Pengujian kinerja karbon aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit sebagai bahan elektrode pasta karbon secara voltammetri

PENGUJIAN KINERJA KARBON AKTIF TONGKOL
JAGUNG DAN TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI
BAHAN ELEKTRODE PASTA KARBON SECARA
VOLTAMMETRI

YESI SEPTIANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Kinerja
Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan
Elektrode Pasta Karbon secara Voltammetri adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Yesi Septiani
NIM G44090045

ABSTRAK
YESI SEPTIANI. Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan
Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara
Voltammetri. Dibimbing Oleh DEDEN SAPRUDIN dan GUSTAN PARI.
Tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit merupakan limbah hasil
pertanian yang banyak mengandung senyawa karbon seperti selulosa yang
berpotensi sebagai bahan karbon aktif dan pengganti grafit pada elektrode pasta
karbon. Aktivasi kimia dilakukan dengan perendaman menggunakan KOH 10%
dan 30%,dan aktivasi fisika aktivasi dengan uap air pada suhu 800oC selama 100
menit. Kinerja karbon aktif sebagai bahan elektrode pasta karbon diuji secara
voltammetri siklik. Hasil penelitian menunjukkan karbon aktif tongkol jagung
lebih baik mutunya dibandingkan karbon aktif tempurung kelapa sawit. Daya

jerap iodin karbon aktif tongkol jagung telah memenuhi standar SNI 1995 (≥650
mg/g). Analisis difraksi sinar X menunjukkan karbon aktif tongkol jagung bersifat
amorf dengan nilai kristalinitas setiap perlakuan sebesar 38.34%, 33.67%, dan
38.89%. Pengujian voltammetri siklik pada karbon aktif menunjukkan pola siklik
tetapi respon arus puncak masih rendah. Hal ini menunjukkan karbon aktif dapat
digunakan sebagai bahan elektrode pasta karbon.
Kata kunci: elektrode pasta karbon, karbon aktif, tempurung kelapa sawit, tongkol
jagung, voltammetri.

ABSTRACT
YESI SEPTIANI. Testing on Performance of Activated Carbon Corncob and
Palm Coconut Shell as Carbon Paste Electrode Materials for Voltammetry.
Supervised by DEDEN SAPRUDIN and GUSTAN PARI.
Corncob and palm coconut shell are agricultural waste rich of carbon
compounds such as like cellulose that are potentially uses as raw materials for
activated carbon and as substitute for graphite electrode in carbon paste. Chemical
activation was performed by submersion in KOH 10% and 30% and physical
activation by steam at temperature 800oC for 100 minutes. Performance of
theactivated carbon as materials carbon paste electrode was tested in cyclic
voltammetry. The results showed that the activated carbon of corncob was better

than that of the palm coconut shell. Iodine adsorption complies the SNI 1995
(≥650 mg/g). X-ray diffraction analysis showed that the corncob activated carbon
was amorphous with crystalinity of each treatment was 38.34%, 33.67%, and
38.89%, respectively. Cyclic voltammetry test showed cyclic pattern, but response
for current peak of redox was still weak.This indicates that the activated carbon
can be used for electrode carbon paste material.
Keywords: activated carbon, carbon paste electrode, corncob, palm coconut shell,
voltammetry.

PENGUJIAN KINERJA KARBON AKTIF TONGKOL
JAGUNG DAN TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI
BAHAN ELEKTRODE PASTA KARBON SECARA
VOLTAMMETRI

YESI SEPTIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung
Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara
Voltammetri
Nama
: Yesi Septiani
NIM
: G44090045

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi
Pembimbing I


Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Pengujian Kinerja Karbon AktifTongkol Jagung dan Tempurung
Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara
Voltammetri
Nama
: Yesi Septiani
NIM
: G44090045

Disetujui oleh




。Zセ@

Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

1 3 JAN 1014

PRAKATA
Segala puji beserta syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa
Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara Voltammetri. Karya ilmiah
ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013

hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium Kimia Analatik, dan Laboratorium
Bersama Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Deden Saprudin, MSi dan
Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan
juga kepada Bapak Eman dan Ibu Nunung selaku staf Laboratorium Kimia
Analatik, serta kepada Bapak Saptadi, Bapak Mahpudin, Bapak Dadang, selaku
staf Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan Bogor atas bantuannya selama melaksanakan penelitian. Terima kasih tidak
lupa penulis ucapkan kepada kedua orangtua atas doa dan semangat yang
diberikan, serta kepada Iis, Muhamad Rifai, dan Yeny atas masukan dan
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Yesi Septiani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

2


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Pembuatan Arang Aktif

5

Karakterisasi Karbon aktif

6

Konduktivitas Karbon Aktif

10

Kristalinitas Karbon Aktif

11


Uji Karbon Aktif EPK Secara Voltammetri Siklik

12

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14


LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

32

vii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Rendemen KA TJ dan KA TKS
Kadar air KA TJ dan KA TKS
Kadar zat terbang KA TJ dan KA TKS
Kadar abu KA TJ dan KA TKS
Kadar karbon terikat KA TJ dan KA TKS
Daya jerap iodin KA TJ, KA TKS, dan grafit
Konduktivitas KA TJ, KA TKS, dan grafit
Hubungan kapasitansi dan daya jerap iod KA TJ,KA TKS,dan grafit

6
7
8
8
9
10
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Rendemen KA TKS dan KA TJ
3 Kadar air KA TKS dan KA TJ
4 Kadar zat terbang KA TKS dan KA TJ
5 Kadar abu KA TKS dan KA TJ
6 Kadar karbon terikat KA TKS dan KA TJ
7 Daya jerap iod KA TKS dan KA TJ
8 Konduktivitas KA TKS dan KA TJ
9 Difraktogram grafit dan KA TJ
10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit
11 Kapasitansi karbon aktif dan grafit

