe,
ion phospat
dan lain-lain (Kort, 1979).
ngukur penurunan senyawa
amino, reaksi Maillard me-
ningkat secara teratur dengan
tara 0
-
Dengan me-
meningkatnya suhu an-
90 "C (Birch dan Parker, 1979).
Kontrol
yang digunakan dalam pengukuran warna
dan juga pengukuran yang lain dalam penelitian ini,
ialah sirup dekstrosa yang diberi perlakuan tetapi
tanpa menggunakan bahan penyerap,
yaitu pengocokan
selama 3 0 menit pada suhu 80 OC dan penyaringan dengan kertas saring.
Proses penyaringan dapat mem-
bersihkan sebagian kotoran yang terdapat dalam sirup, termasuk pati dan sakarida yang tidak terhidrolisa.
Nilai warna rata-rata kontrol ialah 4.0545
(RBU)
(Lampiran 4).
a. Pengaruh Substitusi Karbon Aktif Oleh Zeolit
Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi karbon aktif
oleh zeolit berpengaruh sangat nyata terhadap
warna sirup dekstrosa yang dihasilkan.
Nilai warna rata-rata dan hasil uji BNJ ialah seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2.
N i l a i w a r n a ' r a t a - r a t a dan u j i B N J p e r l a k u a n subst i t u s i karbon a k t i f
oleh zeolit
Perlakuan
X l = 0.4
X2 = 0 . 3
X3 = 0 . 2
X4 = 0 . 1
X5 = 0 . 4
Kontrol
*
Nilai rata-rata
warna ( R B U )
g k
g k + 0.1 g z
g k + 0.2 g z
g k + 0.3 g z
g z
2.1986
2.4864
2.7308
3.5348
4.0118
4.0545
U j i BNJ**
(pC.01)
A
A
AB
BC
C
c
*
k = karbon a k t i f
z = zeolit
k o n t r o l = t a n p a bahan p e n y e r a p
**
h u r u f y a n g sama rnenunjukkan t i d a k b e r b e d a n y a t a
Nilai warna rata-rata sirup dekstrosa pada
perlakuan penambahan
0.4
g karbon aktif (tanpa
substitusi) berbeda nyata dengan kontrol (tanpa
bahan penyerap).
Hal ini menunjukkan bahwa kar-
bon aktif mampu menyerap senyawa pembentuk warna.
Menurut Kort (1979) karbon aktif mengadsorbsi melanoidin secara irreversibel.
Gugus karbok-
sil yang terbentuk pada permukaan karbon aktif
selama aktivasi karbon, akan berikatan dengan gugus amin membentuk ikatan amida.
Nilai warna rata-rata sirup dekstrosa pada
perlakuan penambahan 0.4 g zeolit (substitusi penuh) tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa
bahan penyerap).
Menurut Ming dan Mumpton (1989) sifat pertukaran kation pada zeolit dipengaruhi oleh
(1)
ukuran dan konfigurasi saluran zeolit (2) ukuran
dan bentuk molekulfion yang diserap (3) muatan
molekulfion (4) densitas muatan pada rangka.
Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung mineral utama klinoptilolit (33.99 44.65 % ) dan mordenit (30.10 - 33.62 % )
(Lampiran
21). Menurut Ming dan Mumpton (1989) dimensi saluran pada klinoptilolit ialah 0.41 X 0.47 (nm)
atau 0.44 X 0.72 (nm) atau 0.40 X 0.55 (nm), sedangkan mordenit ialah 0.67 X 0.70 (nm) atau 0.29
X 0.57 (nm).
Menurut Kort (1979) melanoidin mempunyai berat molekul 28 000 f 1000 dengan bentuk molekul
koil acak.
Dengan berat molekul yang demikian
besar, melanoidin mempunyai diameter molekul yang
jauh lebih besar dari diameter saluran pada klinoptilolit dan mordenit.
Sebagai perbandingan,
ion kalsium yang mempunyai berat molekul 39, diameternya ialah 0.133 nm.
Dengan menggunakan metoda elektroforesis diketahui bahwa melanoidin bermuatan positif (Kort,
1979).
Dengan muatan ini ada kemungkinan bahwa
melanoidin dapat diikat zeolit.
Tetapi karena
molekul melanoidin berukuran besar dan berbentuk
acak maka melanoidin tidak dapat masuk k e dalam
saluran zeolit untuk dipertukarkan.
Substitusi karbon aktif oleh zeolit pada
perlakuan 0.3 g karbon aktif
+
0.1 g zeolit dan
perlakuan 0.2 g karbon aktif
+
0.2 g z e o l i t ,
menghasilkan sirup dekstrosa dengan nilai warna
rata-rata yang
tidak berbeda nyata dengan perla-
kuan tanpa substitusi (0.4 g karbon aktif).
kipun
demikian terlihat bahwa
substitusi
Mesdalam
jumlah tersebut menghasilkan sirup dekstrosa dengan nilai warna rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa substitusi.
RBU
4.6
2
i
,
I
I
Xi
X2
X3
.
X4
X5
I
Kontrol
Jenis Perlakuan
Gambar G. Pengaruh substitusi karbon aktif oleh
zeolit terhadap warna sirup dekstrosa
menunjukkan bahwa penambahan 0.3 g
-
2.0 g zeolit
pada karbon aktif berbeda nyata dengan perlakuan
tanpa penambahan (0.4 g karbon aktif).
Proses perlakuan dengan bahan penyerap pada
penelitian ini, dilakukan pada suhu 80
OC.
