Tindakan SegeraJangka Pendek Pre trial Detention Study Full Report Bahasa

5 sekaligus sebagai tempat para mahasiswa hukum untuk mengerti persoalan penahanan dan berlatih memberikan bantuan hukum kepada tahanan. 6  Mendukung dan memfasilitasi hubungan yang positif antara masyarakat sipil, Pemasyarakatan, dan tahanan untuk memajukan pemenuhan hak tahanan. Ini melingkupi: a. Me a faatka sikap ya g relatif aik da e a tu dari petugas pemasyarakatan terhadap tahanan, dibandingkan aparat penegak hukum lain, untuk memudahkan tahanan mendapat informasi mengenai bantuan hukum, serta cara untuk mendapatkan bantuan hukum tersebut. Masyarakat sipil yang menyediakan bantuan hukum dapat terlibat mendukung langkah ini. b. Mendorong pengembangan pemahaman diantara tahanan dan pihak keluarga mengenai hak-hak mereka serta manfaat dari bantuan hukum, apalagi semenjak bantuan hukum menjadi jauh lebih terjangkau dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. 7  Memperkuat basis penelitian hukum legal research di Indonesia yang memiliki posisi strategis dan kemampuan untuk mendorong reformasi di sistem peradilan pidana. Ini mencakup mendukung kapasitas riset kelembagaan dengan memaksimalkan ketersediaan informasi melalui SDP untuk memperkuat basis pemahamanan dan pengetahuan mengenai persoalan sistem permasyarakatan dan peradilan pidana.  Mempresentasikan menyampaikan temuan penting dari studi untuk mengatasi persoalan penahanan pra-persidangan ini ke berbagai pihak. Ini termasuk: a. Para pihak dalam sistem peradilan pidana: Menkumham termasuk Ditjen PAS dan BPHN; Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, ikatan profesi pengacara dapat bekerja bersama untuk mengurangi penahanan pra- persidangan yang dapat dihindari terutama pada kasus-kasus non-kekerasan, tanpa korban victimless, kejahatan ringan yang dapat mengurangi bebandampak buruk pada kondisi overcrowding, anggaran, serta dampak ekonomi keluarga dan masyarakat. b. Pihak donor international dan NGO yang berinvestasi pada reformasi sektor hukum dan keadilan dapat menggunakan temuan-temuan report ini untuk lebih mengarahkan sumber dayanya pada titik-titik yang direkomendasikan untuk mengatasi persoalan penahanan pra-persidangan.

1.2. TIndakan Tingkat Menengah

Studi ini juga menemukan beberapa tindakan tingkat menengah yang dapat membantu mengubah struktur kepentingan dan insentif. Ini dilakukan dengan bekerja bersama dengan potensi-potensi perubahan di dalam institusi penegak hukum, termasuk BPHN dan Ditjen PAS; bekerja untuk mengubah struktur insentif di dalam masing-masing lembaga; serta dengan mengembangkan kapasitas masyarakat sipil dan organisasi bantuan hukum untuk melakukan lobi, serta kampanye bagi perubahan. 6 Akan sangat bermanfaat untuk mempelajari pengalaman CDS bersama 16 universitas dalammengimplementasikan program dukungan terhadap LapasRutan setempat dalam bentuk pelatihan training dan pemantauan yang melibatkan mahasiswa dan dosen. 7 Untuk mempertimbangkan beban pada keluarga tahanan, diperlukan lebih banyak penelitian dan kerjasama yang melibatkan mereka sebagai narasumber informasi mengenai beban dan tantangan dari penahanan pra-persidangan. 6  Mengadaptasi sebuah arsitektur bantuan hukum yang lebih baik dan terintegrasi di sepanjang tahapan peradilan untuk meningkatkan akses tahanan terhadap bantuan hukum. Ini meliputi upaya sebagai berikut: a. Mendorong perampingan sistem dan protokol antara Ditjen PAS dan BPHN yang bertanggung jawab atas pengadministrasian bantuan hukum untuk mempermudah akses tahanan terhadap bantuan hukum. 8 Ini dapat berupa sebuah sistem dimana BPHN berperan sebagai hub penghubung atau administrator antara: 1 tahanan yang membutuhkan bantuan hukum dan 2 organisasi bantuan hukum OBH yang berada di wilayah tersebut. Mengingat BPHN dan Ditjen PAS berada di dalam satu Kementerian, upaya ini relatif mungkin dilakukan. Yang dibutuhkan adalah peraturan menteri untuk mengembangkan kerangka operasional yang dibutuhkan, dan kepemimpinan di tingkat kementerian yang mendorong pelaksaaan sistem ini. b. Mengembangkan layanan telepon call center 24 jam bebas biaya bagi mereka yang membutuhkan bantuan hukum. Layanan ini akan melakukan registrasi terhadap permintaan bantuan hukum termasuk tahanan, menyediakan nasihat hukum dan jika memang dibutuhkan akan menunjuk beberapa OBH untuk mendampingi kasus tersebut. 9 Pada tingkat penyidikan, hal ini akan membutuhkan dukungan dari pihak pimpinan Polri untuk memastikan tahanan memiliki akses ke hotline tersebut dan untuk mengawasi pelaksanaannya.  Penyediaan akses bantuan hukum bagi tahanan perlu dijadikan bagian dari Indikator Kinerja Utama IKU atau key performance indicatorsKPI dari setiap fasilitas penahanan termasuk Kepolisian maupun Pemasyarakatan sebagai insentif bagi penyediaan bantuan hukum.  Berinvestasi dalam pengembangan kapasitas petugas Kepolisian dalam penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal tersebut dapat berbentuk kerjasama dengan pimpinan Polri dan Kompolnas dalam mengubah sistem insentif dan penghargaan reward terkait penanganan tahanan.  Mengubah insentif anggaran melalui pengukuran kinerja Kepolisian dan Kejaksaan berdasarkan kualitas kejahatan dan bukannya angka kuantitas jumlah kejahatan yang ditangani. Hal tersebut akan mencegah meledaknya angka penahanan untuk kasus-kasus yang bersifat ringan dan dapat ditangani tanpa penahanan.  Perlu dilihat kemungkinan untuk melakukan upaya litigasi atau gugatan untuk menguji konstitusionalitas dari penahanan pra-persidangan serta pelanggaran hak konstitusi yang muncul dalam penahanan tersebut. Ada kebutuhan untuk melakukan riset hukum atas kemungkinan dan efektivitas dari ditempuhnya gugatan melalui jalur hukum yang berbeda.  Mendukung keterlibatan lebih jauh firma hukum dan lembaga profesi pengacara untuk dapat memenuhi kewajiban penyediaan layanan bantuan hukum pro bono bagi penghuni.  Mendukung masyarakat sipil dan organisasi bantuan hukum untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan wewenang penahanan dari penegak hukum. 8 Kedua lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun tidak memiliki mekanisme yang berjalan efektif untuk memfasilitasi penyediaan bantuan hukum. 9 Program percontohan bisa dilakukan di Jakarta dan Surabaya.