Pengantar I I HUKUM ACARA PERSELI SI HAN HASI L PEMI LI HAN UMUM

BAB VI I I HUKUM ACARA PERSELI SI HAN HASI L PEMI LI HAN UMUM

A. Pengantar

Ketika membicarakan pemilihan umum Pemilu tak dapat dihindari untuk menguraikan arti penting konsep demokrasi. Keduanya memiliki relasi erat yang tak bisa dipisahkan pengkajiannya. Menggunakan istilah Arbi Sanit, Pemilu merupakan institusi yang mengejawantahkan demokrasi. 578 Bahkan menurut Valentino Larcinese tingkatan partisipasi dalam Pemilu merupakan ukuran terhadap kualitas demokrasi itu sendiri. Selengkapnya Larcinese menyatakan; I n an idealized vision of democracy, public decisions are based on the preferences and the opinions of all the members of a polity. I t is therefore common in the public debate to regard the extent of electoral participation as a measure of the quality of democratic governance. 579 Kata demokrasi secara semantik berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. ’Demos’ berarti rakyat dan ’kratos’ berarti pemerintahan rule atau bisa pula dimaknai dengan kekuasaan strength. 580 Sehingga dalam pemahaman sederhana, demokrasi dapat diberi makna sebagai pemerintahan yang kedaulatannya terletak pada rakyat banyak. Bukan pemerintahan yang terpusat kepada satu orang monarki, bukan pula tersentralisasi kepada sekelompok orang oligarki. Saat ini, paham demokrasi terus berkembang, bahkan demokrasi saat ini dipandang memiliki makna yang sama dengan republik. James MacGregor Burns, misalnya, menyebutkan demokrasi lebih tepat dimaknai sebagai sebuah demokrasi perwakilan representative democracy. Burns selengkapnya menyebutkan sebagai berikut; 578 Arbi Sanit, Sistem Pemilihan Umum dan Perwakilan Politik, dalam Andy Ramses M. Edt, Politik dan Pemerintahan I ndonesia, Jakarta, Masyarakat I lmu Pemerintahan I ndonesia, 2009, hal. 213. 579 Valentino Larcinese, Does Political Knowledge I ncrease Turnout? Evidence from the 1997 British General Election, www.ssrn.com , diunduh pada Senin, 20 April 2010. 580 James MacGregor Burns, et.al, Government by the People, New Jersey: Prentice Hall, I nc., 1989, hal. 3. Burns menyebutkan perbedaan semantik asal kata demokrasi. Banyak ahli tidak berbeda dalam menjelaskan asal kata ’demos’, namun banyak yang berbeda dalam mengutip kata ’kratos’, ada yang menyebutnya berasal dari kata kratis, atau kratia, atau cratein, dan xratos. Pada dasarnya semua kata tersebut bermakna sama. Lihat pula, Sunil Bastian dan Robin Luckham Edt, Can Democracy be Designed?, The Politics of I nstitutional Choice in Conflict-torn Societies, LondonNewyork: Zed Books, 2003, hal.15. 213 Today democracy is more likely to mean a representative democracy –or, in Plato’s term, a republic– in which all the people do not actually make the laws or administer them but choose the ones who do. 581 Sejak pemerintahan berkonsep monarki otoriter telah banyak ditinggalkan negara- negara dunia dan beralih kepada konsep pemerintahan rakyat. Demokrasi kemudian menjadi alternatif bahkan didaulat menjadi asas utama pemerintahan yang bisa dikatakan berlaku universal. Bahkan hampir bisa dipastikan tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Arend Lijphart menyatakan bahwa upaya untuk membentuk sebuah negara demokratis bukanlah pekerjaan mudah. Lijphart menyebutkan bahwa, ” I t is not a system of government that fully embodies all democratic ideals, but one that approximates them to a reasonable degree.” 582 Bagi Lijphart seluruh ide mengenai demokratisasi hanyalah konsep imajinatif yang utopis angan-angan apabila diterapkan secara kaku, namun kehendak terhadap bentuk negara demokratis itu akan dapat diwujudkan apabila diletakan kepada tingkatan paling mungkin a reasonable degree. Sehingga pemerintahan demokrasi yang tepat bukanlah sepenuhnya pemerintahan yang dikelola oleh rakyat kebanyakan. Mewujudkan asas demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan sebuah negara akan tidak mungkin dengan melibatkan seutuhnya seluruh warga negara. Walaupun secara konsep hal itu mungkin sangat ideal. Tetapi sebagaimana dinyatakan Lijpart hal itu adalah tidak mungkin. Sehingga pembatasan peran rakyat dalam derajat tertentu harus dilakukan untuk mewujudkan asas demokrasi itu sendiri. Pembatasan itu melahirkan konsep pengisian pemerintahan yang ditentukan oleh rakyat melalui mekanisme tertentu. Namun sebelum mengurai mengenai mekanisme pemilihan pemerintahan tersebut, terlebih dahulu perlu dikemukakan suatu pertanyaan umum, yaitu kenapa rakyat perlu sebuah pemerintahan? Pertanyaan itu dijawab dengan tepat oleh Harris G Warren, Harry D. Leinenweber, dan Ruth O. M. Andersen. Menurut mereka pembatasan tersebut perlu dilakukan karena didasari kebutuhan rakyat itu sendiri. Menurut Warren bahwa kebutuhan akan pemerintahan itu karena, 581 I bid. James MacGregor. 582 Arend Lijphart, Democracy in Plural Societies, A Comparative Exploration, New Haven and London, USA: Yale University Press, 1977, hal. 4. 214 “ we must have an organization that will do for us those things that each of us cannot do alone or that can be done better by a group.” 583 Sehingga keberadaan sebuah pemerintahan adalah untuk memudahkan “kinerja” rakyat dalam mewujudkan kesejahteraan hidup mereka dalam arti yang menyeluruh. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Plato dalam bukunya yang berjudul “Politik” bahwa, “ every state is a community of some kind, and every community is established with a view to some good, for mankind always act in order to obtain that which they think good.” 584 Seragam dengan Plato, Jean Jacques Rousseau dan Thomas Hobbes menuturkan kebutuhan akan pemerintahan tidak hanya untuk mencegah timbulnya pertikaian golongan, anarki, dan pemenuhan kehendak umum rakyat, tetapi juga perlindungan ekonomi yang timbul akibat persaingan pasar. 585 Bahkan oleh Dennis C. Mueller dalam Constitutional Democracy dijelaskan bahwa kebaikan-kebaikan yang dibutuhkan rakyat yang harus diwujudkan oleh pemerintah diantaranya adalah perlindungan dari kejahatan, mendapatkan pendidikan, terhindar dari kemiskinan, dan kebangkrutan ekonomi bangsa. 586 Untuk memenuhi kebaikan yang diharapkan oleh komunitas rakyat, menurut Plato seringkali negara dan “mesin” politik ingin memenuhi kebaikan dengan hasrat ingin mencapai hingga tingkatan paling terbaik. 587 Negara yang direpresentasikan kepada pemerintah dibentuk dengan harapan mampu menciptakan kondisi terbaik bagi rakyat. Pemerintah yang mengupayakan kebaikan bagi rakyatnya itulah yang menjadi impian rakyat. Sehinggga adagium Abraham Lincol bahwa pemerintahan itu berasal dari rakyat dan untuk rakyat itu benar-benar wujud. Rakyat memang membutuhkan pemerintahan yang memiliki kehendak untuk menyejahterakan rakyatnya. Kebutuhan akan pemerintahan tersebut memerlukan mekanisme pemilihan khusus agar pemerintahan yang terpilih dapat menjalankan harapan dari pemilihnya. Dalam perkembangan teori demokrasi dan mekanisme pemilihan pemerintahan yang mewakili rakyat itu lahirlah konsep pemilihan umum Pemilu. Menurut Colin Turpin dan Adam Tomkins dalam British Government and the Constitution, mengutip pernyataan Joseph Schumpeter, sebuah negara dapat dinyatakan menganut paham demokrasi apabila terdapat tatanan yang membuat rakyat 583 Harris G. Warren et.al., Our Democracy at Work, USA: Prentice Hall I nc, 1963, hal. 3. 584 F. I sjwara, Pengantar I lmu Politik, Bandung: Penerbit Binacipta, 1974, hal. 145. 585 Dennis C. Mueller, Constitutional Democracy, New York: Oxford University Press, 1996, hal. 50. 586 I bid, hal. 4-8. 587 I bid. 215 mampu menentukan menerima atau menolak seseorang untuk memimpin mereka democracy, says Schumpeter, means only that the people have the opportunity of accepting or refusing the men who are to rule them. 588 Pemilihan Umum berasal dari kata general election yang dalam Kamus Hukum Black dimaknai sebagai sebuah pemilihan yang dilaksanakan dalam periode waktu tertentu dan dilakukan untuk mengisi seluruh kursi legislatif dan eksekutif-pen. 589 Kata election sendiri dalam Kamus Black dimaknai sebagai sebuah proses memilih seseorang untuk menjabat sebuah posisi tertentu. 590 Pemilu umumnya digunakan untuk mengisi jabatan di lembaga legislatif, eksekutif, bahkan bisa pula untuk lembaga yudisial, baik di tingkat pusat maupun daerah. 591 Turpin dan Tomkins menjelaskan bahwa terjadi perkembangan pemahaman mengenai Pemilu general election yang pada mulanya merupakan konsep pemilihan anggota parlemen menjadi bermakna lebih luas menjadi pemilihan pemerintahan. Selengkapnya Turpin dan Tomkins menyatakan sebagai berikut; I n a general election the election is of members of Parliament to represent constituencies. I n modern times, however, elections have become less about electing individual members of Parliament and more about electing a government. 592

B. Perselisihan Hasil Pemilu