Pada
kondisi perlakuan tersebut , selain akan terjadi
penyerapan melanoidin yang sudah ada, yaitu yang
terbentuk pada pembuatan sirup dekstrosa, juga
akan terjadi pembentukan melanoidin baru.
RBU
4.5
1
I I
I
I
I
,
I
0
I
I
I
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Kontrol
J e n i s Perlakuan
Keterangan
Y1 = 0.4 g
Y2 = 0.4 g
Y3 = 0.4 g
Y4 = 0 . 4 g
Y5 = 0 . 4 g
Gambar:
k
k
+
k
+
0.1 g 2
0.3 g z
k + 0.5 g z
k
+
Gambar 7
Y 6 = 0.4 g k + 1 . 0 9 z
Y7 = 0 . 4 g k + 1.5 g z
Y8 = 0 . 4 g k + 2 . 0 g r
Kontrol = tanpa bahan penyerap
0.7 g z
.
Pengaruh penambahan zeolit pada karbon
aktif terhadap warna sirup dekstrosa
Zeolit tidak dapat menyerap melanoidin tetapi dapat menekan pembentukan melanoidin yang baru.
Menurut Kort (1979) ion Fe dan Cu akan meng-
katalisa reaksi Maillard dalam pembentukan melanoidin.
Dengan kemampuan tukar kationnya, zeolit
dapat mengikat ion-ion tersebut sehingga tidak
dapat mengkatalisa reaksi.
Akibatnya pada perla-
kuan penambahan 0.1 g - 2.0 g zeolit pada karbon
aktif, nilai warna rata-rata sirup dekstrosa yang
dihasilkan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan zeolit (0.4 g
karbon aktif) .
2.
Kadar Kalsium
Pada proses likuifikasi yang menggunakan enzim
Termamyl (enzim a-amilase produksi NOVO), ion kalsium sengaja ditambahkan.
Dengan adanya 50 - 70 ppm
ca2+ dalam larutan pati, Termamyl bersifat stabil
(Anonim, 1990).
Pada penelitian ini dilakukan penambahan
GO
ppm
kalsium dalam bentuk CaC12.2H20 k e dalam larutan tepung tapioka.
Sirup dekstrosa yang dihasilkan, me-
ngandung kalsium sebanyak 52.71 mg/100 g atau 527.1
ppm (Lampiran 18).
Kadar kalsium ini dianggap se-
bagai kadar kalsium awal (kontrol).
a. Pengaruh Substitusi Karbon Aktif Oleh zeolit
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium sirup dekstrosa (Lampiran 7).
Kadar kalsium rata-
rata sirup dekstrosa dengan penambahan 0.4 g karbon aktif ialah 32.08 mg/100 g atau menurun sekitar 39 % dari kadar kalsium rata-rata kontrol.
Sedangkan dengan penambahan 0.4 g zeolit, kadar
kalsium rata-rata sirup dekstrosa ialah 52.01
mg/100 g atau hanya menurun sekitar 5 % dari kadar kalsium rata-rata kontrol.
Pada perlakuan substitusi karbon aktif oleh
zeolit, kadar kalsium rata-rata sirup dekstrosa
yang dihasilkan cenderung semakin tinggi dengan
semakin tingginya jumlah zeolit yang mensubstitusi karbon aktif, yaitu seperti terlihat pada Gambar 8.
Hal ini rnenunjukkan bahwa semakin tinggi
jumlah zeolit yang mensubstitusi karbon aktif,
semakin kecil penurunan kadar kalsium dibandingkan dengan kadar kalsium rata-rata kontrol atau
semakin sedikit kandungan kalsium yang terserap,
yaitu seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kadar kalsium rata-rata s i r u p d e k s t r o s a pada
perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit
Perlakuan
""
Kadar k a l s i u m r a t a - r a t a
s i r u p dekstrosa (mg/100 g)
Kontrol
XI = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k + 0.1 g z
X3 = 0.2 g k + 0.2 g z
52.71
32.08
35.83
36.66
X4 = 0.1 g k
X5 = 0.4 g z
40.73
50.01
**
+
0.3 g z
Penurunan kadar k a l s i u m d i bandingkan dengan k o n t r o l (%)
k = karbon a k t i f
z = zeolit
k o n t r o l = tanpa bahan penyerap
Kadar Ca (mg/100g )
55
30
1
I
I
I
I
I
I
XI
X2
X3
X4
X5
Kcntrcl
Jenls Perlakuan
Keterangan Gambar:
X1 = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k + 0.1 g z
X3 = 0.2 g k + 0.2 g z
X4 = 0.1 g k + 0.3 g
X5 = 0.4 g z
Kontrol
z
Gambar 8 . P e n g a r u h s u b s t i t u s i k a r b o n a k t i f
oleh
z e o l i t terhadap kadar kalsium s i r u p
dekstrosa
Daya adsorbsi karbon aktif disebabkan karena
karbon aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah
yang cukup banyak dan adsorbsi terjadi karena
adanya perbedaan energi antara permukaan karbon
dan zat yang diserap, antara lain energi listrik.
Efesiensi adsorbsi oleh karbon antara lain bergantung pada perbedaan muatan listrik antara
arang dan senyawa yang diserap (Smisek dan Cerny,
1979).
Pada penelitian ini sedikitnya ada tiga ha1
yang berpengaruh terhadap kerja zeolit, yaitu
kondisi perlakuan, jenis zeolit yang digunakan
dan kondisi sirup dekstrosa yang kompleks.
