Factors influencing fishermen behavior to utilize fishery resources in the north coast of West Java

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU

NELAYAN ARTISANAL MEMANFAATKAN

SUMBERDAYA PERIKANAN

DI PANTAI UTARA JAWA BARAT

PRIHANDOKO SANJATMIKO

MAYOR ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain, telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2011

Prihandoko Sanjatmiko NIM P061040091


(3)

ABSTRACT

PRIHANDOKO SANJATMIKO. 2011. Factors Influencing Fishermen Behavior to Utilize Fishery Resources in the North Coast of West Java. Supervised by: AMRI JAHI, DARWIS S GANI, I GUSTI PUTU PURNABA, LUKY ADRIANTO, IWAN TJITRADJAJA.

The objective of this study to determine the factors influencing fishermen behavior to utilize Fishery Resources in the North Coast of West Java base upon the Theory of Planned Behavior (TPB). In the fishery system in Indonesia there is a complex issues of coastal resource use in with a more diversity of stakeholders utilizing these resources. The populations of artisanal fishermen in the northern coast of West Java Province were 10.404 household. Techniques for sampling bycluster random sampling, with the number of household sample of 400 artisanal fishermen. Data was collected using a questionnaire interview further processed using the program structural equation model (SEM) and LISREL 8:54. The conclusions of this study were: (a) Attitude, Subjective Norm and Perceived Behvior Control variabels were the factors which direct influencing to the Behavior Intention variables in the fishery activity of fishermen. Individual characteristics variebles influence indirectly to the Behavior Intention variable, (b) The magnitude Behavior Intention varieble influence on behavioral variables 0, 68 with the coefficient of determinant (R2) of 0.47. This situation indicates the influence of other variables by 53% beyond the variables discussed in this study the variables affecting the behavior, (c) The amount of influence of individual characteristics variables as background factors (background factor) to the variable Attitude, Subjective Norm and Perceived Control and Behvior variables respectively 0.15, 0.22 and 0.26.

Keywords: artisanal fishermen behavior, behavior intention, attitude, subjective norm, perceived behavior control


(4)

iv

RINGKASAN

PRIHANDOKO SANJATMIKO. 2011. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat. Dibimbing oleh: AMRI JAHI, DARWIS S GANI, I GUSTI PUTU PURNABA, LUKY ADRIANTO dan IWAN TJITRADJAJA.

Mendeskripsikan perilaku nelayan artisanal di Indonesia khususnya di pantai Utara Jawa Barat secara akurat dengan menggunakan perspektif Theory Planned Behavior, penting untuk dilakukan. Urgensi ini diperkuat dengan masih minimnya hasil penelitian tentang nelayan artisanal Indonesia di tengah kondisi degradasi sumberdaya laut yang semakin menurun, kemiskinan absolut yang dihadapi oleh nelayan, kompleks persoalan pemanfaatan sumberdaya pesisir serta beragamnya pihak berkepentingan pemanfaat sumberdaya tersebut. Kajian teoritis yang menjelaskan bagaimana dampak sikap terhadap perilaku individu telah dibahas sejak tahun 1862. Tesis utama dari perkembangan perspektif teori tersebut adalah “sikap dapat menjelaskan perilaku individu”. Berangkat dari kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat, yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul, maka perspektif Theory Planned Behavior menganggap penting melihat unsur “niat untuk berperilaku”.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk berperilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan, (2)

Menentukan intensitas pengaruh faktor niat untuk berperilaku tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan, (3) Menentukan intensitas pengaruh faktor latar belakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku.

Lokasi penelitian terletak di desa-desa pesisir pada rumah tangga nelayan artisanal pemilik perahu di lima kabupaten di pantai Utara Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Penelitian dilakukan pada Desember 2009 – Februari 2011. Jumlah populasi nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat 10.404 rumah tangga. Menggunakan teknik pengambilan sampel acak kluster ditentukan 400 sampel kepala rumah tanggal nelayan artisanal pemilik yang mengoperasikan perahunya sendiri.

Gambaran mengenai karakteristik umum nelayan artisanal di wilayah studi; (1) berdasarkan usia, nelayan artisanal berada pada usia antara 30 hingga 55 tahun, (2) berdasarkan jumlah tanggungan keluarga sebagian besar dari mereka harus menghidupi 4 hingga 5 jiwa, (3) berdasarkan pendidikan non formal yang pernah diikuti, sebagian besar dari mereka hanya pernah mengecap pendidikan non formal (dalam bentuk kursus, magang dan pelatihan) tidak lebih dari 15 jam dalam satu tahun terakhir, (4) berdasarkan pengalaman sebagai nelayan, mereka telah memiliki pengalaman sebagai nelayan antara 18 hingga 23 tahun, (5) berdasarkan ukuran perahu yang dimiliki mereka hanya memiliki ukuran perahu dengan indeks luas perahu 3 hingga 26 M².

Hasil uji kecocokan keseluruhan model perilaku nelayan, menunjukkan model yang fit

dengan model perilaku dengan nilai Khi-kuadrat 139,54, derajat bebas (df) 126, dan P-value = 0,19332. Ukuran kecocokan lainnya yaitu RMSEA=0.016, GFI=0.96, AGFI=0.95, CFI=0.99, NFI=0.95 dan NNFI=0.99. Analisis model struktural menunjukkan bahwa (1) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap sikap sebesar 0,15 yang nyata pada α = 0,05, (2) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap kepatuhan kepada patron 0,22 yang nyata pada α=0,05, (3) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap kemampuan berperilaku 0,26 yang nyata pada α = 0,05, (4) adanya pengaruh langsung peubah


(5)

sikap, kepatuhan kepada patron, kemampuan berperilaku terhadap niat untuk berperilaku masing 0,26; 0,46 dan 0,55 yang nyata pada α= 0,05. Secara bersama pengaruh ketiga peubah tersebut terhadap peubah niat untuk berperilaku nelayan sebesar 64 persen yang nyata pada α = 0,05; (5) pengaruh peubah niat untuk berperilaku terhadap perilaku 0,68. Pengaruh niat untuk berperilaku pada perilaku koefisien determinasinya 47 persen, sehingga 53 persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini.

Simpulan. (1) Peubah sikap, kepatuhan kepada patron dan peubah kemampuan berperilaku merupakan faktor-faktor yang memengaruhi secara langsung peubah niat untuk berperilaku nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap. Peubah karakteristik individu memengaruhi secara tidak langsung peubah niat untuk berperilaku, (2) Besaran pengaruh peubah niat untuk berperilaku terhadap peubah perilaku 0, 68 dengan nilai Koefisien Determinan (R2

Saran. Aspek Perilaku Individu Nelayan (1) Mengingat perilaku nelayan dipengaruhi secara positif oleh niat untuk berperilaku dengan nilai koefisien determinan (R

) sebesar 0,47. Keadaan ini mengindikasikan adanya pengaruh peubah lain sebesar 53% di luar peubah yang dibahas dalam penelitian ini yang memengaruhi peubah perilaku, (3) Besaran pengaruh peubah Karakteristik Individu sebagai faktor latar belakang (background factor)

terhadap peubah Sikap, Kepatuhan kepada Patron dan peubah Kemampuan Berperilaku 0,15, 0,22 dan 0,26.

2

= 0,47), maka untuk meningkatkan perilaku diperlukan peningkatan niat untuk berperilaku. (2) Mengingat peubah niat untuk berperilaku secara bersama-sama dipengaruhi oleh peubah sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku nelayan dengan nilai koefisien determinan (R2

Aspek Struktur. Peubah yang dibahas dalam penelitian ini adalah peubah dalam perilaku individu. (1) Mengingat adanya pengaruh peubah lain 53 persen di luar peubah yang dibahas dalam penelitian ini. Pengaruh peubah lain tersebut berada dalam tatanan struktur yang dapat berupa kebijakan, tekanan sosial dari pihak berkepentingan lain pemanfaat sumberdaya pesisir dan perikanan, tekanan karena degradasi sumberdaya pesisir/perikanan dan sebagainya, (2) Mengingat diperlukan eksploitasi ikan dengan memperhatikan kelangsungan aspek ekonomis, sosial dan lingkungan yang optimal, maka untuk mencegah tragedi sumberdaya milik bersama =0,64), maka untuk meningkatkan niat untuk berperilaku diperlukan peningkatan sikap, kepatuhan kepada patron dan kemampuan berperilaku nelayan, (3) Mengingat pengaruh peubah kemampuan berperilaku nelayan terhadap niat untuk berperilaku 0,55, pengaruh kepatuhan kepada patron terhadap niat untuk berperilaku nelayan 0,46 dan pengaruh sikap terhadap niat untuk berperilaku 0,26, maka dapat dinyatakan bahwa peubah kemampuan berperilaku merupakan peubah yang paling dominan diantara ketiga peubah tersebut dalam mempengaruhi niat untuk berperilaku, kemudian disusul peubah kepatuhan kepada patron dan peubah sikap. Prioritas program peningkatan niat untuk berperilaku nelayan yang mendorong peningkatan upaya penangkapan ikan dilakukan dengan cara: (a) Meningkatkan kemampuan berperilaku nelayan untuk dapat terwujud dalam bentuk perilaku dengan menghilangkan/mengurangi kendala-kendala yang dihadapi dalam bidang penggunaan alat tangkap, penggunaan alat bantu tangkap dan persiapan operasi penangkapan, (b) Meningkatkan kepatuhan nelayan kepada patronnya dalam hal ini adalah punggawa yang mendorong ke arah perilaku positif khususnya dalam aspek penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan, (c) Meningkatkan sikap nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan dengan mengembangkan program peningkatan pengetahuan nelayan khususnya dalam aspek penggunaan alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.


(6)

vi dalam tingkat struktur dilakukan kontrol tingkat upaya penangkapan, (3) Kontrol tingkat upaya penangkapan dilakukan melalui kesepakatan diantara pihak yang memiliki kepentingan sumberdaya pesisir/perikanan melalui adanya sharing terhadap hak dan kewajiban dalam bentuk ko-manajemen kegiatan perikanan di wilayah studi. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menelaah peubah-peubah lain yang memberikan kontribusi terhadap perilaku nelayan artisanal dalam kegiatan perikanan tangkap.

