Pembuatan dan Pengujian Membrane Capacitive Deionization Menggunakan Material Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Pemurni Kesadahan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Air merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia, bahkan
kebutuhan akan air bersih sudah menjadi hak asasi manusia seperti tercantum
dalam Resolusi PBB 64/292 pada tanggal 28 Juli 2010 (The United Nations World
Water Development Report, 2014). Untuk itu diperlukan berbagai usaha untuk
dapat memenuhi kebutuhan seluruh manusia akan air hingga di masa mendatang.
Salah satunya dengan melakukan pengolahan air payau, air laut bahkan air
limbah. Di samping itu, pemanfaatan energi pada proses pengolahan air tersebut
diusahakan seminimal mungkin dan bahkan dengan energi yang terbarukan.
Banyak cara yang digunakan dalam pengolahan air, salah satunya adalah
Capacitive Deionization (CDI) (Subramani et al. 2011). CDI terdiri dari dua
elektroda berpori yang dihubungkan dengan sumber potensial.

Adapun

keunggulan teknologi CDI (Oren, 2008) yakni :
1. Tidak memerlukan tekanan yang tinggi, seperti yang digunakan pada
teknologi pengolahan air osmosis terbalik dan nanofiltrasi, sehingga

menghemat biaya dari segi peralatan yang dibutuhkan.
2. Membutuhkan potensial rendah yang biasanya tidak melebihi beberapa volt,
sehingga tidak berbahaya.
3. Cocok digunakan di daerah terpencil karena dapat dioperasikan dengan
menggunakan energi matahari yang tidak merusak lingkungan.

19
Universitas Sumatera Utara

4. Pemulihan energi lebih sederhana, yakni dengan memanfaatkan energi listrik
yang dihasilkan oleh unit regenerasi.
Pengembangan lanjutan proses CDI adalah Membrane Capacitive
Deionization (MCDI), dimana cara kerjanya sama dengan CDI. Hanya saja di
depan elektroda ditambahkan membran pertukaran ion seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1.1 dengan tujuan agar ion yang dilepaskan dari satu elektroda
selama pemulihan tidak diserap oleh elektroda lainnya dengan cepat. MCDI juga
dapat beroperasi pada tegangan terbalik, sehingga meningkatkan efisiensi kinerja
MCDI pada siklus selanjutnya.

Gambar 1.1 Prinsip kerja CDI dan MCDI (Li and Zou, 2011)


Penelitian tentang MCDI sudah banyak dilakukan, tetapi sedikit yang
membahas mengenai pemanfaatannya dalam pengurangan kesadahan air
(kandungan unsur Ca dan Mg). Bagi rumah tangga, kesadahan dalam air dapat
menyebabkan kerugian berupa konsumsi sabun lebih banyak. Anion dalam sabun
dapat bereaksi dengan unsur Ca dan Mg sehingga mengurangi efisiensi

20
Universitas Sumatera Utara

pembersihan dengan sabun (Park et al. 2007). Sedangkan bagi industri, kehadiran
ion kalsium dan karbonat dapat menyebabkan masalah scaling dan kerusakan
pada pipa boiler, peralatan listrik seperti mesin cuci (Gabrielli et al. 2006).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air,
seperti dengan pengasaman air, pengendapan kalsium karbonat dengan proses
kimia, penggunaan resin penukar ion atau dengan teknik membran (osmosis
terbalik, nanofiltrasi, dll). Namun, penggunaan bahan kimia ini dapat merugikan
kesehatan manusia. Untuk mengatasinya, teknologi CDI dianggap lebih aman dan
ramah lingkungan.
Penelitian tentang teknologi CDI yang diaplikasikan untuk mengurangi

kesadahan telah dilakukan oleh Seo et al. (2010). Tingkat kesadahan air mencapai
penurunan lebih dari 50% selama kurang dari 5 (lima) menit di awal proses
pengolahan. Dalam proses ini, lembaran elektroda karbon aktif memberikan
kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan elektroda komposit karbon
aktif.
Ada banyak material yang digunakan sebagai elektroda pada aplikasi CDI.
Li et al. (2010) telah melakukan penelitian dengan menggunakan elektroda yang
berbahan Graphene-like Nanoflakes (GNFs). Di samping itu, Wang et al. (2011)
menggunakan material carbon nanotubes (CNTs) sponge sebagai elektroda,
dimana memiliki konduktivitas yang tinggi dan luas permukaan efektif yang lebih
besar dibandingkan dengan material berbasis karbon lainnya. Penelitian lainnya
adalah pengembangan elektroda karbon berbasis dimensi nanometer pada air
payau, dimana kapasitas penyerapan ion secara berturut-turut mulai dari yang
paling tinggi penyerapannya hingga yang paling rendah penyerapannya adalah

