Dokumen - IKK135112 - STMIK EL RAHMA PERPAJAKAN handout
BAB I
DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Definisi PajakPajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,SH., kedudukan hukum pajak diantara hukum-hukum adalah sbb:
1. Hukum Perdata
mengatur hubungan anatara satu individu dengan individu lain 2. Hukum Publik
mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, meliputi: - Hukum Tata Negara
- Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif) - Hukum Pajak
- Hukum Pidana
v Kedudukan hukum pajak mrpk bagian dr Hukum Publik
Dlm bidang hukum berlaku yg disebut ; “Lex Specialis Derogat Lex Generalis”
(arti : peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peratutan umum atau jika sesuatu ketantuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum).
Dalam hal ini : Peraturan khusus adalah hukum pajak
Peraturan umum adalah hukum publik / hukum lain yg sudah ada sebelumnya
Hukum pajak menganut : “Paham Imperatif” yaitu : pelaksanaannya tidak dapat ditunda
Ex : pengajuan keneratan, sebelum ada keputusan dari Dirjen Pajak bhw keberata tsb diterima, maka WP yg mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dgn yg telah ditetapkan.
Hukum pidana menganut : paham Oportunitas
yaitu : pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain)
(2)
Hukum pajak mengatur hubungan antara Pemerintah (Fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sbg WP.
Ada 2 macam Hukum Pajak : 1. Hukum pajak materiil
Memuat norma-norma yg menerangkan antara lain : - keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yg dikenai pajak (obyek pajak)
- siapa yg dikenakan pajak (subjek) - berapa besar pajak yg dikenakan (tarif)
- segala sesuatau tentang timbul & hapusnya utang pajak - hubungan hukum antara pemerintah & WP
Ex : UU PPh 2. Hukum pajak formil
Memuat bentuk / tata cara utk mewujudkan hukum Materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil), a.l :
- Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
- Hak-hak fiskus utk mengadakan pengawasan terhadap para WP mengenai keadaan, perbuatan & peristiwa yg menimbulkan utang pajak
- Kewajiban WP, spt menyelenggarakan pembukuan / pencatatan, & hak-hak WP seperti megajukan keberatan & banding
Ex : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Fungsi Pajak Ada 2 fungsi Pajak: 1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum 2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalan bidang sosial dan ekonomi
Syarat pemungutan Pajak
1. Pemungutan Pajak harus adil (syarat keadilan)
2. Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang- Undang (Syarat Yuridis) 3. Pemungutan Pajak tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat ekonomis) 4. Pemungutan Pajak harus Efisien (Syarat Finansiil)
(3)
Pengelompokan Pajak 1. Menurut golongannya
a) Pajak langsung yaitu Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b) Pajak tidak langsung yaitu Pajak pada akhirnya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut Sifatnya
a) Pajak Subyektif yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam artian memperhatikan keadaan diri Wajib pajak
b) Pajak Objektif yaitu Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib pajak
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a) Pajak Pusat yaitu Pajak yang di pungut oleh pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
b) Pajak Daerah yaitu Pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
Azas Pemungutan Pajak 1. Azas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan Pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Azas Sumber
Negara berhak mengenakan Pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib pajak.
3. Azas Kebangsaan
Pengenaan Pajak dihubungkan sengan kebangsaan suatu negara. Pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia.
Sistem Pemungutan pajak 1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya Pajak yang terutang oleh Wajib pajak.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak itu sendiri untuk menentukan besarnya Pajak yang terutang oleh Wajib pajak.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib Pihak ketiga (bukan Fiskus & bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya Pajak yang terutang oleh Wajib pajak.
(4)
Hambatan Pemungutan pajak
Hambatan dalam pemungutan Pajak dapat dikelompokkan menjadi: 1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif ) membayar Pajak , yang dapat disebabkan oleh : Pekembangan Pemikiran & Moral masyarakat, Sistem Perpajakan yang mungkin sulit untuk dipahami dan Sistem Pengawasan yang tidak dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan untuk menghindari pajak.
Bentuknya : tax Avoidance, Usaha untuk meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang- Undang dan Tax Evasion yaitu Usaha untuk meringankan beban pajak dengan melanggar Undang- Undang (Menggelapkan pajak)
Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak
1. Tarif pajak sebanding /Proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya Pajak yang terhutang proporsional terhadap besarnya nilai ynag dikenai Pajak.
2. Tarif pajak tetap
Berupa tarif tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak.
Contohnya bea materai untuk cek & bilyet giro dengan nominal berapun Rp. 3000. 3. Tarif Pajak Progresif
Prosentase tarif yang semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. PPh dengan tarif diatur dalam Pasal 17 UU perpajakan tahun 2000.
4. Tarif Pajak Degresif
Prosentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Timbul & Hapusnya Utang Pajak
2 ajaran yg mengatur timbulnya hutang pajak : 1) Ajaran Formil
utang pajak timbul krn dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh Fiskus (diterapkan pd official assessment system
2) Ajaran materiil
utang pajak timbul krn berlakunya UU, seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan / perbuatan diterapkan pada Self Assessment System)
Hapusnya utang pajak disebabkan :
1) Pembayaran 3) Daluwarsa
(5)
Pajak Negara
Pajak Negara yang masih berlaku : 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. PPN & PPnBM
3. Bea Meterai 4. PBB
5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan : UU no.18 Th.1997 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dgn UU no.34 Th.2000
Istilah yg terkait dengan Pajak Daerah, a.l : - Daerah Otonom
Selanjutnya disebut daerah
Adalah : kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai batas daerah ttt berwenang mengatur & mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dlm ikatan Negara Kesatuan RI
- Pajak Daerah
Selanjutnya disebut Pajak
Adalah : iuran wajib yg dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yg seimbang, yg dpt dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku, yg digunakan utk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah
- Badan
Adalah : sekumpulan orang dan/atau modal yg mrpkn kesatuan baik yg melakukan usaha maupun yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, Perseroan, Perseroan Komanditar/CV, perseroan lainnya, BUMN / BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau organisasi yg sejenis, Lembaga, BUT, & bentuk badan lainnya
- Subjek Pajak
Adalah : orang pribadi / badan yg dapat dikenakan Pajak Daerah - Wajib Pajak
Adalah : orang pribadi / badan yg mnrt ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan utk melakukan pembayaran pajak yg terutang, tmsk pemungut / pemotong pajak ttt.