Kata Kunci: Perilaku Nelayan Artisanal, Niat untuk Berperilaku, Sikap,

Tingkat Kepatuhan terhadap Patron, Tingkat Kemampuan Berperilaku .


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun atanpa izin IPB.


(8)

viii FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL

MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT

PRIHANDOKO SANJATMIKO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

MAYOR ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(9)

Judul Disertasi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat. Nama : Prihandoko Sanjatmiko

NIM : P061040091

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc

Prof. Dr. Ir. H. Darwis S. Gani, MA

Anggota Anggota

Dr. Iwan Tjitradjaja

Dr. Ir. I. Gusti Putu Purbana, DEA

Anggota Anggota

Dr. Ir. H. Luky Adrianto, M.Sc

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

x

Penguji pada Ujian Tertutup

1. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Director Center for Alternative Dispute Resolution and Empowerment (CARE) IPB/Staf Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan

Sekolah Pascasarjana IPB) 2. Dr. Ir. Arif Satria, SP, M.Si

(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB/Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka

1. Dr. Dedi S. Adhuri

(Peneliti pada Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI)

2. Dr. Ma’mun Sarma, M.Ec

(Staf Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB)


(11)

PRAKATA

Dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penelitian disertasi ini dapat saya selesaikan. Penelitian ini mengambil tema faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat.

Dalam penyelesaian penelitian disertasi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Amri Jahi dan para anggota komisi pembimbing Prof. Dr. H. Darwis S Gani, MA, Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, Dr. Ir. H. Luky Adrianto dan Dr. Iwan Tjitradjaja yang telah memberikan bimbingan dan arahan. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sumardjo, MS dan Bapak Dr. Arif Satria, SP, M.Si yang telah bertindak selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Disertasi pada tanggal 7 Oktober 2011. Bapak Dr. Dedi S Adhuri dan Bapak Dr. Ma’mun Sarma, M.Ec sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka. Kepada Rektor Universitas Indonesia, Dekan FISIP Universitas Indonesia dan Bapak Dr. Iwan Tjitrdajaja (Ketua Departemen Antropologi FISIP UI) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan doktoral pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan IPB. Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada para guru-guru saya; Bapak Dr. Boedhihartono, Bapak Prof. Dr. Achmad Fedyani Saifuddin dan para guru yang lain beserta segenap kolega staf pengajar Departemen Antropologi FISIP UI yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu. Dengan kesabaran dan ayoman, Beliau-beliau terus memberi semangat kepada saya untuk penyelesaian penelitian disertasi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. Imam Soeseno beserta jajaran Institute of Natural and Regional Resourches, Dr. Dody Prayogo, Prof. (Riset) Dr. Asikin Djamali, Dr. Budi Hascaryo, dengan segala ketulusan senantiasa memberikan semangat untuk saya segera menyelesaikan penelitian disertasi ini.

Kepada saudara-saudaraku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat, terima kasih atas keikhlasan hati kalian dalam menerima saya untuk banyak belajar mengenai bidang yang asing dalam kehidupan saya. Akhirnya saya ucapkan pula terima kasih kepada istriku Nursih Nurhayati serta kedua buah hatiku Alamanda Putria Jeannety dan Fitraya Bintang Jeannety atas doa dan pengorbanan yang kalian berikan untuk selesainya penelitian disertasi ayah ini.

Bogor, Desember 2011


(12)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 1966. Menikah dengan Nursih Nurhayati dan dikaruniai dua orang anak; Alamanda Putria Jeannety (lahir 2005) dan Fitraya Bintang Jeannety (lahir 2010).

Pendidikan Sarjana Antropologi, diselesaikan pada Program Sarjana Antropologi FISIP UI pada tahun 1994 dan Magister Antropologi dari Universitas Indonesia pada tahun 2000. Tahun 2004, melanjutkan pendidikan jenjang doktoral pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan biaya beasiswa BPPS Depdiknas.

Sebelum dan selama menjadi mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pembangunan IPB, penulis bekerja sebagai Staf Pengajar Tetap pada Program Sarjana Antropologi, Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia sejak tahun 1995. Aktif sebagai peneliti pada Institute of Natural and Regional Resources (INRR) dan Center for Alternative Dispute Resolution and Empowerment (CARE) IPB; keduanya merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian, konsultasi lingkungan dan resolusi konflik perusahaan berbasis kawasan.

Berawal pada keikutsertaan dalam kegiatan Training of Trainer in Integrated Coastal Management (ICM) on Coastal Project University of Rhode Island and Center for Studies of Marine and Sea Resources, Bogor Agricultural Institute (IPB) pada Februari 2000, kegiatan pendampingan dan mediasi konflik terhadap komunitas di sekitar perusahaan migas, kehutanan dan perkebunan di wilayah Indonesia (mulai pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua) telah dilakukannya. Demikian pula kegiatan sebagai auditor dalam bidang sustainable forest management (SFM) pada kegiatan joint certification (Lembaga Ekolabel Indonesia – Forest Stewardhips Council) bersama Societe Generale de Survailance (SGS) Indonesia.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstract iii

Ringkasan iv Prakata xi Riwayat Hidup xii

Daftar Isi xiii

Daftar Tabel xvi

Daftar Gambar xvii

Glossary xviii

Daftar Lampiran xix

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 4 Tujuan Penelitian 5 Kegunaan Penelitian 6

Definisi Istilah 7

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku 9

Niat untuk Berperilaku 14

Ringkasan 15

Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat untuk Berperilaku Nelayan Artisanal

Sikap (Attitude) 16

Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm) 17 Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control) 18 Faktor Latar Belakang: Karakteristik Individu

Nelayan Artisanal 19

Ringkasan 30

Hubungan antar Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan

Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap 32 Hubungan Karakteristik Individu dengan

Kepatuhan Kepada Patron 33

Hubungan Karaktersitik Individu dengan

Kemampuan Berperilaku 34

Hubungan Sikap dengan Niat untuk Berperilaku 35 Hubungan Kepatuhan terhadap Patron dengan


(14)

xiv

Hubungan Tingkat Kemampuan Berperilaku dengan

Niat untuk Berperilaku 36

Hubungan Niat untuk Berperilaku dengan Perilaku 37 Nelayan Artisanal

Sistem Kegiatan Perikanan Tangkap pada Nelayan Artisanal 43 Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal di Indonesia 45

Teknologi Perikanan Tangkap 46

Operasi Penangkapan 48

Pengerahan Modal dan Tenaga Kerja 50

Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan 50

Common Property dan C0-Management dalam

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 56 Kondisi Perikanan Tangkap di Pantai Utara Provinsi Jawa Barat 59 Studi-studi Terdahulu tentang Perilaku Nelayan dan

Theory Planned Behavior (TPB) 61

Ringkasan 66

KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berfikir 68

Hipotesis Penelitian 68

METODA PENELITIAN

Populasi dan Sampel 70

Populasi 70

Sampel 71

Rancangan Penelitian 73

Data dan Instrumentasi 74

Data 74

Pengumpulan Data 76

Analisis Data 77

Instrumentasi 79

Validitas dan Reabilitas Instrumen 88

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 92

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 92

Letak Geografis dan Kondisi Lingkungan

Perairan Pantai Utara Jawa Barat 92 Demografi Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Barat 94

Komposisi Golongan Etnik 95

Profil Umum Responden Nelayan Artisanal 97 Langkah-langkah Pendugaan Parameter Perilaku Nelayan 103


(15)

Pengujian Hipotesis 114

Hipotesis 1 114

Hipotesis 2 114

Hipotesis 3 115

Hipotesis 4 115

Hipotesis 5 116

Pembahasan 117

Theory Planned Behavior dalamMenggambarkan

Perilaku Nelayan di Pantai Utara Jawa Barat 117 Kontribusi Temuan Penelitian terhadap Persoalan

Sifat Kepemilikan Laut sebagai Sumber Milik “Bersama” 121

SIMPULAN DAN SARAN 124

Simpulan 124

Saran 124

Daftar Pustaka 127


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Dikotomi antara Artisanal Fisheries dan Industrial Fisheries 41 Tabel 2 Kategori Nelayan Large-Scale, Small Scale dan Subsistent 42 Tabel 3 Populasi Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal

di Pantai Utara Jawa Barat 70

Tabel 4 Distribusi Sampel Penelitian 72

Tabel 5 Peubah dan Sub Peubah dari Model pada Gambar 74 Tabel 6 Susunan Kepakaran Juri Opinion Uji Instrumen Penelitian 89 Tabel 7 Rancangan Pengujian Model Perilaku Nelayan 90 Tabel 8 Rangkuman Hasil Uji Kesesuaian Model Perilaku Nelayan 107 Tabel 9 Dekomposisi Pengaruh antar Peubah Model Perilaku Nelayan 111 Tabel 10 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik

terhadap Sikap 114

Tabel 11 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik Individu

terhadap Kepatuhan kepada Patron 114

Tabel 12 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik Individu

Terhadap Tingkat Kemampuan Berperilaku 115

Tabel 13 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Sikap, Kepatuhan Kepada Patron dan Kemampuan Berperilaku terhadap

Niat untuk Berperilaku 115

Tabel 14 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Niat untuk Berperilaku


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Skema Perilaku dalam Theory Planned Behavior 13

Gambar 2 Dimensi Pengukuan Sikap 19

Gambar 3 Kaitan Aspek Bio-fisik dan Sosio Ekonomi dalam

Sistem Perikanan Tangkap 44

Gambar 4 Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan

Sumberdaya Perikanan Tangkap 55

Gambar 5 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya

Perikanan Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat 68 Gambar 6 Kerangka Hipotetik Model Atruktural Peubah Penelitian:

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan

Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan 90

Gambar 7 Pendugaan Parameter Model Struktural Perilaku Nelayan 105 Gambar 8 Pendugaan Parameter Model Perilaku Nelayan 106 Gambar 9 Korelasi antar Peubah Penelitian Faktor-faktor yang Memengaruhi

Perilaku Nelayan Artisanal dalam Memanfaatkan Sumberdaya

Perikanan 113

Gambar 10 Kontribusi Theory Planned Behavior terhadap Persoalan Sifat Kepemilikan Ikan Laut sebagai Sumber Milik Bersama di


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat

Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 3 Lampiran output Simplis Lisrel 8.54 tanggal 28/7/2011 jam 15.38

Lampiran 4 Lampiran Statistik Deskriptif Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon

Lampiran 5 Gambaran Nelayan Artisanal di Pantai Utara Jawa Barat

Lampiran 6 Sebaran Populasi Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal di Pantai Utara Jawa Barat


(19)

GLOSSARY

Punggawa adalah pemodal dengan sistem bagi hasil dalam sistem kegiatan perikanan nelayan artisanal. Istilah lain popular yang juga dikenal di komunitas nelayan pantai Utara Jawa yaitu langgan, bakul

Andun adalah kegiatan migrasi sementara ke wilayah lain yang dilakukan oleh nelayan dalam upaya mereka untuk tetap dapat melakukan kegiatan melaut

Garok adalah jenis alat tangkap dasar jaring yang menggunakan kekuatan tenaga mesin perahu dalam mengoperasikannya. Bagian ujung jaring alat ini bekerja dengan cara menancap ke dasar laut kemudian jaring menyaring kolom air.