Kondisi perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kondisi yang optimum bagi
karbon aktif dan tidak optimum bagi zeolit. Menurut Husain (1974) zeolit kurang efektif untuk
larutan yang bersifat asam.
Jenis zeolit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mineral klinoptilolit (33.99
-
44.65
%)
dan mordenit (30.1
-
33.62
%).
Dari
tabel komposisi kimia dapat dilihat bahwa kandungan CaO yang dimiliki cukup tinggi, yaitu 1.75
-
2.68 % (Lampiran
21).
Selain itu menurut Su-
wardi (1991), pada mordenit kation yang ditukarkan didominasi oleh Ca: 52.8 meq/100 g (49 % ) ,
disusul oleh Na: 24.5 meq/100 g (23 % )
, K:
meq/100 g
Sedang-
(22 % ) dan Mg: 5.92 meq/100g.
24
kan pada klinoptilolit kation yang ditukarkan didominasi oleh Na: 55.1 meq/100 g (43 % ) , disusul
oleh K: 38.4 meq/100 g (30 % ) , Ca: 29.4 meq/100 g
(23 % ) dan Mg: 5.27 meq/100 g (4%).
Dengan menggunakan jenis zeolit tersebut sejumlah kalsium dilepaskan zeolit k e dalam sirup
dekstrosa.
Hal ini disebabkan karena zeolit me-
ngandung CaO dalam jumlah yang cukup tinggi dan
adanya dominasi Ca
DAhAM PROSES PEMBBIATAM SIRUP DEKSTROSW
Oleh
AWIDYA
NIKAYA
SOEKARDI
F 24. 0593
1 9 9 2
FAKULTAS TEKNOLOGI
INSTITUT
PERTANIAN
B O G O R
PERTANIAN
BOGOR
Awidya Nikaya Soekardi. F 240593. Mempelajari Penggunaan
Zeolit (Bayah) Dalam Proses Pembuatan Sirup Dekstrosa. Di
bawah bimbingan Ansori Rachman dan Sutrisno Koswara.
Dalam pembuatan sirup fruktosa, sebelum sirup dekstrosa siap untuk diiso~~ierisasimenjadi sirup fruktosa h'lrus dilakukan berbagai proses persiapan.
Tujuan proses
ini ialah untuk membersihkan sirup dekstrosa dari kotoran
dan warna yang tidak dikehendaki dan untuk mengurangi kandungan mineral termasuk kalsium.
Tujuan penelitian ini ialah untuk:
(1) Mempelajari
kemungkinan penggunaan zeolit sebagai pengganti karbon aktif dalam proses persiapan sirup dekstrosa (2) Mempelajari
kemungkinan penggunaan zeolit untuk mengurangi kadar kalsium dal,am proses persiapan sirup dekstrosa.
Sirup dekstrosa yang digunakan dalam penelitian ini,
dibuat dari tepung tapioka yang dihidrolisa dengan enzim
termamyl 120 L (a-amilase) pada suhu 90 " C selama 2 jam
dan dilanjutkan dengan hidrolisa oleh enzim AMG 300 L
(amiloglukosidase) pada suhu 60
"C
selama 72 jam.
Sirup
dekstrosa yang dihasilkan diberi perlakuan bahan penyerap
dalam 2 kelompok, yaitu kelompok substitusi karbon aktlf
oleh zeolit dan kelompok penambahan zeolit pada karbon aktif.
Perlakuan tersebut berlangsung pada suhu 80 " C de-
ngan pengocokan selama 1 jam.
Hasil perlakuan disaring
dan dilakukan analisa terhadap warna, kadar kalsium, kekeruhan dan kadar abu.
Pada perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit,
0.4 g karbon aktif disubstitusi secara bertahap oleh zeolit dengan selang 0.1 g sampai seluruh karbon aktif tersubstitusi.
Perlakuan substitusi berpengaruh nyata terhadap warna
dan kekeruhan sirup dekstrosa.
Pada tinykat substitusi
0.1 g dan 0.2 g , nilai warna dan kekeruhan rata-rata tidak
berbeda nyata dengan perlakuan tanpa substitusi, tetapi
secara keseluruhan dengan meningkatnya jumlah zeolit yang
mensubstitusi karbon aktif, nilai warna dan kekeruhan rata-rata sirup dekstrosa yang dihasilkan semakin tinggi
atau mutu sirup dekstrosa yang dihasilkan semakin rendah.
Perlakuan substitusi tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar kalsium dan kadar abu sirup dekstrosa.
Dalam jumlah
yang sama, yaitu 0.4 g , karbon aktif dapat menurunkan
kadar kalsium dalam sirup sekitar 39 % sedanykan zeolit
hanya mampu menurunkan kadar kalsium sekitar 5 % dari
kadar kal- sium rata-rata kontrol.
Pada perlakuan penambahan zeolit pada karbon aktif,
sebanyak 0.1 g - 2.0 g zeolit ditambahkan pada 0.4 g karbon aktif.
Penambahan ini tidak menghasilkan nilai warna,
kadar kalsium, kekeruhan dan kadar abu rata-rata yang berbeda dengan perlakuan tanpa penambahan zeolit.
Untuk war-
na penambahan 0.3 g - 2.0 g zeolit ini cenderung menurunk a n nilai warna rata-rata atau meningkatkan mutu sirup
dekstrosa.