16
17
18
19
20
21
22
23
24
26
26

1

PENDAHULUAN
Jagung merupakan produk pertanian dengan konsumsi terbesar kedua di
Indonesia setelah beras. Tingginya produktivitas jagung akan menghasilkan
banyak limbah. Sementara itu, pemanfaatan produk samping dan sisa produksi
dalam industri jagung masih kurang. Pengolahan jagung pada industri pertanian
menghasilkan limbah berupa tongkol jagung. Limbah ini terus bertambah seiring
dengan meningkatnya kegiatan pengolahan jagung. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya pemanfaatan limbah tongkol jagung untuk mengurangi limbah
tersebut.
Selain tongkol jagung, tempurung kelapa sawit juga merupakan limbah
yang banyak dihasilkan dari industri pertanian. Tempurung kelapa sawit
dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit. PTPN VIII Kertajaya
merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan ± 20 ton
tempurung kelapa sawit dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk
pakan ternak (Rachmawati 2004). Pemanfaatan limbah tongkol jagung dan
tempurung kelapa sawit secara komersial masih relatif kecil, padahal kedua
limbah tersebut mengandung zat kimia yang dapat diolah kembali. Meryandini et
al. (2009) menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung 40% selulosa, 36%
hemiselulosa, 16% lignin, serta zat-zat lainnya sebanyak 8%. Tempurung kelapa
sawit mengandung 26.6% selulosa, 27.7%hemiselulosa, 29.4%lignin, 8% air, dan
4.2% zat ekstraktif lainnya (Haji et al. 2010). Kandungan selulosa yang cukup
tinggi dalam kedua limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon
aktif alternatif.
Karbon aktif (KA) adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk
meningkatkan luas permukaannya dengan membuka pori-porinya sehingga daya
adsorpsinya meningkat (Darmawan 2007). Karbon aktif dapat dibuat dari
berbagai bahan yang memiliki kandungan karbon yang tinggi, seperti kulit durian
(Apriani et al. 2013), kulit ubi kayu (Darmawan 2007), dan bahan lainnya dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif memiliki banyak aplikasi, diantaranya
sebagai adsorben polutan organik dan anorganik, katalis, dan elektrode. Menurut
Salamah (2008) karbon aktif berbentuk amorf, terdiri atas pelat-pelat datar yang
atom C-nya terikat secara kovalen dalam suatu bidang heksagonal. Struktur dasar
karbon aktif adalah menyerupai grafit, terdiri atas lapisan-lapisan bidang
heksagonal yang tersusun dari atom-atom karbon yang menyerupai cincin
aromatis dalam senyawa organik. Hal ini menjadi dasar pemikiran penggunaan
KA sebagai bahan elektrode pasta karbon (EPK) sebagai pengganti grafit
komersial. Selanjutnya EPK digunakan untuk analisis iodida dengan metode
voltammetri siklik untuk melihat adanya korelasi antara daya jerap iodin pada KA
terhadap sinyal arus reduksi yang dihasilkan pada voltammogram. Penelitian ini
membandingkan kinerja KA berbahan dasar tongkol jagung (KA TJ) dan
tempurung kelapa sawit (KA TKS) sebagai bahan pengganti grafit pada elektrode
pasta karbon.

2

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri atas tungku pengarangan (drum), tungku
aktivasi (retort) yang dilengkapi dengan ketel uap, tungku pirolisis, saringan 100
mesh, difraktometer sinar-X (XRD), alat uji konduktivitas LCR meter, dan
galvanostat-potensiostat (E-Chem).
Bahan yang digunakan terdiri atas limbah tongkol jagung, tempurung kelapa
sawit, KOH 10% dan 30%, larutan iod 0.1 N, larutan Na2S2O3 0.1 N, indikator
amilum, KI 1 mM, KCl 0.1 M, larutan I2 1 mM dalam KI 0.1 M, parafin cair,
aquadestilata, kaca, kawat tembaga, elektrode pembanding Ag/AgCl, dan
elektrode tambahan kawat platina.

Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap utama, yaitu pembuatan karbon aktif
(KA) tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit, karakterisasi KA, serta
pengukuran KA secara voltammetri siklik. Pembuatan KA diawali dengan proses
karbonisasi bahan dalam tungku pengarangan pada suhu 500oC selama 5 jam, lalu
dilanjutkan dengan aktivasi. Aktivasi KA dilakukan dengan memvariasikan
konsentrasi bahan pengaktif (KOH 10% dan KOH 30%), pengaktifan diatur pada
suhu 800oC selama 100 menit. Karakterisasi KA meliputi, pengukuran kadar air,
kadar abu, rendemen arang, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, daya
jerap iodin, pengukuran konduktivitas, dan penentuan derajat kristalinitas dengan
XRD. Tahap akhir penelitian ini adalah pengukuran kinerja KA sebagai EPK
secara voltammetri dan dilihat adanya korelasi antara nilai daya jerap iodin KA
dengan arus puncak reduksi yang dihasilkan pada voltammogram.
Pembuatan arang aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit
Tongkol jagung (TJ) dipanaskan dalam tungku pengarangan. Arang yang
terbentuk kemudian dikeringkan. Arang tempurung kelapa sawit dan tongkol
jagung masing-masing dibuat dengan proses pirolisis selama 5 jam pada suhu
500oC dalam tungku pirolisis. Selanjutnya, arang TJ dan TKS direndam dalam
KOH 10% dan 30% selama 24 jam, lalu dipanaskan dalam tungku aktivasi pada
suhu 800oC dan diberi aliran uap air selama 100 menit. KA yang terbentuk
dibiarkan dingin selama 24 jam, lalu ditimbang dan dihitung rendemennya.
Sebelum KA diperlakukan lebih lanjut, KA disimpan dalam plastik yang kering
dan tertutup rapat. KA kemudian digerus dengan mortar dan disaring dengan
saringan 100 mesh. Karbon aktif yang telah halus kemudian dicuci menggunakan
HCl 10% dan disaring kemudian dicuci dengan aquades panas hingga pH 7.
Karakterisasi Karbon Aktif
Karakterisasi karbon aktif yang dilakukan terdiri atas penetapan rendemen,
kadar air, zat terbang, abu, karbon terikat, dan daya jerap iod. Penetapan
rendemen dilakukan menurut ASTM (1979). Arang aktif yang diperoleh terlebih
dahulu dibersihkan, kmudian ditimbang. Rendemen dihitung berdasarkan rumus:

3

× 100%

Rendemen (%) =

Penetapan kadar air dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak 1 g KA
ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. KA
dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam lalu didinginkan dalam
deksikator kemudian ditimbang. Pemanasan dalam oven kembali dilakukan
selama 1 jam sampai diperoleh bobot konstan. Penetapan dilakukan duplo.
Perhitungan kadar air menggunakan persamaan:
Kadar air (%) =



× 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar zat terbang dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak ±1 g
KA dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya dipanaskan
dalam tanur 950°C selama 10 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin. Penentuan kadar zat terbang
dilakukan duplo. Perhitungan kadar zat mudah menguap menggunakan
persamaan:
Kadar zat terbang (%) =



× 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar abu dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak ±1 g KA
dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya dipanaskan dalam
tanur pada suhu 750oC selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam deksikator
dan ditimbang. Penentuan kadar abu dilakukan duplo. Perhitungan kadar abu
menggunakan persamaan:
Kadar abu (%) =

× 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar karbon terikat ditentukan secara lansung menggunakan
persamaan:
Kadar karbon terikat (%) = 100% - (b+c)
Keterangan : b : Kadar zat terbang (%)
c : Kadar abu (%)

Penetapan daya jerap iod ditentukan menurut SNI (1995). Contoh sebanyak
0.25 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang ditutup alumunium foil lalu

4

ditambahkan 25 mL larutan I2 0.1N dan dikocok selama 15 menit lalu disaring.
Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga berwarna kuning
muda, kemudian ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan
sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko.
Penetapan daya jerap iod menggunakan persamaan:
Daya jerap iod (mg/g) =
Keterangan: A
B
Fp
a
12.693

�−

×

a S
Iod



×

.