Kelip adalah anjungan migas milik perusahaan migas yang beroperasi di tengah laut. Di

Pertamina bagian bawah anjungan ini banyak merupakan lokasi tempat berlindungnya ikan

Dombret adalah wanita pekerja seni pertunjukkan dangdut yang berusia remaja. Dalam sistem seni pertunjukkan dangdut tersebut, dombret bertugas menemani pengunjung pria yang datang. Pekerja seni dangdut dalam tingkat usia dewasa disebut dongdot.

Mandi merupakan kegiatan ritual kepercayaan dalam bentuk memandikan perahu dengan

Kembang menggunakan air yang dicampur dengan kembang 7 rupa. Ritual ini dipercaya memiliki fungsi sebagai penyelamat dan memberikan hasil tangkapan yang baik dalam kegiatan melaut.

Fishing merupakan lokasi perairan yang digunakan oleh nelayan untuk mencari ikan.

Ground

Horse Power disingkat HP atau istilah lain park de craft (PK) merupakan satuan kekuatan mesin perahu/kapal


(20)

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan untuk menyusun program peningkatan kesejahteraan mereka. Keadaan ini menjadi makin kompleks karena degradasi sumberdaya laut yang mereka eksploitasi semakin cepat, kemiskinan absolut yang mereka hadapi, semakin kompleks persoalan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan semakin beragamnya kepentingan pemanfaat sumberdaya tersebut. Sementara itu, sifat kepemilikan sumberdaya laut sebagai “milik bersama”, mendorong eksploitasi berlebih juga merupakan ancaman penting.

Kajian teoritis tentang apa dampak sikap terhadap perilaku individu telah dibahas sejak tahun 1862. Dalam kurun waktu antara 1918 hingga 1925, para ahli psikologi sosial telah memunculkan berbagai teori yang menghubungkan sikap dengan perilaku. Tesis utama perspektif teori tersebut “sikap dapat menjelaskan perilaku individu”. Berangkat dari kritik pada teori dan pengukuran sikap yang tidak tepat, Fishbein dan Ajzen menganggap pentingnya unsur “niat untuk berperilaku”. Menurut kedua pakar itu, mengukur sikap pada sama dengan mengukur perilaku itu sendiri karena niat dan perilaku berhubungan erat. Perspektif teori yang kemudian dikenal sebagai Theory Planned Behavior ini telah digunakan oleh banyak peneliti untuk memprediksi perilaku (behavior) melalui niat untuk berperilaku (behavior intention).

Dalam hubungan ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan nelayan, meskipun implementasi kebijakan tersebut tidak selalu mempertimbangkan nelayan karena lemahnya regulasi dalam bidang itu. Misalnya Revolusi Biru pada 1970-an dan regulasi pada saat ini. Revolusi Biru dilaksanakan pemerintah untuk mengikuti success story Revolusi Hijau. Target Revolusi Biru untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dengan meningkatkan efisiensi dan produktifitas perikanan. Revolusi Biru ini meliputi motorisasi dan modernisasi teknologi alat tangkap, pemberian fasilitas kredit berupa


(22)

2

kredit usaha, mesin, perahu dan peralatan penting lain kepada nelayan, membangun fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan perikanan agar lebih efektif dan meningkatkan produksi seperti pelabuhan perikanan, ruang pendingin, tempat pengeringan ikan dan pelelangan ikan (TPI). Pada tahun 1980 – 1996 kebijakan ini diperbaharui dengan peluncuran deregulasi perikanan yang mencakup pengembangan alat tangkap, pembangunan pelabuhan dan penambahan armada penangkapan ikan melalui produksi dalam negeri maupun impor kapal bekas serta pemberian izin kapal asing.

Dampak kebijakan Revolusi Biru hingga 2003 cukup fantastis dalam meningkatkan produksi perikanan tangkap maupun budidaya. Revolusi Biru yang didukung aktifitas usaha berskala besar dan padat modal menjustifikasi adanya penetrasi kapitalisme yang tidak memandirikan nelayan kecil dan petani ikan. Secara khusus ada enam implikasi dari perkembangan ini. Pertama, degradasi sumberdaya ikan, penurunan daya dukung lingkungan laut dan kerusakan ekosistem; kedua,

menciptakan ketimpangan kelas yang lebar antara pemilik kapal dan buruh nelayan; ketiga, degradasi hutan mangrove dan pengalihan lahan tambak kepada pemodal; keempat, konflik ruang di wilayah pesisir yang disebabkan oleh wilayah kegiatan perikanan, pelabuhan, pariwisata, industri maupun kawasan konservasi; kelima,

rendahnya kapasitas sumberdaya manusia nelayan sehingga produktifitas mereka juga rendah dan keenam ketidakadilan struktural yang merugikan nelayan miskin dalam keterbatasan akses modal.

Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan antara lain program kredit usaha nelayan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), pembagian wilayah penangkapan berdasarkan peralatan tangkap nelayan, larangan penghapusan operasi kapal pukat harimau, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta dan alokasi dana sekitar Rp.927,82 milyar untuk menyejahterakan nelayan. Namun demikian penegakkan regulasi dan implementasi program-program tersebut masih lemah, mengindikasikan seolah-olah regulasi dan kebijakan tersebut tidak pernah ada sehingga belum berhasil meningkatkan kesejahteraan nelayan.


(23)

Memfokuskan studi ini, dalam fishery system, socio-economic environment

merupakan komponen penting selain komponen biophysical environment. Penelitian ini membatasi pada kajian socio-economic environment berupa perilaku nelayan artisanal dalam bidang perikanan tangkap yang meliputi kegiatan yaitu: (a) penggunaan teknologi alat tangkap dan alat bantu tangkap terkait dengan capital dynamics seperti armada alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap untuk menghasilkan hasil tangkapan maksimal dan menimalkan dampak lingkungan fisik, (b) persiapan dan operasi penangkapan untuk meningkatkan kemampuan nelayan menentukan musim ikan, lokasi penangkapan ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang cocok untuk melaut, (c) pengerahan tenaga kerja dan modal untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan modal dalam mengoperasikan perahu beserta alat tangkap dan (d) menjaga mutu hasil tangkapan dan pemasaran ikan yang berkualitas untuk dapat dijual dengan harga yang tinggi. Keempat kegiatan perikanan tersebut seyogyanya menjadi perilaku nelayan yang hendak dijelaskan oleh perspektif Theory Planned Behavior (TPB).

Theory Planned Behavior memiliki komponen attitude, subjective norm, perceived behaviour control dan background factor sebagai peubah yang memengaruhi niat untuk berperilaku (behaviour intention), yang selanjutnya akan memengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh faktor-faktor tersebut memengaruhi perilaku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat.


(24)

(25)

Masalah Penelitian

Keberagaman latarbelakang nelayan artisanal (artisanal fishery) berpengaruh pada perilaku nelayan dalam memanfaatan sumber daya perikanan seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan. Perilaku nelayan dipengaruhi oleh attitude

(sikap), subjective norm (kepatuhan terhadap patron), perceived behavior control

(kemampuan berperilaku), background factor (faktor latar belakang) dan behavior intention (niat untuk berperilaku).

Berangkat dari pemikiran tersebut di atas maka beberapa masalah penelitian yang perlu dijawab, ialah :

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi niat nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan?

2. Berapa besar pengaruh faktor niat tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumber daya perikanan?

3. Berapa besar pengaruh faktor latarbelakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku?


(26)

5

Tujuan Penelitian

Nelayan merupakan aktor sosial. Menurut perspektif Theory Planned Behavior, perilaku seseorang sebagai aktor sosial ditentukan oleh niat untuk berperilaku, sikap, kepatuhan terhadap patron, kemampuan berperilaku dan karakteristik individu sebagai faktor latarbelakang.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk berperilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.

2. Menentukan intensitas pengaruh faktor niat untuk berperilaku tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.

3. Menentukan intensitas pengaruh faktor latar belakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku.


(27)

Kegunaan Penelitian

Dengan pemahaman yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan dalam proses penangkapan hingga pemasaran ikan, penelitian ini diharapkan akan memiliki kegunaan yang luas bagi referensi pengembangan pilihan model peningkatan kesejahteraan nelayan tangkap dengan menggunakan perspektif

Theory Planned Behavior. Secara lebih rinci kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi referensi bagi pengembangan perilaku nelayan dalam penyelesaian masalah kegiatan penangkapan ikan hingga pemasaran, khususnya di pantai Utara Jawa Barat yang menjadi wilayah penelitian ini.

2. Menjadi referensi bagi agen perubahan baik pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan.

3. Memperbanyak khazanah kajian tentang pengembangan kelompok dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap nelayan kecil.