21
Universitas Sumatera Utara

ordered mesoporous carbon (OMCs) > single walled carbon nanotubes
(SWCNTs) > double walled carbon nanotubes (DWCNTs) > activated carbons

(ACs) (Zou, 2011). Modifikasi karbon berbasis dimensi nanometer dengan
menggunakan poliakrilonitril (PAN) dan poli (metil metakrilat) (PMMA) juga
telah diteliti dan dapat digunakan pada CDI (Barakat et al. 2013). Namun,
elektroda berbasis dimensi nanometer memiliki harga yang relatif mahal.
Alasan penggunaan karbon aktif sebagai elektroda antara lain karena luas
permukaan yang besar, adsorbsi ion anorganik yang tinggi di dalam larutan, dan
harga yang murah (Lee at el., 2009). Bahan baku yang dapat dibuat menjadi
karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut
adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang hewan, batu-bara, tempurung
kelapa, kulit biji kopi. Bila dibandingkan dengan bahan-bahan yang lain,
tempurung kelapa merupakan bahan terbaik yang dapat dibuat menjadi karbon
aktif karena karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa memiliki mikropori
yang banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang tinggi dan
reaktivitas yang tinggi (Subrada et al., 2005). Di samping itu, berdasarkan data
dari Kementerian Pertanian menyatakan bahwa kelapa merupakan hasil komoditi
ketiga terbesar di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2013
produksi kelapa mencapai 3.051.585 ton, sehingga pemanfaatan kelapa sebagai
bahan karbon aktif memberikan peluang besar dilihat dari ketersediaan bahan
baku dan harganya yang relatif murah. Penelitian yang dilakukan oleh Yang at el.

(2010), telah berhasil membuat karbon aktif tempurung kepala yang memiliki luas
permukaan yang besar dengan beberapa metode.

22
Universitas Sumatera Utara

Elektroda karbon aktif dicampur dengan menggunakan pengikat (binder)
berupa polimer. Polimer yang hidrofobik akan mengurangi penyerapan ion pada
elektroda karena mengurangi tingkat kebasahan pada permukaan elektroda dan
mengurangi kontak antara larutan yang akan diproses dengan elektroda. Untuk itu,
digunakan polimer yang larut dalam air seperti polyvinylidene fluoride (PVDF)
dan polivinil alkohol (PVA). Pembuatan elektroda menggunakan PVDF sebagai
pengikat dengan perbandingan 9:1 memiliki kekuatan mekanik yang cukup,
stabilitas elektrokimia yang baik, dan karakteristik kapasitif yang baik dalam
penyerapan ion (Hou at el., 2012). Tetapi penggunaan PVDF dapat mengurangi
kapasitansi elektroda karena luas karbon yang ditembus oleh PVDF menjadi
hidrofobik. Akibatnya keterbasahan luas permukaan elektroda berkurang (Park
dan Choi, 2010). PVA termasuk polimer hidrofilik. Polimer PVA memiliki
beberapa kelebihan yaitu murah, tidak beracun dan stabil secara ikatan kimia
(Rosi et al., 2012). Oleh sebab itu, polimer PVA dapat digunakan sebagai bahan

pembuat hidrogel.
Hidrogel merupakan bentuk jaring polimer tiga dimensi yang terdiri dari
polimer yang berikatan silang dengan senyawa pengikatnya dan mengandung
pelarut air yang terjebak di dalamnya. Hidrogel PVA memiliki sifat mekanik yang
rendah (rapuh) sehingga untuk memperluas pemakaiannya diperlukan modifikasi.
Contoh modifikasi hidrogel PVA dengan proses fisika adalah beku leleh ( freezing
thawing) (Erizal, 2012). Proses beku leleh yang terdiri dari 1 (satu) kali
pembekuan dan 1 (satu) kali pelelehan disebut 1 (satu) siklus. Kekuatan mekanik
hidrogel PVA bergantung pada berat molekul, konsentrasi larutan, suhu dan
waktu pembekuan, jumlah siklus beku leleh. Fatimah dan Endarko (2013) telah