��

= Volume titrasi (mL)
= Volume Na2S2O3 terpakai (mL)
= Faktor pengenceran
= Bobot contoh (g)
= Jumlah iod sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0.1 N

Pengukuran Konduktivitas Karbon Aktif
Contoh serbuk karbon aktif ditimbang sebayak 0.3 g. Contoh dimasukkan
ke dalam tabung yang telah diketahui diameternya lalu ditutup rapat. Ketebalan
diukur menggunakan jangka sorong. Selanjutnya, konduktivitas diukur
menggunakan alat Inductance Capacitance Resistance meter dengan
menghubungkan muatan positif dan negatif di kedua ujung tabung. Kemudian
konduktivitas dihitung menggunakan persamaan:

�=
� �

Keterangan: �
L
R
A

= Konduktivitas (S/m)
= Tebal contoh (m)
= Resistansi bahan (Ω)
= Luas penampang (m2)

Pengujian struktur karbon aktif
Pencirian XRD dilakukan untuk menentukan ukuran kristal KA (Modifikasi
Kim et al. 2011). Sebanyak 200 mg karbon aktif dicetak langsung pada
aluminium ukuran 2×2.5 cm. Karbon aktif dicirikan dengan lampu radiasi Cu
pada sudut 10–80o pada panjang gelombang 1.54 Å.
Uji kinerja EPK Secara Voltammetri Siklik
Pembuatan elekrode pasta karbon dilakukan berdasarkan metode Qiong et
al. (2003). Sebanyak 100 mg serbuk grafit dicampur dengan 20 μL parafin cair.
Setelah terbentuk pasta homogen, pasta dipadatkan pada badan elektrode dan
permukaannya dihaluskan pada kertas minyak hingga halus.
Adanya arus latar belakang yang ditimbulkan oleh media elektrolit diamati
dengan mengukur respon arus elektrolit KCl 0.1 M dengan EPK pada selang
potensial 1.2–0 V dengan kecepatan payar 100 mV/s (Fauziah 2012). Selanjutnya
dilakukan pengukuran menggunakan larutan KI 1 mM dalam KCl 0.1 M dengan
EPK (Fauziah 2012). Respon arus diamati pada selang potensial 1.2–0 V dengan
kecepatan payar 100 mV/s.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Arang Aktif
Pembuatan arang aktif diawali dengan proses pengarangan atau karbonisasi.
Karbonisasi karbon aktif tongkol jagung (KA TJ) maupun tempurung kelapa sawit
(KA TKS) dilakukan pada suhu 500oC. Selama proses karbonisasi terjadi
beberapa tahapan. Kurniati (2008) menyatakan, proses karbonisasi terdiri dari
empat tahapan, yaitu tahap pertama terjadi penguapan air pada suhu 100–120oC,
dan sampai suhu 270oC mulai terjadi peruraian selulosa. Tahap kedua terjadi
peruraian selulosa pada suhu 270–310oC menjadi asam cuka dan methanol, gas
kayu (CO dan CO2, dan sedikit tar. Tahap ketiga pada suhu 310–500oC terjadi
penguraian lignin, dan dihasilkan banyak tar, gas CO2 menurun, sedangkan gas
CH4 dan H2 meningkat. Tahap keempat pada suhu 500oC merupakan tahap
pemurnian arang. Arang yang dihasilkan bersifat asam akibat adanya proses
hidrolisis yang menghasilkan asam cuka sehingga perlu dilakukan pencucian
menggunakan aquades panas hingga pH arang menjadi 7.
Karbon hasil karbonisasi merupakan karbon mentah yang belum diaktivasi.
Hasil karbonisasi tongkol jagung menghasilkan 3 kg arang dari 17 kg contoh
dengan kadar air contoh 12.50%, sehingga diperoleh rendemen 20.17%.
Tempurung kelapa sawit menghasilkan 947 g arang, dari contoh basah sebanyak
2600 g dengan kadar air 15.00%, sehingga diperoleh rendemen arangnya sebesar
42.85%. Data tersebut menunjukkan bahwa tempurung kelapa sawit menghasilkan
lebih banyak arang dibandingkan tongkol jagung. Hal ini disebabkan rendemen
arang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan dari bahan asal yang digunakan.
Semakin tinggi berat jenis bahan asal yang digunakan maka strukturnya semakin
keras dan tahan terhadap proses degradasi panas sehingga menghasilkan
rendemen yang lebih tinggi (Komarayati et al. 2011). Selain itu, menurut Hajiet
al. (2010) jumlah komposisi kimia seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin
dalam tempurung kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan tongkol jagung,
masing-masing 95.90% dan 94.00%.
Arang hasil karbonisasi selanjutnya diaktivasi secara kimia dan fisika.
Aktivasi secara fisika, yaitu penggunaan uap panas pada suhu 800oC selama 100
menit, sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan seperti aktivasi fisika, namun
sebelumnya dilakukan perendaman pada arang dengan KOH 10% dan 30%
selama 24 jam. Perendaman bertujuan agar bahan aktivator dapat diserap secara
optimal oleh arang sehingga dapat memperbesar permukaan. Arang yang
dihasilkan dari proses aktivasi merupakan arang aktif atau karbon aktif. Karbon
aktif yang diperoleh dicuci dengan HCl 10% untuk menghilangkan pengotor pada
proses aktivasi kimia. Umumnya aktivator yang meninggalkan sisa-sisa oksida
yang tidak larut dalam air akan larut dalam asam. Setelah pencucian dengan HCl,
dilakukan pencucian lagi dengan akuades panas untuk menghilangkan sisa HCl
dan dilakukan sampai pH netral. Reaksi yang terjadi selama proses aktivasi secara
kimia (Pujiyanto 2010).
6 KOH(s) + 3/2 C → 6K + 3/2 CO2(g)+ 3 H2O(l) … (1)
6 KOH(s) + 2C → 2K + 3 H2(g) + 2 K2CO3 … (2)
4 KOH(s) + 2 CO2(g) → 2 K2CO3 + 2 H2O(l) … (3)

6

Rendemen karbon aktif
Rendemen yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses aktivasi. Rendemen
yang diperoleh untuk KA TJ menunjukkan, peningkatan konsentrasi KOH
menurunkan rendemen, sedangkan pada KA TKS sebaliknya (Gambar 1).
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi KOH, rendemen yang dihasilkan akan
semakin menurun akibat reaksi antara karbon dan KOH yang semakin banyak,
sehingga menghasilkan sisa reaksi yang semakin banyak yang akan larut pada
proses pencucian dan rendemen yang diperoleh akan semakin menurun. Pada KA
TKS, peningkatan konsentrasi KOH meningkatkan nilai rendemen. Hal ini terjadi
karena struktur dari TKS yang lebih padat dan keras dibandingkan TJ, sehingga
proses penyerapan KOH pada TKS tidak sebanyak pada TJ.
Rendemen tertinggi untuk masing-masing karbon diperoleh pada karbon
aktivasi fisika (blanko), yaitu 64.78% untuk KA TKS, sedangkan untuk KA TJ
51.47% (Lampiran 2). Semakin besar konsentrasi KOH yang digunakan pada KA
TJ, rendemen yang didapat semakin menurun disebabkan KOH merupakan basa
kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi. Banyaknya KOH yang digunakan
akan meningkatkan jumlah zat yang teroksidasi sehingga rendemen berkurang.
Selain konsentrasi KOH, rendemen juga dipengaruhi suhu aktivasi dan semakin
lama waktu pengaliran uap air, rendemen semakin berkurang.
Rendemen karbon aktif (%)