MEMPELAJARI PENCCUNAAN ZEOLII' (ASAL L%A\'AII)
DALAM PROSES
PEMI3UA'L'AN SIKUI' I)EI93 %
T (CV).
111. BAHAN DAN METODE
A.
BAHAN
Bahan utama yang digunakan antara lain tepung tapioka, enzim Termamyl 120 L, enzim AMG 300 L, karbon
aktif t i p e BM 3 dan zeolit asal Bayah (Spesifikasi
enzim, karbon aktif dan zeolit dapat dilihat pada Lampiran 21, 22, 23 dan 24).
Bahan-bahan tersebut dipero-
leh dari (berturut-turut):
Pabrik Tapioka Kedung Ha-
lang, PT. Supra Incomer, PT. Intan Prima Karbon Industri, PT. Prodmin Internusa.
Selain itu digunakan air bebas ion dan bahan kimia
yang diperoleh dari laboratorium.
B. ALAT
Alat-alat utama yang digunakan untuk membuat sirup
dekstrosa yaitu:
otoklaf, stirer batang, termoshaker
dan lain-lain.
Alat-alat untuk analisa: spektrofotometer (Spectronic 21 model DUV), oven vakum, tanur, refraktometer
dan lain-lain.
Selain itu juga digunakan alat-alat gelas sebagai
pembantu.
C. METODE
1. Pembuatan
1981;
Sirup
Dekstrosa
Anonim, 1989;
(Khalid
Anonim, 1990;
dan
Pericles,
Weng, 1992)
Tepung tapioka dilarutkan k e dalam air, yaitu
1980 g pati ke dalam 4020 ml air bebas ion sehingga
diperoleh larutan 33 % .
menjadi 15.0
-
Kemudian pH-nya ditepatkan
6.5 dengan 1 N NaOH dan ditambahkan
Termamyl 120 L sebanyak 0.6 kg/ton tepunq.
50
-
Sebanyak
70 ppm ca2+ dalam bentuk CaC12.2H20 ditambah-
kan. Bubur pati kemudian dipanaskan dalam jacket
tank pada suhu f 90
O
C dan dibiarkan selama 2 jam
dengan pengadukan.
Pati yang telah terlikuifikasi kemudian diturunkan suhunya sampai 25 OC.
menjadi 4.3
-
Setelah itu pH diatur
4.5 dengan 1 N HC1, kemudian ditambah-
k a n A M G 3 0 0 L sebanyak 0.75 liter/ton tepung.
Campuran kemudian dikocok pada suhu 60 OC selama 72
jam.
2. Penentuan Karakteristik Sirup Dekstrosa
Untuk menggambarkan karakteristik sirup dekstrosa yang dihasilkan dalam penelitian ini, dilakukan analisis gula pereduksi, berat bahan kering, dan
perhitungan DE (gula pereduksi dalam berat kering).
DE
=
% gula pereduksi
% berat bahan kering
3. Penelitian Utama (Weng, 1992)
Sirup dekstrosa diberi perlakuan karbon aktif
(k) dan zeolit (z) dalam 2 kelompok perlakuan.
Pada
kelompok pertama, karbon aktif sebanyak 0.7 % dari
berat bahan kering sirup dekstrosa, disubstitusi sec a r a bertahap oleh z e o l i t d e n g a n s e l a n g 0 . 1 g
(Keterangan: 0.4 g karbon aktif dalam tiap satuan
perlakuan, yaitu 150 ml sirup dekstrosa, setara dengan karbon aktif sebanyak 0.7 % dari berat bahan
kering sirup dekstrosa).
lakukan penambahan 0.1 g
aktif.
Pada kelompok k e dua di-
-
2.0 g zeolit pada karbon
Penambahan ini berdasarkan nilai kapasitas
tukar kation zeolit asal Bayah
dan perkiraan jumlah
muatan yang ada di dalam larutan (Lampiran 17 dan
21, Pembahasan halaman 38).
Kondisi perlakuan adalah sebagai berikut: dishaker pada pH 4.5, suhu 80 "C, waktu 3 0 menit dan
kandungan bahan kering sirup 30 - 34 % .
Sirup dekstrosa kemudian disaring melalui kertas saring Whatman-42 dan dilakukan analisis terhadap warna, kekeruhan, kadar abu dan kadar kalsium.
Perlakuan yang diberikan ialah sebagai berikut:
1. Substitusi karbon aktif oleh zeolit (Kelompok X)
Kontrol
=
tanpa bahan penyerap
Xl = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k
+
0.1 g z
X3 = 0.2 g k
+
0.2 g z
X4 = 0.1 g k
+
0.3 g z
X5 = 0.4 g z
3. Penambahan zeolit pada karbon aktif (Kelompok Y)
Kontrol
=
tanpa bahan penyerap
Yl = 0.4 g k
Y2 = 0.4 g k
Y3
=
0.4 g k
+
0.1 g z
+ 0.3 g z
Y4 = 0.4 g k
+
0.5 g
0.4 g k
+
0.7 g z
g k
+
1.0 g
Y7 = 0.4 g k
+
1.5 g z
Y 8 = 0.4 g k
+
2.0 g
Y5
=
YG
= 0.4
z
z
z
I
tepung tapioka
+
air bebas ion
50
-
70
ppm ca2+ --•
4-
larutan
33 %
Termamyl 1 2 0 L
0 . 6 kg/ton tp tapioka
-t
NaOH 1 N
T
9 0 OC
2 jam
G . 0 - 6.5
likuifikasi
pH
pengadukan
I
HC1 1 N
-k
4-
AMG
0.75
L
lt/ton tp tapioka
300
T
GO
72
sakarifikasi
OC
jam
pH 4 . 3 - 4 . 5
penqadukan
I
I
I
v
sirup dekstrosa
v
perlakuan karbon aktif dan zeolit
T
80 OC
30 menit
pH 4.5
bahan kering 3 0 penqadukan
34 %
I
I
T
Penyaringan (Whatman-42)
I
T
analisis
Gambar
5c.