(6)
Pajak Daerah Dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Pajak Propinsi, tdd :
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraaan di Atas Air (5%)
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (10%) c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%)
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (20%) 2. Pajak Kabupaten/Kota, tdd :
a. Pajak Hotel (10%) b. Pajak Restoran (10%) c. Pajak Hiburan (35%) d. Pajak Reklame (25%)
e. Pajak Penerangan Jalan (10%)
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C (20%) g. Pajak Parkir (20%)
(7)
BAB II
KETENTUAN UMUM
DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Dasar HukumUU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum & tata cara Perpajakan UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
UU No. 8 tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai barang & Jasa & pajak penjualan Atas Barang mewah
UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi & Bangunan UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial dan perkembangan kondisi perekonomian, perlu kiranya Undang- Undang tersebut mengalami penyempurnaan.
UU No. 9 tahun 1994 tentang Ketentuan Umum & tata cara Perpajakan UU No. 10 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
UU No. 11 tahun 1994 tentang pajak Pertambahan Nilai barang & Jasa & pajak penjualan Atas Barang mewah
UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi & Bangunan
Penyempurnaan kembali
UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum & tata cara Perpajakan UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
UU No. 18 tahun 2000 tentang pajak Pertambahan Nilai barang & Jasa dan pajak penjualan Atas Barang mewah
UU No. 19 tahun 2000 tentang Pajak Bumi & Bangunan Beberapa pengertian istilah dalam Perpajakan:
1. Wajib pajak
Adalah Orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan Perundang-Undangan Perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk Pemungut Pajak
2. Badan
Sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT, CV, Kongsi, Firma, BUMN,BUMD, Koperasi, Organisasi Sosial & Politik, yayasan atau Organisasi lain yang sejenis.
3. Masa pajak
Jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 bulan takwim. 4. Tahun Pajak
Jangka waktu 1 tahun takwim. 5. Pajak yang terhutang
Pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam Masa Pajak atau Tahun Pajak menurut Peraturan Per Undang-Undangan Perpajakan.
(8)
Nomor Pokok wajib pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang digunakan sebagai identitas pengenal Wajib pajak.
NPWP wajib dicantumkan dalam Formulir Perpajakan atau dalam hal surat menyurat yang berhubungan dengan perpajakan.
Format NPWP = 15 Digit
Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP sehingga merugikan Pendapatan negara , diancam dengan pidana penjara paling lambat 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terhutang atau pajak yang kurang bayar
Penghapusan NPWP
a. Wajib pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. c. Warisan yang telah selesai dibagi.
d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan Per Undang-Undangan yang berlaku.
Nomor pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai dikenakan Pajak, wajib melaporkan usahanya kepada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Fungsi NPPKP
a. Sebagai pengenal identitas PKP yang sebenarnya b. Untuk Pemnenuhan Kewajiban PPN dan PPnBM
c. Untuk Pengawan Administrasi dan Ketertiban Perpajakan
Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPPKP sehingga merugikan Pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara paling lambat 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terhutang atau pajak yang kurang bayar
Surat Pemberitahuan (SPT) Fungsi SPT:
a. Sebagai sarana untuk melaporkan & mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang
b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan .Pajak pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak
(9)
a. SPT – Masa adalah surat yang oleh wajib apajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa Pajak
b. SPT-Tahunan adalah surat yang oleh wajib apajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
Sanksi Terlambat atau tidak menyampaikan SPT
a. Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikendakan denda : SPT Masa Rp. 50.000
SPT Tahunan Rp. 100.000
b. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dikarenakan kealpaan Wajib pajak sehingga merugikan negara di pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak kurang bayar.
c. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dikarenakan kesengajaan oleh Wajib pajak sehingga merugikan negara di pidana kurungan paling lama 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak kurang bayar.
Surat Setoran Pajak(SSP)
Surat Setoran Pajak surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantos Pos dan bank badan Usaha milik negara dan bank badan usaha milik daerah yang yang dihunjuk Mentri Keuangan.
Fungsi SSP
Sebagai saranan untuk membayar pajak dan sebagai bukti laporan pembayaran pajak
Surat Ketetapan pajak
Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar (SKPKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,besarnya jumlah kekurangan pembayaran pajak, atau besarnya jumlah pajak yang masih harus disetor.
Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat keputusan yang menentukan adanya tambahan pajak yang masih harus dibayar atas jumlah yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang.
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pokok pajak yang terutang sama dengan jumlah kredit atau pajak tidak terutang.
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
(10)
BAB III
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib Pajak dalam tahun pajak tertentu.
Subjek wajib pajak 1. a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu-kesatuan menggantikan yang berhak 2. Badan
3. Bentuk usaha Tetap (BUT).
Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi: Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari: 1. Subjek Pajak orang Pribadi
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Inonesia.
2. Subjek Pajak Badan
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 3. Subjek pajak Warisan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu-kesatuan menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari: 1. Subjek Pajak orang Pribadi
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam Jangka waktu 12 bulan, yang:
a. Menjalankan usaha atau melaukan krgiatan melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia.
b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia.
2. Subjek Pajak Badan
Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia.
b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia
(11)
Tidak Termasuk Subjek Pajak 1. Badan Perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik & konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang di perbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi Internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggotanya.
4. Pejabat perwakilan Organisasi Internasional dengan syarat : a. Bukan Warga Negara Indonesia.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan
Penghasilan yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dpat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Yang termasuk Pengertian Penghasilan:
1. Penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima termasuk Gaji, upah,Honorarium, komisi, bonus, uang pensiun atau imbalan lain kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang.
2. Hadiah dari undian ataupenghargaan. 3. Lab usaha.
4. Keuntungan dari penjualan karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran Pajak yang telah dibebankan sebagai Biaya. 6. Bunga termasuk bunga diskonto.
7. Deviden dengan nama dan bentuk apapun, termasuk deviden dari Perudahaan asuransi kepada pemegang polis, dan Pembagian SHU Koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa atau penghasilan lain yang bsrhubungan dengan penggunaan harta. 10. Penerimaan Pembayaran secara berkala.
11. Premi Asuransi.
Tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan a. Bantuan, sumbangan.
(12)
c. Warisan.
d. Harta termasuk setoran tunai yang di terima oleh Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa atau asuransi beasiswa.
f. Iuran yang diterima oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh menteri keuangan,baik yang dibayarkan oleh pemberi kerja atau karyawan.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Wajib Pajak Badan PKP = Penghasilan Netto
Wajp Pajak OP PKP = Penghasilan Netto - PTKP
Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Menggunakan pembukuan
Menggunakan Norma penghitungan (Pencatatan)
Wajib Pajak Badan harus menggunakan Pembukuan untuk menghitung PKP,sedangkan Wajip Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan Pembukuan atau norma penghitungan (Pencatatan).
Wajib pajak Orang Pribadi boleh menggunakan Norma Penghitungan jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Peredaran bruto kurang dari Rp. 600.000.000/pertahun.
b. Mengajukan Permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. c. Menyelenggarakan pencatatan.
Seperti yang telah di jelaskan diatas, bahwa PKP (Badan) adalah Penghasilan Netto artinya (Penghasilan Bruto - Biaya - operasional yang diperkenankan UU PPh).
Untuk WP Orang Pribadi PKP = Penghasilan Netto – PTKP artinya (Penghasilan Bruto – Biaya operasional yang diperkenankan UU PPh) – PTKP.
BIAYA-BIAYA yang diperkenankan sebagai pengurang dalam penghitungan Pajak Penghasilan: a. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
b. Penyusutan dan amortisasi untuk aktiva yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. c. Iuran kepada Dana Pensiun yang pendiriannya disyahkan Mentri Keuangan.
d. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing. e. Kerugian penjualan/pengalihan aktiva.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan. g. Biaya pelatihan dan magang.
(13)
BIAYA-BIAYA yang tidak diperkenankan sebagai pengurang
e. Biaya untuk keperluan Pribadi Wajib Pajak atau anggota yang menjadi tanggungannya f. Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham,sekutu atau anggota
g. Premi asuransi kesehatan, premi asuransi jiwa,kecelakaan atau asuransi beasiswa yang dibayarkan sendiri oleh WP
h. Imbalan dalam bentuk Natura dan Kenikmatan i. Harta yang di hibahkan, bantuan dan sumbangan
j. Sanki administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang berkenaan dengan perpajakan k. Pajak Penghasilan
(14)
BAB IV
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. Obyek Pajak
Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa, jabatan, dan kegiatan. Contoh: gaji, upah, uang lelah, honor, tunjangan kesehatan, tunjangan transport, THR, bonus, komisi, penggantian obat/transport, premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan, dll. dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Perhatian!!
Termasuk dalam obyek PPh Pasal 21 adalah natura/kenikmatan yang diterima karyawan perusahaan yang pengenaan pajak atas penghasilan usaha pokoknya bersifat FINAL (seperti Kontraktor, Real Estat, Persewaan).
2. Cara Hitung
Cara menghitung PPh Pasal 21 tergantung dari status pegawai dan jenis penghasilan yang diterimanya. Secara garis singkat penghitungan PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
a. Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
Tarif PPh Pasal 17 x Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – Biaya Jabatan – iuran pensiun yang dibayar pegawai – PTKP
b. Pegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
(1) YANG MENERIMA UPAH SECARA HARIAN 5% x (upah harian – Rp 150.000)
→ pegawai harian atau pegawai lainnya yang tidak dibayar bulanan 5% x (upah harian – PTKP sehari)
→ pegawai harian atau pegawai lainnya yang tidak dibayar bulanan apabila penghasilan sebulan melebihi Rp 1.320.000,-.
(2) YANG MENERIMA UPAH SECARA BULANAN
Tarif PPh Pasal 17 x (Penghasilan Bruto – PTKP)
→ pegawai tak tetap/lepas, pemagang atau calon pegawai
c. BukanPegawai
Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Tarif Pasal 17 x [(50% x Penghasilan Bruto) – PTKP] → Sesuai Per-57/2009:
- BUKAN PEGAWAI yang menerima penghasilan berkesinambungan dan memiliki NPWP serta tidak memiliki penghasilan dari pemberi kerja lainnya
(15)
Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) → Sesuai Per-57/2009:
- penghasilan yang diterima BUKAN PEGAWAI yang perolehannya tidak berkesinambungan
- penghasilan diterima BUKAN PEGAWAI secara berkesinambungan tetapi tidak memiliki NPWP atau memiliki penghasilan dari pemberi kerja lainnya
Tarif Pasal 17 x Penghasilan Bruto → Sesuai Per-57/2009:
- Honor dan imbalan yang diterima Komisaris/Pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
- Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima mantan pegawai
- Penghasilan yang diterima peserta kegiatan
- Penarikan dana pensiun peserta program pensiun yang disahkan Menkeu oleh pegawai yang masih aktif
3. Istilah dan ketentuan umum dalam penghitungan PPh 21
a. biaya jabatan: biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimal yang diperkenankan sebesar Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.
b. Iuran pensiun yang dibayar pegawai: iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan kepada lembaga dana pensiun atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, yang nyata-nyata dibayar oleh karyawan sendiri.
c.
PTKP(penghasilan tidak kena pajak) : besaran tertentu dari jumlah penghasilan yang
tidak terkena pajak, yaitu:
Keterangan Setahun / org Sebulan / org a. untuk diri pegawai Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 b. tambahan untuk pegawai
yang kawin Rp 1.320.000,00 Rp 110.000,00 c. tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
Rp 1.320.000,00 Rp 110.000,00
Catatan:
(1) Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) huruf c.
(2) Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp 15.840.000,00 setahun atau Rp 1.320.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(3) Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim. Adapun bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan
(16)
4. Contoh kasus perhitungan PPh Pasal 21
1. Andika pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Karya Utama dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andika menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 2.500.000,00 2. Iuran pensiun
Rp 125.000,00 Rp 100.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun :
12 x Rp 2.275.000,00 Rp 27.300.000,00
PTKP setahun - untuk WP sendiri - tambahan WP kawin
Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 10.140.000,00 PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 10.140.000,00 = PPh Pasal 21 sebulan Rp 507.000,00 : 12 =
Rp 507.000,00
Rp 42.250,00
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar : 120% x Rp 42.250,00 = Rp 50.700.000
2. Ali bekerja pada PT Mutiara sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2009. Ali menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp 6.000.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp 150.000,00.
Gaji sebulan Rp 6.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 5% X Rp 6.000.000,00 = Rp 300.000,00 2. Iuran Pensiun Rp 150.000,00
---Rp 450.000,00
---Penghasilan neto sebulan Rp 5.550.000,00
Penghasilan neto setahun 4 X Rp
5.500.000,00 = Rp 22.200.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri - tambahan WP kawin
Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00
---Rp 17.160.000,00 ---Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 5.040.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% X Rp 5.040.000,00
= Rp 252.000,00
(17)
3. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak atau berakhir dalam tahun pajak.
Contoh : David Ricardo (K/3) mulai bekerja 1 September 2009. Ia bekerja di Indonesia s.d. Agustus 2012. Selama Tahun 2009 menerima gaji per bulan Rp20.000.000,00
penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 20.000.000,00
Pengurangan :
Biaya Jabatan 5% X Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
Maksimum diperkenankan ---Rp 500.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000,00
Penghasilan neto selama 4 bulan Rp 78.000.000,00
Penghasilan neto disetahunkan 12/4 X Rp 78.000.000,00 Rp 234.000.000,00 PTKP
- untuk WP sendiri - tambahan WP kawin
- tambahan 3 orang anak (3 X Rp 1.320.000,00)
Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 3.960.000,00
---Rp 21.120.000,00
---Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp212.880.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan: - 5% X Rp 50.000.000,00 - 15% X Rp 162.880.000,00
Rp 2.500.000,00 Rp 24.432.000,00 ---Rp 26.932.000,00 PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2009 4/12 X Rp
26.932.000,00 = Rp 8.977.333,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan : 1/4 X Rp 8.977.333,00 = Rp 2.244.333,00
5. Pengisian SPT Masa PPh 21 Desember (akhir tahun)
Mulai tahun 2009, tidak ada lagi kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Kewajiban ini diganti dengan mekanisme penghitungan pada masa Desember (akhir tahun) untuk menyelesaikan kekurangan atau kelebihan pajak di tahun berjalan.
Semua penghasilan yang merupakan obyek PPh 21 selama tahun 2009 dihitung pada masa Desember untuk menentukan kewajiban pajak yang seharusnya dipotong dan dibayarkan oleh pemberi kerja. Seluruh PPh Pasal 21 yang terutang dikurangi terlebih dahulu dengan PPh 21 yang telah dipotong dan dibayarkan dalam bulan Januari sampai dengan Nopember.
Pemberi kerja berkewajiban memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (form. 1721-A1) kepada pegawai yang telah dipotong pajaknya. Bukti pemotongan tersebut akan
(18)
dipergunakan oleh para pegawai untuk melaksanakan kewajiban SPT PPh Orang Pribadi tahun pajak yang sama.
Secara singkat, alur penyusunan SPT Masa PPh Pasal 21 Desember (akhir tahun) adalah sebagai berikut:
a. Buatlah kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dengan menghitung seluruh penghasilan yang merupakan obyek PPh Pasal 21 baik yang diterima pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai.
b. Hitung PPh Pasal 21 yang terutang atas seluruh penghasilan tersebut.
c. Kurangkan hasil penghitungan pada huruf (b) dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong/dibayar selama Januari s.d. Nopember atas masing-masing penerima penghasilan baik pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai.
d. Sajikan hasil penghitungan PPh 21 atas pegawai tetap ke dalam formulir SPT 1721-A1 (hanya untuk pegawai tetap yang penghasilan netonya melebihi PTKP). Jika diminta untuk keperluan tertentu oleh pegawai tetap yang penghasilan netonya tidak melebihi PTKP (belum kena pajak), pemberi kerja wajib membuatkan juga.
e. Pindahkan hasil perhitungan keseluruhan lampiran SPT 1721-A1 ke lampiran SPT 1721-I. Yang diisikan terinci per pegawai hanya yang sudah mempunyai kewajiban membayar PPh Pasal 21 (penghasilan neto melebihi PTKP)
f. Isi formulir induk SPT 1721 berdasarkan perhitungan pada huruf b di atas. g. Pastikan semua isian telah lengkap dan tandatangani formulir SPT.
BAB V
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN
1. Subjek Pajak BadanA. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/D, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
B. Bentuk Usaha Tetap
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Bentuk usaha tetap juga mencakup orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentan Badan Hukum Pendidikan, yang dimaksud dengan badan hukum pendidikan (BHP) adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. BHP terdiri dari :
- Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah.
- Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPD) adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh pemerintah daerah.
- Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa BHP adalah subyek pajak badan. 2. Tidak termasuk Subjek Pajak Badan
A. Badan perwakilan negara asing seperti Kedutaan Besar dan Konsulat;
B. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut,
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
C. Unit-unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
(19)
dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran;
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
3. Objek Pajak (Pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan)
Yang menjadi Objek Pajak Wajib Pajak BADAN adalah PENGHASILAN, yaitu
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
Dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
1) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 2) Laba usaha;
3) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
4) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
5) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 6) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi; 7) Royalti;
8) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
9) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
10) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 11) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
12) Premi asuransi, yang diterima perusahaan asuransi;
13) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
14) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 15) penghasilan dari usaha berbasis syariah;
16) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
17) surplus Bank Indonesia.
4. Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final (Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan) Dalam rangka memberikan kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajaknya serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, pemerintah perlu memberikan perlakuan tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari jenis transaksi tertentu. Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, penghasilan dari transaksi tertentu dikenakan pajak bersifat final. Ketentuan ini diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Konsekuensi dari pengenaan pajak yang bersifat final ini adalah:
(1) penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak dihitung kembali pajaknya pada saat penghitungan pajak akhir tahun,
(2) pajak yang telah dibayar atau dipotong pada saat perolehan penghasilan atau saat transaksi tidak dapat dikreditkan dengan pajak terutang yang dihitung pada saat penghitungan pajak akhir tahun,
(3) biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai dasar penghitungan pajak terutang.
Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final:
No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Pengenaan Ket.
1 Bunga Deposito, Tabungan, dan
Diskonto SBI 20% Jumlah bruto Penghasilanbunga/diskonto PP131/2000
2 Hadiah Undian 25% Jumlah bruto penghasilan
harga pasar hadiah berupa barang/kenikmatan
PP 132/2000
(20)
3 Bunga Simpanan Anggota Koperasi 15% Jumlah penghasilan bunga (di atas Rp 240.000)
522/KMK.0 4/1998 4 Bunga/Diskonto Obligasi yg dijual di
Bursa Efek 20% Jumlah bruto penghasilanbunga/diskonto PP 6/ 2002 5 Penjualan Saham di bursa efek 0.1%
0.5%
Jumlah bruto nilai transaksi penjualan
Tambahan untuk penjualan saham pendiri
PP 14/1997
6 Penyalur/dealer/agen produk Pertamina
dan Premix 0.3 % Penjualan Premium/Solar/Premix/Minyak Tanah/Gas LPG/Pelumas
254/KMK.0 3/2001 7 Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 10% Jumlah bruto nilai sewa PP 5/2002 8 Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan,
Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan Rumah Sederhana dan Rusun Sederhana oleh Perusahaan Real Estat
5 % 1%
Nilai tertinggi antara nilai pengalihan dan NJOP PBB
PP 71/2008
9 Jasa Konstruksi
Pelaksana(kualifikasi usaha kecil)
Pelaksana (tanpa kualifikasi usaha)
Pelaksana(kualifiaksi menengah & besar)
Perencana & Pengawas (memiliki kualifikasi usaha)
Perencana & Pengawas (tanpa kualifikasi usaha) 2% 4% 3% 4% 6%
Jumlah imbalan bruto Jumlah imbalan bruto Jumlah imbalan bruto Jumlah imbalan bruto Jumlah imbalan bruto
PP 51/2008
5. Tidak termasuk Objek Pajak (Pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan)
Undang-undang menentukan jenis-jenis penghasilan atau penerimaan yang bukan merupakan objek pajak. Hal ini membawa konsekuensi bahwa penghasilan atau penerimaan tersebut tidak perlu dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan pajak pada saat penghitungan pajak akhir tahun. Jenis-jenis penghasilan dan penerimaan itu adalah sebagai berikut:
(1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; serta
Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menkeu;
sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(2) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
(3) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas(PT), Koperasi, BUMN/D, yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, dengan syarat:
deviden tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dalam hal penerima deviden adalah PT dan BUMN/D, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
(4) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, baik dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
(5) Penghasilan dana pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu, yaitu : deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia
obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(6) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut:
merupakan perusahaan kecil atau menengah atau yang menjalankan usaha dalam sektor usaha yang ditetapkan Menkeu.
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
(7) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
(21)
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
6. Mekanisme Pengenaan Pajak Penghasilan
Uraian Rp.
Penghasilan Bruto (Penjualan/Pendapatan) Xxx Pengurang Penghasilan Bruto (HPP dan Biaya Operasional) (xxx) Penghasilan Neto dari Usaha (Laba Usaha)
Penghasilan Neto Luar Usaha Biaya Luar Usaha
Xxx xxx (xxx) Jumlah Penghasilan Neto (Laba Bersih)
Kompensasi Rugi (lima tahun terakhir)
xxx (xxx)
Penghasilan Kena Pajak xxx
Tarif Pajak X %
PPh terutang xxx
KREDIT PAJAK :
PPh 22, 23, 24 (xxx)
PPh 25, Fiskal LN (xxx)
PPh yang kurang (lebih) bayar xxx
Dalam menentukan Penghasilan Neto / Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak Badan tidak diperkenankan menghitung dengan menggunakan Norma Penghitungan. Wajib Pajak Badan harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang lazim diterapkan di Indonesia.
7. Tarif Pajak
a) sesuai Pasal 17 ayat (1b)
Tarif pajak diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh Wajib Pajak Badan atau Bentuk Usaha Tetap dengan tarif 28%. Tarif ini akan diturunkan menjadi 25% dalam tahun 2010.
b) sesuai Pasal 17 (2b)
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif normal.
c) sesuai Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
(22)
huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
8. Penghitungan Pajak Penghasilan terutang
Berdasarkan Laporan Rugi Laba yang merupakan output dari pembukuan perusahaan, maka akan dihasilkan Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak) yang siap dikenakan tarif Pajak sesuai pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Contoh: Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Rp. Rp. 60.000.000.000 51.750.000.000 Laba Kotor Biaya Usaha Rp. Rp. 8.250.000.000 8.150.000.000 Laba Usaha
Penghasilan dari Luar Usaha Biaya dari Luar Usaha
Rp. Rp. Rp. 100.000.000 130.000.000 (10.000.000) Laba Bersih Kompensasi Kerugian Rp. Rp. 220.000.000 (120.000.000) PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 100.000.000 PPh Terutang:
- 28% x Rp 100.000.000 Rp. 28.000.000 9. Penghitungan PPh Pada Akhir Tahun
#
Bagi wajib pajak Badan dalam negeri, Pajak Penghasilan yang terutang sebelum dilunasi/dibayar terlebih dahulu dikurangi dengan kredit pajak (pajak yang dibayar di muka/prepaid tax) untuk tahun pajak yang bersangkutan, yang terdiri dari :
- PPh Pasal 22, yaitu pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
- PPh Pasal 23, yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa tertentu.