70
60

64.78
51.47

50

64.4

57.67
50.00

46.00

40
30
20
10
0
1

2

3

Perlakuan

Gambar 1 Rendemen KA TJ

dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Karakterisasi Karbon aktif
Kadar air
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis KA.
Kadar air KA TKS berkisar 0.50–4.00%, sedangkan KA TJ sekitar 3.00–6.00%
(Lampiran 3). Data menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang
digunakan, kadar airnya akan semakin menurun (Gambar 2). Penurunan kadar air
disebabkan adanya peningkatan sifat higroskopis karbon aktif terhadap uap air.
Hal ini disebabkan sifat KOH yang higroskopis membuat air yang terdapat dalam
bahan bereaksi dengan KOH. Pari (2004) menyatakan bahwa bahan pengaktif
yang bersifat higroskopis dapat menurunkan kadar air dari KA yang dihasilkan.

7

Kadar air tertinggi dimiliki KA TJ aktivasi KOH 10%, yaitu 6.13%, sedangkan
kadar air terendah dimiliki KA TKS aktivasi KOH 30% yaitu 0.50%. Kadar air
kedua KA tersebut sudah memenuhi SNI 1995 untuk karbon aktif berbentuk
serbuk, yaitu kurang dari 15.00%.
Kadar air yang diperoleh untuk KA TJ lebih besar dibandingkan KA TKS
pada ketiga perlakuan. Hal ini dapat disebabkan dari struktur bahan tongkol
jagung yang lebih berongga sehingga lebih mudah menyerap air dibandingkan
tempurung kelapa sawit yang struktur bahannya lebih kaku dan keras sehingga
lebih sulit untuk menyerap air. Selain itu, kadar air yang diperoleh berkaitan
dengan rendemen, rendemen yang besar diperoleh untuk KA TKS yang kadar
airnya lebih kecil dibandingkan KA TJ. Hal ini berarti bahwa kadar air berbanding
terbalik dengan rendemen yang diperoleh.
Kadar air karbon aktif (%)

7
5.73

6
5
4
3
2

3.76

3.02

3.36

1.75
0.50

1
0
1

2

3

Perlakuan

Gambar 2 Kadar air KA TJ

dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kadar zat terbang
Kadar zat terbang atau zat yang mudah menguap ditentukan untuk
mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap setelah proses
karbonisasi dan aktivasi. Kadar zat terbang mempengaruhi kemampuan daya jerap
KA yang dihasilkan yang menunjukkan kesempurnaan proses penguraian
senyawa nonkarbon seperti S, N2, CO2, CO, CH4, dan H2 pada proses karbonisasi
dan aktivasi (Yang 2013). Kadar zat terbang KA TKS berkisar 3–17%, sedangkan
untuk KA TJ berkisar 5-10% (Lampiran 4).
Data tertinggi pada kedua jenis karbon diperoleh pada KA aktivasi KOH
30%, yaitu 9.62% untuk KA TJ dan 16.63% untuk KA TKS. Adanya aktivasi
kimia meningkatkan kadar zat terbang yang diperoleh baik pada KA TJ maupun
KA TKS. Semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, kadar zat terbangnya
pun semakin tinggi (Gambar 3). Hal ini terjadi karena semakin banyak KOH yang
ditambahkan dapat meningkatkan kandungan senyawa nonkarbon pada KA.
Kadar zat terbang yang diperoleh untuk karbon yang diaktivasi dengan KOH 10%
masing-masing 6.93% untuk KA TKS, dan 7.09% untuk KA TJ, sedangkan untuk
karbon yang diaktivasi dengan KOH 30% diperoleh 16.34% untuk KA TKS dan

8

12.01% untuk KA TJ. Kadar zat terbang yang dimiliki kedua karbon aktif baik
yang diaktivasi secara fisika maupun kimia telah memenuhi SNI 1995, yaitu
kurang dari 25%.
Kadar zat terbang karbon
aktif (%)

20
16.63
15
10

9.62

7.09 6.93

5.41
3.48

5
0
1

2

3

Perlakuan

Gambar 3 Kadar zat terbang KA TJ

dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kadar abu
Kadar abu ditentukan untuk mengetahui kandungan komponen mineral yang
terdapat di dalam karbon aktif, seperti Ca, K, Na, Mg, dan komponen lain. Kadar
abu yang diperoleh untuk KA TKS berkisar 8–15%, sedangkan untuk KA TJ
berkisar 7–14% (Lampiran 5). Kadar abu pada kedua karbon menunjukkan
peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi KOH (Gambar 4). Hal ini
disebabkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan maka semakin
banyak KOH yang terjerap dan meningkatkan kandungan mineral, khususnya K
pada karbon aktif. Nilai tertinggi yang diperoleh untuk KA TKS dan KA TJ
diperoleh pada aktivasi menggunakan KOH 30% masing-masing 16.63% dan
9.62%. Namun, nilai yang diperoleh KA TKS tidak memenuhi SNI 1995 untuk
KA berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 10%. Semakin tinggi kadar abu dapat
mengurangi daya adsorpsi karbon aktif karena pori-pori karbon aktif tertutup oleh
mineral-mineral logam tersebut.
Kadar abu (%)

20
13.19

15
10

7.29 8.05

7.18 8.33

1

2

15.24

5
0
3

Perlakuan

Gambar 4 Kadar abu KA TJ

dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

9

Karbon terikat
Kadar karbon terikat ditentukan untuk mengetahui kandungan karbon murni
yang ada dalam KA setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat
dapat ditentukan secara langsung setelah kadar abu dan zat terbang diketahui.
Karbon terikat tertinggi untuk KA TKS dan KA TJ diperoleh pada karbon aktif
tanpa aktivasi KOH (blanko), masing-masing 88.47% dan 87.30% (Gambar 5).
Kedua karbon aktif menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang
digunakan, karbon terikat yang diperoleh semakin menurun (Lampiran 6). Hal ini
berkorelasi dengan kadar abu serta zat terbang terendah yang diperoleh pada
karbon aktif blanko, sehingga kadar karbon terikat yang diperoleh semakin tinggi.
Kadar karbon terikat terendah diperoleh pada karbon aktif dengan aktivasi KOH
30%. Hasil ini diperngaruhi oleh kadar abu dan zat terbangnya, dimana pada
karbon aktif ini memiliki kadar abu dan zat terbang tertinggi sehingga karbon
terikat yang diperoleh menurun. Kadar karbon terikat yang diperoleh untuk kedua
KA telah memenuhi SNI 1995, yaitu lebih dari 65%.
Kadar karbon terikat (%)

100

87.3 88.47

85.74 84.75

80

77.19
68.14

60

SNI

40
20
0
1

2

3

Perlakuan

Gambar 5 Kadar karbon terikat KA TJ

dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Daya jerap iodin
Daya jerap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai kualitas KA.
Daya jerap iodin tertinggi dimiliki KA TJ tanpa aktivasi KOH (blanko), yaitu
868.10 mg/g, sedangkan daya jerap iodin terendah dimiliki KA TKS dengan
aktivasi KOH 30%, yaitu 598.60 mg/g. Daya jerap iodin untuk grafit sangat jauh
di bawah SNI 1995, yaitu 40.28 mg/g (Lampiran 7). Gambar 6 menunjukkan daya
jerap iodin KA TJ untuk ketiga perlakuan telah memenuhi SNI 1995, yaitu lebih
dari 650 mg/g.
Nilai daya jerap iodin KA TKS yang telah memenuhi SNI 1995 hanya pada
karbon dengan aktivasi KOH 10%, sedangkan untuk blanko dan karbon dengan
aktivasi KOH 30%, nilainya belum memenuhi SNI 1995. Gambar 6 menunjukkan
semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, maka daya jerap iod yang
dihasilkan menurun, baik pada KA TKS maupun KA TJ. Seharusnya, semakin
tinggi konsentrasi KOH yang digunakan semakin tinggi pula daya jerap iod suatu
karbon aktif akibat adanya interaksi antara aktivator dengan karbon, sehingga
membentuk pori. Semakin banyak pori yang terbentuk, semakin tinggi luas

10

Daya jerap iod (mg/g)

permukaan karbon yang dihasilkan (Pujiyanto 2010). Ketidaksesuaian hasil yang
diperoleh disebabkan pada proses aktivasi uap karbon KOH 30%, suhu yang
digunakan belum mencapai 800oC, sehingga interaksi yang terjadi antara aktivator
dengan karbon tidak maksimal dan mengakibatkan banyak K2CO3 menutupi
permukaan karbon aktif dan menurunkan daya jerap iod. Daya jerap iod KA TJ
lebih baik dibandingkan KA TKS. Hal ini disebabkan struktur tongkol jagung
lebih berporidaripada tempurung kelapa sawit. Daya jerap KA terhadap iod
berhubungan dengan struktur pola mikropori yang terbentuk.
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

867.24

805.45

624.62

776.13
653.49

598.60

SNI

40.28
1

2

3

Perlakuan

Gambar 6 Daya jerap iodin KA TJ , KA TKS , dan grafit
Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Konduktivitas Karbon Aktif
Konduktivitas merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menghantarkan
arus listrik. Pengukuran konduktivitas KA menunjukkan penggunaan KOH yang
semakin tinggi pada KA dapat menurunkan nilai konduktivitas (Lampiran 8).
Gambar 7 menunjukkan pada kedua KA, konduktivitas tertinggi dimiliki KA
aktivasi KOH 10%, yaitu 10.4604 S/m untuk KA TKS, dan 4.6621 S/m untuk KA
TJ. Konduktivitas yang diperoleh berhubungan dengan jumlah karbon terikat,
untuk KA aktivasi KOH 10%, karena semakin tinggi karbon terikat maka
konduktivitasnya pun meningkat. Konduktivitas terendah diperoleh pada KA
aktivasi KOH 30% yang berkorelasi dengan kadar karbon terikat. Kadar karbon
terikat yang rendah menunjukkan kemurnian karbon masih rendah sehingga
menurunkan konduktivitasnya.
Aktivasi menggunakan KOH cenderung menurunkan konduktivitas karbon
aktif yang dihasilkan, karena proses aktivasi yang kurang sempurna menyebabkan
pengotor yang terdapat pada karbon aktif meningkat dan menutupi pori sehingga
menurunkan konduktivitasnya. Konduktivitas yang diperoleh berbanding lurus
dengan daya jerap iodin, yaitu semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan
konduktivitasnya juga semakin menurun. Peningkatan konduktivitas terjadi pada

11

aktivasi KOH 10%, dan kembali menurun pada aktivasi 30% untuk kedua karbon
aktif.
Menurut Destyorini et al. (2010) konduktivitas yang diperoleh untuk KA
TKS dan KA TJ berada pada daerah konduktivitas listrik untuk material
semikonduktor, yaitu pada kisaran 10-8–103 S/m. Konduktivitas terukur untuk
grafit yaitu 493.7486 S/m. Konduktivitas grafit sangat jauh di atas konduktivitas
KA TKS dan KA TJ, hal ini dikarenakan struktur grafit yang teratur, di mana
susunan atom C-nya membentuk struktur heksagonal. Setiap atom C memiliki 4
elektron valensi, dimana 3 diantaranya digunakan untuk berikatan dengan atom C
tetangga agar memenuhi kaidah oktet, sedangkan 1 elektron menjadi elektron
bebas. Elektron bebas inilah yang menyebabkan material grafit bersifat konduktif
(Destyorini et al. 2010).

Konduktivitas (S/m)

550

493.7486

450
350
250
150
50
-50

52.8037
7.0013
1

4.6621 10.4604 3.0230 3.1613
2
Perlakuan

Gambar 7 Konduktivitas KA TJ

3

, KA TKS , dan grafit

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kristalinitas Karbon Aktif
Analisis difraktometer sinar-X bertujuan untuk mengetahui derajat
kristalinitas karbon aktif yang berkaitan dengan struktur karbon aktif, amorf atau
kristalin. Analisis dilakukan terhadap karbon aktif terbaik, yaitu pada karbon aktif
dari tongkol jagung, dan grafit sebagai pembanding. Derajat kristalinitas dapat
diukur dengan membagi luas daerah kristalin terhadap luas daerah keseluruhan
(kristalin+amorf). Derajat kristalinitas dari karbon aktif menunjukkan, semakin
tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, maka derajat kristalinitasnya semakin
tinggi. Derajat kristalinitas untuk KA TJ 10% sebesar 33.67%, sedangkan untuk
30% sebesar 38.89% (Lampiran 9). Data yang diperoleh menunjukkan, derajat
kristalinitas pada karbon aktif aktivasi KOH 30% lebih tinggi, karena proses
aktivasi fisika yang tidak optimal sehingga masih terdapat banyak pengotor yang
menutupi pori karbon aktif.
Derajat kristalinitas yang diperoleh untuk karbon aktif terbaik ini jauh di
bawah derajat kristalinitas grafit, yaitu sebesar 88.79% (Lampiran 9) yang
menunjukkan struktur grafit lebih kristalin dibandingkan karbon aktif. Keteraturan
struktur grafit membentuk struktur heksagonal, serta adanya elektron bebas yang
menyebabkan grafit bersifat konduktif, terbukti dari nilai konduktivitas grafit