4. Mendorong studi lebih lanjut tentang perilaku nelayan tangkap dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.


(28)

7

Definisi Istilah

1. Nelayan artisanal adalah nelayan pemilik perahu yang sebagian besar penghasilannya berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, yang mengoperasikan sendiri perahunya dan menggunakan peralatan tangkap ikan sederhana seperti gilnet, jaring badut, minitrawl, pancing dan rawai pancing,

yang mengoperasikan perahu berukuran 2,75 – 25 GT, panjang perahu antara 5 - 15 Meter dan lebar antara 1,5 - 6 Meter yang menggunakan sistem penghasilan bagi hasil antara pemilik dan anak buah kapal, hasil tangkapan ikan untuk pasar lokal.

2. Karakteristik individu nelayan adalah ciri-ciri yang menandai keadaan nelayan dari sisi kondisi sosial yang terdiri dari:

a. Ukuran perahu diukur berdasarkan ukuran indeks luas perahu yang dimiliki, merupakan hasil perkalian antara panjang dan lebar perahu dan dinyatakan dalam meter persegi (M2

b. Jumlah anak buah kapal diukur berdasarkan jumlah jiwa yang bekerja menjadi anggota Anak Buah Kapal yang dimiliki responden.

).

c. Ukuran mesin perahu diukur berdasarkan ukuran kekuatan laju dorong mesin perahu yang dinyatakan dalam paar de kraft(PK) atau tenaga kuda. 3. Sikap nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore dari

domain sikap (aspek pengetahuan, perasaan dan perilaku) dalam bidang penggunaan alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.

4. Kepatuhan nelayan terhadap patron dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore dari pengaruh personal (significant other) dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh nelayan di bidang penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.


(29)

5. Kemampuan berperilaku nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore keyakinan individu untuk melakukan sesuatu dan evaluasi individu dalam kemampuannya melakukan sesuatu dalam bidang penggunaan alat tangkap, penggunaan alat bantu tangkap dan persiapan operasi penangkapan

6. Niat untuk berperilaku nelayan adalah total skore kecenderungan, tekad atau keinginan (intention) nelayan untuk melakukan kegiatan dalam bidang penggunaan alat tangkap, pengerahan tenaga kerja penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.

7. Perilaku nelayan dalam proses kegiatan tangkap adalah total skore tindakan yang dilakukan oleh nelayan dalam bidang penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.


(30)

9

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) perilaku ialah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Ada dua perspektif teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu dalam membentuk perilakunya. Perspektif teori pertama adalah nature sebagai ”the view espoused by nativists. Nature refers not simply to abilities present at birth but to any ability determined by genes, including those appearing through maturation”. Para ahli psikologi evolusi sebagai penganut perspektif teori ini menganggap bahwa perilaku merupakan produk dari seleksi alam sebagai “evolutionary adaptation” (EA). Ketertarikan interpersonal merupakan contoh sexual selection: laki-laki dan perempuan memilih pasangan yang paling sesuai bagi sukses reproduksinya.

Kedua nurture sebagai “the view of empiricists, the view that everything is learned through interactions with the environment, the physical and social world, more widely referred to as ‘experience”. Para ahli psikologi radikal (seperti Skinner dan Watson) berpendapat bahwa seluruh perilaku dapat dijelaskan oleh suatu peristiwa sendiri. Skinner berpendapat bahwa proses pembelajaran suatu bahasa oleh anak kecil dapat dijelaskan melalui reward dan konsekuensinya. Contoh lain dari perspektif teori ini adalah bahwa schizophrenia muncul pada anak-anak yang senantiasa menerima informasi kontradiktif dari kedua orang tuanya.

Teori Convergence memadukan kedua teori di atas. Teori ini menyebutkan bahwa perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan internal dan eksternal saling berinteraksi, saling memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap dan tergantung pada sifat hereditas, sifat lingkungan dan intensitas pengaruh luar. Sifat-sifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri utama seseorang dan sulit diubah sedangkan kemampuan berbicara, bersikap dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi sosial antara sifat bawaan dan lingkungan luar (Zanden dan James, 1995).


(31)

Memperkuat argumentasi tersebut, Lewin (dalam Hersey et al: 1996) mengemukakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari individu dan situasi. Secara matematis kondisi demikian dinyatakan sebagai: B = ƒ (P,S). Dalam hal ini B = behavior, P = person dan S = situation. Seseorang berperilaku, dipengaruhi oleh sesuatu dalam diri orang (yang memotivasi individu untuk bertindak) dan oleh sesuatu di luar orang itu (situasi), antara individu dengan situasi akan saling bergantung. Perilaku juga dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai hasil tertentu dan dipengaruhi oleh tujuan. Tujuan atau sasaran tidak selamanya didasari oleh perilaku individu tersebut. Hal ini dikarenakan adanya alam bawah sadar yang memengaruhi perilaku seseorang individu.

Menurut teori communication and human behavior, perilaku pada dasarnya merupakan suatu tindakan manusia yang diawali oleh adanya proses input berupa informasi yang masuk dari tiap individu (Ruben, 1992). Beragam informasi yang masuk tersebut selanjutnya mengalami proses seleksi untuk menentukan informasi yang relevan. Informasi yang telah melalui proses seleksi tersebut selanjutnya mengalami proses interpretasi yang menyebabkan timbulnya beragam penafsiran terhadap informasi yang sama dari tiap individu. Informasi yang mengalami interpretasi tersebut selanjutnya disimpan dalam short-term atau long-term memory. Tergantung pada penting atau tidaknya nilai informasi. Bila informasi tersebut penting, maka individu akan menyimpan informasi tersebut dalam long-term memory, sebaliknya bila informasi tersebut tidak penting maka individu itu akan menyimpannya dalam short-term memory yang mudah dilupakan. Adanya asupan informasi yang diproses dalam diri individu, memungkinkan individu memiliki kebutuhan dan menentukan tujuan yang relevan dengan asupan informasi tersebut. Jadi, asupan informasi mengalami seleksi, interpretasi dan retention

hingga munculnya kebutuhan dan tujuan yang berujung pada munculnya perilaku individu.

Perilaku individu juga dapat dijelaskan oleh teori operant conditioning yang digagas oleh BF. Skinner (Brophy, 1990). Menurut Skinner, perilaku individu pada dasarnya merupakan hasil dari suatu proses belajar. Sementara itu Pavlov menganggap tingkahlaku terjadi bila ada stimuli khusus, sementara Skinner menambahkan bahwa tingkahlaku demikian hanya menerangkan sebagian kecil saja dari semua kegiatan. Skinner berpendapat, ada bentuk tingkahlaku lain yang dia sebut sebagai tingkahlaku


(32)

11

operant, yang sengaja terjadi pada lingkungan tanpa unconditioned stimuli, seperti makanan. Penemuan Skinner memusatkan hubungan antara tingkahlaku dan konsekuen. Contoh, jika menyenangkan, individu akan menggunakan tingkahlaku itu lagi sesering mungkin. Menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkahlaku, sering disebut sebagai operant conditioning. Konsekuensi menyenangkan akan memperkuat tingkahlaku, sementara konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkahlaku. Jadi, konsekuensi yang menyenangkan akan meningkat frekuensinya, sementara konseskuensi yang tidak menyenangkan akan mengurang frekuensinya. Operant (perilaku diperkuat jika akibatnya menyenangkan) merupakan tingkahlaku yang ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Operant belum tentu didahului oleh stimuli dari luar. Operant conditioning akan terbentuk jika frekuensi tingkahlaku operant bertambah atau bila timbul tingkahlaku operant yang tidak tampak sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkahlaku operant ditentukan oleh akibat tingkahlaku ini. Percobaan Skinner dengan tikus memerjelas hal ini. Tikus dibuat lapar dengan asumsi karena dorongan lapar, maka timbul motivasi untuk belajar keluar dan mencari makanan. Tikus yang lapar di dalam kotak, kesana-kemari tanpa sengaja menekan tombol. Banyaknya tekanan per satuan waktu dihitung sebagai tingkahlaku operant penekanan sebelum terbentuk operant conditioning. Setelah tingkat operant diketahui, eksperimenter mengaktifkan alat pemberi makan, sehingga setiap kali tikus menekan tombol, segelintir makanan jatuh ke penampung makanan. Makanan ini memerkuat frekuensi penekanan dan kecepatan penekanan berkurang jika makanan tidak muncul, artinya operant respons mengalami extinction jika tidak mendapatkan reinforcement

(berupa makanan).

Theory Planned Behavior (Fisbein, 2005) melihat dengan menggunakan perspektif lain tentang perilaku. Teori ini diawali dengan kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul.

Pada awal tahun 1862 para ahli psikologi mulai membangun teori yang menunjukkan dampak sikap terhadap perilaku. Para ahli psikologi sosial kemudian melanjutkan studi mengenai sikap dan perilaku antara kurun waktu tahun 1918 dan 1925 dan menghasilkan banyak kemunculan teori baru dengan penekanan kaitan antara sikap


(33)

dan perilaku. Tesis utama dari trend perkembangan teori tersebut adalah bahwa sikap dapat menjelaskan perilaku manusia. Pada masa itu Thomas dan Znaiecki ialah ahli psikologi pertama yang menyampaikan bahwa sikap merupakan proses mental individual yang menentukan perilaku aktual individu dan respon potensialnya. Berangkat dari perspektif tersebut maka para ahli psikologi sosial mulai melihat sikap sebagai prediktor perilaku.

Beberapa ahli psikologi sosial yang menganggap perspektif sikap sebagai prediktor perilaku antara lain (a) Thurston yang pada tahun 1929 mengembangkan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala interval. Setelah itu Likert mengembangkan skala pengukuran sikap yang lebih spesifik dan mudah digunakan. Gordon pada tahun 1935 menyampaikan teori yang menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku tidaklah uni-dimensional, melainkan multi-dimensional. Sikap merupakan sesuatu yang kompleks yang menunjukkan perasaan individu tentang suatu objek, (b) Guttman pada tahun 1944 membuat skalogram analisis untuk mengukur perasaan individu tentang suatu objek tertentu. Kemudian, (c) Rosenberg dan Hovland pada tahun 1960 memaparkan bahwa sikap individu terhadap suatu objek meliputi aspek afektif, kognitif dan perilaku.