23
Universitas Sumatera Utara

berhasil membuat elektroda untuk sistem CDI menggunakan metode beku leleh
dengan komposisi karbon aktif, grafit dan PVA yang menghasilkan kapasitansi
terbesar dan porositas elektroda tertinggi yakni 18:6:1.
Di samping material elektroda, kinerja CDI juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang lain, seperti tegangan yang diaplikasikan, laju alir larutan,
konsentrasi ion larutan, lama pengolahan air yang diionisasi, suhu larutan, jarak

plat elektroda, serta jumlah pasangan elektroda (Huang, 2013).
Pembuatan elektroda karbon aktif tempurung kelapa dengan pengikat PVA
diharapkan dapat diaplikasikan sebagai elektroda dalam pengolahan air sadah
sehingga menjadi air bersih yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan R.I
No : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 3 September 1990 Lampiran II.

1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapakah komposisi optimum elektroda karbon aktif tempurung kelapa
dengan menggunakan PVA sebagai pengikat?
2. Bagaimanakah morfologi dan sifat-sifat elektrokimia elektroda karbon
aktif dari tempurung kelapa dengan menggunakan PVA sebagai pengikat?
3. Apakah air sadah yang diproses menggunakan sistem MCDI dengan
menggunakan elektroda karbon aktif tempurung kelapa dengan pengikat
PVA dapat memenuhi persyaratan kualitas air bersih berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan R.I No : 416/MENKES/PER/IX/1990
Tanggal : 3 September 1990 Lampiran II?

24

Universitas Sumatera Utara

1.3. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup yang jelas berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan pada latar belakang di atas, maka penulis membatasi permasalahan
sebagai berikut :
1. Karbon aktif tempurung kelapa yang digunakan adalah karbon yang sudah
diaktivasi dengan kriteria : pemanasan 950 ÂșC, karbon aktif yang menguap
sebanyak 24,9%, kadar air sebanyak 14%, kadar abu sebanyak 3%, dan
kadar karbon murni sebesar 72,1%.
2. Kolektor arus yang digunakan adalah aluminium.
3. Ukuran elektroda yang dibuat 5,0 x 5,0 x 0,1 cm.
4. Membran pertukaran ion yang digunakan adalah AMI-7001S untuk anion
dan CMI-7000S untuk kation.
5. Perangkat sistem MCDI pada penelitian ini hanya terdiri dari 1 (satu) sel.
6. Air sadah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari larutan
umpan yang terdiri dari 576 mg/l CaCl2, 440 mg/l MgSO4.H2O dan 780
mg/l NaHCO3 yang dilarutkan dengan aquades.
7. Larutan umpan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat
kesadahan dengan kategori tinggi yakni sebesar 910 mg/l (sebagai

CaCO3).
8. Pengujian elektroda menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
untuk menganalisis permukaan elektroda, CyclicVoltammetry (CV) untuk
menentukan kapasitansi elektroda dan Electrochemical Impedance
Spectroscopy (EIS) untuk menentukan impedansi sel MCDI.

25
Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan komposisi optimum elektroda karbon aktif
tempurung kelapa dengan menggunakan PVA sebagai pengikat.
2. Untuk mempelajari morfologi dan sifat-sifat elektrokimia elektroda
karbon aktif dari tempurung kelapa dengan menggunakan PVA sebagai
pengikat.
3. Untuk mengetahui hasil akhir air sadah yang diproses menggunakan
sistem MCDI dengan menggunakan elektroda karbon aktif tempurung
kelapa dengan pengikat PVA sehingga memenuhi persyaratan kualitas
air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I No :
416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 3 September 1990 Lampiran II


1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang komposisi optimum elektroda karbon aktif
tempurung kelapa dengan menggunakan PVA sebagai pengikat.
2. Memberikan informasi tentang morfologi dan sifat-sifat elektrokimia
elektroda karbon aktif tempurung kelapa dengan menggunakan PVA
sebagai pengikat.
3. Memberikan informasi tentang pengaruh elektroda karbon aktif tempurung
kelapa dengan menggunakan pengikat PVA terhadap penyerapan ion Ca2+
dan Mg2+.
4. Pemanfaatan tempurung kelapa sebagai karbon aktif untuk pengolahan air
sadah sehingga layak untuk digunakan untuk keperluan sehari-hari.

26
Universitas Sumatera Utara