12

yang lebih tinggi dibandingkan karbon aktif. Hal ini menunjukkan kemampuan
grafit dalam mentransfer elektron lebih baik dibandingkan karbon aktif karena
strukturnya yang lebih teratur.
Uji Karbon Aktif EPK Secara Voltammetri Siklik
Uji kinerja EPK untuk analisis iodida diawali dengan pencarian daerah
pemayaran menggunakan elektrolit KCl 0.1 M. Daerah pemayaran idealnya
berada pada potensial redoks analat, tidak pada potensial redoks elektrolit
pendukung. Hal ini bertujuan agar arus yang dihasilkan hanya berasal dari analat,
bukan dari elektrolit pendukung. Fauziah (2012) melakukan analisis KI dalam
elektrolit KCl 0.1 M dan menghasilkan respon yang baik pada daerah pemayaran
1.2–0 V. Hasil yang diperoleh untuk pengukuran berada pada daerah pemayaran 0.6–1.0 V. Pada daerah pemayaran tersebut, pengukuran EPK dengan karbon aktif
maupun grafit dalam elektrolit KCl tidak menghasilkan arus puncak (Lampiran
10). Hal ini menunjukkan bahwa KCl dapat digunakan untuk pengukuran KI
karena tidak mengalami reaksi redoks pada kisaran potensial tersebut. Potensial
redoks Cl- bearada pada 1.36 V, sementara K+ pada 2.92 V, sehingga tidak
mengalami reaksi redoks pada daerah potensial -0.6–1.0 V (Sari 2012).
Daerah pemayaran yang didapat digunakan untuk uji EPK pada larutan
analat, yaitu KI 1 mM dalam KCl 0.1 M dengan kecepatan payar 100 mV/s.
Voltammogram yang diperoleh untuk EPK berisi karbon aktif menunjukkan arus
voltammetri nonfaraday atau arus kapasitansi, sedangkan pada EPK berisi grafit
menunjukkan arus faraday. Arus faraday pada EPK grafit menunjukkan arus
oksidasi pada KI. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan konduktivitas dan derajat
kristalinitas dari grafit dan karbon aktif. Konduktivitas grafit yang sangat tinggi
dibandingkan karbon aktif menunjukkan kemampuan transfer elektron pada grafit
lebih baik, serta kemampuan karbon aktif menghantarkan arus listrik masih lebih
rendah dibandingkan grafit yang bersifat konduktor. Kristalinitas grafit yang lebih
tinggi dibandingkan karbon aktif menunjukkan sruktur karbon aktif yang amorf
membuat pertukaran elektron pada permukaan elektrode lebih sulit dibandingkan
grafit yang strukturnya lebih teratur.
Voltammogram yang diperoleh pada EPK karbon aktif menunjukkan pola
yang berbeda dengan voltammogram grafit pada pengukuran larutan analat.
Voltammogram EPK karbon aktif menunjukkan pola yang sama seperti pada
voltammogram kapasitor, sehingga dilakukan penentuan nilai kapasitansi.
Kapasitansi dapat dihitung berdasarkan voltammogram yang diperoleh, kemudian
plot diubah menjadi arus (i) terhadap waktu (t). Luas area voltammogram arus
terhadap waktu dihitung menggunakan integrasi sebagai muatan menggunakan
bantuan software origin.Tabel 1 menunjukkan nilai kapasitansi terbesar diperoleh
untuk elektrode KA TJ blanko, yaitu 2.67 μF/g. Kapasitansi yang diperoleh
berada pada rentang kapasitansi untuk kapasitor konvensional, yaitu 0.1-10 µF
(Jayalakshmi dan Balasubramanian 2008). Kapasitansi yang relatif kecil
menggambarkan kemampuan elektrode dalam menyimpan muatan relatif kecil.
Syarat kapasitansi berbeda untuk masing-masing elektrode, tergantung aplikasi
dari elektrode tersebut digunakan. Kapasitansi minimal bahan elektrode untuk
superkapasitor adalah 100–240 F/g(Hu 2008).

13

Tabel 1 Data kapasitansi KA dan grafit
Contoh

Q (i × t) (C)

Kapasitansi (µF/g)

-4

Blanko TKS
KA TKS 10%
KA TKS 30%
Blanko TJ
KA TJ 10%
KA TJ 30%
Grafit

4.255073×10
6.840019×10-4
2.104735×10-4
0.001805
9.412344×10-4
1.61834 × 10-4
7.667474×10-4

0.62
1.01
0.31
2.67
1.39
0.24
1.14

Gambar 8 menunjukkan adanya korelasi antara daya jerap iod dengan nilai
kapasitansi yang diperoleh, yaitu semakin besar daya jerap iod maka nilai
kapasitansi yang diperoleh juga semakin tinggi. Meskipun kapasitansi yang
diperoleh elektrode karbon aktif masuk dalam rentang kapasitansi untuk kapasitor
konvensional, yaitu 0.1-10 µF tetapi, model elektrode yang dibuat tidak dirancang
seperti elektrode untuk kapasitor. Elektrode untuk kapasitor terdiri atas dua sisi
(anode dan katode) yang diberi pemisah, sehingga nilai kapasitansi yang diperoleh
merupakan total dari kapasitansi elektrode pada anode dan katode. Bahan yang
digunakan untuk elektrode kapasitor juga berbeda dengan bahan pada EPK. Selain
itu, KA yang digunakan untuk elektrode kapasitor, dicampur dengan senyawa
oksida logam transisi untuk meningkatkan nilai kapasitansi spesifik hingga 10–
100 kali lebih besar, tergantung senyawa oksida yang digunakan (Jayalakshmi dan
Balasubramanian 2008).
2D Graph 28
867.2351

3,0

2.67

2,5

805.4449

776.1265

800

653.4817

Kapasitansi

600

624.619
2

1,5
400

1.39
1,0

0,5

Daya jerap iod

598.6004
2,0

1.01
200

0.62
0.24

0.31
0,0

0
blanko

KOH 10%

KOH 30%

Perlakuan
Daya jerap iod KA TKS
Daya jerap iod KA TJ
Kapasitansi KA TKS
Kapasitansi KA TJ

Gambar 8 Hubungan kapasitansi dan daya jerap iod KA TJ dan KA TKS
Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko)
2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap
3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karbon aktif tongkol jagung (KA TJ) memiliki kualitas lebih baik
dibandingkan dengan karbon aktif tempurung kelapa sawit (KA TKS). Uji kinerja
KA secara voltammetri menunjukkan korelasi antara daya jerap iod KA dengan
respon arus (nilai kapasitansi) yang dihasilkan. Arus pada voltammogram grafit
merupakan arus faraday, sedangkan pada karbon aktif merupakan arus
nonfaraday. Voltammogram KA memiliki pola siklik yang berbeda dengan pola
siklik EPK grafit, yaitu menggambarkan adanya siklus charge-discharge seperti
voltammogram pada kapasitor.Nilai kapasitansi menunjukkan bahwa karbon aktif
berpotensi dijadikan bahan elektrode pada kapasitor konvensional.
Saran
Perlu dilakukan modifikasi pada KA dengan mencampurkan bahan yang
dapat meningkatkan respon arus pada voltammetri siklik, seperti nanomagnetit.
Kinerja KA sebagai elektrode kapasitor dapat diuji dengan membuat rancangan
elektrode yang sesuai dengan model kapasitor. Selain itu, dapat didukung pula
dengan karakterisasi ukuran pori internal menggunakan SEM.

DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Faryuni D, Wahyuni D. 2013. Pengaruh konsentrasi activator kalium
hidroksida (KOH) terhadap kualitas karbon aktif kulit durian sebagai
adsorben logam Fe pada air gambut. Prisma Fisika 1 (2):82-86.
Darmawan. 2007. Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari ubi kayu. J.
Kimia dan Teknologi. 228-298.
Destyorini F, Suhandi A, Subhan A, dan Indayaningsih N. Pengaruh suhu
karbonisasi terhadap struktur dan konduktivitas listrik arang serabut kelapa.
Jurnal Fisika 10 (2):122-132.
Fauziah H. 2012. Nanomagnetit Sebagai Peningkat Sensitivitas Elektrode Pasta
Karbon untuk Analisis Iodida secara Voltametri Siklik [skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
Gustina. 2012. Pemanfaatan Arang Aktif Cangkang Buah Bintaro (Cerbera
manghas) sebagai Adsorben pada Peningkatan Kualitas Air [skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Haji A, Pari G, Habibati, Amiruddin, Maulina. 2010. Kajian mutu arang hasil
pirolisis cangkang kelapa sawit. Jurnal Purifikasi 11 (1):77-86.
Hendra. 2006. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit dan serbuk
kayu gergajian campuran. J. Of Forest Product Research Vol 24 (2).

15

Hu C. 2008. Fluid Coke Derived Activated Carbon as Electrode Material for
Electrochemical Double Layer Capasitor [thesis]. Toronto: University of
Toronto.
Jayalakshmi M, Balasubramanian K. 2008. Simple capacitors to supercapacitorsan overview. Int. J. Electrochem. Sci. vol 3:1196-1217.
Kim I, Tannenbaum A, Tannenbaum R. 2011. Anisotropic conductivity of
magnetic carbon nanotubes embedded in epoxy matrices. Elsevier:54-61.
Komarayati S, Gusmailina, Pari G. 2011. Produksi cuka kayu hasil modifikasi
tungku arang terpadu. Pen Hasil Hutan 29(3):234-247.
Kurniati. 2008. Pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif. Jurnal
Penelitian Ilmu Teknik Vol. 8 (2):96-103.
Meryandini A, Sunarti, Mutia F, Gusmawati N F, dan Lestari Y. 2009.
Penggunaan xilanase Streptomyces sp. 45-1-3 Amobil untuk hidrolisis xilan
tongkol jagung. J. Teknol. Dan Industri Pangan XX (1):9-16.
Nathan T. 2008. Comparison of Mesoporous Carbon/Carbon Supercapacitor and
NiO/Mesoporous Hybrid Elechtrochemical Capcitor [thesis]. Malaysia:
University Sains Malaysia.
Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai
adsorben formaldehida kayu lapis. [disertasi]. Bogor (ID): IPB.
Pujiyanto. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batu Bara dan Tempurung
Kelapa [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Qiong H, Junjie F, Sengshui H. 2003. Voltammetric method based on an ionpairing reaction for the determination of trace amount of Iodide at carbonpaste electrode. Anal Sci.19:681-686.
Rachmawati S. 2004. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit untuk
Pemurnian Minyak Goreng Bekas [skripsi]. Bogor (ID): IPB
Salamah S. 2008. Pembuatan karbon aktif dari kulit buah mahoni dengan
perlakuan perendaman dalam larutan KOH. Prosiding Seminar Nasional
Teknoin. Yogyakarta (ID): Universitas Ahmad Dahlan.
Sari. 2012. Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit pada
Teknik Voltammetri Siklik [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis.
Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Suryani A M. 2008. Pemanfaatan Tongkol Jagung untuk Pembuatan Arang Aktif
sebagai Adsorben Pemurnian Minyak Goreng Bekas [skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
Yang. 2008. Surface properties and catalytic performance of activated carbon
fibers supported TiO2 photocatalyst. J. Surface Review and Letters
15(4):337-344.

16

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Tongkol jagung atau tempurung kelapa sawit
karbonisasi pada T 500oC selama ±5 jam
Arang

Aktivasi kimia

Direndam dengan KOH 10% dan 30%
selama 24 jam, kemudian dicuci dengan
akuades

Aktivasi fisika
Pemanasan pada suhu 800̊C dan
dialirkan uap air selama 100 menit
Karbon aktif
Digerus dengan mortar, dan diayak
dengan saringan 100 mesh
Serbuk karbon aktif

Karbon aktif netral

Rendemen
Kadar air
Kadar abu
Kadar zat mudah
menguap
 Kadar karbon terikat
 Daya jerap iodin






Dicuci HCl 10% selama 1 jam, kemudian
dicuci dengan akuades panas hingga pH
netral

Pembuatan elektrode
pasta karbon

Uji kinerja EPK dengan
voltammetri siklik

17

Lampiran 2 Rendemen KA TKS dan KA TJ
Contoh

Aktivasi fisik

[KOH]
(%)

Bobot
arang (g)

Bobot karbon
aktif (g)

Rendemen
(%)

500

322

64.4

300

173

57.67

Blanko

460

298

64.78

10

200

100

50

200

92

46

68

35

51.47

T (oC)

t (menit)

10
TKS

TJ

30

800

30

800

Blanko

100

100

Contoh perhitungan:
× 100%

Rendemen =
=

× 100%

= 64.40%

18

Lampiran 3 Kadar air KA TKS dan KA TJ
Contoh

Aktivasi fisik
T
t
(oC) (menit)

[KOH]
(%)
10

TKS

30

800

100

Blanko
10
TJ

30

800

100

Blanko

Bobot
awal (g)

Bobot
akhir (g)

Kadar air
(%)

0.960
1.011
1.004
1.010
1.007
1.001
1.009
0.981
1.008
1.026
1.012
1.011

0.922
0.975
1.001
1.003
0.990
0.983
0.952
0.924
0.975
0.990
0.984
0.978

3.96
3.56
0.30
0.69
1.69
1.80
5.65
5.81
3.27
3.51
2.77
3.26

Contoh perhitungan:
Kadar air

w −

=
=

.

.

= 3.96%

- .

w

× 100%

× 100%

Rerata
(%)
3.76
0.50
1.75
5.73
3.39
3.02

19

Lampiran 4 Kadar zat terbang KA TKS dan KA TJ
Contoh

Aktivasi fisik
T
t
(oC) (menit)

[KOH]
(%)
10

TKS

30

800

100

Blanko
10
TJ

30

800

100

Blanko

Bobot
awal (g)

Bobot
akhir (g)

Zat terbang
(%)

0.975
0.922
1.009
1.012
1.009
1.000
0.952
0.924
0.982
0.998
1.001
1.027

0.896
0.869
0.831
0.854
0.966
0.973
0.884
0.859
0.924
0.865
0.955
0.963

8.10
5.75
17.64
15.61
4.26
2.70
7.14
7.03
5.91
13.33
4.59
6.23

Contoh perhitungan:
kadar zat terbang =
=

.

− .

.
= 8.10%

w −

w

× 100%

× 100%

Rerata
(%)
6.93
16.63
3.48
7.09
9.62
5.41

20

Lampiran 5 Kadar abu KA TKS dan KA TJ
Contoh

[KOH]
(%)

Aktivasi fisik
T
t
(oC) (menit)

10
TKS

30

800

100

Blanko
10
TJ

30

800

100

Blanko

Bobot
awal (g)

Bobot
akhir (g)

Zat terbang
(%)

0.975
0.922
1.009
1.012
1.009
1.000
0.952
0.924
0.982
0.998
1.001
1.027

0.896
0.869
0.831
0.854
0.716
0.707
0.884
0.859
0.924
0.865
0.464
0.449

8.37
8.29
14.67
15.81
9.48
8.61
7.74
6.62
13.31
13.07
5.58
8.99

Contoh perhitungan:
Kadar abu =
=

.

.
= 8.37%

w −

× 100%

w

× 100%

Rerata
(%)
8.33
15.24
8.05
7.18
13.19
7.29

21

Lampiran 6 Kadar karbon terikat KA TKS dan KA TJ
Contoh

[KOH]
(%)

Aktivasi fisik
T
T (0C)
(menit)

10
TKS

30

800

100

Blanko
10
TJ

30

800

100

Blanko

K.zat
terbang
(%)
8.10
5.75
17.64
15.61
4.26
2.70
7.14
7.03
5.91
13.33
4.59
6.23

K. Abu
(%)

K. karbon
terikat(%)

8.37
8.29
14.67
15.81
9.48
6.61
7.74
6.62
13.31
13.07
5.58
8.99

83.53
85.96
67.69
68.58
86.26
90.69
85.12
86.35
80.78
73.60
89.83
84.78

Contoh perhitungan:
Kadar karbon terikat (KKT) = 100% − (zat terbang + abu) %
= 100% − (8.10 + 8.37) %
= 83.53%

Rerata
(%)
84.75
68.14
88.47
85.74
77.19
87.31

22

Lampiran 7 Daya jerap iod KA TKS dan KA TJ
Aktivasi
Contoh

[KOH]

T (0C)

Bobot
contoh
(g)
0.252
0.251
0.250
0.250
0.251
0.251
0.253
0.253
0.250
0.250
0.251
0.251
0.250
0.250

t (menit)

10
TKS

30

800

100

Blanko
10
TJ

30

800

100

Blanko
Grafit

-

-

-

V Na2S2O3 (mL)
Awal

Akhir

Terpakai

Daya jerap
iod (mg/g)

0.00
4.85
0.20
6.20
0.00
6.00
0.00
3.50
11.00
15.50
15.30
18.90
1.40
12.60

4.85
9.70
6.20
12.10
6.00
11.60
3.50
7.20
15.40
20.00
18.90
22.50
12.50
23.70

4.85
4.85
6.00
6.10
6.00
5.60
3.50
3.70
4.40
4.50
3.60
3.60
11.10
11.10

652.1880
654.7863
604.2483
592.9525
602.5632
646.6751
817.9117
792.9781
781.8144
770.4387
867.2351
867.2351
40.2797
40.2797

Contoh perhitungan:
Daya jerap iodin (Qi) =
=

{




×
.

.



.

× .

.

= 652.1880 mg/g

× .
×

.

× .

Keterangan:
Qi
B
C
D
12.693

= daya jerap iodin (mg/g)
= volume larutan Na-tiosulfat (mL)
= normalitas Na-tiosulfat (N)
= normalitas iodin (N)
= jumlah iodin yang sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0.1 N

Rerata
(mg/g)
653.4817
598.6004
624.6192
805.4449
776.1265
867.2351
40.2797

23

Lampiran 8 Konduktivitas KA TKS dan KA TJ
Contoh

Resistensi

Tebal (mm)

Rerata

Diameter

Berat

Kerapatan

Konduktivitas

(Ω)

1

2

3

4

(cm)

(cm)

(g)

(g/cm3)

(S/m)

TJ 10% 800/100

2.22

1.87

1.77

1.99

1.78

0.19

1.51

0.3

0.9048

4.6621

TJ 30% 800/100

3.28

1.79

1.76

1.8

1.77

0.18

1.51

0.3

0.9416

3.032

TKS 10% 800/100

0.92

1.66

2.01

1.52

1.7

0.17

1.51

0.3

0.9731

10.4604

TKS 30% 800/100

2.81

1.61

1.61

1.55

1.59

0.16

1.51

0.3

1.0541

3.1613

BLKO TKS

1.59

1.99

2.1

1.94

1.94

0.2

1.51

0.3

0.8412

7.0013

BLKO TJ

0.41

3.76

3.71

4.01

4.02

0.39

1.51

0.3

0.4325

52.8037

GRAFIT

0.02

1.68

1.92

1.73

1.74

0.18

1.51

0.3

0.9483

493.7486

Contoh perhitungan:
Konduktivitas =
=

×π×
× .

.

×

× .

= 0.0466 S/cm
= 4.6621 S/m


× .



24

Lampiran 9 Difraktogram grafit dan KA TJ

Difraktogram grafit

Difraktogram KA TJ 10%

25

Lanjutan lampiran 9 Difraktogram grafit dan KA TJ

Difraktogram KA TJ 30%

Difraktogram blanko KA TJ

26

Lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit
grafit
40
30
20

arus (A)

10
0
-10
-20
-30
-40
-50
-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

potensial (V)

Voltamogram EPK grafit dalam elektrolit KCl 0.1 M
tks 10%
40
30

arus (A)

20
10
0
-10
-20
-30
-40
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK KA TKS 10% dalam elektrolit KCl 0.1 M
tks 30%
-15

-20

Arus (A)

-25

-30

-35

-40

-45
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Potensial (V)

Voltamogram EPK KA TKS 30% dalam elektrolit KCl 0.1 M

27

Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit
ka tj 10%

-25

Arus (A)

-30

-35

-40

-45

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK KA TJ 10% dalam elektrolit KCl 0.1 M
tj 30%
-38
-40
-42

arus (A)

-44
-46
-48
-50
-52
-54
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Potensial (V)

Voltamogram EPK KA TJ 30% dalam elektrolit KCl 0.1 M
blanko tks

20

arus (A)

10

0

-10

-20

-30

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK KA blanko TKS dalam elektrolit KCl 0.1 M

28

Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

blanko tj
100

50

arus (A)

0

-50

-100

-150

-200
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK KA blanko TJ dalam elektrolit KCl 0.1 M
grafit
80

60

arus (A)

40

20

0

-20

-40

-60
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK grafit dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M
tks 10%
30

20

arus (A)

10

0

-10

-20

-30
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

potensial (V)

0.4

0.6

0.8

1.0

29

Voltamogram EPK KA TKS 10% dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M
Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

tks 30%
-42
-44
-46

arus (A)

-48
-50
-52
-54
-56
-58
-60
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Voltamogram EPK KA TKS 30% dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M
tj 10%
40
30
20

arus (A)

10
0
-10
-20
-30
-40
-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

potensial (V)

Volt