Sebagai kelanjutan teori-teori hubungan sikap dan perilaku, Fishbein dan Ajzen berkolaborasi untuk mengembangkan cara memprediksi perilaku. Mereka beranggapan bahwa individu senantiasa rasional dan menggunakan informasi yang tersedia di sekitar mereka secara sistematik. Manusia sadar atas implikasi perilakunya sebelum bertindak. Fishbein dan Ajzen mereview seluruh studi itu, kemudian membangun sebuah perspektif untuk memprediksi perilaku dan sikap. Perspektif itu mereka disebut sebagai Theory of Reasoned Action (TRA) yang memasukan adanya behavior intention (BI) atau niat berperilaku dari perilaku. Satu kritik penting dilontarkan kepada TRA adalah bahwa individu memiliki kendala dalam mewujudkan perilakunya, meski individu yang bersangkutan telah memiliki niat untuk mewujudkan perilaku itu. Karena itu, Fishbein dan Ajzen menambahkan elemen perceived behavior control (PBC) yang pada dasarnya berisikan keyakinan individu tersebut untuk mampu mewujudkan perilakunya. Penambahan elemen PBC ini selanjutnya dikenal menjadi teori Theory Planned Behavior (TPB).


(34)

13 Tujuan dari TPB adalah (a) memprediksi dan memahami dampak niat untuk berperilaku pada perilaku, (b) mengidentifikasi strategi untuk mengubah perilaku, (c) menjelaskan perilaku nyata manusia seperti ”mengapa seseorang membeli mobil, mengapa seseorang memilih seorang caleg tertentu, atau mengapa nelayan tidak menggunakan bom ikan ketika mencari ikan”. Dalam hubungan ini asumsi TPB bahwa: (a) manusia bersifat rasional dan menggunakan informasi yang ada secara sistematik, (b) manusia memahami dampak perilakunya sebelum memutuskan untuk mewujudkan atau tidak perilaku tersebut.

TPB secara lugas digambarkan sebagai berikut: (Ajzen, 2005; Rehman, 2000)

Gambar 1 : Skema Perilaku dalam Theory Planned Behavior

Sumber: Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behavior, New York: McGraw-Hill Education.

B perilaku (behavior) atau action BI (intention to perform behavior)

niat berperilaku

Aact attitude – a person’s positif or negative evaluation of performing a behavior

sikap – evaluasi positif atau negatif individu tentang perwujudan satu perilaku

Background Factor

Social

- Age

- Gender

- Education

- Income

- Religion

Individu

- Personality

- Intelegence

Information

- Experience

Behavior (B) Intention (BI) Attitude (Aact) Subjective Norm (SN) Perceived Behavior Control (PBC)


(35)

SN subjective norm – a person perception of the social pressures upon him to perform or not perform a behavior

Nilai subjektif – persepsi individu terhadap tekanan sosial yang diterimanya untuk menampilkan suatu perilaku atau tidak.

PBC perceived behavioral control – perceived case or difficulty of performing a behavior

Persepsi individu tentang keyakinannya untuk mampu melakukan sesuatu. Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam skema TPB, perilaku seseorang ditentukan oleh niat untuk berperilaku (behavior intention), sedangkan niat untuk berperilaku

(behavior intention) ditentukan oleh attitude, subjective norm dan perceived behavior control. Selain itu, faktor latarbelakang (background factor) menunjukkan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnya seperti umur, jender, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan pengalamannya yang dapat menunjukkan beragam isu atau informasi yang memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005).

Niat untuk Berperilaku

Niat untuk berperilaku (intention to perform behavior) ialah kecenderungan, tekad atau keinginan (intention) nelayan untuk berperilaku. Mengukur niat untuk berperilaku sama dengan mengukur perilaku itu sendiri, karena niat dan perilaku memiliki hubungan yang kuat. Setiap perilaku bebas yang ekspresinya oleh kemauan sendiri selalu akan didahului oleh niat. Niat seseorang untuk berperilaku ditentukan oleh: (1) sikap nelayan terhadap kegiatan perikanan tangkap yang berupa evaluasi positif atau negatif nelayan terhadap manfaat kegiatan perikanan tangkap, (2) tingkat kepatuhan individu nelayan terhadap orang-orang yang berpengaruh pada dirinya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Penelitian-penelitian berikutnya menunjukkan bahwa niat untuk berperilaku tidak dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih dipengaruhi faktor lain yaitu perceived behavior control (PBC) yang merupakan persepsi yang bersangkutan terhadap kendala-kendala dapat menghambat perilakunya.


(36)

15 Niat untuk berperilaku berbeda dengan motivasi. Bila niat untuk berperilaku menunjukkan hubungan sikap seseorang dengan perilakunya (yang kadangkala tidak sesuai), maka motivasi menekankan pada latarbelakang kebutuhan yang memengaruhi munculnya perilaku individu. Teori Hierarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (Maslow, 1954) menjelaskan perbedaan ini. Maslow menjelaskan bahwa setiap orang memiliki lima macam kebutuhan, yaitu kebutuha lapar, haus dilindungi dari bahaya fisik da kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), kebutuhan untuk dihargai (secara internal dan eksternal) dan kebutuhan aktualisasi untuk dirinya (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Maslow menunjukkan lima kebutuhan ke dalam hierarki urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman berada pada tingkat terbawah, kemudian di atasnya ada kebutuha Maslow, perbedaan kedua tingkat tersebut terjadi karena kebutuhan tingkat atas dapat dipenuhi secara internal sedangkan kebutuhan pada tingkat bawah dipenuhi secara eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah diterima secara luas karena teori ini logis secara

Ringkasan

Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap stimuli rangsangan atau lingkungan. Ada tiga teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu sehingga membentuk perilaku, yaitu teori nativisme, teori empirisme dan teori konvergensi. Setiap teori itu berusaha menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang melatarbelakangi timbulnya perilaku. Lebih jauh teori communication and human behavior, teori operant conditioning dan theory planned behavior telah menjelaskan tentang bagaimana perilaku terbentuk.

Teori communication and human behavior umumnya digunakan untuk melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku dan kecenderungan individu dalam berperilaku. Teori ini umumnya digunakan dalam bidang periklanan untuk memprediksi perilaku konsumen. Teori operant conditions adalah satu dari teori belajar yang berguna untuk mengubah perilaku individu melakukan pembelajaran. Teori ini menjelaskan


(37)

bahwa perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus saja. Melainkan juga dipengaruhi oleh kontrol atau usaha organisme itu sendiri.

Theory Planned Behavior (TPB) menunjukkan bahwa perilaku individu yang ternyata tidak selalu sejalan dengan sikapnya. Teori ini melibatkan niat untuk berperilaku sebagai komponen antara sikap dan perilaku. Menurut TPB, niat untuk berperilaku

(behavior intention)= BI dipengaruhi oleh sikap dan subjective norm. Makin kuat skor BI, maka akan makin besar kecenderungan perilaku itu dilaksanakan. Demikian pula jika

subjective norm menjadi semakin kuat maka akan mungkin perilaku itu akan dilaksanakan.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat untuk Berperilaku Nelayan Artisanal

1. Sikap (Attitude)

Walaupun sikap merupakan salah satu pokok bahasan dalam psikologi sosial, para pakar masih berbeda dalam mendefinisikannya. Seperti ditunjukkan oleh beberapa definisi sikap dibawah ini:

Attitude is favorable or unfavorable evaluative reaction to ward something or someone, exhibit in one’s belief, feeling or intended behavior (Myer, 1996)

An attitude is a disposition to respond favorably or unfavorably to an object, person, institution or event (Azjen, 1975)

Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Eagly & Chaiken, 1992)

Definisi di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan dari sikap: (1) memiliki objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).

Sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan), oleh karena itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat

(trait) yang merupakan bawaan dan sulit diubah(Sarlito Wirawan Sarwono, 2002).

Sikap memiliki tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan konatif (Triandis, 1971; Myers, 1996), agar mudah diingat ketiga domain tersebut maka diberi istilah yaitu


(38)

17 (2005) memerinci respon yang timbul dari ketiga domain sikap tersebut dalam bentuk respon verbal dan non-verbal. Respon verbal dari kategori kognitif yaitu ekspresi kepercayaan seorang terhadap suatu objek tertentu, kategori afektif yaitu ekspresi perasaan seorang terhadap sikap suatu objek dan aspek perilaku yaitu ekspresi seorang dalam niat untuk berperilaku. Respon non-verbal dari kategori kognitif yaitu reaksi persepsi seorang terhadap suatu objek, kategori afektif yaitu reaksi psikologi seorang terhadap objek sikap dan kategori perilaku yaitu perilaku seorang yang mengarah kepada objek sikap. Sejalan dengan hal tersebut, Triandis (1971) menjabarkan ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari measurable independent variable yaitu stimuli yang terdiri dari: (a) individuals, situations, social issues, social group, (b) intervening variable berupa attitudes dalam aspek affect, cognition dan behavior dan (c) measurable dependent variable untuk aspek affective berupa sympathetic nervous response, untuk aspek cognition berupa perceptual response verbal statement of beliefs

dan untuk aspek behavior berupa overt action verbal statement concerning behavior. 2. Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm)

Secara sederhana norma diartikan sebagai common guidelines for social action

(Abrecombie et al, 1984). Sementara itu yang dimaksud dengan norma subjektif dalam penelitian ini ialah kepatuhan nelayan kepada patronnya sebagai a person’s perception of the social pressure upon him to perform or not perform a behavior. Kepatuhan terhadap patron ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang berpengaruh kepada yang bersangkutan atau (significant other). Agen ini melakukan atau tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh patron tersebut dan (2) seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply).