Diagram alir pembuatan sirup dekstrosa dan perlakuan karbon aktif dan zeolit
D.
RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan Percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali ulangan.
Model umum rancangan ini adalah:
Yij
+
oj
+
eij
=
fi
=
nilai pengamatan untuk ulangan
Dimana :
Yij
ke-i
pada
perlakuan ke-j
fi
=
nilai tengah umum
oj
=
perlakuan ke-j
eij
=
pengaruh eror untuk ulangan ke-i pada perlakuan ke-j
E. PROSEDUR ANALISIS
(Modifikasi SII No. 1390-90)
1. Warna
Larutan contoh ditetapkan absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nln dan 720 nm dengan air sebagai blanko.
Warna
dinyatakan dalam satuan RBU.
Perhitungan RBU sebagai berikut:
100 b - 2 c
RBU
=
a d
a = konsentrasi contoh (g/ml)
b = nilai resapan pada 420 nm
c = nilai resapan pada 720 nm
d = panjang sel
2. Kekeruhan (Modifikasi SII No. 1390-90)
Larutan contoh diasamkan sampai nilai pH
Kemudian disimpan selama 10 hari.
1.5.
Absorbansi diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 720 nm dengan air sebagai blanko.
3. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)
Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Sampel se-
banyak 3 - 5 g ditimbang dalam cawan, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai
didapatkan residu berwarna abu-abu dan memiliki berat tetap.
Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap.
tama pada suhu sekitar 400
500
OC.
"C
Per-
dan k e dua pada suhu
Sampel kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
Perhitungan kadar abu sebagai beri-
kut:
Berat abu (g)
P;
abu
X 100 %
=
Berat sampel (g)
4.
Kadar Kalsium (Apriyantono et al., 1989)
llasil pengabuan kering dari sanipel, dipipet
sebanyak 20
ala 250 ml.
-
100 ml, dimasukkan k e dalam gelas pi-
Kemudian ditambah 10 ml larutan amonium
oksalat jenuh dan 2 tetes indikator merah metil.
Larutan dibuat basa dengan menambah amonium dan kemudian dibuat asam dengan menambah beberapa tetes
asam asetat sampai warna larutan merah muda.
Laru-
tan kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didiamkan semalam.
Endapan yang terbentuk (kalsium) di-
saring dengan menggunakan Whatman 42 dan dibilas
dengan akuades sampai bebas oksalat.
Kertas saring
kemudian dilubangi dengan batang gelas dan endapan
yang ada dibilas dengan menggunakan H2S04 (1+4) panas k e dalam gelas piala tempat mengendapkan kalsium, selanjutnya dibilas dengan air panas.
70
-
80
OC
Pada suhu
dititrasi dengan KMn04 0.01 N sampai la-
rutan berwarna merah jambu permanen yang pertama.
Kertas saring kemudian dimasukkan dan titrasi dilanjutkan sampai tercapai warna merah jambu permanen
yang k e dua.
5.
Kadar Gula Pereduksi (Apriyantono et al., 1989)
Metoda yang digunakan dalam penentuan gula pereduksi adalah metode Lane Eynon dengan prosedur sebagai berikut:
1. Standarisasi Larutan Fehling
Larutan Fehling 10 ml, air 20 ml, larutan
dekstrosa 7 ml dimasukkan k e dalam erlenmeyer 125
ml, kemudian dididihkan.
Ke dalam larutan ditam-
bahkan 3 - 4 tetes larutan metilen biru 0.2 % .
Larutan kemudian dititrasi dengan larutan dekstrosa standar sampai titik akhir warna merah bata.
2. Penetapan Sampel
Sampel sebanyak 10 ml, larutan Fehling 10
ml, larutan dekstrosa 5.0 ml dimasukkan k e dalam
erlenmeyer 120 ml.
Kemudian dilakukan prosedur
yang sama dengan standarisasi larutan Fehling.
B e r a t B a h a n K e r i n g (AOAC, 1984)
Pasir kwarsa sebanyak 3 g dimasukkan k e dalam
cawan bertutup dan dipanaskan 105 "C selam dua jam
di dalam oven, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Sebanyak 3 ml gula dimasukkan k e
dalam cawan dan ditimbang.
Cawan dipanaskan dalam
penangas air selama 15 - 20 menit.
Kemudian dima-
sukkan k e dalam oven vakum dan dipanaskan pada suhu
6 0 " C selama-2 jam atau lebih sampai beratnya konstan.
IV. HASIL DAN PEMBAI-IASAN
A.
PEMBUATAN SIRUP DEKSTROSA
Pada penelitian ini, dengan metoda
yang digunakan
diperoleh nilai rata-rata DE likuifikasi dan sakarifikasi masing-masing 10.15 dan 96.98, yaitu seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik sirup dekstrosa hasil penelitian
Likuifikasi
Gula Pereduksi ( % bb)
Berat Bahan Kering ( % )
Dekstrose E q u i v a l e n t ( D E )
Sakarifikasi
3.20
31.56
10.15
Sirup dekstrosa yang akan diisomerisasi menjadi
sirup fruktosa, diharapkan mempunyai tingkat
tentu.
D E ter-
Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980) proses
isomerisasi akan lebih ekonomis bila menggunakan sirup
dengan kandungan dekstrosa tinggi, yang ditunjukkan dengan nilai DE yang tinggi.
Menurut Aschengreen (1977) untuk pembuatan sirup
fruktosa, nilai DE yang diharapkan dapat dicapai setelah proses likuifikasi ialah 12 - 15 dah setelah proses
sakarifikasi ialah 97 - 98, sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986) untuk proses likuifikasi ialah 10
12 dan untuk proses sakarifikasi ialah 95 - 98.
-
Pada penelitian ini, kandungan
ta-rata sirup hasil
gula pereduksi ra-
likuifikasi dan sakarifikasi ma-
sing-masing ialah 3.20 % dan 32.32 % ,
terlihat
pada Tabel 1.
yaitu seperti
Pada sirup hasil likuifikasi,
kandungan gula pereduksi yang rendah menunjukkan bahwa
masih banyak terdapat
sakarida dengan derajat polime-
risasi yang masih tinggi yang belum terhidrolisa.
Proses likuifikasi
dengan menggunakan
pada penelitian ini dilakukan
enzim Termamyl.
Enzim
ini adalah
a-amilase yang diproduksi oleh Bacillus licheniformis
(Lampiran 23).
Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) a-ami-
lase yang dihasilkan oleh B. licheniformis menghidrolisa pati menjadi maltosa, maltotriosa, maltopentosa dan
glukosa. Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980) hasil
hidrolisa pati oleh enzim a-amilase pada DE 15, secara
umum mempunyai komposisi sebagai berikut: glukosa (0.6
%)
, maltosa (4.0
%)
, maltotriosa
(7.0 % )
dan sakarida
dengan derajat polimerisasi yang masih tinggi (88.4 % ) .
Pada proses sakarifikasi, sirup hasil hidrolisa
likuifikasi dihidrolisa lebih lanjut.
Proses sakarifi-
kasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
enzim Amyloglucosidase (AMG) .
Enzim ini adalah gluko-
amilase yang diproduksi oleh Asperqillus Niger (Lampiran 24). Menurut Berghmans dan Aschengreen (1980), hasil
hidrolisa pati pada DE 97 mempunyai komposisi sebagai
berikut: glukosa (913 % ) , maltosa (3 % ) , sakarida dengan
derajat polimerisasi yang masih tinggi (2 % ) .
Sirup dekstrosa hasil likuifikasi dan sakarifikasi
pada penelitian pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian utama.
PENELITIAN UTAMA
1. warna
Ukuran warna dinyatakan dalam Reference Basis
Unit
(RBU).
Pengukuran dilakukan pada panjang ge-
lombang 420 nm dan 720 nm.
Pembacaan pada daerah
biru atau violet (420 nm) ialah untuk mengukur warna
dan kekeruhan, sedangkan pembacaan pada daerah merah
(720 nm) ialah untuk mengukur kekeruhan yang digunak a n sebagai faktor koreksi dalam pengukuran warna
(Plews, 1970; Meade dan Chen, 1977).
Menurut Liggett dan Deitz (1954), senyawa penimbul warna pada sirup hasil hidrolisa pati antara
lain ialah melanoidin, karamel dan poliphenolik, dan
yang paling berperan adalah melanoidin (Birch dan
Parker, 1979).
Melanoidin merupakan produk reaksi
Maillard, dimana gula pereduksi, bereaksi dengan gu-
gus amina primer (Winarno, 1988).
Reaksi Maillard
dipengaruhi oleh jumlah gula dan senyawa amino, suh u , pH, waktu reak'si, jumlah air, katalis Cu, Fe,
ion phospat
dan lain-lain (Kort, 1979).
ngukur penurunan senyawa
amino, reaksi Maillard me-
ningkat secara teratur dengan
tara 0
-
Dengan me-
meningkatnya suhu an-
90 "C (Birch dan Parker, 1979).
Kontrol
yang digunakan dalam pengukuran warna
dan juga pengukuran yang lain dalam penelitian ini,
ialah sirup dekstrosa yang diberi perlakuan tetapi
tanpa menggunakan bahan penyerap,
yaitu pengocokan
selama 3 0 menit pada suhu 80 OC dan penyaringan dengan kertas saring.
Proses penyaringan dapat mem-
bersihkan sebagian kotoran yang terdapat dalam sirup, termasuk pati dan sakarida yang tidak terhidrolisa.
Nilai warna rata-rata kontrol ialah 4.0545
(RBU)
(Lampiran 4).
a. Pengaruh Substitusi Karbon Aktif Oleh Zeolit
Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi karbon aktif
oleh zeolit berpengaruh sangat nyata terhadap
warna sirup dekstrosa yang dihasilkan.
Nilai warna rata-rata dan hasil uji BNJ ialah seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2.
N i l a i w a r n a ' r a t a - r a t a dan u j i B N J p e r l a k u a n subst i t u s i karbon a k t i f
oleh zeolit
Perlakuan
X l = 0.4
X2 = 0 . 3
X3 = 0 . 2
X4 = 0 . 1
X5 = 0 . 4
Kontrol
*
Nilai rata-rata
warna ( R B U )
g k
g k + 0.1 g z
g k + 0.2 g z
g k + 0.3 g z
g z
2.1986
2.4864
2.7308
3.5348
4.0118
4.0545
U j i BNJ**
(pC.01)
A
A
AB
BC
C
c
*
k = karbon a k t i f
z = zeolit
k o n t r o l = t a n p a bahan p e n y e r a p
**
h u r u f y a n g sama rnenunjukkan t i d a k b e r b e d a n y a t a
Nilai warna rata-rata sirup dekstrosa pada
perlakuan penambahan
0.4
g karbon aktif (tanpa
substitusi) berbeda nyata dengan kontrol (tanpa
bahan penyerap).
Hal ini menunjukkan bahwa kar-
bon aktif mampu menyerap senyawa pembentuk warna.
Menurut Kort (1979) karbon aktif mengadsorbsi melanoidin secara irreversibel.
Gugus karbok-
sil yang terbentuk pada permukaan karbon aktif
selama aktivasi karbon, akan berikatan dengan gugus amin membentuk ikatan amida.
Nilai warna rata-rata sirup dekstrosa pada
perlakuan penambahan 0.4 g zeolit (substitusi penuh) tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa
bahan penyerap).
Menurut Ming dan Mumpton (1989) sifat pertukaran kation pada zeolit dipengaruhi oleh
(1)
ukuran dan konfigurasi saluran zeolit (2) ukuran
dan bentuk molekulfion yang diserap (3) muatan
molekulfion (4) densitas muatan pada rangka.
Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung mineral utama klinoptilolit (33.99 44.65 % ) dan mordenit (30.10 - 33.62 % )
(Lampiran
21). Menurut Ming dan Mumpton (1989) dimensi saluran pada klinoptilolit ialah 0.41 X 0.47 (nm)
atau 0.44 X 0.72 (nm) atau 0.40 X 0.55 (nm), sedangkan mordenit ialah 0.67 X 0.70 (nm) atau 0.29
X 0.57 (nm).
Menurut Kort (1979) melanoidin mempunyai berat molekul 28 000 f 1000 dengan bentuk molekul
koil acak.
Dengan berat molekul yang demikian
besar, melanoidin mempunyai diameter molekul yang
jauh lebih besar dari diameter saluran pada klinoptilolit dan mordenit.
Sebagai perbandingan,
ion kalsium yang mempunyai berat molekul 39, diameternya ialah 0.133 nm.
Dengan menggunakan metoda elektroforesis diketahui bahwa melanoidin bermuatan positif (Kort,
1979).
Dengan muatan ini ada kemungkinan bahwa
melanoidin dapat diikat zeolit.
Tetapi karena
molekul melanoidin berukuran besar dan berbentuk
acak maka melanoidin tidak dapat masuk k e dalam
saluran zeolit untuk dipertukarkan.
Substitusi karbon aktif oleh zeolit pada
perlakuan 0.3 g karbon aktif
+
0.1 g zeolit dan
perlakuan 0.2 g karbon aktif
+
0.2 g z e o l i t ,
menghasilkan sirup dekstrosa dengan nilai warna
rata-rata yang
tidak berbeda nyata dengan perla-
kuan tanpa substitusi (0.4 g karbon aktif).
kipun
demikian terlihat bahwa
substitusi
Mesdalam
jumlah tersebut menghasilkan sirup dekstrosa dengan nilai warna rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa substitusi.
RBU
4.6
2
i
,
I
I
Xi
X2
X3
.
X4
X5
I
Kontrol
Jenis Perlakuan
Gambar G. Pengaruh substitusi karbon aktif oleh
zeolit terhadap warna sirup dekstrosa
menunjukkan bahwa penambahan 0.3 g
-
2.0 g zeolit
pada karbon aktif berbeda nyata dengan perlakuan
tanpa penambahan (0.4 g karbon aktif).
Proses perlakuan dengan bahan penyerap pada
penelitian ini, dilakukan pada suhu 80
OC.
Pada
kondisi perlakuan tersebut , selain akan terjadi
penyerapan melanoidin yang sudah ada, yaitu yang
terbentuk pada pembuatan sirup dekstrosa, juga
akan terjadi pembentukan melanoidin baru.
RBU
4.5
1
I I
I
I
I
,
I
0
I
I
I
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Kontrol
J e n i s Perlakuan
Keterangan
Y1 = 0.4 g
Y2 = 0.4 g
Y3 = 0.4 g
Y4 = 0 . 4 g
Y5 = 0 . 4 g
Gambar:
k
k
+
k
+
0.1 g 2
0.3 g z
k + 0.5 g z
k
+
Gambar 7
Y 6 = 0.4 g k + 1 . 0 9 z
Y7 = 0 . 4 g k + 1.5 g z
Y8 = 0 . 4 g k + 2 . 0 g r
Kontrol = tanpa bahan penyerap
0.7 g z
.
Pengaruh penambahan zeolit pada karbon
aktif terhadap warna sirup dekstrosa
Zeolit tidak dapat menyerap melanoidin tetapi dapat menekan pembentukan melanoidin yang baru.
Menurut Kort (1979) ion Fe dan Cu akan meng-
katalisa reaksi Maillard dalam pembentukan melanoidin.
Dengan kemampuan tukar kationnya, zeolit
dapat mengikat ion-ion tersebut sehingga tidak
dapat mengkatalisa reaksi.
Akibatnya pada perla-
kuan penambahan 0.1 g - 2.0 g zeolit pada karbon
aktif, nilai warna rata-rata sirup dekstrosa yang
dihasilkan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan zeolit (0.4 g
karbon aktif) .
2.
Kadar Kalsium
Pada proses likuifikasi yang menggunakan enzim
Termamyl (enzim a-amilase produksi NOVO), ion kalsium sengaja ditambahkan.
Dengan adanya 50 - 70 ppm
ca2+ dalam larutan pati, Termamyl bersifat stabil
(Anonim, 1990).
Pada penelitian ini dilakukan penambahan
GO
ppm
kalsium dalam bentuk CaC12.2H20 k e dalam larutan tepung tapioka.
Sirup dekstrosa yang dihasilkan, me-
ngandung kalsium sebanyak 52.71 mg/100 g atau 527.1
ppm (Lampiran 18).
Kadar kalsium ini dianggap se-
bagai kadar kalsium awal (kontrol).
a. Pengaruh Substitusi Karbon Aktif Oleh zeolit
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium sirup dekstrosa (Lampiran 7).
Kadar kalsium rata-
rata sirup dekstrosa dengan penambahan 0.4 g karbon aktif ialah 32.08 mg/100 g atau menurun sekitar 39 % dari kadar kalsium rata-rata kontrol.
Sedangkan dengan penambahan 0.4 g zeolit, kadar
kalsium rata-rata sirup dekstrosa ialah 52.01
mg/100 g atau hanya menurun sekitar 5 % dari kadar kalsium rata-rata kontrol.
Pada perlakuan substitusi karbon aktif oleh
zeolit, kadar kalsium rata-rata sirup dekstrosa
yang dihasilkan cenderung semakin tinggi dengan
semakin tingginya jumlah zeolit yang mensubstitusi karbon aktif, yaitu seperti terlihat pada Gambar 8.
Hal ini rnenunjukkan bahwa semakin tinggi
jumlah zeolit yang mensubstitusi karbon aktif,
semakin kecil penurunan kadar kalsium dibandingkan dengan kadar kalsium rata-rata kontrol atau
semakin sedikit kandungan kalsium yang terserap,
yaitu seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kadar kalsium rata-rata s i r u p d e k s t r o s a pada
perlakuan substitusi karbon aktif oleh zeolit
Perlakuan
""
Kadar k a l s i u m r a t a - r a t a
s i r u p dekstrosa (mg/100 g)
Kontrol
XI = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k + 0.1 g z
X3 = 0.2 g k + 0.2 g z
52.71
32.08
35.83
36.66
X4 = 0.1 g k
X5 = 0.4 g z
40.73
50.01
**
+
0.3 g z
Penurunan kadar k a l s i u m d i bandingkan dengan k o n t r o l (%)
k = karbon a k t i f
z = zeolit
k o n t r o l = tanpa bahan penyerap
Kadar Ca (mg/100g )
55
30
1
I
I
I
I
I
I
XI
X2
X3
X4
X5
Kcntrcl
Jenls Perlakuan
Keterangan Gambar:
X1 = 0.4 g k
X2 = 0.3 g k + 0.1 g z
X3 = 0.2 g k + 0.2 g z
X4 = 0.1 g k + 0.3 g
X5 = 0.4 g z
Kontrol
z
Gambar 8 . P e n g a r u h s u b s t i t u s i k a r b o n a k t i f
oleh
z e o l i t terhadap kadar kalsium s i r u p
dekstrosa
Daya adsorbsi karbon aktif disebabkan karena
karbon aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah
yang cukup banyak dan adsorbsi terjadi karena
adanya perbedaan energi antara permukaan karbon
dan zat yang diserap, antara lain energi listrik.
Efesiensi adsorbsi oleh karbon antara lain bergantung pada perbedaan muatan listrik antara
arang dan senyawa yang diserap (Smisek dan Cerny,
1979).
Pada penelitian ini sedikitnya ada tiga ha1
yang berpengaruh terhadap kerja zeolit, yaitu
kondisi perlakuan, jenis zeolit yang digunakan
dan kondisi sirup dekstrosa yang kompleks.
Kondisi perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kondisi yang optimum bagi
karbon aktif dan tidak optimum bagi zeolit. Menurut Husain (1974) zeolit kurang efektif untuk
larutan yang bersifat asam.
Jenis zeolit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mineral klinoptilolit (33.99
-
44.65
%)
dan mordenit (30.1
-
33.62
%).
Dari
tabel komposisi kimia dapat dilihat bahwa kandungan CaO yang dimiliki cukup tinggi, yaitu 1.75
-
2.68 % (Lampiran
21).
Selain itu menurut Su-
wardi (1991), pada mordenit kation yang ditukarkan didominasi oleh Ca: 52.8 meq/100 g (49 % ) ,
disusul oleh Na: 24.5 meq/100 g (23 % )
, K:
meq/100 g
Sedang-
(22 % ) dan Mg: 5.92 meq/100g.
24
kan pada klinoptilolit kation yang ditukarkan didominasi oleh Na: 55.1 meq/100 g (43 % ) , disusul
oleh K: 38.4 meq/100 g (30 % ) , Ca: 29.4 meq/100 g
(23 % ) dan Mg: 5.27 meq/100 g (4%).
Dengan menggunakan jenis zeolit tersebut sejumlah kalsium dilepaskan zeolit k e dalam sirup
dekstrosa.
Hal ini disebabkan karena zeolit me-
ngandung CaO dalam jumlah yang cukup tinggi dan
adanya dominasi Ca