- PPh Pasal 24 (kredit pajak luar negeri), yaitu pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan.
- PPh Pasal 25, yaitu pembayaran (angsuran) pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri. - Fiskal Luar Negeri, yaitu pajak yang dibayarkan oleh penduduk Indonesia yang bertolak ke
luar negeri, baik melalui udara atau laut, untuk kepentingan dinas perusahaan.
#Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang.
*Contoh :
Jumlah PPh terutang untuk tahun pajak 2009 = Rp 28.000.000,00 Dikurangi : Kredit Pajak :
- PPh Pasal 22 Rp 1.000.000,00
- PPh Pasal 23 Rp 3.000.000,00 - PPh Pasal 25 (angsuran bulanan) Rp 12.000.000,00
Jumlah kredit pajak Rp 16.000.000,00 Pajak Penghasilan yang masih harus
dibayar Rp 12.000.000,00
# Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajaknya, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya, kalau ada.
# Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajaknya, maka kekurangan pajak yang terutang tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan (Surat Setoran Pajak-nya dilampirkan dalam SPT tersebut).
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENGHITUNG PENGHASILAN NETO WAJIB PAJAK BADAN:
(23)
Pada dasarnya, untuk menghitung penghasilan neto Wajib Pajak Badan dilakukan dengan mengurangkan total biaya dari total penghasilan. Namun demikian, untuk keperluan penghitungan pajak, kedua unsur laporan rugilaba tersebut (penghasilan dan biaya) harus disesuaikan dengan ketentuan perpajakan terlebih dahulu. Dari sisi penghasilan, kita harus mengeluarkan penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang bukan obyek pajak (lihat pembahasan di awal bab ini). Selain memperhatikan aspek penghasilan, kita juga harus memilah apakah terdapat unsur biaya yang tidak diperkenankan oleh ketentuan pajak untuk dikurangkan dari penghasilan. Berikut adalah ketentuan mengenai Biaya-biaya menurut ketentuan perpajakan yang berlaku.
1. Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan (Pasal 6 UU No. 36/2008)
Untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, Penghasilan Bruto berupa penjualan, atau pendapatan jasa dan penghasilan lainnya dikurangi terlebih dahulu dengan Beban atau biaya yang dikeluarkan/terjadi sehubungan dengan kegiatan usaha.
Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat kurang dari setahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, transportasi, telepon, dll. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun, seperti pembelian mesin, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Di samping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Undang-undang Pajak Penghasilan menentukan Biaya-biaya yang diperbolehkan
menjadi pengurang penghasilan, yaitu:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
(24)
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
n. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya di atas didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
2. Biaya yang tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan (Pasal 9 UU No. 36/2008)
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.
Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto juga meliputi
pengeluaran yang sifatnya adalah pemakaian penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi
kewajaran. Undang-undang menentukan jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan, yaitu:
a) pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c) pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
(25)
konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
d) premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f) jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g) harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h) Pajak Penghasilan;
i) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j) gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k) sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
3. Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
Aktiva Tetap adalah harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur ekonomis) lebih dari satu tahun. Terhadap aktiva ini
(26)
diperkenankan untuk dilakukan alokasi pembebanan biaya melalui penyusutan dan dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Pada hakekatnya penyusutan adalah alokasi harga perolehan aktiva tetap kepada periode dimanfaatkannya aktiva tersebut. Karena pembebanan biaya ini tidak melibatkan uang tunai, maka pada akhir masa manfaat aktiva tersebut dapat terkumpul dana untuk perolehan aktiva baru.
AMORTISASI dilakukan terhadap harta tak berwujud dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun. Sedangkan yang dimaksud harta tak berwujud adalah suatu aktiva yang umurnya panjang, yang berguna dalam operasi perusahaan, yang dimiliki bukan untuk dijual kembali, tetapi tidak mempunyai fisik, misalnya hak cipta/paten, goodwil dan biaya pendirian perusahaan
A. Harta Yang Dapat Disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal ( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 )
- Yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan menagih, dan memelihara penghasilan (obyek pajak), kecuali tanah.
- Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan (mulai tahun pajak 2003 sudah diperbolehkan untuk disusutkan secara fiskal sebesar 50%), rumah dinas/mess karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
- Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
- Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. - Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan mulai pada
bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
B. Harga Perolehan Aktiva Tetap (Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008)
- Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 36/2008). Apabila dipengaruhi adanya hubungan istimewa, harga perolehan dihitung berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan (harga pasar wajar).
- Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dengan tukar-menukar.
- Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
- Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008).
-
Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
- Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible).
- Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan).
C. Metode Penyusutan Aktiva Tetap ( Pasal 11 UU Nomor 36 Tahun 2008 )
*
Terhadap aktiva yang temasuk Kelompok I s.d. Kelompok IV, wajib pajak: diperkenankan untuk memilih antara metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode).
(27)
* Terhadap aktiva kelompok bangunan, wajib pajak harus menerapkan metode garis lurus. * Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.
*
Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus
Tarif Penyusutan Metode Saldo
Menurun I. Bukan Bangunan
Kelompok I 4 Tahun 25% 50%
Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan :
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak Permanen 10 Tahun 10%
Contoh penggunaan metode garis lurus :
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,00 (Rp100.000.000 / 20) Contoh penggunaan metode saldo menurun :
Sebuah mesin dibeli pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan Rp 150.000.000,00. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya 50%). Maka perhitungan penyusutannya adalah sbb :
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Harga perolehan 150.000.000,00
2009 50% 75.000.000,00 75.000.000,00
2010 50% 37.500.000,00 37.500.000,00
2011 50% 18.750.000,00 18.750.000,00
2012 Disusutkan sekaligus
sebesar nilai sisa buku 18.750.000,00 0 Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari
bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipidah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan aktiva tetap tersebut di atas, maka jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dan jumlah harga jual (nilai pasar) atau penggantian asuransi yang diterima atau diperoleh diakui sebagai penghasilan. Dalam hal penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui
dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva yang bersangkutan dapat dibebankan sebagai biaya masa kemudian tersebut (matching expense against revenue).
Dalam hal pengalihan aktiva berupa bantuan, sumbangan, atau hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, maka nilai sisa buku fiskal harta tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, maka bagi pihak yang mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi penerimanya merupakan penghasilan.
D. Harta Tak Berwujud Yang Dapat Diamortisasi ( Pasal 11A Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 )
- Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya (termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai) yang
(28)
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Metode amortisasinya sbb :
Kelompok HartaTak Berwujud
Masa Manfaat Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus
Tarif Penyusutan Metode Saldo
Menurun
Kelompok I 4 Tahun 25% 50%
Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%
- Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal (dapat dipilih apakah diamortisasi dengan metode di atas atau langsung dibebankan seluruhnya pada tahun terjadinya).
- Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi komersial yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dikapitalisasi (sebagai biaya praoperasi) kemudian dimortisasi dengan metode di atas.
- Yang termasuk pengeluaran praoperasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya biaya study kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya.
- Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dengan menggunakan metode satuan produksi, yaitu :
= {Produksi tahun ini / Taksiran deposit minyak mentah (gas bumi) yang bisa ditambang} x 100 %
- Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain migas, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam/hasil alam lainnya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20%. Yaitu :
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) :
= {Produksi tahun ini / Taksiran produksi dalam konsesi HPH} x 100%, maksimum 20%.
Hak Penambangan selain minyak dan gas bumi :
= {Produksi tahun ini / Taksiran deposit mineral yang bisa ditambang} x 100%, maksimum 20%.
Catatan :
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari jumlah taksiran produksi, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain (yang belum diamortisasi), maka sisa pengeluaran yang belum diamortisasi tersebut dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. E. Jenis-Jenis Harta Berwujud
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 1 PMK NOMOR 96/PMK.03/2009
Nomor Jenis Usaha Jenis Harta
1 Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan sejenisnya.
(29)
recorder, televisi dan sejenisnya. d. Sepeda motor, sepeda dan becak.
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan.
f. Dies, jigs, dan mould.
g. Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon seluler dan sejenisnya.
2 Pertanian, perkebunan, kehutanan,
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
3 Industri makanan dan
minuman Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya. 4 Transportasi dan
Pergudangan
Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum. 5 Industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, biporar test system,
elimination (PE8-1), pose checker. 6 Jasa Persewaan
Peralatan Tambat Air Dalam
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.
7 Jasa telekomunikasi selular
Base Station Controller
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 2
Nomor Jenis Usaha Jenis Harta
1 Semua jenis usaha
a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku,
kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
b. Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya. c. Container dan sejenisnya.
2 Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan
a. Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. 3 Industri
makanan dan minuman
a. Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan .
b. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c. Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis.
d. Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.
4 Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit, pompa air).
5 Perkayuan,
(30)
b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang kehutanan.
6 Konstruksi
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
7 Transportasi dan Pergudangan
a. Truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truck ngangkang, dan sejenisnya;
b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk
pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal-kapal pemadam kebakaran, kapal-kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT; d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai
dengan 250 DWT; e. Kapal balon.
8 Telekomunikasi a. Perangkat pesawat telepon;
b. Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.
9 Industri semi
konduktor Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester.
10 Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air
Dalam Spoolling Machines, Metocean Data Collector 11 Jasa
Telekomunikasi
Seluler Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location Register. Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent Network Service Control Point, intelligent Network Service Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 3
Nomor Jenis Usaha Jenis Harta
1 Pertambangan selain minyak
dan gas Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan. 2 Permintalan,
pertenunan dan pencelupan
a. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil
(misalnya kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
(31)
texturing, packaging dan sejenisnya.
3 Perkayuan a. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu.
4 Industri kimia a. Mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan
sinematografi.
b. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah). 5 Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
6 Transportasi dan Pergudangan
a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT. b. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau mendorong kapal, kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
c. Dok terapung.
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250 DWT.
e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis. 7 Telekomunikasi
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 4
Nomor Jenis Usaha Jenis Harta
1 Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi 2 Transportasi
dan
Pergudangan
a. Lokomotif uap dan tender atas rel.
b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga listrik dari sumber luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk kontainer khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau
beberapa alat pengangkutan.
(1)
Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani Wajib pajak didaerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan khuisunya pemerintah daerah, maka telah ditetapkan besarnta persentase untuk memtukan NJOPKP yaitu
a. Sebesar 40% dari NJOP Objek pajak perkebunan Objek pajak Kehutanan
Objek pajak lainnya yang Wp perorangan dengan Nilai NJOP atas bumi dan bangunan >= 1.000.000.000
b. sebesar 20% dari NJOP
Objek pajak pertambangnan
Objek pajak lainnyadengan Nilai NJOP atas bumi dan bangunan < =1.000.000.000
Kasus
Tuan Arie mempunyai sebidang tanah dan banguan di desa Kebun jeruk, NJOP tanah Rp. 50.000.000 dan NJOP bangunan Rp. 70.000.000. Selain itu Tn Arie juga memiliki sebidang tanah dan bangunan di desa Kebun Nangka, NJOP tanah Rp. 60.000.000 dan NJOP bangunan Rp. 100.000.000. NJOPTKP ditetapkan didaerah Kebun Jeruk adalah Rp. 6.000.000 sedangkan NJOPTKP ditetapkan didaerah Kebun Nangka adalah Rp. 10.000.000. Berapakah Pajak Bumi dan bangunan yang terhutang atas nama Tn Arie?
Penyelesaian Desa Kebun jeruk
NJOP tanah Rp. 50.000.000
NJOP bangunan Rp. 70.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp.120.000.000
NJOPTKP Rp. –
NJOP untuk Penghitungan PBB di desa Kebun Jeruk Rp. 120.000.000 PBB yang terhutang didesa kebun jeruk 0,5% X 20% X 120.000.000= Rp120.000 Desa Kebun Nangka
NJOP tanah Rp. 60.000.000
NJOP bangunan Rp. 100.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp.160.000.000
NJOPTKP Rp (10.000.000)
NJOP untuk Penghitungan PBB di desa Kebun Jeruk Rp. 150.000.000
PBB yang terhutang didesa Kebun Nangka 0,5% X 20% X 150.000.000= Rp 150.000 Total PBB yang terhutang 120.000 + 150.000 = Rp 270.000
(2)
BAB IX
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
1. Pengertian UmumPajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk sebagai salah satu cara pemungutan pajak atas konsumsi masyarakat. Dengan berlakunya UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut menggantikan Pajak Penjualan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2000, tentang perubahan kedua atas UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Peraturan lainnya yang bersifat mendasar adalah Peraturn pemerintah Nomor 143 tahun 2000 sebagai peraturan pelaksanaan Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut.
(3)
a. Merupakan pajak tidak langsung
Sifat ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara Pemikul Beban Pajak (destinataris pajak) dengan Penanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Barang Kena Pajak (BKP), sedangkan penanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak (BKP).
b. Merupakan pajak obyektif
Yang dimaksud dengan pajak obyektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor obyektif, yaitu adanya keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan yang disebut juga dengan nama obyek pajak. Sebagai pajak obyektif, timbulnya kewajiban untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditentukan oleh adanya obyek pajak. Kondisi subyek pajak tidak ikut menentukan.
3. Penyerahan Kena Pajak
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah Pabean 2. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean
3. Impor Barang Kena Pajak (BKP) 4. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP)
5. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean
6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean.
b. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) adalah:
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak (BKP) karena suatu perjanjian 2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian leasing dan perjanjian sewa beli 3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang 4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma
5. persediaan BKP dan aktiva yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang 7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
c. Tidak termasuk penyerahan Barang Kena Pajak dalah: 1. Penyerahan BKP kepada makelar
2. Penyerahan BKP untuk jaminan hutang piutang
3. Penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang bagi pengusaha yang mendapat ijin pemusatan.
4. Obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat berupa barang atau jasa dengan ketentuan: a. Barang
Merupakan barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud.
(4)
Sedangkan Barang Kena Pajak adalah barang bergerak, barang tidak bergerak atau barang tidak berwujud yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada prinsipnya semua barang adalah Barang Kena Pajak (BKP), kecuali ditentukan lain.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000 mengatur tentang jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan yang diserahkan oleh katering.
4) Uang, emas batangan dan surat berharga.
b. Jasa
Merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai.
Termasuk dalam pengertian jasa adalah kegiatan untuk menghasilkan barang sesuai pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan. Dalam pengertian jasa antara lain termasuk jasa borongan, jasa persewaan, jasa hiburan, biro perjalanan dan lain sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000 mengatur tentang jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai berikut:
1. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medik
2. Jasa dibidang pelayanan sosial, kecuali yang bersifat komersial 3. Jasa pengiriman surat dan perangko
4. jasa dibidang perbankan, asuransi dan sewa guan usaha dengan hak opsi 5. Jasa dibidang keagamaan
6. Jasa dibidang pendidikan yang meliputi pendidikan umum, kejujuran profesional dan kursus-kursus
7. Jasa dibidang kesenian yang telah dikenakan pajak
8. Jasa dibidang penyiaran adalah jasa penyiaran radio dan televisi yang bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsir yang bertujuan komersial
9. Jasa komersial angkutan umum di darat dan air baik yang dilakukan oleh swasta atau pemerintah
10. Jasa dibidang tenaga kerja termasuk jasa penyediaan jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja
11. Jasa dibidang perhotelan meliputi jasa persewaan kamarserta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu, dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel
(5)
12. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
5. Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menyangkut pengertian pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjanya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah Pabean.
Pengusaha dapat berbentuk usaha perseorangan atau badang yang dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan bentuk usaha lainnya.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha sebagaimana dimaksud diatas yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (PKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 552/KMK.04/2000, tidak termasuk pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha kecil yang selama tahun buku: a. Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari
Rp. 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah), atau
b. Melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 180.000.000,- (seratus delapan puluh juta rupiah), atau
c. Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak:
1) tidak lebih dari Rp. 360.000.000,- jika penyerahan Barang Kena Pajak lebih dari 50% dari seluruh peredaran
2) tidak lebih dari Rp. 180.000.000,- jika penyerahan Jasa Kena Pajak lebih dari 50% dari seluruh peredaran.
Catatan: Jumlah peredaran bruto tersebut diatas sejak tahun 2004 telah mengalami perubahan menjadi Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) untuk Barang Kena Pajak (BKP) dan Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) untuk Jasa Kena Pajak (JKP).
Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran brutonya telah melewati ketentuan tersebut diatas yaitu selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya. Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekaligus memiliki hak untuk mengkredit pajak masukan, kompensasi atau restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebaliknya pengusaha kecil dilarang untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 10% (sepuluh persen). 7. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(6)
Setiap Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak diwajibkan memungut Pajak Keluaran (output tax) yang terutang.
Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, juga membayar pajak yang terhutang, yaitu yang disebut juga Pajak Masukan (input tax).
Pada akhir Masa Pajak, Pajak Masukan (PM) tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran (PK) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran (PK) lebih besar dari Pajak Masukan (PM), maka kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 setelah akhir masa yang bersangkutan.
Apabila Pajak Keluaran (PK) sama dengan Pajak Masukan (PM), maka akan menghasilkan angka nol, sehingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nihil.
Apabila Pajak Keluaran (PK) lebih kecil dibandingkan dengan Pajak Masukan (PM), maka akan menghasilkan angka negatif, sehingga dinamakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Lebih Bayar, atas kelebihan bayar tersebut dapat dikompensasi ke bulan berikutnya atau restitusi (diminta kembali).