Karena itu konsep kepatuhan kepada patron berupa kepatuhan individu kepada orang lain yang berpengaruh (significant other). Kepatuhan pada Patron (KP) dinyatakan oleh rumus berikut ini :


(39)

Keterangan:

KP = Kepatuhan kepada patron

n = Harapan orang-orang penting/panutan/patron (significant other) dalam hidup

m = Seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat tokoh (significant

other) tersebut

Kepatuhan kepada patron atau norma subjektif berbeda dengan norma. Menurut Horne (2001) norma mencakup 3 pengertian dasar, yaitu (1) norma merupakan aturan yang membolehkan atau melarang suatu perilaku atau seperangkat perilaku, (2) norma dikuatkan dengan sanksi eksternal (reward and punishment) yang dapat berupa materi atau bentuk simbolik, (3) norma berupa konsensus diantara para penganut norma tersebut. Pengertian tersebut membedakan norma dan nilai (value). Norma mempunyai sanksi yang bersifat eksternal, maka nilai (value) berasal dari sanksi yang bersifat internal. Demikian pula perbedaan norma dengan sikap (attitudes), norma dilegitimasi

oleh kelompok sedangkan sikap (attitudes) ialah a property of the individual.

3. Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control)

Ajzen (2005) menyatakan perceived behavior control ialah persepsi tentang keyakinan seseorang pada kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah mudah dilakukan atau sulit dilakukan. Menyangkut perilaku nelayan, perceived behavior control ini menggambarkan seberapa besar keyakinan individu nelayan tentang kemampuannya melakukan perilaku kegiatan menangkap hingga memasarkan ikan. Keyakinan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat memudahkan atau menyulitkan pelaksanaan pekerjaan itu. Perceived behavior control pada penelitian ini disebut sebagai Kemampuan Berperilaku (KB).


(40)

19 Dalam buku Social Learning Theory (1977), Bandura mendefinisikan self-efficacy

sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu. Self efficacy ini menunjukkan perasaan seorang. Dalam penelitian ini, Kemampuan Berperilaku (KB) digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

KB = Kemampuan berperilaku (perceived behavior control)

c = Keyakinan individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu p = Evaluasi individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu

Faktor Latar Belakang:

Karakteristik Individu Nelayan Artisanal

Arif Satria (2002) menyatakan bahwa karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris, sesuai dengan perbedaan karakteristik sumberdaya yang dikelola. Masyarakat agraris yang diwakili oleh kaum tani menghadapi sumberdaya yang terkontrol, atau pengelolaan lahan untuk suatu komoditi dengan out put

yang relatif dapat diprediksi. Sifat produksi seperti ini memungkinkan tetapnya lokasi produksi sehingga mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resiko-pun tidak terlalu besar. Dalam hal ini usaha pembudidayaan ikan dapat digolongkan sebagai usaha masyarakat pertanian (agraris) karena sifat sumberdaya yang dihadapi relatif mirip. Karakteristik tersebut berbeda sekali dengan nelayan, yang sumberdayanya bersifat open access. Karakteristik seperti ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal sehingga resikonya menjadi lebih tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter keras, tegas dan terbuka.

Dalam yang sama, Arif Satria (2002) memperjelas karakteristik masyarakat nelayan di wilayah pesisir dengan menekankan beberapa aspek yaitu: (1) aspek sistem pengetahuan, (2) aspek kepercayaan, (3) peran wanita, (4) struktur sosial dan (5) posisi sosial nelayan.


(41)

Dari sistem pengetahuan, masyarakat pesisir dianggap memiliki pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan yang didapat dari orang tua. Kuatnya pengetahuan lokal tersebut yang selanjutnya menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka sebagai nelayan. Dari aspek kepercayaan, masyarakat nelayan percaya bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu ritual khusus agar selamat ketika menangkap ikan dan hasilnya banyak. Tradisi tersebut antara lain ditafsirkan dengan kebiasaan sowan ke suhu atau dukun untuk mendapat perlindungan saat melaut dan memperoleh hasil yang banyak. Seiring dengan perkembangan pendidikan dan pendalaman agama, upacara ritual itu telah menjadi simbolik untuk menjaga stabilitas sosial dalam komunitas nelayan.

Aktivitas ekonomi wanita masyarakat nelayan di wilayah pesisir umumnya relatif menonjol, selain bergelut pada urusan domestik rumah tangga istri nelayan menjalankan juga fungsi-fungsi ekonomi baik penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Pada masyarakat nelayan, ada pembagian kerja yang jelas. Pria menangkap ikan dan wanita menjual ikan hasil tangkapan tersebut. Secara sosial, status nelayan relatif rendah. Di India, pada umumnya nelayan berasal dari kasta rendah. Demikian pula di Jepang, posisi nelayan terdegradasi sehingga memunculkan masalah dalam regenerasi nelayan. Hanya sedikit kalangan muda yang bersedia menjadi nelayan, meski ada berbagai fasilitas subsidi dari pemerintah. Menurunnya status nelayan di Jepang ditunjukkan oleh menurunnya minat wanita Jepang untuk menjadi istri nelayan. Situasi ini dipaparkan oleh Firth (1971) dalam buku Malay Fishermen: Their Peasant Economny. Menurut, Firth nelayan mengalami “disrespect, implying not merely a low economic level and small-scale semi-subsistence production, but also a low cultural, even intellectual position”

Dalam Webster New Word College Dictionary (2000), karakteristik

(characteristic) didefinisikan sebagai “a distinguish trait a quality or qualities that distinguish something from other of its class or kind”. Dalam konteks penelitian sosial, ciri-ciri pembeda tersebut melekatkan suatu atribut sosial yang digunakan sebagai pembeda antara individu atau kelompok individu. Lionberger (1980) menyebut hal tersebut sebagai faktor yang memengaruhi kemauan seseorang untuk menerima atau menolak difusi. Faktor ini seperti usia, pendidikan, dan karakteristik psikologi. Beberapa


(42)

21 peneliti lain seperti Budiono Pitojo (2006), Zulfarima (2003) mengamati karakteristik demografi petani ladang berpindah dan lahan kering yang meliputi: (1) umur, (2) pendidikan, (3) pengetahuan, (4) pengalaman berusaha tani, (5) kekosmopolitan, (6) luas lahan garapan, dan (7) pendapatan. Budiono Pitojo (2006) juga mengamati karakteristik demografi petani tepi hutan seperti (1) suku, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) luas lahan garapan, (5) status lahan garapan, (6) kekosmopolitan, (7) pendapatan yang dikeluarkan, (8) jumlah keluarga, (9) pengalaman berusaha tani, (10) umur, (11) lama tinggal di desa, (12) motivasi melestarikan hutan dan (13) kontak dengan penyuluh. Dalam bidang kajian nelayan perikanan tangkap (fishers), Wildani Pingkan Saripurna Hamzen (2007) mengamati karaktertistik nelayan seperti pendidikan rendah pendatang dan memiliki motivasi untuk maju.

Luky Adrianto (2006) dan Charles (2001) sepakat tentang karaktertistik sosial demografi nelayan. Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system, terdapat beberapa karakteristik umum nelayan (fishers) yaitu pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu kelompok) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua, pada komunitas nelayan komersial, nelayan bervariasi menurut occupational commitment-nya seperti nelayan penuh waktu, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan juga bervariasi berdasarkan motivasi dan perilaku menangkap ikan. Ada nelayan yang profit-maximizers yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti "perusahaan", dan pula nelayan

satisfisers yang aktif menangkap ikan sekedar untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.

Pada nelayan artisanal (artisanal fisheries) yang diamati dalam penelitian ini, karakterteristik demografi meliputi umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan non formal, pengalaman sebagai nelayan, lama tinggal di desa, lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu, harga perahu dan alat tangkapnya, jumlah anak buah kapal, ukuran mesin


(43)

perahu, modal yang dikeluarkan, pendapatan bersih, ragam alat tangkap yang dimiliki serta kemandirian nelayan

a. Umur

Umur kronologis ialah indikator penting yang menunjukkan perkembangan individu. Umur menunjukkan suatu kemampuan tertentu (Salkind,1985). Perkembangan manusia pada prinsipnya merupakan rangkaian perubahan jasmani dan rohani (fisio-psikis) ke arah yang lebih maju dan sempurna. Perkembangan tersebut, merupakan kompilasi dari beberapa proses yaitu:

- perkembangan motor, yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam ketrampilan fisik seseorang;

- perkembangan kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses-proses perkembangan kemampuan kecerdasan seseorang;

- perkembangan sosial dan moral, yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara seseorang berkomunikasi dengan objek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

b. Jumlah anggota keluarga

Dalam Macmillan Dictionary of Anthropology (1990), keluarga ialah kesatuan sosial yang terdiri dari individu-individu yang memiliki ikatan keturunan (kinship).

Konsep keluarga ini berbeda dengan rumah tangga (household) yang lebih didasari oleh aspek domestik. Dalam studi-studi mengenai masyarakat pedesaan, konsep keluarga lebih tepat digunakan, mengingat ikatan keturunan yang terdapat dalam keluarga lebih berfungsi untuk mengatur penguasaan sumberdaya (property) khususnya tanah. Keluarga inti (nuclear family) ialah satuan sosial keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya yang belum kawin. Mengingat dalam keluarga juga terdapat aspek keturunan, maka biasanya pada keluarga pedesaan di Jawa, keluarga inti tersebut akan ditambah dengan anggota kerabat lain seperti kakek, nenek, saudara laki-laki/perempuan dari ayah, atau saudara laki-laki/perempuan dari ibu. Kadangkala dalam satu keluarga ada beberapa rumah tangga (household) yang dibedakan atas dasar jumlah tungku perapian masak yang berbeda.


(44)

23 c. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan yang paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara SLTP) merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.

Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC) yang merupakan komponen Community Center. Meskipun dalam pendidikan non formal pembelajarannya, namun sebagai suatu institusi pendidikan ia berperan dalam memperbaiki kompetensi bidang tertentu dari pesertanya.

d. Pengalaman sebagai nelayan

Dalam Webster’s New World College Dictionary (2000) “experiences” diartikan sebagai the effect on a person of anything or everything that has happened to that person, individual reaction to events, feeling etc. Pengalaman seseorang juga berhubungan dengan usia kronologis individu tersebut. Secara biologis, seorang dengan tingkat usia kronologis tertentu akan dianggap dewasa bila telah mencapai usia tertentu. Semakin tua usia yang bersangkutan, maka pengalamannya juga akan banyak. Dari perspektif psikologi, seorang dianggap memiliki pengalaman bila yang bersangkutan telah dewasa jika ia mampu mengurus dirinya sendiri. Individu dikatakan dewasa apabila dia bekerja dan berkeluarga.


(45)

e. Lama tinggal di desa

Lama tinggal di desa pesisir bagi seorang nelayan akan menentukan intensitas proses enkulturasi (penyerapan pengetahuan) dan sosialisasi (pembelajaran) yang bersangkutan dalam lingkungan sosial dan fisik tempat. Dalam proses enkulturasi tersebut, seorang nelayan menyerap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku untuk menghadapi lingkungan. Hal serupa terjadi pula dalam proses sosialisasi nelayan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berfungsi sebagai pedoman masyarakatnya. Malinowski melihat, bahwa kultur yang dipelajari individu dalam masyarakatnya berfungsi untuk membantu yang bersangkutan memenuhi kebutuhan dasarnya. Semakin lama seorang individu tinggal dalam lingkungan kulturnya, maka semakin beragam muatan kultur yang dapat diserap dan dipelajari memenuhi kebutuhan dasarnya dan menghadapi berbagai tekanan dan lingkungannya (Bohannan, 1988).

f. Lama memiliki perahu sendiri

Dalam sistem perikanan tangkap artisanal di Indonesia, dikenal adanya pembagian tugas dan tanggungjawab antara pemilik perahu, nahkoda dan anak buah kapal (Kusnadi, 2000; Budi Siswanto, 2008). Pemilik perahu ialah orang yang menguasai dan memiliki perahu beserta peralatan tangkap dan alat bantu tangkap yang di ada dalamnya, meski pada nelayan artisanal di Jawa Barat perahu dimiliki oleh keluarga (Luky Adrianto, 2007), sementara nahkoda dan anak buah kapal adalah orang yang mengoperasikan perahu pada saat melaut. Memiliki perahu bagi seorang nelayan artisanal, berarti harus mampu mengoperasikan perahu beserta alat tangkap karena nelayan artisanal pemilik harus mengoperasikan sendiri perahunya. Selain itu bertanggungjawab dalam merawat perahu dan alat tangkapnya, kemudian penghasilan dari hasil melaut merupakan hak sepenuhnya nelayan yang bersangkutan, setelah dipotong biaya melaut. Semakin lama seseorang memiliki perahu sendiri, maka semakin banyak pengalaman yang dia miliki sebagai operator atau pengelola perahu dan peralatan itu.


(46)

25 g. Ukuran perahu

Menurut UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Jo. Undang-undang No.45 Tahun 2009 pasal 1 kapal perikanan ialah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk menangkap ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Ukuran utama kapal dinyatakan dalam indeks luas kapal ialah ukuran panjang, lebar dan tinggi kapal (Diniah, 2008).

Ada dua bentuk perahu di pantai Utara Jawa, yakni jenis jukung dan mayang.

Jukung ialah perahu kecil dari sebatang kayu, sedangkan mayang ialah perahu besar yang dibuat dengan menggunakan papan kayu, baik dengan haluan yang membesar, haluan dan buritan yang melengkung maupun yang tidak melengkung. Ada berbagai ukuran perahu mayang dan jukung dengan nama yang berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Jukung biasanya digunakan untuk menangkap ikan di laut dekat pantai yang dijalankan oleh tidak lebih dari empat orang, digunakan oleh nelayan di sepanjang pantai Utara Jawa dengan sebutan jegong, landrangan, sope, pancasan, konting, bikung, kolek, konting, binkung, kementing, jukung- ender, jukung-lawak, jukung kinciran atau secara luas sampan. Untuk perahu berukuran besar, yakni perahu mayang, dikenal sebagai perahu rembang dan perahu jawa (Sutejo Kuat Widodo, 2007). Pada nelayan di pantai Utara Jawa Barat, ukuran perahu yang dioperasikan berkisar dari 2,75 – 25 GT (Luky Adrianto, 2007).

Semakin besar ukuran perahu yang dioperasikan, maka semakin kompleks dan rumit peralatan yang digunakan dan semakin kompleks pula pengorganisasian penggunaan alat dan tenaga kerja yang terdapat di dalamnya. Jadi semakin besar perahu yang dimiliki dan dioperasikan oleh seorang nelayan artisanal, maka semakin besar pula tanggungjawabnya pada investasinya.

h. Harga perahu beserta alat tangkapnya

Semakin besar perahu, semakin kompleks dan rumit peralatan perahu dan alat tangkap yang terdapat di dalamnya. Hal ini akan berdampak pada nilai nominal perahu dan peralatan tangkapnya. Nelayan dengan ukuran perahu dibawah 10 GT dengan peralatan tangkap yang sederhana, tentu akan berbeda nilai nominal harga perahu dan alat


(47)

tangkapnya dengan perahu berukuran antara 10 – 25 GT. Pada perahu yang cukup rumit peralatan tangkap dan alat bantu tangkapnya, biasanya dilengkapi dengan peralatan alat bantu tangkap yang lebih rumit seperti fish finder, global positioning satelite, generator dan lampu tembak sebagai alat bantu tangkap ikan. Kelengkapan perahu demikian sudah barang tentu akan menentukan nilai nomimal perahu dan alat tangkap yang terdapat di dalamnya. Secara rata-rata, nilai investasi nominal perahu nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat pada tahun 1986 mencapai Rp. 4 s.d. Rp. 115 juta (Luky Adrianto, 2007).

i. Jumlah anak buah kapal

Anak buah kapal berfungsi dalam kegiatan penangkapan ikan di laut. Bagi nelayan yang mengoperasikan sendiri perahunya maka posisinya ialah sebagai nahkoda/jurumudi, yang juga menjadi kepal anak buah kapal (ABK). Pada nelayan yang beroperasi di Selat Madura, Jawa Timur, memiliki 12 jenis peran dan tanggungjawab dalam kegiatan penangkapan (Kusnadi, 2000). Sementara itu nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat biasanya memiliki awak antara 3 – 18 orang termasuk juru mudi. Setiap anak buah kapal memiliki tugas sendiri seperti juru mudi, juru pantau, juru jhonson, tukang ngolor, tukang tarik batu, tukang pelambung (Luky Adrianto, 2007; Budi Susanto, 2008). Perbedaan tugas dan tanggungjawab itu menimbulkan perbedaan bagi hasil yang didapat diantara mereka. Pola nagi hasil di pantai Utara Jawa Barat mencakup 2:3, 1:3, 50:50, 60:40, 80:20 (Luky Adrianto, 2007).

Seorang nelayan yang mengoperasikan perahunya sendiri, bertanggungjawab anak buah kapal anggotanya, baik pada saat melaut maupun pada saat tidak melaut, seperti upaya pinjam meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga anak buah kapal.

j. Ukuran mesin perahu

Ukuran mesin perahu yang dimiliki memengaruhi jenis alat tangkap, ukuran perahu, alat bantu tangkap dan jangkauan wilayah tangkap yang dituju. Jangkauan melaut nelayan artisanal di pantai Utara rata-rata antara satu hingga tujuh Mil dengan memakan waktu melaut antara satu hingga tujuh hari (Luky Adrianto, 2007). Satuan ukuran


(48)

27 kekuatan mesin perahu ialah PK (Pärk de Kräct) atau HP (Horse Power) atau tenaga kuda.

Kekuatan mesin sangat berpengaruh bagi nelayan yang menggunakan alat jaring. Melepaskan dan menarik jaring membutuhkan kekuatan tenaga yang berasal dari mesin. Demikian pula dengan nelayan yang jangkauan melautnya jauh terutama nelayan purse-seini. Ikan hasil tangkapan dimuat di perahu dan harus segera dibawa ke tempat pendaratan ikan sebelum perbekalan es habis. Waktu tempuh dan jarak perahu menuju pendaratan ikan akan ditentukan oleh kekuatan mesin perahu. Bila tertalu lama waktu tempuhnya dapat menyebabkan mutu ikan akan buruk.

k. Modal setiap melaut

Bagi nelayan di pantai Utara Jawa Barat, modal melaut berasal dari mereka sendiri atau pinjaman para punggawa (pedagang ikan). Nelayan yang menggunakan modal sendiri, dapat menjual ikan secara bebas juragan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Nelayan yang meminjam modal dari punggawa (modal perahu, alat tangkap atau modal melaut) harus menjual ikan kepada punggawa yang memodalinya. Modal melaut digunakan nelayan di pantai Utara Jawa Barat untuk pengeluaran bahan bakar, makanan dan rokok (Luky Adrianto, 2007).

Semakin besar dan kompleks ukuran perahu, semakin banyak anak buah kapalnya, maka semakin rumit kegiatan mencari dan menangkap ikan, sehingga mainn besar modal melaut yang dikeluarkan. Hal ini menyebabkan makin besar tanggungjawab nelayan pada investasinya.

l. Pendapatan bersih melaut

Dalam satu tahun tidak seluruh bulan para nelayan dapat melaut. Idealnya ada beberapa musim yang memengaruhi pendapatan melaut pantai Utara Jawa Barat. Saat

musim timur ialah bertiupnya angin dari arah Timur ke Barat di bulan April, Mei dan Juni. Masa ini merupakan musim ikan yang ditunggu nelayan. Musim daya yaitu bertiupnya angin dari arah Tenggara Selatan (arah daratan pulau Jawa) pada bulan Juli, Agustus dan September. Masa ini merupakan musim untuk mencari ikan. Musim Barat


(1)

Maslow, Abraham. 1954. A Motivation and Personality. New York: Harper & Row. Myer, DG. 1996. Social Psychology. New York: McGraw Bile.

