Laboratorium perpajakan

(1)

PERTEMUAN I

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 By Ely Suhayati SE MSi Ak

PPh Pasal 21 adalah pajak yang terutang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang wajib dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja. Jadi PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

Penghasilan bruto sebulan kemudian dituangkan kedalam formula penghitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

 Penghasilan Bruto Sebulan :

Gaji/uang pensiun/uang THT xxxxx

Tunjangan-tunjangan dalam bentuk uang xxxxx

Honorarium, uang lembur dsb xxxxx

Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja xxxxx

Natura & kenikmatan yang dipotong PPh Psl 2 xxxxx +

Total Penghasilan Bruto Sebulan xxxx

 Pengurang :

 Biaya Jabatan / Biaya Pensiun xxxx

 Iuran Pensiun/THT xxxx+

Jumlah Pengurang (xxxx)

Penghasilan neto sebulan A

 Penghasilan Neto Setahun A x 12 xxxx

 PTKP Setahun (xxxx)

 Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun B

 PPh Pasal 21 Setahun (Tarif Pasal 17 x PKP)

 PPh Pasal 21 Sebulan = PPh Pasal 21 Setahun : 12

 PPh Pasal 21 Seminggu = PPh Pasal 21 Sebulan : 4

 PPh Pasal 21 Sehari = PPh Pasal 21 Sebulan : 26

Contoh Penghitungan Tarif PPh Pasal 17 Wajib Pajak Pribadi

Diketahui Penghasilan Kena Pajak Maftuh Rizqi selama Setahun adalah Rp 65.000000,-Diminta Hitung PPh Terutang Setahun

Jawab :

5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-15% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 2.250.000,-PPh Terutang Setahun

4.750.000,-Latihan di Laboratorium Akuntansi

a. Diketahui Penghasilan Kena Pajak Setahun Maftuh Rizqi adalah Rp. 45.000.000,-DimintaHitung PPh Terutang Setahun

b. Diketahui Penghasilan Kena Pajak Setahun Maitzaa Azzahra Adalah Rp. 255.000.000,-DimintaHitung PPh Terutang Setahun


(2)

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 1.DENGAN GAJI BULANAN

a. Tora Sudiro bekerja pada perusahaan PT. Extravaganza dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2.750.000,00 dan tunjangan transport Rp.625.000.00. Premi asuransi yang dibayar perusahaan Rp.65.250,00. Dan Tora membayar iuran pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 85.750,-. Bonus diperoleh sebesar Rp.9.750.000,00. Tora Sudiro menikah dan mempunyai satu orang anak. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji setahun Rp. 33.000.000,00

Tunjangan Transport Rp. 7.500.000,00

Premi Asuransi dibayar Perusahaan Rp. 783.000,00

Bonus tahunan Rp. 9.750.000,00+

Penghasilan Bruto setahun Rp. 51.033.000,00

Pengurangan : 1. Biaya Jabatan :

5% x Rp. 51.033.000,00 Rp. 2.551.650,00

2. Iuran Pensiun 12xRp.85.750,00 Rp. 1.029.000,00

Rp.

3.580.650,00-Penghasilan neto setahun Rp47.452.350,00

PTKP setahun

- untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00 - tambahan WP kawin Rp. 1.320.000,00 - tambahan anak Rp. 1.320.000.00

Rp.18.480.000,00

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp.28.972.350,00

PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp. 28.972.350,00 = Rp. 1.448.600,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Maftuh bekerja pada perusahaan PT. Maju Terus dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 4.750.000,00 dan tunjangan transport Rp.925.000.00. Premi asuransi yang dibayar perusahaan Rp.75.000,00. Dan Maftuh membayar iuran pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000,-. Bonus diperoleh sebesar Rp.15.750.000,00. Tora Sudiro menikah dan mempunyai Dua orang anak.

Bagaimana Penghitungan PPh Pasal 21 :

b.Tyo Nugros pegawai pada perusahaan PT. Danidewa menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 2.000.000,00. PT. Danidewa mengikuti program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Danidewa menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tyo Nugros membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. Danidewa juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Danidewa membayar iuran pensiun untuk Tyo Nugros ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan


(3)

sebesar Rp. 70.000,00, sedangkan Tyo Nugros membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 2.000.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan kerja Rp. 10.000,00

Premi Jaminan Kematian Rp. 6.000,00+

Penghasilan bruto Rp. 2.016.000,00

Pengurangan : Biaya jabatan

5% x 2.016.000 Rp. 100.800,00

Iuran Pensiun Rp. 50.000,00

Iuran JHT Rp. 40.000,00 Rp.

190.800,00-Penghasilan neto sebulan Rp. 1.825.200,00

Penghasilan neto setahun Rp. 21.902.400,00

12 x Rp. 1.825.200,00 PTKP

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Tambahan WP kawin Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00-Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 4.742.400,00

Pembulatan Rp 4.742.000,00

PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp. 4.742.400,00 = Rp. 237.120,00 PPh Pasal 21 sebulan

Rp. 237.120,00 : 12 = Rp. 19.760,00 Catatan :

a. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

b. Contoh diatas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai belum memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 terhutangnya adalah 120% x 19.760 = Rp. 23.712

c. Apabila yang bersangkutan baru menyerahkan NPWP pada bulan Juni 2009 maka perhitungannya sebagai berikut:

Sebelum mempunyai NPWP periode Jan – Mei 2009 5 x Rp 23.712 = Rp. 118.560

Memiliki NPWP Periode Jan – Mei 2009 5 x Rp. 19.760 = Rp. 98.800

Selisihnya (20% x 5 x Rp. 19.760) Rp. 19.760

d. PPh Pasal 21terhutang untuk bulan Juni 2009 adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terhutang Rp. 19.760

Diperhitungkan dengan selisih (periode Jan – Mei 2009) Rp. 19.760 PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 2009 Nihil

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Dani pegawai pada perusahaan PT. Giat Belajar menikah dengan 3 anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 6.000.000,00. PT. Giat Belajar mengikuti program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Giat Belajar menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Dani membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. Giat Belajar juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Giat Belajar membayar iuran pensiun untuk Dani


(4)

ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 150.000,00, sedangkan Dani membayar iuran pensiun sebesar Rp. 70.000,00.

Pertanyaan:

1. Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 :

2. Bagaimana apabila Dani belum mempunyai NPWP.

3. Pada bulan Juni 2009 Dani baru memperoleh NPWP dan menyerahkan foto Copy NPWP ke bagian administrasi perusahaan.

4. Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 Dani bulan Juni 2009

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang kewajiban pajak subjektif sebagai Subjek Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun takwim tetapi baru bekerja pada pertengahan tahun.

Arva bekerja pada PT. Bahagia Selamanya sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2009. Arva belum menikah. Gaji sebulan adalah sebesar Rp.5.000.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp. 75.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2009 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp.5.000.000,00

Pengurangan Biaya jabatan :

5% x Rp. 4.000.000,00 Rp.200.000,00

Iuran Pensiun Rp. 75.000,00

Rp. 275.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp.4.725.000,00

Penghasilan neto setahun(4 x Rp. 4.725.000,00) Rp. 18.900.000,00 PTKP

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 3.060.000,00

PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp. 3.060.000,000 = Rp. 153.000,00 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 153.000,00 : 4 = Rp.38.450,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

QQ bekerja pada PT. Giat Usaha sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2009. Arva belum menikah. Gaji sebulan adalah sebesar Rp.7.500.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp. 200.000,00.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 dan berapa PPh terhutang setiap bulanannya :

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri setelah permulaan tahun pajak.

William Smith (K/3) mulai bekerja 1 September 2009. Ia bekerja di Indonesia s.d. Agustus 2010. Selama tahun 2009 menerima gaji perbulan Rp. 6.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Gaji 4 bulan Rp. 24.000.000,00

Pengurangan : Biaya Jabatan

5% x Rp. 6.000.000,00

Biaya jabatan untuk 4 bulan Rp. 1.200.000,00


(5)

Penghasilan neto disetahunkan

12/4 x Rp. 22.800.000,00 Rp. 68.400.000,00

PTKP (K/3) setahun

Untuk Wajib Pajak Rp.15.840.000,00

Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000,00

Tambahan 3 orang anak

(3 x Rp.1.320.000,00) Rp. 3.960.000,00

Rp. 21.120.000,00

Penghasilan Kena Pajak = Rp. 47.280.000,00

PPh Pasal 21 setahun =5% x Rp. 47.280.000,00 = Rp. 2.364.000,00 PPh Pasal 21 terutang 4/12 x Rp. 2.364.000,00 = Rp. 788.000,00

PPh Pasal 21 terutang sebulan ¼ x 4/12 x Rp.2.364.000,00 = Rp. 197.000,00 Catatan :

Cara penghitungan PPh pasal 21 terutang untuk bagian tahun pajak bagi pegawai tetap yang kewajiban pajak subyektifnya berakhir pada tahun berjalan (karena meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau meninggal dunia) sama dengan contoh tersebut diatas.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Chan Shiang (K/3) mulai bekerja 1 September 2009. Ia bekerja di Indonesia s.d. Agustus 2010. Selama tahun 2009 menerima gaji perbulan Rp. 12.000.000,00.


(6)

PERTEMUAN 2

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG RAPEL

Faliq (K/0) pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, dari Rp.2.000.000 menjadi Rp. 3.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Faliq menerima rapel sejumlah Rp. 5.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2009). Iuran pensiun Rp.25.000,00 sebulan Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2009 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :

Gaji Rp. 3.000.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan : Rp. 150.000,00

2. Iuran Pensiun Rp. 25.000,00 Rp. 175.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.825.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 2.825.000 Rp. 33.900.000,00 PTKP (K/-)

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 16.740.000,00

PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp. 17.244.000,00 = Rp.837.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 837.000,00 : 12 = Rp. 69.750,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 seharusnya 5 x Rp. 69.750,00 = Rp.348.750,00 PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2009=

Gaji Rp. 2.000.000,00

Pengurangan :

2. Biaya Jabatan : Rp. 100.000,00

2. Iuran Pensiun Rp. 25.000,00 Rp. 125.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 1.875.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 1.875.000,00 Rp. 22.500.000,00 PTKP (K/-)

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 5.340.000,00

PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp. 5.340.000,00 = Rp. 267.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 267.000,00 : 12 = Rp. 22.250,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 yang sudah dipotong 5 x Rp. 22.250,00 = Rp.111.250,00 PPh Pasal 21 utk uang rapel (Rp.348.750,00 – Rp.111.250,00)=Rp.237.500,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Rizki (K/1) pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, dari Rp.4.000.000 menjadi Rp. 5.500.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Faliq menerima rapel sejumlah Rp. 7.500.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2009). Iuran pensiun Rp.55.000,00 sebulan.


(7)

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWATI KAWIN Biantari karyawati dengan status menikah tetapi belum punya anak bekerja pada PT Skats. Biantari menerima gaji Rp. 2.500.000,00 sebulan. PT. Skats mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp. 40.000,00 sebulan. Biantari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 30.000,00 sebulan. Disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70 % dari gaji, sedangkan Biantari membayarkan Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00 %, dari gaji. Berdasarkan surat keterangan Pemda tempat Biantari bertempat tinggal diketahui bahwa suami Biantari tidak mempunyai penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian masing-masing sebesar 1,00 % dan 0,30 % dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 2.500.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp. 25.000,00

Premi Jaminan Kematian Rp. 7.500,00

Penghasilan bruto sebulan Rp. 2.532.500,00

Pengurangan :

1.Biaya Jabatan 5 % x 2.532.500,00 = Rp. 126.625,00

2. Iuran pensiun = Rp. 30.000,00

3.Iuran Jaminan Hari Tua = Rp. 50.000,00 Rp. 206.625,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.325.875,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 2.325.875,00 = Rp.27.910.500,00 PTKP

Untuk WP sendiri = Rp.15.840.000,00

Tambahan karena nikah = Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak adalah Rp. 10.750.500,00

Pembulatan Rp. 10.750.000,00

PPh Pasal 21 setahun= 5 % x Rp. 10.750.000,00 = Rp. 537.500,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Sinta karyawati dengan status menikah tetapi belum punya anak bekerja pada PT Logam. Biantari menerima gaji Rp. 4.550.000,00 sebulan. PT. Logam mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Biantari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 80.000,00 sebulan. Disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70 % dari gaji, sedangkan Sinta membayarkan Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00 %, dari gaji. Berdasarkan surat keterangan Pemda tempat Sinta bertempat tinggal diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian masing-masing sebesar 1,00 % dan 0,30 % dari gaji.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRTIFIKASI, TUNJANGAN HARI RAYA ATAU TAHUN BARU, BONUS, PREMI, DAN PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA YANG SIFATNYA TIDAK TETAP DAN PADA UMUMNYA DIBERIKAN SEKALI SAJA ATAU SEKALI SETAHUN.

Karyawati Laksmya (tidak kawin) bekerja pada PT Barata dengan memperoleh gaji sebesar Rp.2.500.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja, Premi Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00 %, 0,30 %, dan 3,70 % dari gaji.Laksmya membayar iuran pensiun Rp. 30.000,00 dan iuran


(8)

Jaminan Hari Tua sebesar 2,00 % dari gaji setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp. 12.000.000,00. dan parcel ultah 2.000.000

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut : A. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (Penghasilan dan Tidak Teratur)

Gaji Setahun (12 x Rp. 2.000.000,00) Rp. 24.000.000,00

Premi JKK (12 x Rp. 20.000,00) Rp. 240.000,00

Premi JKM (12 x Rp. 6.000,00) Rp. 72.000,00

Bonus Rp. 2.000.000,00

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 26.312.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan Rp. 1.315.600,00

Iuran pensiun setahun 12 x Rp.30.000,00 = Rp. 360.000,00

Iuran JHT 12 x Rp. 40.000,00 = Rp. 480.000,00 Rp. 2.155.600,00

Penghasilan Setahun Rp. 24.156.400,00

PTKP untuk WP Rp. 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 8.316.400,00.

Pembulatan Rp. 8.316.000,00

PPh Pasal 21 setahun = 5 % x Rp. 8.316.000,00 = Rp. 415.800,00 B. PPh Pasal 21 atas Gaji (Penghasilan Teratur)

Gaji Setahun (12 x Rp. 2.000.000,00) Rp. 24.000.000,00

Premi JKK (12 x Rp. 20.000,00) Rp. 240.000,00

Premi JKM (12 x Rp. 6.000,00) Rp. 72.000,00

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 24.312.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan = 5 % x Rp. 24.312.000,00 = Rp.1.215.600,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x Rp.30.000,00 = Rp. 360.000,00

3. Iuran JHT 12 x Rp. 40.000,00 = Rp. 480.000,00

Jumlah Rp. 2.055.600,00

Penghasilan Setahun Rp. 22.256.400,00

PTKP : untuk WP Rp. 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 6.416.400,00 PPh Pasal 21 setahun = 5 % x Rp. 6.416.400,00 = Rp. 320.820,00 C. PPh Pasal 21 atas Bonus (Penghasilan Tidak Teratur)

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah : Rp. 415.800,00 – Rp. 320.820,00 = Rp. 94.980,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Yusi (tidak kawin) bekerja pada PT Batako dengan memperoleh gaji sebesar Rp.4.500.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja, Premi Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00 %, 0,30 %, dan 3,70 % dari gaji.Yusi membayar iuran pensiun Rp. 80.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00 % dari gaji setiap bulan. Karena prestasi kerja pada akhir tahun Yusi mendapat bonus sebesar Rp. 15.000.000,00. dan parcel ulang tahun 2.000.000


(9)

PPh PASAL 21 SELURUH ATAU SEBAGIAN DI TANGGUNG OLEH PEMBERI KERJA

PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan sehingga bukan objek PPh Pasal 21.

Davien adalah seorang pegawai dari PT. Anakku dengan status menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Dia menerima gaji sebesar Rp. 12.000.000,00 sebulan dan PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 5.000.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan Rp. 250.000,00

Iuran Pensiun Rp.150.000,00

Rp. 400.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 4.600.000,00

Penghasilan neto setahun =12xRp. 4.600.000,00 Rp. 55.200.000,00

PTKP (K/3) Rp. 21.120.000,00

PhKP Rp. 34.080.000,00

PPh Pasal 21 setahun =5% x Rp. 34.080.000,00 Rp. 1.704.000,00 PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 1.704.000,00 : 12 Rp. 142.000,00

PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut tidak boleh dikurangkan (sebagai biaya) untuk menghitung PhKP PPh Badan PT. Anakku. Namun demikian, apabila pemberi kerja tersebut adalah Wajib Pajak yang penghasilannya dikenakan PPh final atau Wajib Pajak yang penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) atau bukan Wajib Pajak dan bukan Pemerintah maka atas PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut merupakan objek PPh Pasal 21.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Rizki adalah seorang pegawai dari PT. Amanah dengan status menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Dia menerima gaji sebesar Rp. 15.000.000,00 sebulan dan PPh Pasal 21. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000,00.

a. Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21


(10)

PERTEMUAN 3

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP YANG MENERIMA TUNJANGAN PAJAK

Aditya (TK) bekerja pada PT. Kakaku memperoleh gaji sebesar Rp. 3.000.000,00 sebulan. Aditya memperoleh tunjangan Pajak sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Aditya adalah sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00

Tunjangan Pajak Rp. 25.000,00

Ph bruto sebulan Rp. 3.025.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x Rp. 3.025.000,00= Rp. 151.250,00

Iuran Pensiun = Rp 25.000,00 Rp. 176.250,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.848.750,00

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp. 2.848.750,00 Rp. 34.185.000,00

PtKP (TK) Rp 15.840.000,00

PhKP Rp. 18.345.000,00

PPh Pasal 21 setahun =5%xRp. 18.345.000,00 Rp. 917.250,00 PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 917.250,00 :12 Rp. 76.437,00

Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp. 25.000,00 boleh dikurangkan (sebagai biaya) untuk menghitung PhKP PPh Badan PT. Kakaku. Selisih Pajak terutang dengan tunjangan Pajak sebesar Rp. 51.437,00 dapat ditanggung pegawai yaitu dipotongkan dari penghasilan bulan ybs atau ditanggung oleh pemberi kerja.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Sakti (TK) bekerja pada PT. LCB memperoleh gaji sebesar Rp. 9.5000.000,00 sebulan. Aditya memperoleh tunjangan Pajak sebesar Rp. 125.000,00 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Aditya adalah sebesar Rp. 225.000,00 sebulan.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 :

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYARKAN SECARA BERKALA (BULANAN)

Alvin Kacanegara berstatus kawin dengan 2 orang anak yang masih menjadi tanggungannya, pegawai pada PT. Daily Caffeine pada tanggal 1 Juli 2009 berhenti bekerja karena pensiun. Penghasilan Alvin Kacanegara dari PT. Daily Caffeine berupa gaji setiap bulan adalah Rp. 5.000.000,00. Dia juga membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Nusa yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan Rp. 250.000,00.

Penghitungan kembali penghasilan tahunan dan PPh Pasal 21 yang terutang oleh PT. Daily Caffeine pada saat Alvin Kacanegara berhenti bekerja yang diuangkan dalam bukti pemotongan untuk masa Januari s.d Juni 2009 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp.5.000.000,00

Pengurangan :

Biaya jabatan Rp. 250.000,00

Iuran Pensiun Rp. 250.000,00 Rp. 500.000,00


(11)

Penghasilan netto 6 bulan (6xRp.4500.000,00) Rp. 27.000.000,00

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.200.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5%x Rp.7.200.000,00 = Rp. 360.000,00 PPh pasal 21 terutang sebulan : Rp.360.000,00: 6 = Rp.60.000,00

Memasuki masa pensiun maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 sbb:

Gaji (Januari s.d Juni 2009) Rp. 30.000.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan 5% x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

2. Iuran Pensiun : 6 x Rp. 250.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 3.000.000,00

Penghasilan neto adalah Rp. 27.000.000,00

3. PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.200.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah 5% x Rp. 7.200.000,00 = Rp. 360.000,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong (Januari – Juni 2009) 6x Rp 60.000,00 = Rp. 360.000,00

PPh pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Perhitungan PPh pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan pensiun bulanan

Pada bulan Juli 2009, Alvin Kacanegara mulai menerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan sebesar Rp. 3.000.000,00 dari Dana Pensiun Bakti Nusa.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan tersebut oleh Dana Pensiun Bakti Nusa adalah :

Pensiun sebulan adalah Rp. 3.000.000,00

Pengurangan :

Biaya Pensiun 5% x Rp. 3.000.000,00 Rp. 150.000,00

penghasilan neto sebulan Rp. 2.850.000,00

penghasilan neto Juli s.d Des 2009

6 x Rp. 2.850.000,00 Rp. 17.100.000,00

penghasilan neto dari PT. Slipi Jaya sesuai dengan bukti :

Pemotongan PPh Pasal 21 adalah Rp. 27.000.000,00

Jumlah penghasilan neto tahun 2009 Rp. 44.100.000,00

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 24.300.000,00

PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp. 24.300.000,00 = Rp. 1.215.000,00 PPh Pasal 21 terutang sesuai bukti pemotongan PT. Daily Caffeine Rp. 360.000,00

PPh pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Rp. 855.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran pensiun bulanan kepada Alvin mulai Januari 2010 dilakukan sebagai berikut :

Pensiun sebulan adalah Rp. 3.000.000,00

Pengurangan : Biaya pensiun

5% x Rp. 3.000.000,00 = Rp. 150.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.850.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 2.850.000,00 Rp. 34.200.000,00

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 14.400.000,00


(12)

PPh Pasal 21 sebulan Rp. 720.000,00 : 12 = Rp. 60.000,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Ian Kasela berstatus kawin dengan 2 orang anak yang masih menjadi tanggungannya, pegawai pada PT. Raja pada tanggal 1 Juli 2009 berhenti bekerja karena pensiun. Penghasilan Ian Kasela dari PT. Raja berupa gaji setiap bulan adalah Rp. 8.000.000,00. Dia juga membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Bangsa yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan Rp. 350.000,00.

1. Bagaimana perhitungan PPh Pasal 21yang dibayarkan selama bekerja di PT Raja

2. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan pensiun bulanan

2. BagaimanaPenghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya.

PERHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH

DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL MARKETING / DIRECT SELLING ATAU KEGIATAN SEJENIS LAINNYA

Ny. Ivy adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak kandung. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing PT KLAB BUKU INDONESIA, pada bulan Maret 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp. 26.000.000,00. Suami Ny. Ivy bekerja pada PT. Giat Untung.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Maret 2009 sebagai berikut :

Penghasilan bruto Maret 2009 Rp. 26.000.000,00

PTKP (bulan Maret 2009)

Untuk WP (karena suami bekerja) Rp. 1.320.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 24.680.000,00

PPh Pasal 21 adalah :

5% x Rp. 24.680.000,00 = Rp. 1.234.000,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Ny. Icha adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak kandung. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing PT Mujur Terus, pada bulan Maret 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp. 50.000.000,00. Suami Ny. Icha bekerja pada PT. Giat Usaha.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 bulan Maret 2009 sebagai berikut :

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM YANG

JUMLAHNYA TIDAK DIHITUNG ATAS DASAR BANYAKNYA HARI YANG DIPERLUKA UNTUK MENYELESAIKAN JASA YANG DIBERIKAN, TERMASUK YANG DITERIMA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 5 AYAT (1) HURUF e ANGKA 2 S.D 12 KEPUTUSAN DIRJEN NOMOR KEP-545/PJ./2000, KOMISI AGEN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI, JASA PRODUKSI YANG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YANG BUKAN PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PADA DANA PENSIUN

1.PPh pasal 21 atas honorarium penceramah.

Thomas Natadireja MBA adalah seorang penceramah yang memberikan ceramah pada suatu lokakarya sehari yang diselenggarakan oleh suatu yayasan, honorarium yang dibayarkan adalah sebesar Rp. 2.500.000,00.


(13)

2.PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan dan petugas dinas luar asuransi Widie adalah seorang petugas dinas luar asuransi yang bukan pegawai tetap dari PT Asuransi Raya. Dalam bulan Januari 2009 menerima komisi sebesar Rp. 1.500.00,00 dan bulan Februari 2009 sebesar Rp.2.600.000,00

Januari 2006 : 5% x Rp.1.500.000,00 = Rp. 75.000,00 Februari 2006 : 5% x Rp.2.600.000,00 = Rp. 130.000,00

PPh Pasal 21 terutang Rp. 205.000,00

3.PPh Pasal 21 atas hadiah atau penghargaan sehubungan sehubungan dengan perlombaan

Rilya adalah seorang petenis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen tenis Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp. 30.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Terbuka adalah : 5 % x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

4.PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada agen Wajib Pajak Orang Pribadi

Abiel, pemilik Toko Sumber Rasa, merupakan agen tunggal dari hasil produksi PT Cemerlang. Dalam bulan Januari 2009 menerima komisi sebesar Rp. 40.000.000,00

5 % x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 2.00.000,00

5.PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada mantan pegawai

Ivan bekerja pada PT Gemilang. Pada tanggal 1 Januari 2006 telah berhenti bekerja pada PT Gemilang karena pensiun. Pada bulan Maret 2009 Endiyanto mnerima jasa produksi tahun 2008 dari PT Gemilang sebesar Rp.30.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 :

5 % x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

6.PPh Pasal 21 atas honorarium komisaris yang bukan pegawai tetap.

Syahren bekerja di PT Cemerlang, yang bukan sebagai pegawai tetap. Dalam bulan Desember 2009 menerima honorarium sebesar Rp. 60.000.000,00

5 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 15 % x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp. 4.000.000,00

7.PPh Pasl 21 atas pengambilan dan pensiun oleh peserta pensiun yang dibayarkan oleh penyelenggara program pensiun

Raihan adalah pegawai PT. Cemerlang menerima gaji Rp. 2.000.000,00 sebulan PT Cemerlang membayar iuran dana pensiun untuk Raihan sebesar Rp. 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Bahagia, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Raihan membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama besar Rp. 50.000,00 sebulan. Bulan April 2009 Raihan memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp. 20.000.000,00. Kemudian bulan Juni 2009 untuk biaya sekolah anaknya ia menarik lagi dana sebesar Rp. 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2009 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana sbesar Rp. 25.000.000,00

a. Atas penarikan dana sebesar Rp. 20.000.000,00 5 % x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 b. Atas penarikan dana sebesar Rp. 15.000.000,00

5 % x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 750.000,00 Atas penarikan dana sebesar Rp. 25.000.000,00 5% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 750.000,00 15 % x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00


(14)

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM YANG DITERIMA TENAGA AHLI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS YANG TERDIRI DARI PENGACARA, AKUNTAN, ARSITEK, DOKTER, KONSULTAN, NOTARIS, PENILAI, DAN AKTUARIS.

Ir. Kusumawardana adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima honorarium sebesar Rp. 100.000.000,00 dari PT Cemerlang sebagai imbalan pemberian jasa teknik yang dilkukannya.

Penghitungan Pasal 21 : 5 % x (50 %x Rp. 100.000.000,00) = Rp. 2.500.000,00

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN,

TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN MENERIMA UPAH

BORONGAN

1. Dengan Upah Harian.

Huazanzabila TK/0 pada bulan Maret 2009 bekerja pada perusahaan PT Makzkur menerima upah sebesar Rp. 250.000,00 perhari. Huazanzabila bekerja 12 hari.

Upah sehari Rp. 150.000,00

Upah sehari di atas Rp. 150.000,00 = Rp. 250.000,00 - Rp.150.000,00 =Rp. 100.000,00 PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 100.000,00 = Rp 5.000,00 (harian)

Pada hari kedelapan pada bulan takwin yang bersangkutan, Rasyid telah menerima penghasilan sebesar Rp. 2.000.000,00 sehingga telah melebihi Rp. 1.320.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Rasyid pada bulan Maret 2009 dihitung sebagai berikut :

Upah 8 hari kerja Rp. 2.000.000,00

PTKP : 8 x (Rp.15.840.000,00/360) Rp. 352.000,00

Upah harian terutang pajak Rp. 1.648.000,00

PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 1.648.000,00 = Rp. 82.400,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong 7 x Rp. 5.000,00 = Rp. 35.000,00

PPh Pasal 21 kurang dipotong = Rp. 47.400,00

Jumlah sebesar Rp. 47.400,00 ini dipotong dari upah harian sebesar Rp. 250.000,00 sehingga upah yang diterima Rasyid pada hari kerja ke 8 adalah Rp. 250.000,00 – Rp. 47.400,00 = Rp. 202.600,00

Pada hari kerja ke 9 dan seterusnya dalam bulan takwin yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 perhari yang dipotong adalah :

Upah sehari Rp. 250.000,00

PTKP : Rp. 15.840.000,00 : 360 Rp. 44.000,00 Upah harian terutang pajak adalah Rp. 206.000,00

PPh Ppasal 21 terutang adalah = 5 % x Rp. 206.000,00 = Rp. 10.300,00 2. Upah Satuan

Ikang adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit home theater di BEC, K/0. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp. 125.000,00 per buah home theater dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 15 buah dengan upah Rp. 300.000,00.

Upah sehari adalah Rp. 1.875.000,00 : 6 Rp. 312.500,00

Upah diatas Rp. 150.000,00 sehari Rp. 312.500,00 – Rp. 150.000,00 = Rp. 162.500,00 Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp. 162.500,00 = Rp.975.000,00


(15)

3. Upah Borongan

a. Mario mengerjakan dekorasi interior suite room hotel dengan upah borongan sebesar Rp. 500.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari .

Upah potongan sehari Rp. 500.000,00 : 2 = Rp. 250.000,00

Upah sehari diatas Rp. 150.000,00 Rp. 250.000,00 – Rp. 150.000,00=Rp. 100.000,00 Upah potongan terutang pajak 2 x Rp. 100.000,00 = Rp. 200.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 200.000,00 Rp. 10.000,00

b.PT. SAYANG memberikan pekerjaan secara borongan kepada Aldho dengan upah Rp. 30.000.000,00. untuk mendesain interior kantornya. Aldho membayar upah Rp.155.000,00 tiap orang pekerjanya , dengan status TK/0, tenaga yang dibutuhkan 5 orang pekerja. Pekerjaan selesai dalam waktu 10 hari.

Atas bagian upah yang diterima oleh Aldho wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh PT SAYANG sebesar : 5% (Rp. 30.000.000,00 – Rp. 7.750.000,00) = Rp. 1.112.500,00.

Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Aldho sebagai berikut : atas pembayaran upah harian sampai dengan Rp.1.320.000,00 dalam satu bulan takwim upah sehari Rp. 155.000,00, jumlah ini diatas Rp. 150.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang adalah :

5% x RP (Rp 155.000,00 – Rp. 150.000,00) = Rp. 250,00. Pada hari ke 9, jumlah upah Rp.1.395.000,00

Upah 9 hari kerja Rp. 1.395.000,00

PTKP : 9 x (Rp.15.840.000,00/360) Rp. 396.000,00

Upah harian terutang pajak Rp. 999.000,00

PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 999.000,00 = Rp. 49.950,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong 8 x Rp. 250,00 = Rp. 2.000,00

PPh Pasal 21 kurang dipotong = Rp. 47.950,00

Jumlah sebesar Rp. 47.850,00 ini dipotong dari upah harian sebesar Rp. 155.000,00 sehingga upah yang diterima pada hari kerja ke 9 adalah Rp. 155.000,00 – Rp. 47.850,00 = Rp. 107.050,00

Pada hari kerja ke 10

Upah sehari Rp. 155.000,00

PTKP : Rp. 15.840.000,00 : 360 Rp. 44.000,00 Upah harian terutang pajak adalah Rp. 111.000,00

PPh Ppasal 21 terutang adalah = 5 % x Rp. 111.000,00 = Rp. 5.550,00

Apabila dalam nilai borongan termasuk biaya untuk pembelian bahan baku atau bahan penolong, maka untuk menghitung PPh Pasal 21 terutang terlebih dahulu harus dikurangkan dengan biaya pembelian bahan baku atau bahan penolong tersebut.

Catatan :

Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium atau pembayaran lain yang jumlahnya dihitung atas dasar banyaknya hari yang dipakai untuk menyelesaikan jasa yang diberikan, misalnya uang saku harian bagi pemegang sama dengan contoh penghitungan pada angka 1 diatas.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 26 ATAS PEN GHASILAN PEGAWAI DENGAN STATUS WP LUAR NEGERI YANG MEMPEROLEH GAJI DALAM MATA UANG ASING


(16)

Rumus Penghitungan :

PPh Pasal 26 = 20% (atau tarif tax treaty) x Ph Bruto Contoh :

Richard Mark adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dan berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Dia memperoleh gaji pada bulan Maret 2006 sebesar US$ 2,500.00. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.000,00 untuk US$ 1.00.

Penghitungan PPh Pasal 26 :

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah :

US$ 2,500.00 x Rp. 10.000,00 Rp. 25.000.000,00


(17)

PERTEMUAN 2

By Ely Suhayati SE MSi Ak

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG RAPEL

Faliq (K/0) pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, dari Rp.2.000.000 menjadi Rp. 3.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Faliq menerima rapel sejumlah Rp. 5.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2009). Iuran pensiun Rp.25.000,00 sebulan Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2009 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :

Gaji Rp. 3.000.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan : Rp. 150.000,00

2. Iuran Pensiun Rp. 25.000,00 Rp. 175.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.825.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 2.825.000 Rp. 33.900.000,00 PTKP (K/-)

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 16.740.000,00

PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp. 17.244.000,00 = Rp.837.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 837.000,00 : 12 = Rp. 69.750,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 seharusnya 5 x Rp. 69.750,00 = Rp.348.750,00 PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2009=

Gaji Rp. 2.000.000,00

Pengurangan :

2. Biaya Jabatan : Rp. 100.000,00

2. Iuran Pensiun Rp. 25.000,00 Rp. 125.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 1.875.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 1.875.000,00 Rp. 22.500.000,00 PTKP (K/-)

Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00

Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 5.340.000,00

PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp. 5.340.000,00 = Rp. 267.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 267.000,00 : 12 = Rp. 22.250,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 yang sudah dipotong 5 x Rp. 22.250,00 = Rp.111.250,00 PPh Pasal 21 utk uang rapel (Rp.348.750,00 – Rp.111.250,00)=Rp.237.500,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Rizki (K/1) pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, dari Rp.4.000.000 menjadi Rp. 5.500.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Faliq menerima rapel sejumlah Rp. 7.500.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2009). Iuran pensiun Rp.55.000,00 sebulan.


(18)

Bagaimana Penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut :

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWATI KAWIN Biantari karyawati dengan status menikah tetapi belum punya anak bekerja pada PT Skats. Biantari menerima gaji Rp. 2.500.000,00 sebulan. PT. Skats mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp. 40.000,00 sebulan. Biantari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 30.000,00 sebulan. Disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70 % dari gaji, sedangkan Biantari membayarkan Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00 %, dari gaji. Berdasarkan surat keterangan Pemda tempat Biantari bertempat tinggal diketahui bahwa suami Biantari tidak mempunyai penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian masing-masing sebesar 1,00 % dan 0,30 % dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 2.500.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp. 25.000,00

Premi Jaminan Kematian Rp. 7.500,00

Penghasilan bruto sebulan Rp. 2.532.500,00

Pengurangan :

1.Biaya Jabatan 5 % x 2.532.500,00 = Rp. 126.625,00

2. Iuran pensiun = Rp. 30.000,00

3.Iuran Jaminan Hari Tua = Rp. 50.000,00 Rp. 206.625,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.325.875,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 2.325.875,00 = Rp.27.910.500,00 PTKP

Untuk WP sendiri = Rp.15.840.000,00

Tambahan karena nikah = Rp. 1.320.000,00 Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak adalah Rp. 10.750.500,00

Pembulatan Rp. 10.750.000,00

PPh Pasal 21 setahun= 5 % x Rp. 10.750.000,00 = Rp. 537.500,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Sinta karyawati dengan status menikah tetapi belum punya anak bekerja pada PT Logam. Biantari menerima gaji Rp. 4.550.000,00 sebulan. PT. Logam mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Biantari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 80.000,00 sebulan. Disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70 % dari gaji, sedangkan Sinta membayarkan Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00 %, dari gaji. Berdasarkan surat keterangan Pemda tempat Sinta bertempat tinggal diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian masing-masing sebesar 1,00 % dan 0,30 % dari gaji.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRTIFIKASI, TUNJANGAN HARI RAYA ATAU TAHUN BARU, BONUS, PREMI, DAN PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA YANG SIFATNYA TIDAK TETAP DAN PADA UMUMNYA DIBERIKAN SEKALI SAJA ATAU SEKALI SETAHUN.

Karyawati Laksmya (tidak kawin) bekerja pada PT Barata dengan memperoleh gaji sebesar Rp.2.500.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja, Premi Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing


(19)

sebesar 1,00 %, 0,30 %, dan 3,70 % dari gaji.Laksmya membayar iuran pensiun Rp. 30.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00 % dari gaji setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp. 12.000.000,00. dan parcel ultah 2.000.000

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut : A. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (Penghasilan dan Tidak Teratur)

Gaji Setahun (12 x Rp. 2.000.000,00) Rp. 24.000.000,00

Premi JKK (12 x Rp. 20.000,00) Rp. 240.000,00

Premi JKM (12 x Rp. 6.000,00) Rp. 72.000,00

Bonus Rp. 2.000.000,00

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 26.312.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan Rp. 1.315.600,00

Iuran pensiun setahun 12 x Rp.30.000,00 = Rp. 360.000,00

Iuran JHT 12 x Rp. 40.000,00 = Rp. 480.000,00 Rp. 2.155.600,00

Penghasilan Setahun Rp. 24.156.400,00

PTKP untuk WP Rp. 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 8.316.400,00.

Pembulatan Rp. 8.316.000,00

PPh Pasal 21 setahun = 5 % x Rp. 8.316.000,00 = Rp. 415.800,00 B. PPh Pasal 21 atas Gaji (Penghasilan Teratur)

Gaji Setahun (12 x Rp. 2.000.000,00) Rp. 24.000.000,00

Premi JKK (12 x Rp. 20.000,00) Rp. 240.000,00

Premi JKM (12 x Rp. 6.000,00) Rp. 72.000,00

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 24.312.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan = 5 % x Rp. 24.312.000,00 = Rp.1.215.600,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x Rp.30.000,00 = Rp. 360.000,00

3. Iuran JHT 12 x Rp. 40.000,00 = Rp. 480.000,00

Jumlah Rp. 2.055.600,00

Penghasilan Setahun Rp. 22.256.400,00

PTKP : untuk WP Rp. 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 6.416.400,00 PPh Pasal 21 setahun = 5 % x Rp. 6.416.400,00 = Rp. 320.820,00 C. PPh Pasal 21 atas Bonus (Penghasilan Tidak Teratur)

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah : Rp. 415.800,00 – Rp. 320.820,00 = Rp. 94.980,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Yusi (tidak kawin) bekerja pada PT Batako dengan memperoleh gaji sebesar Rp.4.500.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja, Premi Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00 %, 0,30 %, dan 3,70 % dari gaji.Yusi membayar iuran pensiun Rp. 80.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00 % dari gaji setiap bulan. Karena prestasi kerja pada akhir tahun Yusi mendapat bonus sebesar Rp. 15.000.000,00. dan parcel ulang tahun 2.000.000


(20)

PPh PASAL 21 SELURUH ATAU SEBAGIAN DI TANGGUNG OLEH PEMBERI KERJA

PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan sehingga bukan objek PPh Pasal 21.

Davien adalah seorang pegawai dari PT. Anakku dengan status menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Dia menerima gaji sebesar Rp. 12.000.000,00 sebulan dan PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 5.000.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan Rp. 250.000,00

Iuran Pensiun Rp.150.000,00

Rp. 400.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 4.600.000,00

Penghasilan neto setahun =12xRp. 4.600.000,00 Rp. 55.200.000,00

PTKP (K/3) Rp. 21.120.000,00

PhKP Rp. 34.080.000,00

PPh Pasal 21 setahun =5% x Rp. 34.080.000,00 Rp. 1.704.000,00 PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 1.704.000,00 : 12 Rp. 142.000,00

PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut tidak boleh dikurangkan (sebagai biaya) untuk menghitung PhKP PPh Badan PT. Anakku. Namun demikian, apabila pemberi kerja tersebut adalah Wajib Pajak yang penghasilannya dikenakan PPh final atau Wajib Pajak yang penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) atau bukan Wajib Pajak dan bukan Pemerintah maka atas PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut merupakan objek PPh Pasal 21.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Rizki adalah seorang pegawai dari PT. Amanah dengan status menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Dia menerima gaji sebesar Rp. 15.000.000,00 sebulan dan PPh Pasal 21. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000,00.

a. Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21


(21)

(22)

PERTEMUAN 3

By Ely Suhayati SE MSi Ak

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP YANG MENERIMA TUNJANGAN PAJAK

Aditya (TK) bekerja pada PT. Kakaku memperoleh gaji sebesar Rp. 3.000.000,00 sebulan. Aditya memperoleh tunjangan Pajak sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Aditya adalah sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00

Tunjangan Pajak Rp. 25.000,00

Ph bruto sebulan Rp. 3.025.000,00

Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x Rp. 3.025.000,00= Rp. 151.250,00

Iuran Pensiun = Rp 25.000,00 Rp. 176.250,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.848.750,00

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp. 2.848.750,00 Rp. 34.185.000,00

PtKP (TK) Rp 15.840.000,00

PhKP Rp. 18.345.000,00

PPh Pasal 21 setahun =5%xRp. 18.345.000,00 Rp. 917.250,00 PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 917.250,00 :12 Rp. 76.437,00

Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp. 25.000,00 boleh dikurangkan (sebagai biaya) untuk menghitung PhKP PPh Badan PT. Kakaku. Selisih Pajak terutang dengan tunjangan Pajak sebesar Rp. 51.437,00 dapat ditanggung pegawai yaitu dipotongkan dari penghasilan bulan ybs atau ditanggung oleh pemberi kerja.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Sakti (TK) bekerja pada PT. LCB memperoleh gaji sebesar Rp. 9.5000.000,00 sebulan. Aditya memperoleh tunjangan Pajak sebesar Rp. 125.000,00 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Aditya adalah sebesar Rp. 225.000,00 sebulan.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 :

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYARKAN SECARA BERKALA (BULANAN)

Alvin Kacanegara berstatus kawin dengan 2 orang anak yang masih menjadi tanggungannya, pegawai pada PT. Daily Caffeine pada tanggal 1 Juli 2009 berhenti bekerja karena pensiun. Penghasilan Alvin Kacanegara dari PT. Daily Caffeine berupa gaji setiap bulan adalah Rp. 5.000.000,00. Dia juga membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Nusa yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan Rp. 250.000,00.

Penghitungan kembali penghasilan tahunan dan PPh Pasal 21 yang terutang oleh PT. Daily Caffeine pada saat Alvin Kacanegara berhenti bekerja yang diuangkan dalam bukti pemotongan untuk masa Januari s.d Juni 2009 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp.5.000.000,00


(23)

Biaya jabatan Rp. 250.000,00

Iuran Pensiun Rp. 250.000,00 Rp. 500.000,00

Penghasilan Netto sebulan Rp. 4.500.000,00

Penghasilan netto 6 bulan (6xRp.4500.000,00) Rp. 27.000.000,00

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.200.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5%x Rp.7.200.000,00 = Rp. 360.000,00 PPh pasal 21 terutang sebulan : Rp.360.000,00: 6 = Rp.60.000,00

Memasuki masa pensiun maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 sbb:

Gaji (Januari s.d Juni 2009) Rp. 30.000.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan 5% x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

2. Iuran Pensiun : 6 x Rp. 250.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 3.000.000,00

Penghasilan neto adalah Rp. 27.000.000,00

3. PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.200.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah 5% x Rp. 7.200.000,00 = Rp. 360.000,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong (Januari – Juni 2009) 6x Rp 60.000,00 = Rp. 360.000,00

PPh pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Perhitungan PPh pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan pensiun bulanan

Pada bulan Juli 2009, Alvin Kacanegara mulai menerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan sebesar Rp. 3.000.000,00 dari Dana Pensiun Bakti Nusa.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan tersebut oleh Dana Pensiun Bakti Nusa adalah :

Pensiun sebulan adalah Rp. 3.000.000,00

Pengurangan :

Biaya Pensiun 5% x Rp. 3.000.000,00 Rp. 150.000,00

penghasilan neto sebulan Rp. 2.850.000,00

penghasilan neto Juli s.d Des 2009

6 x Rp. 2.850.000,00 Rp. 17.100.000,00

penghasilan neto dari PT. Slipi Jaya sesuai dengan bukti :

Pemotongan PPh Pasal 21 adalah Rp. 27.000.000,00

Jumlah penghasilan neto tahun 2009 Rp. 44.100.000,00

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 24.300.000,00

PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp. 24.300.000,00 = Rp. 1.215.000,00 PPh Pasal 21 terutang sesuai bukti pemotongan PT. Daily Caffeine Rp. 360.000,00

PPh pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Rp. 855.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran pensiun bulanan kepada Alvin mulai Januari 2010 dilakukan sebagai berikut :

Pensiun sebulan adalah Rp. 3.000.000,00

Pengurangan : Biaya pensiun

5% x Rp. 3.000.000,00 = Rp. 150.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.850.000,00


(24)

PTKP (K/2) Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 14.400.000,00

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp. 14.400.000,00 = Rp. 720.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 720.000,00 : 12 = Rp. 60.000,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Ian Kasela berstatus kawin dengan 2 orang anak yang masih menjadi tanggungannya, pegawai pada PT. Raja pada tanggal 1 Juli 2009 berhenti bekerja karena pensiun. Penghasilan Ian Kasela dari PT. Raja berupa gaji setiap bulan adalah Rp. 8.000.000,00. Dia juga membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Bangsa yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan Rp. 350.000,00.

1. Bagaimana perhitungan PPh Pasal 21yang dibayarkan selama bekerja di PT Raja

2. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan pensiun bulanan

2. BagaimanaPenghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya.

PERHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH

DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL MARKETING / DIRECT SELLING ATAU KEGIATAN SEJENIS LAINNYA

Ny. Ivy adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak kandung. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing PT KLAB BUKU INDONESIA, pada bulan Maret 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp. 26.000.000,00. Suami Ny. Ivy bekerja pada PT. Giat Untung.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Maret 2009 sebagai berikut :

Penghasilan bruto Maret 2009 Rp. 26.000.000,00

PTKP (bulan Maret 2009)

Untuk WP (karena suami bekerja) Rp. 1.320.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp. 24.680.000,00

PPh Pasal 21 adalah :

5% x Rp. 24.680.000,00 = Rp. 1.234.000,00

Latihan di Laboratorium Akuntansi

Ny. Icha adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak kandung. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing PT Mujur Terus, pada bulan Maret 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp. 50.000.000,00. Suami Ny. Icha bekerja pada PT. Giat Usaha.

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 bulan Maret 2009 sebagai berikut :

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM YANG

JUMLAHNYA TIDAK DIHITUNG ATAS DASAR BANYAKNYA HARI YANG DIPERLUKA UNTUK MENYELESAIKAN JASA YANG DIBERIKAN, TERMASUK YANG DITERIMA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 5 AYAT (1) HURUF e ANGKA 2 S.D 12 KEPUTUSAN DIRJEN NOMOR KEP-545/PJ./2000, KOMISI AGEN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI, JASA PRODUKSI YANG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YANG BUKAN PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PADA DANA PENSIUN


(25)

Thomas Natadireja MBA adalah seorang penceramah yang memberikan ceramah pada suatu lokakarya sehari yang diselenggarakan oleh suatu yayasan, honorarium yang dibayarkan adalah sebesar Rp. 2.500.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang : 5 % x Rp. 2.500.00,00 = Rp. 125.000,0

2.PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan dan petugas dinas luar asuransi Widie adalah seorang petugas dinas luar asuransi yang bukan pegawai tetap dari PT Asuransi Raya. Dalam bulan Januari 2009 menerima komisi sebesar Rp. 1.500.00,00 dan bulan Februari 2009 sebesar Rp.2.600.000,00

Januari 2006 : 5% x Rp.1.500.000,00 = Rp. 75.000,00 Februari 2006 : 5% x Rp.2.600.000,00 = Rp. 130.000,00

PPh Pasal 21 terutang Rp. 205.000,00

3.PPh Pasal 21 atas hadiah atau penghargaan sehubungan sehubungan dengan perlombaan

Rilya adalah seorang petenis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen tenis Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp. 30.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Terbuka adalah : 5 % x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

4.PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada agen Wajib Pajak Orang Pribadi

Abiel, pemilik Toko Sumber Rasa, merupakan agen tunggal dari hasil produksi PT Cemerlang. Dalam bulan Januari 2009 menerima komisi sebesar Rp. 40.000.000,00

5 % x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 2.00.000,00

5.PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada mantan pegawai

Ivan bekerja pada PT Gemilang. Pada tanggal 1 Januari 2006 telah berhenti bekerja pada PT Gemilang karena pensiun. Pada bulan Maret 2009 Endiyanto mnerima jasa produksi tahun 2008 dari PT Gemilang sebesar Rp.30.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 :

5 % x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

6.PPh Pasal 21 atas honorarium komisaris yang bukan pegawai tetap.

Syahren bekerja di PT Cemerlang, yang bukan sebagai pegawai tetap. Dalam bulan Desember 2009 menerima honorarium sebesar Rp. 60.000.000,00

5 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 15 % x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp. 4.000.000,00

7.PPh Pasl 21 atas pengambilan dan pensiun oleh peserta pensiun yang dibayarkan oleh penyelenggara program pensiun

Raihan adalah pegawai PT. Cemerlang menerima gaji Rp. 2.000.000,00 sebulan PT Cemerlang membayar iuran dana pensiun untuk Raihan sebesar Rp. 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Bahagia, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Raihan membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama besar Rp. 50.000,00 sebulan. Bulan April 2009 Raihan memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp. 20.000.000,00. Kemudian bulan Juni 2009 untuk biaya sekolah anaknya ia menarik lagi dana sebesar Rp. 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2009 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana sbesar Rp. 25.000.000,00

a. Atas penarikan dana sebesar Rp. 20.000.000,00 5 % x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 b. Atas penarikan dana sebesar Rp. 15.000.000,00


(26)

5 % x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 750.000,00 Atas penarikan dana sebesar Rp. 25.000.000,00 5% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 750.000,00 15 % x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

Penarikan dana = Rp. 2.250.000,00

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM YANG DITERIMA TENAGA AHLI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS YANG TERDIRI DARI PENGACARA, AKUNTAN, ARSITEK, DOKTER, KONSULTAN, NOTARIS, PENILAI, DAN AKTUARIS.

Ir. Kusumawardana adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima honorarium sebesar Rp. 100.000.000,00 dari PT Cemerlang sebagai imbalan pemberian jasa teknik yang dilkukannya.

Penghitungan Pasal 21 : 5 % x (50 %x Rp. 100.000.000,00) = Rp. 2.500.000,00

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN,

TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN MENERIMA UPAH

BORONGAN

1. Dengan Upah Harian.

Huazanzabila TK/0 pada bulan Maret 2009 bekerja pada perusahaan PT Makzkur menerima upah sebesar Rp. 250.000,00 perhari. Huazanzabila bekerja 12 hari.

Upah sehari Rp. 150.000,00

Upah sehari di atas Rp. 150.000,00 = Rp. 250.000,00 - Rp.150.000,00 =Rp. 100.000,00 PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 100.000,00 = Rp 5.000,00 (harian)

Pada hari kedelapan pada bulan takwin yang bersangkutan, Rasyid telah menerima penghasilan sebesar Rp. 2.000.000,00 sehingga telah melebihi Rp. 1.320.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Rasyid pada bulan Maret 2009 dihitung sebagai berikut :

Upah 8 hari kerja Rp. 2.000.000,00

PTKP : 8 x (Rp.15.840.000,00/360) Rp. 352.000,00

Upah harian terutang pajak Rp. 1.648.000,00

PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 1.648.000,00 = Rp. 82.400,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong 7 x Rp. 5.000,00 = Rp. 35.000,00

PPh Pasal 21 kurang dipotong = Rp. 47.400,00

Jumlah sebesar Rp. 47.400,00 ini dipotong dari upah harian sebesar Rp. 250.000,00 sehingga upah yang diterima Rasyid pada hari kerja ke 8 adalah Rp. 250.000,00 – Rp. 47.400,00 = Rp. 202.600,00

Pada hari kerja ke 9 dan seterusnya dalam bulan takwin yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 perhari yang dipotong adalah :

Upah sehari Rp. 250.000,00

PTKP : Rp. 15.840.000,00 : 360 Rp. 44.000,00 Upah harian terutang pajak adalah Rp. 206.000,00

PPh Ppasal 21 terutang adalah = 5 % x Rp. 206.000,00 = Rp. 10.300,00 2. Upah Satuan

Ikang adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit home theater di BEC, K/0. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp. 125.000,00 per buah home theater dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 15 buah dengan upah Rp. 300.000,00.


(27)

Upah diatas Rp. 150.000,00 sehari Rp. 312.500,00 – Rp. 150.000,00 = Rp. 162.500,00 Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp. 162.500,00 = Rp.975.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 975.000,00 = Rp. 48.750,00 (Mingguan)

3. Upah Borongan

a. Mario mengerjakan dekorasi interior suite room hotel dengan upah borongan sebesar Rp. 500.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari .

Upah potongan sehari Rp. 500.000,00 : 2 = Rp. 250.000,00

Upah sehari diatas Rp. 150.000,00 Rp. 250.000,00 – Rp. 150.000,00=Rp. 100.000,00 Upah potongan terutang pajak 2 x Rp. 100.000,00 = Rp. 200.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 200.000,00 Rp. 10.000,00

b.PT. SAYANG memberikan pekerjaan secara borongan kepada Aldho dengan upah Rp. 30.000.000,00. untuk mendesain interior kantornya. Aldho membayar upah Rp.155.000,00 tiap orang pekerjanya , dengan status TK/0, tenaga yang dibutuhkan 5 orang pekerja. Pekerjaan selesai dalam waktu 10 hari.

Atas bagian upah yang diterima oleh Aldho wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh PT SAYANG sebesar : 5% (Rp. 30.000.000,00 – Rp. 7.750.000,00) = Rp. 1.112.500,00.

Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Aldho sebagai berikut : atas pembayaran upah harian sampai dengan Rp.1.320.000,00 dalam satu bulan takwim upah sehari Rp. 155.000,00, jumlah ini diatas Rp. 150.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang adalah :

5% x RP (Rp 155.000,00 – Rp. 150.000,00) = Rp. 250,00. Pada hari ke 9, jumlah upah Rp.1.395.000,00

Upah 9 hari kerja Rp. 1.395.000,00

PTKP : 9 x (Rp.15.840.000,00/360) Rp. 396.000,00

Upah harian terutang pajak Rp. 999.000,00

PPh Pasal 21 = 5 % x Rp. 999.000,00 = Rp. 49.950,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong 8 x Rp. 250,00 = Rp. 2.000,00

PPh Pasal 21 kurang dipotong = Rp. 47.950,00

Jumlah sebesar Rp. 47.850,00 ini dipotong dari upah harian sebesar Rp. 155.000,00 sehingga upah yang diterima pada hari kerja ke 9 adalah Rp. 155.000,00 – Rp. 47.850,00 = Rp. 107.050,00

Pada hari kerja ke 10

Upah sehari Rp. 155.000,00

PTKP : Rp. 15.840.000,00 : 360 Rp. 44.000,00 Upah harian terutang pajak adalah Rp. 111.000,00

PPh Ppasal 21 terutang adalah = 5 % x Rp. 111.000,00 = Rp. 5.550,00

Apabila dalam nilai borongan termasuk biaya untuk pembelian bahan baku atau bahan penolong, maka untuk menghitung PPh Pasal 21 terutang terlebih dahulu harus dikurangkan dengan biaya pembelian bahan baku atau bahan penolong tersebut.

Catatan :

Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium atau pembayaran lain yang jumlahnya dihitung atas dasar banyaknya hari yang dipakai untuk menyelesaikan jasa yang diberikan, misalnya uang saku harian bagi pemegang sama dengan contoh penghitungan pada angka 1 diatas.


(28)

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 26 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DENGAN STATUS WP LUAR NEGERI YANG MEMPEROLEH GAJI DALAM MATA UANG ASING

Kurs konversi yang digunakan adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Rumus Penghitungan :

PPh Pasal 26 = 20% (atau tarif tax treaty) x Ph Bruto Contoh :

Richard Mark adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dan berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Dia memperoleh gaji pada bulan Maret 2006 sebesar US$ 2,500.00. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.000,00 untuk US$ 1.00.

Penghitungan PPh Pasal 26 :

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah :

US$ 2,500.00 x Rp. 10.000,00 Rp. 25.000.000,00


(29)

PERTEMUAN 4

By Ely Suhayati SE MSi Ak

PPH PASAL 22

2.1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PPh pasal 22 adalah salah satu jenis uang muka PPh yang harus dibayar oleh WP Dalam Negeri dan WP BUT selama tahun berjalan melalui sistem pemungutan, apabila mereka melakukan transaksi penjualan barang tertentu kepada atau pembelian barang tertentu dari Badan-Badan tertentu. Ini dinamakan uang muka PPh pasal 22.

Apabila pemungutan tersebut diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka dikenakan 100% (seratus persen) lebih tinggi daripada tarif yang seharusnya.

2.1.1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR

Wajib Pajak Dalam Negeri atau WP BUT melakukan impor barang maka harus membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem Pemungutan oleh Bendaharawan Bea Cukai atau Bank devisa.

Yang ditunjuk secara otomatis sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Impor adalah Bendaharawan Bea Cukai atau Bank devisa. Caranya adalah pada waktu mengimpor barang, seriap orang atau Badan yang mengimpor barang diharuskan melunasi PPh pasal 22 bersamaan dengan pelunasan Bea Masuk, baru urusan pengimporan bisa ditangani oleh Bea Cukai atau Bank devisa.

Besarnya tarif PPh Pasal 22 impor dan DPP-nya sebagai berikut:

 2,5% x Nilai Impor (Angka Pengenal Impor), atau

 7,5% x Nilai Impor (tidak menggunakan/mempunyai API), atau

 7,5% x harga lelang (harga jual lelang) jika barang yang diimpor tidak dikuasai.

Nilai Impor =Cost Insurance and Freight(CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di bidang pabean

Biasanya harga /nilai CIF dihitung dalam mata uang asing (umumnya Dolar AS), dikonversi ke nilai Rupiah. Kurs yang dipakai untuk mengkonversi US$ ke Rupiah mengacu pada kurs konversi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang ditetapkan setiap triwulan.

Pengecualian dari pemungutan PPh pasal 22 atas impor barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu yang dilakukan secara otomatis tanpa perlu SKB Pemungutan PPh pasal 22 {termasuk dibebaskan secara otomatis dari pemungutan PPN Impor, PPn BM Impor, dan Bea Masuk} sebagai berikut:

 Atas barang bawaan penumpang yang tiba dari luar daerah pabean yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 250,00. untuk setiap orang atau FOB US$ 1.000,00 untuk setiap keluarga. Kelebihan dari nilai FOB tersebut dipungut PPh pasal 22 Impor.

Contoh:

Tamara membawa handycam, dibeli dari Singapura melalui bandara Sukarno Hatta seharga FOB US$ 200,00, dan cincin berlian seharga FOB US$ 300,00. Bea Masuknya 0%. Kurs konversi mata uang asing untuk menghitung pajak terutang termasuk PPh pasal 22 yang ditetapkan Menkeu adalah US$ 1 = Rp 10.000,00.

Atas barang yang dibawa Tamara yang dipungut PPh Pasal 22 Impor adalah yang bernilai lebih dari US$250, yaitu cincin sebesar: {(US$ 300,00 - US$ 250,00) x Rp 10.000,00)} x 7,5% = Rp 37.500,00.


(30)

 Atas barang bawaan Awak Sarana Pengangkut yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 50,00 (lima puluh US Dolar) untuk setiap orang. Kelebihan dari nilai FOB termaksud tetap dipungut PPh pasal 22 Impor.

 Atas barang bawaan Pelintas Batas yang diperdagangkan secara lintas batas antara Indonesia dan Papua Nugini, yang jenisnya telah disepakati sebagaimana diatur dalam perjanjian antara kedua negara dan nilainya tidak melebihi FOB US$ 300,00 (tiga ratus US dolar) untuk setiap orang untuk jangka waktu satu bulan.

 Atas barang bawaan Pelintas Batas yang diperdagangkan secara lintas batas antara Indonesia dan Malaysia, yang jenisnya telah disepakati, sebagaimana diatur dalam perjanjian antara kedua negara yang nilainya :

 Tidak melebihi FOB Mal $ 600,00 (enam ratus ringgit Malaysia) untuk setiap orang dalam jangka waktu satu bulan apabila melewati batas daratan;

 Tidak melebihi FOB Mal $ 600,00 (enam ratus ringgit Malaysia) untuk setiap perahu dalam setiap trip apabila melewati batas lautan (Sea Border).

 Atas barang bawaan Pelintas Batas yang diperdagangkan setara lintas batas antara Indonesia dan Philipina, yang jenisnya telah disepakati sebagaimana diatur dalam perjanjian antara kedua negara yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 250,00 (dua ratus lima puluh US dolar) untuk setiap orang untuk jangka waktu satu bulan.

 Atas barang impor yang dikirim melalui Pos yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 50,00 (lima puluh US Dolar) untuk setiap orang per kiriman. Kelebihan nilai FOB tersebut dipungut PPh pasal 22 Impor.

 Atas barang impor yang dikirim melalui Pengusaha Jasa Titipan yang nilainya tidak melebihi nilai FOB US$ 50,00 (lima puluh US Dolar) untuk setiap kiriman. Kelebihan dari nilai FOB termaksud dipungut PPh pasal 22 Impor. (Catatan: dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia, perlu diatur lagi mengenai pembebasan PPh pasal 22 atas barang bawaan Pelintas Batas yang diperdagangkan secara lintas batas antara Indonesia dengan Timor Timur).

CONTOH PERHITUNGAN PPH PASAL 22 IMPOR

1.PT ARVA mempunyai API mengimpor buldozer dengan L/C dengan total nilai impor US$ 5.000,00. Bea Masuknya 0%. Kurs ditetapkan Menkeu adalah US$l = Rp 10.000,00.

PT.ARVA melunasi PPh pasal 22 Impor sebesar (US$ 5.000,00 x Rp 10.000,00) x 2,5% = Rp 1.250.000

PPh pasal 22 disetor ke kas negara melalui Bank Devisa atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk atau bersamaan dengan pengurusan PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Berdasarkan bukti SSP tersebut bank devisa melengkapi dokumen impor lainnya untuk diurus ke Bea Cukai supaya Bea Cukai bisa mengeluarkan buldozer tersebut dari gudang Bea Cukai di pelabuhan.

PPh pasal 22 Impor itu menjadi PPh yang dibayar dimuka oleh PT ARAVA. Pada akhir tahun pajak, pada waktu PT ARVA menghitung PPh Tahunannya, Yaitu PPh Badan, PPh pasal 22 Impor yang tercantum dalam SSP itu menjadi kredit pajak.

2.Zabila mengimpor mesin cetak dari USA seharga US$ 700,00 termasuk Bea Masuk untuk dijual di Indonesia. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada waktu pengimporan tersebut adalah US$ 1 = Rp 10.000,00.

PPh pasal 22 = (US$ 700,00 x Rp Rp 10.000,00) x 7,5% = Rp 525.000,00.

3.PT QQ adalah Importir Lampu hias yang tidak memiliki API. Pada bulan Februari melakukan import barang dari Italia dengan harga faktur US$ 150.000. Biaya Asuransi yang dibayar di Luar Negeri dan Biaya Angkut dari Italia ke daerah Pabean (Indonesia) masing-masing sebesar Rp. 3% dan 4% dari harga Faktur. Tarif Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan masing-masing sebesar 10% dan 20% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh menteri Keuangan pada saat itu adalah US$ 1 adalah Rp. 9.700.


(31)

Diminta Hitung PPh Pasal 22 atas impor lampu hias tersebut Jawab

a. Menentukan Nilai Import

Harga Faktur US$ 150.000 x Rp. 9.700 Rp. 1. 455.000.000

Biaya Asuransi 3% x Rp. 1.455.000.000 Rp. 43.650.000

Biaya Angkut 4% x Rp. 1.455.000.000 Rp. 58.200.000 +

CIF Rp. 1. 556.850.000

Bea Masuk 10% x Rp. 1.556.850.000 Rp. 155.685.000

Bea Masuk Tambahan 20% x Rp. 1.556.850.000 Rp. 311.370.000 +

Nilai Impor Rp. 2. 023.905.000

b. Menghitung PPh Pasal 22 Import

7,5 % x Rp. 2.023.905.000 = Rp. 151.792.875

Latihan di Laboratorium Akuntansi

1.Icha mengimpor kulit buaya dari Australia total nilai import US$ 825,00 termasuk Bea Masuk, untuk dijual di Indonesia. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada waktu pengimporan tersebut adalah US$ 1 = Rp 10.500,00.

Diminta: Hitung PPh Pasal 22 atas Import tersebut

2.PT. QQ memiliki API adalah Importir karpet. Pada bulan Mei melakukan import barang dari Arab dengan harga faktur US$ 275.000. Biaya Asuransi yang dibayar di Luar Negeri dan Biaya Angkut dari Italia ke daerah Pabean (Indonesia) masing-masing sebesar Rp. 2% dan 3% dari harga Faktur. Tarif Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan masing-masing sebesar 20% dan 30% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh menteri Keuangan pada saat itu adalah US$ 1 adalah Rp. 9.950.

Diminta :Hitung PPh Pasal 22 atas impor karpet tersebut

2.1.2 PPH PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BARANG ATAU BAHAN-BAHAN 2.12.1 PPh Pasa1 22 Bendaharawan

Apabila Bendaharawan pemerintah pusat /daerah, Dirjen Anggaran, atau Bendaharawan BUMN/D membayar pembelian barang dengan dana dari APBN/D, maka WP Dalam Negeri wajib membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem pemungutan oleh Bendaharawan tersebut.

Yang ditunjuk secara otomatis sebagai Pemungut PPh pasal 22 Bendaharawan adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, Dirjen Anggaran, atau Bendaharawan BUMN/D asalkan dana untuk pembayaran tersebut berasal dari APBN/D.

Besarnya PPh pasal 22 Bendaharawan adalah 1,5% dari harga beli, tidak termasuk PPN dan PPn BM

CONTOH PERHITUNGAN

l Juli 2009, sesuai dengan Daftar Isian Proyek (DIP), Bendaharawan Departemen P dan K melakukan kontrak dengan CV. Maftuh untuk membeli meja kursi kantor dengan harga sebesar Rp 605.000.000,00 termasuk PPN 10%.

Pembayaran dilakukan pada tgl 10 Oktober 2009

CV.Maftuh diharuskan membayar uang muka PPh Pasal 22 melalui Bendaharawan Pemerintah yang membeli barangnya.

Saat terutangnya PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah pada saat pembayaran oleh Bendaharawan tersebut. Yaitu pada hari Bendaharawan Dept. P dan K membayar harga meja kursi kantor itu sebesar Rp 605.000.000 (termasuk PPN) kepada CV. Maftuh dengan dana dari APBN, Bendaharawan P dan K diharuskan menyetor PPh Pasal 22 ke kas negara atas nama CV.Maftuh dengan uang yang dipotong sebesar:

(Rp 605.000.000,00 : 1,1) X 1,5% = Rp8.250.000,00.

Jadi, CV. Maftuh hanya menerima uang tunai sebesar Rp 541.750.000,00, (Rp. 605.000.000 – PPN Rp. 55.000.000 – PPh 22 Rp. 8.250.000 ) dan dua macam Surat Setoran pajak (SSP), dimana SSP yang satu berisi pembayaran PPh pasal 22 sebesar Rp 8.250.000,00, sedangkan SSP lain berisi


(32)

Pembayaran PPN sebesar Rp 55.000.000,00 sebagai bukti bahwa Bendaharawan tersebut telah melakukan penyetoran PPh pasal 22 dan PPN ke Kas Negara untuk dan atas nama CV Maftuh.

PPh pasal 22 Bendaharawan itu merupakan kredit pajak bagi CV Maftuh yang akan dikreditkannya dengan PPh Terutang pada akhir tahun pajak.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

l Mei 2009, sesuai dengan Daftar Isian Proyek (DIP), Bendaharawan Departemen P dan K melakukan kontrak dengan CV. Maitzaa untuk membeli seragam kantor dengan harga sebesar Rp 700.000.000,00 tidak termasuk PPN 10%.

Pembayaran dilakukan pada tgl 10 Juli 2009

Diminta :Hitung PPh pasal 22 Bendaharawan tersebut 2.1.2.2 PPh pasal 22 BUMN Tertentu

Apabila WP Dalam Negeri atau WP BUT melakukan penjualan barang kepada BUMN tertentu yaitu BI (Bank Indonesia), BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), BULOG (Badan Urusan Logistik), PT Telkom (Telekomunikasi Indonesia), PT PLN (Perusahaan Listrik Negara), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN, lalu Bendaharawan dan badan BUMN-BUMN tersebut membayarnya dengan dana baik berasal dari APBN maupun non APBN, maka WP Dalam Negeri tersebut diwajibkan membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem pemungutan oleh Bendaharawan dari badan BUMN-BUMN tertentu tersebut.

Besarnya PPh pasal 22 Badan BUMN Tertentu adalah 1,5% dari harga beli, tidak termasuk PPN & PPn BM.

Latihan Soal

PT. Pos Indonesia di Bandung merupakan salah satu BUMN di bidang jasa pengiriman surat. Di Bulan September 2009 membeli kursi dan meja, untuk mengganti yang rusak seharga Rp. 325.000.000 yang di danai dari APBN. Jumlah pembayaran tersebut sudah termasuk PPN 10%

Diminta : Hitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Pos Indonesia tersebut Jawab

1. Menghitung dasar pengenaan pajak (tidak termasuk PPN) Rp. 325.000.000 : 1.1 = Rp. 295.454.545.

2. Menghitung PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT Pos Indonesia 1,5% x Rp. 295.454.545. = Rp. 4.438.818.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

1. PT. Telkom di Bandung merupakan salah satu BUMN di bidang jasa komunikasi. Di Bulan September 2009 membeli kursi dan meja, untuk mengganti yang rusak seharga Rp. 500.000.000 yang di danai dari APBN seharga Rp. 4.000.000 sudah temasuki PPN 10%

Diminta : Hitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Telkom tersebut

2. PT. QQ menjual barang kena pajak kepada PT. Pos Indonesia yang terletak di Bandung, harga barang tersebut adalah Rp. 500.000.000 termasuk di dalamnya PPN sebesar 10% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20%

Diminta : Hitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Pos Indonesia yang terletak di bandung tersebut.

2.1.2.3 PPh Pasal 22 lndustri dan Eksportir Tertentu.

Apabila WP Dalam Negeri atau WP BUT (pedagang pengumpul), melakukan penjualan bahan-bahan kepada industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan, yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak sebagai Pemungut PPh pasal 22, maka WP Dalam Negeri atau WP BUT tersebut diwajibkan membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem pemungutan oleh lndustri dan Eksportir tertentu tsb.


(33)

Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan baru boleh memungut PPh pasal 22, kalau sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 oleh DirJen Pajak melalui suatu Surat Keputusan.

Besarnya PPh pasal 22 lndustri dan Eksportir Tententu

Berlaku dari tanggal 18 Juli 2001 sampai 31 Desember 2002 : 1,5% dari harga beli tidak termasuk PPN dan PPnBM

Berlaku sejak tanggal 2 Januari 2003 (Kep-25/PJ/2003 tanggal 31 Januari 2003: 0,5% (setengah persen) dari harga beli, tidak termasuk PPN dan PPn BM

2.1.3 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PERTAMINA

WP Dalam Negeri dan WP BUT yang bukan Penyalur Agen PERTAMINA/P3 Premix melakukan transaksi dengan PERTAMINA dan Perusahaan-Perusahaan Penyedia Premix (P3 Premix) untuk membeli produk berupa gas/LPG, minyak tanah, pelumas, premium, solar, dan premix hasil produksi PERTAMINA, maka WP Dalam Negeri dan WP BUT tersebut wajib membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem pemungutan oleh PERTAMINA atau P3 Premix tersebut.

Jika WP Dalam Negeri atau WP BUT itu adalah Agen/Penyalur PERTAMINA, pembayaran PPh pasal 22 itu bukan merupakan pembayaran uang muka PPh pasal 22, melainkan pembayaran PPh Final. Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas.

SPBU swastanisasi SPBU Pertamina

Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan

Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan

Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan

Minyak Tanah - 0,3% dari penjualan

Gas LPG - 0,3% dari penjualan

Pelumas - 0,3% dari penjualan

Pengertian harga jual tidak termasuk PPN.

Yang ditunjuk secara otomatis sebagai Pemungut PPh pasal 22 tersebut adalah PERTAMINA. Sedangkan P3 Premix baru menjadi Pemungut PPh pasal 22 jika ditunjuk oleh Kepala KPP dengan suatu Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemungut PPh pasal 22.

CONTOH PERHITUNGAN

1. CV. ZABILLA bukan penyalur resmi PERTAMINA, pada tanggal 14 April 2009 membeli solar sebanyak 10.000 liter dari PERTAMINA seharga Rp 4.000,00 per liter termasuk PPN.

CV ZABILLA diharuskan membayar uang muka PPh pasal 22 PERTAMINA melalui sistem setor sendiri sebesar: {(10.000 liter x Rp 4.000,00) : 1,1} x 0,3% = Rp 109.091,00.

PPh pasal 22 PERTAMINA tersebut terutang pada saat penerbitan SPPB.

CV ZABILLA menyetor dulu PPh pasal 22 ke kas negara dengan menggunakan SSP dan menyerahkan lembar ke-3 SSP ke PERTAMINA. Setelah itu baru DO (SPPB) bisa ditebus. PERTAMINA harus melaporkan pemungutan PPh pasal 22 PERTAMINA tersebut selambat-lambatnya tanggal 20 setelah bulan terutangnya PPh pasal 22 PERTAMINA dalam kasus ini adalah tanggal 20 Mei 2009.

PPh pasal 22 sebesar Rp 109.091,00 itu bersifat tidak final. Pada akhir tahun, pajak PPh tersebut bisa dikreditkan dengan PPh Terutang Tahunan (PPh Badan) oleh CV ZABIILA.

2. PT ARVA mempunyai SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) swasta adalah Agen /Penyalur/ Dealer PERTAMINA untuk produk premium dan pertamax. Pada tanggal 10 Juni 2009 membeli 150.000 liter premium seharga Rp 4.500,00 per liter termasuk PPN.

PT ARVA harus membayar PPh pasal 22 PERTAMINA untuk premium sebesar : {(150.000 liter x Rp 4.500,00) : 1,1} x 0,3% = Rp 1.840.909,00.


(34)

PT ARVA adalah agen/penyalur/dealer PERTAMINA PPh pasal 22 sebesar Rp 1.840.909 tersebut bersifat final dan ridak bisa dikreditkan dengan PPh Terurang Tahunan oleh PT ARVA.

Perlu diperhatikan bahwa Pertamina ditunjuk secara otomatis sebagai Pemungut PPh pasal 22 dalam dua kasus, yaitu PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya dan PPh Pasal 22 atas pembelian barang dari pihak ketiga. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dinamakan PPh Pasal 22 Pertamina, sedangkan PPh pasal 22 atas pembelian barang oleh Pertamina dari pihak ketiga dinamakan PPh Pasal 22 Badan BUMN Tertentu.

Latihan di Laboratorium Akuntansi

1.CV. ICHA bukan penyalur resmi PERTAMINA, pada tanggal 9 Mei 2009 membeli solar sebanyak 25.000 liter dari PERTAMINA seharga Rp 4.000,00 per liter termasuk PPN.

Diminta : Hitung PPh pasal 22 Pertamina CV ICHA tersebut

2.PT ARVA mempunyai SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) swasta adalah Agen /Penyalur/ Dealer PERTAMINA untuk produk premium dan pertamax. Pada tanggal 10 Juli 2009 membeli 175.000 liter premium seharga Rp 4.500,00 per liter termasuk PPN.


(1)

Dealer Doni menyuruh Karoseri Maitzaa mengubah sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor angkutan orang dengan ongkos Rp. 10.000.000 dan PPN dipungut karoseri Maitzaa sebesar

Rp.

1.000.000,-Dealer Doni kemudian menjual kendaraan hasil rakitan tersebut kepada pembeli dengan harga Rp. 230.000.000,- (termasuk PPN dan PPnBM)

PPnBM terutang dan dipungut oleh Dealer Doni dengan Tarif 20%

Diminta Hitung PPN dan PPnBM dari transaksi tersebut diatas apakah PPN lebih bayar ataukah kurang bayar


(2)

(3)

PERTEMUAN 13 By Ely Suhayati SE MSi Ak PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 6.1 PENGERTIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan.

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa, tambak perairan) serta laut yang ada diwilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi tehnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk didalamnya adalah :

1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek: Hotel, Pabrik dan emplasemennya. 2. Jalan Tol

3. Kolam Renang 4. Pagar Mewah 5. Tempat Olah Raga 6. Galangan Kapal 7. Taman Mewah

8. Tempat Penampungan /Kilang Minyak, Air dan Gas Bumi dsb 9. Fasilitas lain yang memberi manfaat

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah nilai/harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, apabila tidak terjadi transaksi jual beli maka NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

- Perbandingan harga dengan objek yang sejenis adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan membandingkan terhadap objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui nilai jualnya.

- Nilai Perolehan Baru adalah suatu metode pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.

- Nilai Jual Pengganti adalah suatu metode pendekatan/metode penentuan nilai jual objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan yang berlaku.

Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan DPJ untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. SPPT diterbitkan berdasarkan pada SPOP yang telah diisi oleh wajib pajak.


(4)

1. Bahan yang digunakan 2. Rekayasa

3. Letak

4. Kondisi lingkungan, dll

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena pajak (NJOPTKP) ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri keuangan No. 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 sebesarRp. 12.000.000,- (Dua Belas Juta Rupiah) untuk setiap Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional. Apabila Wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka NJOPTKP hanya diberikan satu kali terhadap Objek Pajak yang paling besar Pajak Terhutangnya.

SUBJEK PAJAK

a.Yang menjadi Subjek Pajak PBB adalah Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti kepemilikan.

b.Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.

c.Apabila terhadap suatu Objek Pajak belum jelas diketahui Wajib pajaknya, maka Direktorat Jendral Pajak akan menetapkan Subjek Pajak sebagaimana dimaksud diatas sebagai Wajib pajak.

TARIF PAJAK

Tarif pajak yang dikenakan terhadap objek adalah sebesar 0.5% Klasifikasi NJOP Bumi terdiri dari 2 (Dua) kelompok yaitu

1. Kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp. 3.100.000 per m2 dan klas terendah Rp. 140,- per m2 2. Kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp. 68.545.000,- per m2 dan klas terendah Rp.

3.375.000,- per m2.

Klasifikasi NJOP Bangunan terdiri dari 2 (Dua) kelompok yaitu

1. Kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp. 1.200.000,- per m2 dan klas terendah sebesar Rp. 50.000,- per m2

2. Kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp. 15. 250.000 per m2 dan klas terendah sebesar Rp. 1.516.000 per m2

DASAR PERHITUNGAN PBB

Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Berdasarkan UU PBB, NJKP ditentukan serendah rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak.

Besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai jual kena pajak Untuk saat ini diberlakukan 2 NJKP yaitu:

a. 40% untuk:

- Objek pajak perumahan yang wajib pajaknya adalah orang pribadi dengan NJOP atas bumi dan bangunanya sama dengan atau lebih besar Rp. 1 Milyar. Ketetntuan ini tidak berlaku terhadap Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh pegawai negri sipil, anggota TNI/Polri dan para pensiunan termasuk juga duda/janda yang semata-mata penghasilannya hanya berasal dari gaji atau uang pensiunnya saja.

- Objek pajak Perkebunan yang luas lahannya lebih besar atau sama dengan 25 Ha, yang dimiliki dikuasai dan dikelola oleh BUMN, Badan Usaha Swasta maupun berdasarkan kerja sama operasional pemerintah dengan swasta.

- Objek Pajak Kehutanan, tetapi tidak termasuk area blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemegang Hak Pengusaha Hutan (HPH).


(5)

b. 20% untuk: Objek Pajak lainnya yang tidak termasuk ketentuan di atas Cara Penghitungan pajak:

Untuk menghitung PBB terhutang ada 4 unsur yang terlebih dahulu diketahui yaitu: NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

NJOPTKP : Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak NJKP : Nilai Jual Kena Pajak

Tarif Pajak : 0.5 % X NJKP

PBB = Tarif Pajak x NJKP x (NJOP – NJOPTKP) = 0.5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP) atau = 0.5% x 40% x (NJOP – NJOPTKP)

Latihan di Laboratorium Akuntansi

1. QQ memiliki Tanah dan Bangunan dengan rincian sebagai berikut :

Luas tanah 600m2, nilai tanah Rp. 90.000.000,-, Luas Bangunan 200 m2, nilai bangunan Rp.

37.500.000,-Hitung besarnya PBB atas Tanah dan Bangunan QQ tersebut apabila NJOPTKP sebesar Rp.

10.000.000,-Jawab

Nilai tanah per m2 = Rp. 90.000.000 = Rp. 150.000 ---Konversi dari data regional berdasarkan tempat 600

domisili diperoleh klas A. 26 = NJOP Rp. 200.000 per m2

Nilai Bangunan per m2 = Rp. 37.500.000 = Rp. 185.500,-Konversi klas A.10 NJOP = Rp. 150.000 per m2

200 Perhitungan

NJOP Tanah 600 x Rp. 200.000 = Rp. 120.000.000,-NJOP Bangunan 200 x Rp. 150.000 = 30.000.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp.

150.000.000,-NJOPTKP

10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB Rp.140.000.000,-PBB QQ 0,5% x 20% x Rp. 140.000.000 = Rp.


(6)

140.000,-Nilai Bangunan / m2 = Rp. 600.000.000 = Rp.2.000.000Konversi klas B.21 NJOP = Rp. 2.125.000 / m2 300

Perhitungan

NJOP Tanah 500 x Rp. 3.250.000 = Rp. 1.625.000.000,-NJOP Bangunan 300 x Rp. 2.125.000 = 637.500.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp.

2.262.500.000,-NJOPTKP

10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB Rp. 2.252.500.000 PBB QQ 0,5% x 40% x Rp. 2.252.500.000 = Rp. 4.505.000,-Soal Latihan

1. Tn Rizky memiliki Tanah dan Bangunan dengan rincian sebagai berikut :

Luas tanah 400m2, nilai tanah Rp. 120.000.000,- setelah dikonversi harga per m2 adalah 310.000, Luas Bangunan 200 m2, nilai bangunan Rp. 40.000.000,- setelah dikonversi harga per m2 adalah 190.000 Hitung besarnya PBB atas Tanah dan Bangunan QQ tersebut apabila NJOPTKP sebesar Rp.

10.000.000,-2. Ny. Maitzaa seorang pedagang memiliki properti harta tetap dengan rincian sebagai berikut :

Luas tanah 400m2, nilai tanah Rp. 1.800.000.000,- setelah dikonversi harga per m2 adalah 4.250.000, Luas Bangunan 200 m2, nilai bangunan Rp. 600.000.000,- setelah dikonversi harga per m2 adalah 3.150.000

Hitung besarnya PBB atas Tanah dan Bangunan QQ tersebut apabila NJOPTKP sebesar Rp.