Muhammad Junus Melalatoa. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Polnac. Richard B. 1988. Karakteristik Sosial dan Budaya dalam Pembangunan Berskala Kecil dalam Mengutamakan Manusia dalam Pembangunan Pembangunan Pedesaan. editor Carnea Michael. Jakarta: UI Press. Pujo Semedi. 2002. Close to the stone, far from the throne: The story of a

Javanese community 1820s – 1990s. Yogyakarta: Benang Merah.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2004. Sociological Theory. New York: McGraw-Hill.

Rohkmin Dahuri. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Ruben, Brent D. 1992. Communication and Human Behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Salkind, N.J. 1985. Theories of Human Development. New York. John Willey and Sons. Inc.

Setyo Hari Wijanto, 2008. Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan Tutorial. Yogjakarta: Grhaha Ilmu

Seymour-Smith, Charlotte. 2000. Macmillan Dictionary of Anthropology. New York: Macmillan Reference Books.

Sutejo Kuat Widodo, 2007. Dinamika Kebijakan terhadap Nelayan: Tinjauan

Historis pada Nelayan Pantura Jawa. Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Photocopied.

Triandis, Harry C. 1971. Attitude and Attitude Change. New York: John Willey & Sons, Inc.

Vander, Zanden dan James W. 1995. Human Development. New York: McGraw-Hill, Inc.


(2)

Jurnal Ilmiah

Akhmad Fauzi. 1998. The Management of Competing Multi Species Fisheries: A Case Study of Small Pelagic Fisheries on North Coast of Central Java. Canada: Simon Fraser University

Aldrich, Rosalie Shemanski dan Cere, Julie. (2009). The Development of Effective Message Content for Suicide Intervention Theory of Planned Behavior. Crisis. Vol. 30(4):

Al Majali, Malek. 2010. Application of Decomposed Theory Planned Behaviour on Internet Banking Adoption in Jordan. Journal of Internet Banking and Commerce. Vol. 12. N

Beedell, Jason dan Rehman, Tahir. 2000. Using Social Psychology Models to Understand Farmers’ Conservation Behaviour. Journal of Rural Studies. Vol

Berkes, Fikret. 1986. Common Property Resources and Hunting Territories. Anthropologica . Vol. 28, N Bright A.D. 1993. Application of the theory of reasoned action to the national park

service’s controlled burn policy. Journal of Leisure Research. 25(3).

Burton, Rob. J.F. 2004. Re-conceptualizing the “behavior approach” in agricultural studies: a socio-psychological perspective. Journal of Rural Studies, Carey, Kate B. 2007. The Theory Planned Behavior as A Mode of Heavy

Episodic Drinking Among College Student. Journal Psychology of Addictive Behavior, Vol. 21 N Collins, Susan E. dan Carey Kate B. (2007). The Theory of Planned Behavior as a Model

of Heavy Episodic Drinking Among College Students Psychology of Addictive Behaviors. The American Psychological Association. Vol. 21, No. 4, 498–507.

Conner, Mark et al. 2002. The Theory Planned Behavior and Health Eating. Journal Health Psychology. Vol. 21 No.2. 194 – 2009).

Courneya, Kerry S (1995). Understanding Readiness for Regular Physical Activity in Older Individuals: An Application of the Theory of Planned Behavior.


(3)

1,80-Elliot, Mark A, 2003. Driver’s Compliance with Speed Limit: An Application of The Theory Planned Behavior. Journal of Applied Psychology. Vol. 88, No.5.

Eng, Jeffrey J dan Ginis, Kathleen A. Martin. (2007). Using the Theory of Planned Behavior to Predict Leisure Time Physical Activity Among People With Chronic Kidney.Disease Rehabilitation Psychology. Vol. 52, No. 4, 435–442.

Emmerson, Donald K. 1982. Order of meaning: understanding political change in a fishing community in Indonesia. Anderson, Benedict and Kahin, Audrey (editor). Interpreting Indonesia Politic: Thirteen Contribution to the Debate. Ithaca: Cornell Modern Indonesian Project. (9 Januari 2009).

Ginis, Martin. 2007. Using Theory Planned behavior to Predict Leisure Time Physical Activity among People with Chronic Kidney Disease. Journal Rehabilitation Psychology. Vol. 52, No.4. 435 – 442.

Hardin, Garret. 1968. Tragedy of the commons. Journal Science (162): 1243 –

Iwan Tjitradjaja. 2008. Manajemen Konflik dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

“Bersama”. Bahan perkuliahan Agency, Pengetahuan dan Lingkungan Alam di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan Academy Professorship Indonesia. www.ugm.ac.id (20 Agustus 2011).

Jhonson, Kris dan Nelson, Kristen. 2004. Common Property and Conservation:

The Potential for Effective Communal Forest Management within a National Park in Mexico. Human Ecology. Vol Jones, Lee W. Courneya, Kerry S dan Faire Adrian S. (2005). Does the Theory of

Planned Behavior Mediate the Effects of an Oncologist’s Recommendation to Exercise in Newly Diagnosed BreastCancer Survivors? Results From a Randomized Controlled Trial. Health Psychology. Vol. 24, No. 2, 189–197.

Latimer, Amy E. dan Ginis, Kathleen A. Martin. (2005). The Theory of Planned Behavior in Prediction of Leisure Time Physical Activity Among Individuals With Spinal Cord Injury .Rehabilitation Psychology.Vol. 50, No. 4, 389–396.

Lowe, Rob, Bennett, Paul, Walker, Ian dan Milne, Sarah. (2003). A Connectionist Implementation of the Theory of Planned Behavior:Association of Beliefs With Exercise Intention. Health Psychology.Vol. 22, N (13 September 2011).


(4)

Morris, C. Potter, 1995. Recruiting the new conservationist: farmer’s adoption of Agri environmental schemes in the UK. Journal of Rural Studies. Vol. 11. 51 –

Muflikhati Istiqlaliyah, . 2010. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga: Kasus di Wilayah Pasisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga. IPB Bogor. Januari

Mulrenman, ME dan Scott, CH. 2005. Co-management? An Attainable Partnership? Two Cases from James Bay, Northern Quebec and Torres Strait, Northern Queensland. Anthropologica. Vol Orbell, Sheina dan Hagger, Martin (2006). “When No Means No”: Can Reactance

Augment the Theory of Planned Behavior? The American Psychological Association. Vol. 25, No. 5, 586–594. (13 September 2011).

Pannel, Sandra. 1997. Managing the Discourse of Resource Management: the Case of Sasi from 'Southeast' Maluku, Indonesia. Journal Oceani. Vol. 67, No. 4.

Polasky, Stephen. Tarui, Nori. Ellis, Gregory dan Charles, Mason. 2006.

Cooperation in the commons. Economy Theory. Vol.29. September 2011).

Potter C, 1995. Recruiting the new conservationist: farmer’s adoptions of agricultural. Environmental schemes in the UK. Journal of Rural Studies. Vol Pujo Semedi. 2002. Otonomi Daerah di Sektor Penangkapan Ikan.

Jurnal Populasi. Vol. 13 (1).www.undip.ac.id. (20 Agustus 2011). Rehman, Tahir. 2000. Using social-psychology models to understand famer’s

conservation behavior. Journal of Rural Studies. Vol. 16. 117 – 127.

Ryan J, Martin. 2010. Using the Theory Planned Behavior to Predict Gambling

Behavior. Journal Psychology of Addictive Behavior. Vol. 24. No.1, 89 – 98. www.proquest.pqd/web. (9 Januari 2009).

Seen, Charlene Y, 2001. Predictor of Intention to Use Condoms Among

University Women: An Application and Extension of the Theory Planed

Behavior. Canadian Journal of Behavior Science. Vol. 33. No. 2 (103 -117).


(5)

Sumardjo. 2011. Solusi untuk Potensi Konflik Organisasi/Perusahaan dengan Pihak Lain

Yandle, Tracy. 2006. Sharing natural resource management responsibility:

Examining the New Zealand rock lobster co-management experience. Policy Science. Vol. 39:

Surat Kabar

Tridoyo, Kusumastanto. 2004. “Menggugat” Revolusi Biru”. Sinar Harapan. 23 September 2004.

Laporan Penelitian

Arifin, FX Suarif,. 1995. Hubungan Sikap dan Norma Subjektif dengan Intensi Bersanggama pada Mahasiswa di Jakarta. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Photocopied.

Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2007. Rencana Arah

Pengembangan Bisnis Kelautan Jawa Barat. Bandung: Bappeda Provinsi Jawa Barat.

Mardin. 2009. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied. Nyoman Suparta. 2005. Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Penyuluhan Peternak Ayam

Ras Pedaging. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor Pitojo Budiono. 2006. Karakteristik Petani Tepi Hutan dan Kompetensinya

dalam Melestarikan Hutan Lindung di 12 Desa di Provinsi Lampung. Bogor:. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied.

Rachmat Pambudy. 1999. Perilaku Komunikasi, Perilaku Wirausaha Peternak dan Penyuluhan dalam Sistem Agribisnis Peternak Ayam. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied.

Siti Amanah. 2006. Pengembangan Masyarakat Pasisir berdasarkan Kearifan Lokal: Kasus Kebupaten Buleleng, Provinsi Bali. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied.

Taswa Sukmadinata, 1995. Kajian Kelembagaan Transaksi dalam Pemasaran Hasil Usaha Penangkapan Ikan di Jawa Timur. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Photocopied .


(6)

Wildani Pingkan Saripurna Hamzen. 2007. Pengembangan Mutu Sumberdaya Manusia Nelayan: Kasus Nelayan Kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Provinsi DKI Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied.

Zulfarima. 2003. Persepsi dan Partisipasi Petani terhadap Usaha Pertanian Konservasi: Studi Kasus Kelompok Pengelola Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Hutan Lindung Register 45 B. Kabupaten Lampung Barat. Provinsi Lampung. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Photocopied .

Peraturan Pemerintah

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan