Pengaruh Pairing pada Isotop Sn dengan Menggunakan Pemodelan Sembilan Tingkat Energi

PENGARUH PAIRING PADA ISOTOP Sn MENGGUNAKAN
PEMODELAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

ALPI MAHISHA NUGRAHA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pairing pada
Isotop Sn dengan Menggunakan Pemodelan Sembilan Tingkat Energi adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Alpi Mahisha Nugraha
NIM G74090045

ABSTRAK
ALPI MAHISHA NUGRAHA. Pengaruh Pairing pada Isotop Sn dengan
Menggunakan Pemodelan Sembilan Tingkat Energi. Dibimbing oleh TONY
IBNU SUMARYADA.
Pembentukan isotop Sn yang kaya dengan neutron menjadi salah satu topik yang
menarik di bidang reaksi inti, terutama mengenai kestabilan pada inti berat
tersebut. Perhitungan besar energi total dengan menggunakan pendekatan teori
BCS dan pemodelan inti berupa lima level energi, hanya dapat menghitung besar
energi total dengan efek kolektif berupa efek pairing hingga isotop 132
50 Sn. Di sisi
lain, eksperimen terus berlanjut dan telah melebihi pembentukan isotop tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan pemodelan yang dapat menampung neutron lebih
banyak, dalam penelitian ini digunakan pemodelan inti berupa sembilan tingkat
energi dengan potensial interaksi konstan untuk menjelaskan fenomena pairing
hingga 154

50 Sn . Namun dari segi akurasi diperlukan metode lain agar perbedaan
dengan hasil eksperimen menjadi lebih kecil.
Kata kunci : fenomena pairing, isotop Sn, pemodelan sembilan tingkat energi,
teori BCS

ABSTRACT
ALPI MAHISHA NUGRAHA. Pairing Effects in Sn Isotopes with Used Nine
State Energy Models. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA.
Formation of the neutron-rich tin isotopes (Sn isotopes) is the one of the
interesting topics in the field of nuclear reaction, especially regarding the stability
of the heavy nuclei. Calculations of total energy using the BCS approach using
five energy levels can only calculate the total energy up to 132
50 Sn. On the other
hand, the experiment continues and has exceeded the formation of isotopes.
Therefore, there is need for a new model to accomadate more neutrons. In this
research, Sn isotopes is modelled using nine energy levels and constant interaction
potential to explain the pairing phenomenon up to 154
50 Sn. However, to obtain more
accurate results, other methods to minimize the differences with the experimental
results are clearly needed here.

Keywords : BCS theory, modeling with nine energy levels, phenomenon of
pairing, Sn isotopes

PENGARUH PAIRING PADA ISOTOP Sn DENGAN
MENGGUNAKAN PEMODELAN SEMBILAN TINGKAT
ENERGI

ALPI MAHISHA NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Pengaruh Pairing pada Isotop Sn dengan Menggunakan Pemodelan
Sembilan Tingkat Energi
Nama
: Alpi Mahisha Nugraha
NIM
: G74090045

Disetujui oleh

Dr Tony Ibnu Sumaryada
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah
Superconductivity in Nuclear System, dengan judul Pengaruh Pairing pada Isotop
Sn dengan Menggunakan Pemodelan Sembilan Tingkat Energi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tony Ibnu Sumaryada
sebagai dosen yang membimbing penulis selama penelitian. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman
seperjuangan di Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor terutama Fisika
angkatan 46 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013
Alpi Mahisha Nugraha



DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Fenomena Pairing di Dalam Inti
Teori BCS

Dampak Pairing pada Isotop Sn
Pemodelan Sembilan Tingkat Energi
METODE
Alat
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Paramater Input dan Output pada Perhitungan
Output Perhitungan dengan ���′ Bernilai Kecil
Output Perhitungan dengan ���′ Bernilai Besar

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

2
2
2
2
3
3

3
3
3
4
5
6
6
6
6
6
7
9
12
12
12

DAFTAR PUSTAKA

13


LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR GAMBAR
1 Pemodelan sembilan tingkat energi
2 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan energi total
154
inti pada Vss’ bernilai kecil dari 102
50 Sn sampai dengan 50 Sn
3 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan energi total
136
inti pada Vss’ bernilai kecil 106
50 Sn sampai dengan 50 Sn
4 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan potensial
kimia pada ���′ kecil

5 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan celah pairing
pada ���′ kecil
6 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan energi total
154
inti pada Vss’ bernilai besar dari 102
50 Sn sampai dengan 50 Sn
7 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan energi total
136
inti pada Vss’ bernilai besar 106
50 Sn sampai dengan 50 Sn
8 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan potensial
kimia pada ���′ besar
9 Hubungan antara jumlah neutron yang ditambahkan dengan celah pairing
pada ���′ besar

5
7
8
8
9

10
10
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan pada pemodelan sembilan tingkat energi dengan ���′
= 0.05 MeV ( ���′ bernilai kecil)
2 Hasil perhitungan pada pemodelan sembilan tingkat energi dengan ���′
= 1.00 MeV ( ���′ bernilai besar)
3 Perbedaan antara pemodelan sembilan tingkat energi, lima tingkat energi,
dan eksperimen

14
15
16

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang reaksi inti menjadi topik
eksperimen yang menarik saat ini. Reaksi yang mencakup interaksi antara protonneutron di dalam inti sering kali memperlihatkan fenomena yang sulit dijelaskan
dengan teori yang sudah ada sebelumnya. Sejauh ini, perilaku proton-neutron di
dalam inti dimodelkan seperti halnya elektron yang mengorbit inti atom dengan
tingkatan energi yang berbeda. Teori ini dikenal dengan model inti kulit.1 Salah
satu reaksi inti yang menarik adalah reaksi yang melibatkan perubahan jumlah
neutron dengan mempertahankan jumlah proton di dalam inti yang disebut dengan
isotop.2 Sesuai dengan model inti kulit, neutron yang ditambahkan ke dalam inti
akan menempati tingkat energi tertentu. Keadaan ini akan mempengaruhi besar
energi total inti dari isotop tersebut.
Salah satu institusi yang saat ini masih melakukan eksperimen mengenai
reaksi tersebut adalah adalah Korea Atomic Energy Research Institute (KAERI).3
Institusi tersebut melakukan eksperimen mengenai isotop dengan berbagai macam
isotop, terutama pada isotop yang memiliki kestabilan inti yang tinggi seperti
100
50 Sn (Tin). Kestabilan yang tinggi ini diakibatkan karena jumlah proton dan
neutron pada 100
50 Sn sama dan keduanya merupakan bilangan ajaib atau magic
number. Isotop Sn yang telah dibuat manusia saat ini telah mencapai isotop 136
50 Sn
dan akan terus bertambah di tahun-tahun mendatang. Interaksi diantara neutron
yang ditambahkan tersebut akan menimbulkan fenomena pasangan atau pairing.
Pasangan dari dua buah partikel fermion bermuatan disebut superkonduktivitas,
sedangkan pasangan dari partikel tak bermuatan disebut superfluiditas. Pasangan
antara neutron dalam hal ini dapat dikatakan sebagai superfluiditas neutron.
Pengaruh yang diakibatkan oleh terbentuknya pasangan adalah berkurangnya
energi total dari sistem yang akan menciptakan keadaan isotop yang lebih stabil.
Dalam melakukan eksperimen pembentukan suatu isotop, para peneliti
terlebih dahulu memperkirakan besar energi total berdasarkan model-model inti
yang ada. Perkiraan energi total dapat menggambarkan energi yang dibutuhkan
dalam pembentukan isotop yang dimaksud. Untuk menyelesaikan masalah berupa
perhitungan energi total diperlukan suatu teori yang dapat menjelaskan interaksi
yang melibatkan banyak partikel dan efek kolektifitas, seperti fenomena pairing
atau pasangan yang terjadi pada reaksi inti. Pendekatan standar yang digunakan
untuk menjelaskan fenomena berupa superkonduktivitas atau superfluiditas adalah
teori BCS yang dikemukakan oleh Bardeen , Cooper, dan Schrieffer4. Teori ini
mula-mula diaplikasikan pada zat padat untuk menjelaskan fenomena
superkonduktivitas pada logam. Namun seiring dengan perkembangan zaman,
ternyata teori ini dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pasangan
pada partikel fermion apa saja, termasuk untuk neutron maupun proton pada inti
atom. Perhitungan energi total isotop Sn dengan teori ini telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya5,6 dengan pemodelan inti kulit yang terdiri dari lima tingkat
energi. Sayangnya dengan pemodelan seperti ini, batas maksimal terhadap
perhitungan energi total isotop Sn hanya mampu menjelaskan dari isotop 106
50 Sn
hingga isotop 132
Sn
.
Disisi
lain,
eksperimen
terhadap
isotop
Sn
saat
ini
telah
50
melebihi isotop tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pemodelan baru yang dapat
menjelaskan fenomena pasangan pada isotop Sn yang melebihi 132
50 Sn.

2
Latar Belakang
Penggunaan pemodelan lima tingkat energi yang telah ada sebelumnya5,6,7
hanya dapat menjelaskan hasil eksperimen hingga isotop 132
50 Sn , sedangkan
percobaan mengenai isotop Sn saat ini telah mencapai isotop 136
50 Sn , dan tidak
menutup kemungkinan akan terus berlanjut. Untuk menjelaskan besar energi total
pada isotop Sn yang lebih berat diperlukan pemodelan baru yang dapat
menampung kelebihan neutron tersebut.

Perumusan Masalah
Untuk dapat menjelaskan isotop Sn yang melebihi 132
50 Sn diperlukan model
lain yang dapat menampung kelebihan neutron pada isotop yang lebih berat.
Terinspirasi oleh pemodelan sembilan tingkat energi yang dilakukan peneliti
sebelumnya8, maka kami mencoba untuk menyelesaikan masalah pengaruh
pasangan pada kestabilan isotop Sn menggunakan pemodelan Sembilan tingkat
energy. Adapun perumusan masalah yang kami ajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Matrik potensial interaksi apakah yang sesuai untuk isotop Sn dalam
pemodelan sembilan tingkat energi ?
2. Seberapa akuratkah hasil pemodelan sembilan tingkat energi lebih
mendekati hasil percobaan dibanding dengan pemodelan lima tingkat
energi ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini :
1. Menghitung energi ikat pada isotop Sn hingga 154
50 Sn.
2. Mempelajari perbedaan antara menggunakan pemodelan lima tingkat
energi dan sembilan tingkat energi pada isotop Sn.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memprediksi besar energi total hingga
isotop 154
50 Sn , Nilai perhitungan energi total ini dapat dijadikan sebagai nilai
perkiraan untuk para peneliti dalam melakukan eksperimen terhadap pembentukan
isotop Sn, terlebih lagi jika para peneliti ingin mengetahui seberapa besar dampak
pairing dalam mepengaruhi kestabilan inti. Nilai perkiraan energi total tersebut
diharapkan dapat membantu perancangan eksperimen pembentukan isotop
selanjutnya.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada perhitungan besar energi total pada berbagai
isotop Sn hingga 154
50 Sn yang menggunakan pendekatan teori BCS dengan
menggangap potensial interaksi bernilai konstan.

Hipotesis
Pemodelan sembilan tingkat energi diprediksi dapat menjelaskan fenomena
kestabilan pada berbagai isotop Sn hingga 154
50 Sn yang kelak dapat dibandingkan
dengan hasil percobaan di masa mendatang.

TINJAUAN PUSTAKA
Fenomena Pairing di Dalam Inti
Keberadaan pasangan dua partikel fermion seperti neutron dan proton pada
tingkat energi yang sama di dalam inti mengakibatkan energi total sistemnya
menjadi lebih rendah, fenomena inilah yang disebut dengan fenomena pairing di
dalam inti.8 Pairing merupakan fenomena kolektif berupa interaksi yang
melibatkan banyak partikel yang berada pada berbagai tingkat energi.
Tidak semua interaksi inti merupakan fenomena pairing, karena fenomena
pairing memiliki syarat tertentu. Pairing terjadi jika terdapat harmonisasi dua
partikel, dua partikel yang dimaksud adalah partikel yang memiliki spin tengahan
atau partikel fermion. Momentum angular total dari dua buah fermion yang
berpasangan akan bernilai nol dan berperilaku seperti partikel boson. Karena hal
inilah fenomena pairing memperlihatkan gejala-gejala unik di dalam inti seperti
superkonduktifitas dan superfluiditas di dalam inti.4 Fenomena pairing terjadi
pada sistem dengan kerapatan massa atau keadaan yang sangat tinggi. Contoh
ekstrimnya berupa bintang neutron, bintang neutron dapat digambarkan sebagai
sebuah objek yang memiliki massa yang sama dengan matahari namun
diameternya hanya 10 km9.

Teori BCS
Teori fenomena kolektif yang melibatkan sejumlah partikel di dalam inti
antara lain dipelopori oleh Bardeen, Cooper, dan Schrieffer pada tahun 1957 silam,
teori ini dikenal dengan teori BCS.4 Teori BCS mempersentasikan bagaimana
fungsi gelombang dan tingkat energi tertentu dalam pemodelan kulit inti dengan
memperhitungkan dampak fenomena pairing, sebagai faktor yang mempengaruhi
perubahan energi total sistem menjadi lebih kecil. Teori BCS menggambarkan
fenomena interaksi pairing yang muncul akibat adanya interaksi antara dua
partikel pada keadaan waktu yang saling konjugat (s, s ′ ) . Hubungan antara
partikel yang satu dengan partikel lain digambarkan oleh matriks interaksi
���′ yang menyatakan perubahan keadaan akibat interaksi yang semula berada

4
pada � ′ , ŝ′ dan berakhir di keadaan (�, ŝ) , dengan bentuk persamaan
Hamiltonian berupa :
�=

besar energi pun menjadi
�=

��

� =2



�>0

�� �� +

��0

2


�� ′ >0

+
�� ′ >0

���′ ��∗ ��′

���′

� � �′ �′

............ (1)

+
�>0

���′

2


............. (2)
dengan
, �� merupakan operator yang menggambarkan pembentukan dan
pemusnahan partikel. Berdasarkan penurunan persamaan energi gap menurut teori
BCS diperoleh celah pairing tiap level ∆� 10, yaitu :
��∗

∆� =

1
2

� ′ >0

∆�′

��′ ��′

............ (3)

Dampak Pairing pada Isotop Sn
Isotop suatu unsur dapat terjadi secara alamiah ataupun buatan sebagai hasil
reaksi yang terjadi pada inti, isotop Sn telah lama menjadi subjek eksperimen di
dalam reaksi nuklir.6 Hal ini ditunjang karena Sn dapat menyediakan keadaan
dengan pengisian atau penambahan neutron yang banyak. Sampai saat ini isotop
Sn telah mencapai isotop 136
50 Sn dengan kondisi state closing mass-nya adalah
100
100
50 Sn, artinya 36 neutron telah berhasil ditambahkan pada isotop 50 Sn dan tidak
menutup kemungkinan jumlah neutron yang ditambahakan berhenti pada jumlah
tersebut, mengingat eksperimen mengenai isotop Sn masih dilakukan.
Pembentukan isotop Sn yang terjadi mengakibatkan inti isotop Sn kaya akan
partikel neutron.7 Penambahan neutron pada isotop Sn akan menimbulkan
keadaan-keadaan baru pada bagian permukaan inti isotop. Keadaan-keadaan ini
dimodelkan dengan pemodelan lima tingkat energi dengan orbit
�1 2 , �5 2 , �3 2 , �1 2 , dan ℎ11 2 . Dengan pemodelan ini dan aproksimasi
menggunakan teori BCS akan menunjukkan pengaruh fenomena pairing terhadap
isotop Sn dengan penambahan jumlah neutron tertentu. Pada pemodelan lima
tingkat energi, orbit tingkat energi adalah g, d, s, dan h sedangkan nilai 1/2, 5/2,
3/2, dan 11/2 adalah j, jumlah maksimal neutron yang dapat ditambahkan pada
orbit adalah 2j + 1.
Implikasi dari pemodelan lima tingkat energi ini hanya dapat menjelaskan
pertambahan neutron sampai isotop 132
50 Sn . Berdasarkan teori BCS yang
mempresentasikan hubungan akibat fenomena pairing diimplementasikan pada
matriks ���′ dengan kata lain matriks ���′ merupakan implementasi dari akumulasi
kekuatan interaksi antar tingkat energi yang terjadi di dalam inti.

5
−1.4738 −0.6955 −0.6713 −0.3162 1.3052
−0.6955 −0.8843 −1.0428 −0.4368 1.0027
V��′ = −0.6713 −1.0428 −0.5160 −0.4503 0.5128
−0.3162 −0.4368 −0.4503 −0.8466 0.3700
1.3052
1.0027
0.5128
0.3700 −1.2305
Matriks ���′ diatas digunakan dalam perhitungan energi total inti pada
pemodelan lima tingkat energi yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya.7
Pemodelan Sembilan Tingkat Energi
Pemodelan isotop Sn yang melebihi dari 132
50 Sn tidak dimungkinkan dalam
pemodelan lima tingkat energi, sehingga diperlukan pemodelan lain yang dapat
menampung kelebihan neutron yang diberikan. Pada penelitian ini digunakan
pemodelan sembilan tingkat energi yang terinspirasi dari pemodelan tingkat
energi berbasis potensial Saxon-woods8 yang mampu menampung hingga 54
neutron ( 154
50 Sn), sembilan tingkat energi tersebut berupa orbit 2p1/2, 1g9/2, 2d5/2,
1g7/2, 3s1/2, 1h11/2, 2d3/2, 2f7/2, dan 3p1/2.

Gambar 1 Pemodelan sembilan tingkat energi8

6

METODE
Berdasarkan tujuan yang diinginkan, metode penelitian berupa simulasi
mengenai perhitungan energi total isotop Sn dengan menggunakan teori BCS.
Pada penelitian ini digunakan pemodelan sembilan tingkat energi yang telah
disesuaikan dengan perhitungan BCS. Penyesuain yang dimaksud adalah
parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan menggunakan teori BCS
telah disesuaikan dengan pemodelan sembilan tingkat energi.

Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis (kertas/ buku tulis,
pena, pensil), laptop/komputer dengan memori 3 GB dan menggunakan Windows
7. Profesional. Komputer tersebut dilengkapi dengan Microsoft Office dan
software Matlab.

Prosedur Analisis Data
Prosedur analisa data selama penelitian ini berupa perhitungan mengenai
energi ikat pada isotop Sn hingga 154
50 Sn , kemudian hasil perhitungan
dibandingkan dengan data-data standar hasil eksperimen yang tersedia online di
KAERI.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Paramater Input dan Output pada Perhitungan
Selama perhitungan besar energi total diperlukan parameter input berupa
jumlah neutron yang akan ditambahkan ke dalam isotop Sn, jelas pada pemodelan
sembilan tingkat energi ini jumlah neutron yang ditambahkan hanya bernilai 2
sampai 54 partikel. Energi pembentukan satu partikel dari vakum atau yang
disebut dengan potensial kimia merupakan salah satu parameter input yang
dibutuhkan dalam perhitungan, potensial kimia pada perhitungan berupa rentang
nilai energi. Dalam perhitungan penggunaan asumsi berupa ���′ bernilai konstan,
hal ini berarti bahwa interaksi yang terjadi antara tingkat energi yang satu dengan
tingkat energi bernilai sama. Besar nilai ���′ digolongkan menjadi dua bagian,
bagian ���′ yang bernilai kecil, yaitu ���′ = 0.05 MeV, 0.10 MeV, dan 0.50 MeV.
Serta bagian ���′ yang bernilai besar, yaitu ���′ = 1.00 MeV, 2.00 MeV, dan 5.00
MeV.
Sedangkan output dari perhitungan tidak hanya besar energi total inti,
salah satunya adalah energi partikel tunggal, besar energi ini merupakan energi
yang menunjukkan keadaan sistem dalam keadaan normal, artinya keadaan ini
tidak mempedulikan dampak pairing sebagai faktor koreksi besar energi total
sistem, perbedaan akibat pairing ini diimplementasikan sebagai celah pairing

7
pada output perhitungan. Output lainnya berupa besar potensial kimia yang
digunakan pada perhitungan dan occupation number atau kemungkinan
keberadaan partikel neutron di masing-masing tingkat energi. Pada output
perhitungan besar energi total berupa nilai energi relatif terhadap 124
50 Sn, hal ini
124
dikarenakan energi total 50 Sn dari hasil eksperimen memiliki nilai kesalahan
yang paling kecil.
Output Perhitungan dengan ���′ Bernilai Kecil

Variasi pada perhitungan ini adalah penggunaan matriks ���′ yang bernilai
kecil, hasil energi total dapat dilihat dari Gambar 2. Nilai Vij yang dimaksud
dalam gambar adalah nilai ���′ . Semakin besar jumlah neutron yang ditambahkan
ke dalam inti Sn, energi total sistem semakin besar juga. Namun perbedaan antara
hasil perhitungan energi total dengan energi partikel tunggal dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Gambar 2 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan energi total inti
pada Vss’ bernilai kecil dari 102
50 Sn
sampai dengan 154
Sn
50
Hasil perhitungan besar energi total baik menggunakan ���′ yang bernilai
0.05 MeV, 0.10 MeV maupun 0.50 MeV masih memperlihatkan perbedaan
dengan hasil eksperimen, perbedaan tersebut terlihat pada gambar 3. Sejauh ini
perbedaan yang paling kecil dengan eksperimen adalah perhitungan dengan
menggunakan ���′ = 0.05 MeV.

8

Gambar 3 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan energi total inti
pada Vss’ bernilai kecil 106
50 Sn sampai
136
dengan 50 Sn
Penggunaan variasi ���′ yang bernilai kecil tidak terlalu memperlihatkan
perbedaan yang signifikan terhadap perhitungan besar energi total. Namun hasil
yang berbeda pada output potensial kimia. Perbedaan tersebut cukup terlihat pada
Gambar 4 antara output potensial kimia dengan perhitungan menggunakan ���′
bernilai 0.50 MeV dengan ���′ yang bernilai 0.10 MeV ataupun 0.05 MeV.

Gambar 4 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan potensial kimia
pada ���′ kecil
Potensial kimia dengan menggunakan Vss′ bernilai 0.10 MeV atau 0.05
MeV menghasilkan pola kurva yang hampir berimpit, terdapat enam buah tangga
sepanjang kurva. Sedangkan pada Vss′ bernilai 0.50 MeV, tangga yang terbentuk

9
sepanjang kurva hanya tiga buah. Tangga-tangga ini mempersentasikan perilakuperilaku partikel pada tiap tingkat energi, misalnya enam buah tangga yang
terbentuk mengartikan bahwa partikel berkumpul seolah-olah hanya membentuk
enam tingkat energi saja dikarenakan perbedaan energi antara satu tingkat dengan
tingkat yang lain tidak terlalu besar. Begitu juga pada penggunaan Vss′ bernilai
0.50 MeV, karena besar interaksi akibat pairing cukup besar sehingga partikel
seolah-olah hanya membentuk tiga tingkat energi saja, hal ini terlihat jelas pada
Gambar 1 dimana pemodelan sembilan tingkat energi dapat dianggap menjadi tiga
tingkat energi saja.

Gambar 5 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan celah pairing pada
���′ kecil

Pembentukan enam atau pun tiga tingkat energi juga terlihat pada output
celah pairing. Puncak-puncak pada Gambar 5 mempresentasikan perilaku yang
sama yang ditunjukkan oleh Gambar 4, jumlah puncak pada Gambar 5 ini lah
yang memperlihatkan secara jelas bahwa pada perhitungan dengan
penggunaan ���′ yang bernilai 0.50 MeV akan terbentuk seolah tingkat energinya
hanya ada tiga. Sedangkan pada ���′ kecil lainnya tingkat energi yang terbentuk
berupa enam tingkat energi saja.
Output Perhitungan dengan ���′ Bernilai Besar

Penggunaan ���′ bernilai besar menganggap bahwa interaksi yang terjadi
akibat pairing cukup besar, akibatnya output dari perhitungan menunjukkan
perbedaan. Hasil perhitungan besar energi total dapat dilihat pada Gambar 6. Pada
���′ = 5.00 MeV memperlihatkan adanya perubahan kelungkungan dari kurva,
sepanjang jumlah neutron yang ditambahkan lebih besar dari 32 mengakibatkan
energi total menjadi lebih besar. Hal ini mengartikan bahwa ketika interaksi antar
tingkat energi besar, semakin banyak jumlah partikel neutron yang ditambahkan

10
pada inti Sn, maka dampak pairing terhadap perubahan energi total inti menjadi
melemah (Lampiran 2).

Gambar 6 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan energi total inti
pada Vss’ bernilai besar dari 102
50 Sn
154
sampai dengan 50 Sn

Gambar 7 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan energi total inti
pada Vss’ bernilai besar 106
50 Sn sampai
dengan 136
Sn
50
Sama halnya dengan Vss’ bernilai kecil, pada perhitungan besar energi
total dengan Vss’ bernilai besar masih ada perbedaan dengan hasil eksperimen
yang terlihat pada Gambar 7. Hasil perhitungan besar energi total dengan
menggunakan Vss’ bernilai 1.00 MeV dan 2.00 MeV menghasilkan perbedaan

11
132
yang kecil dengan eksperimen pada daerah isotop 106
50 Sn sampai dengan 50 Sn .
134
136
Namun pada isotop 50 Sn dan 50 Sn , Vss’ bernilai 5.00 MeV lah yang
menghasilkan perbedaan yang paling kecil terhadap eksperimen. Hal ini
132
menunjukkan bahwa pada 106
50 Sn sampai dengan 50 Sn, potensial interaksi dengan
nilai kecil lebih cocok untuk menjelaskan fenomena pairing pada keadaan jumlah
neutron yang ditambahkan sampai 32 partikel. Sedangkan potensial interaksi
dengan nilai besar lah yang lebih cocok jika neutron yang ditambahkan lebih
besar dari 32.
Penggunaan Vss’ bernilai besar membuat partikel yang seharusnya terlihat
sembilan tingkat energi seolah-olah menjadi satu kesatuan. Hal ini ditunjukkan
dengan bentuk kurva potensial kimia yang linear dan kurva celah pairing yang
hanya memiliki satu puncak saja seperti yang terlihat pada Gambar 8 dan Gambar
9.

Gambar 8 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan potensial kimia
pada ���′ besar

Gambar 9 Hubungan antara jumlah neutron yang
ditambahkan dengan celah pairing
pada ���′ besar

12
Besar potensial kimia pada umumnya bernilai negatif, namun pada
perhitungan dengan ���′ bernilai 2.00 MeV dan 5.00 MeV terdapat potensial
kimia yang bernilai positif. Hal ini berarti sistem tidak perlu lagi mengambil
energi dari vakum untuk menciptakan satu partikel, melainkan melepas energi
yang dimiliki sistem untuk menstabilkan jumlah partikel yang sesuai.
Dari keseluruhan variasi ���′ yang paling mendekati hasil eksperimen
adalah ���′ yang bernilai konstan 0.05 MeV. Sayangnya, hasil perhitungan ini
tidak lebih baik dari penggunaan pemodelan lima tingkat energi (Lampiran 3).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan akurasi diperlukan metode lain dalam
menentukan ���′ .

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fenomena pairing di dalam inti mengakibatkan energi total inti semakin
kecil dibanding dengan keadaan normalnya, dampak pairing ini merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kestabilan pada inti berat. Penggunaan pemodelan
sembilan tingkat energi dengan asumsi interaksi antar tingkat energi benilai sama
dapat menghasilkan perhitungan besar energi total hingga isotop 154
50 Sn, meskipun
output yang dihasilkan masih berbeda dengan eksperimen. Dengan
memvariasikan besar ���′ dan melihat perbedaan hasil perhitungan tiap variasi
���′ tersebut, ternyata untuk rentang jumlah neutron yang ditambahkan kurang
dari 32 potensial interaksi yang cocok adalah ���′ yang bernilai kecil. Sebaliknya
untuk jumlah neutron yang ditambahkan melebihi 32 partikel, maka potensial
interaksi yang cocok justru yang bernilai besar.

Saran
Adanya perbedaan antara besar energi total dari hasil eksperimen dengan
hasil perhitungan dengan pemodelan sembilan tingkat energi menjadi
permasalahan yang belum terselesaikan. Penggunaan asumsi potensial interaksi
bernilai konstan pun belum cukup menggambarkan perilaku partikel neutron yang
sebenarnya di dalam inti, oleh karena itu potensial interaksi berupa matriks ���′
perlu dicari dengan pendekatan lain, seperti menggunakan metode optimasi.
Penggunaan metode ini diharapkan dapat memperkecil perbedaan perhitungan
energi ikat dengan hasil eksperimen.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Beiser, Arthur. 1982. Konsep Fisika Modern. The Houw Liong. penerjemah;
Carol Manik. editor. Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari: Concepts of
Modern Physics, 3rd Edition.
2. S. Krane, Kenneth. 1982. Fisika Modern. Hans JW .penerjemah; Sofia
Niksolihin. editor. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari: Modern Physics.
Hlm : 4.
3. [KAERI] Korea Atomic Energy Research Institute. 2012. Table of Nuclides Sn
Isotopes. (terhubung berkala) atom.kaeri.re.kr/ (diunduh pada tanggal 12
Agustus 2012).
4. J. Bardeen, L. N. Cooper, and J. R. Schrieffer. 1957. Microscopic Theory of
Superconductivity. Phys. Rev. 106 : 162-164.
5. F. Andreozzi, L. Coraggio, A. Covello, A. Gorgano, dan A. Porrino.1996.
Pairing efefects in Sn Isotopes, Z. Phys. A 354, 253-260
6. L. Aissaoui, F. Berrachi, dan D. Boumala.2009. Pairing Gap Energy
Correction in Shell Model for the Neutron-Rich Tin Isotopes. Brazilizn
Journal of physics (4) : 39.
7. Sumaryada, Tony Ibnu. 2007. Pairing Correlations and Phase Transitions in
Mesoscopic Systems. [disertasi]. Florida, USA : The Florida State
University.
8. Brink DM, Broglia RA. 2005. Nuclear Superfluidity Pairing in Finite Systems.
New York: Cambridge University Press. Hlm : 14-15.
9. Mattson,
Barbara.
2010.
Neutron
Star.
(terhubung
berkala)
http://imagine.gsfc.nasa.gov/docs/science/know_l1/neutron_stars.html
(diunduh pada tanggal 1 Maret 2013).
10. Greiner W, Maruhn JA.1996. Nuclear Models. Springer. New York.

14
Lampiran 1 Hasil perhitungan pada pemodelan sembilan tingkat energi dengan
���′ = 0.05 MeV ( ���′ bernilai kecil)
Isotop

Energi
Partikel
Tunggal

Energi
Total

Potensial
Kimia

Celah
Pairing

102
104
106
108
110
112
114
116
118
120
122
124
126
128
130
132
134
136
138
140
142
144
146
148
150
152
154

-37.25
-71.2748
-105.2508
-139.2608
-173.2745
-207.2831
-231.3019
-255.3185
-279.3381
-299.3435
-319.3521
-339.3673
-359.3901
-378.6404
-397.0289
-415.4262
-433.8309
-452.2437
-470.6635
-489.0908
-506.6973
-524.3413
-532.3547
-540.3659
-548.3798
-556.3961
-560.448

-37.25
-71.3191
-105.3172
-139.3272
-173.3188
-207.2831
-231.3413
-255.3581
-279.3382
-299.4026
-319.4319
-339.4281
-359.3902
-378.6405
-397.1077
-415.5515
-433.9714
-452.3685
-470.7417
-489.0908
-506.7492
-524.3413
-532.3987
-540.4246
-548.4239
-556.3961
-560.448

-18.625
-17.021
-17.0103
-16.9997
-16.989
-16.9779
-12.0175
-11.9992
-11.9802
-10.0229
-10.0064
-9.9895
-9.9714
-9.5916
-9.2275
-9.2158
-9.2041
-9.1924
-9.1806
-9.1683
-8.8119
-8.7796
-4.0197
-4.0063
-3.9929
-3.9791
-1.9985

0
0.2868262
0.3511658
0.3511605
0.2867321
0.0072686
0.2925014
0.2927043
0.0081946
0.3668539
0.4261326
0.3717427
0.0098521
0.0112085
0.4440865
0.5600415
0.5928849
0.5585293
0.4417232
0.0109664
0.3721304
0.0115747
0.3875605
0.447573
0.3876802
0.010152
0.0105989

Energi Total
Relatif
terhadap 124
50 Sn

302.1781
268.109
234.1109
200.1009
166.1093
132.145
108.0868
84.07
60.0899
40.0255
19.9962
0
-19.9621
-39.2124
-57.6796
-76.1234
-94.5433
-112.9404
-131.3136
-149.6627
-167.3211
-184.9132
-192.9706
-200.9965
-208.9958
-216.968
-221.0199

15
Lampiran 2 Hasil perhitungan pada pemodelan sembilan tingkat energi dengan
���′ = 1.00 MeV ( ���′ bernilai besar)
Isotop
102
104
106
108
110
112
114
116
118
120
122
124
126
128
130
132
134
136
138
140
142
144
146
148
150
152
154

Energi
Partikel
Tunggal

-35.2169
-68.6359
-101.7239
-134.6539
-166.7570
-194.5006
-217.4335
-239.0462
-260.0592
-280.6555
-300.9532
-321.0397
-340.9820
-360.8232
-380.5933
-400.3071
-419.9565
-439.4952
-458.7942
-477.5346
-494.9167
-509.9154
-522.9138
-535.1107
-547.0726
-558.6836
-568.9952

Energi
Total
-39.1012
-76.1430
-111.9204
-146.5401
-179.8970
-211.6193
-241.1850
-268.9310
-295.1947
-320.1469
-343.8986
-366.5284
-388.0961
-408.6393
-428.1848
-446.7467
-464.3223
-480.8893
-496.3984
-510.7732
-523.8563
-535.4015
-545.2690
-553.5845
-560.4762
-565.8464
-568.9991

Potensial
Kimia
-18.9754
-18.1706
-17.5194
-16.8265
-15.9540
-14.8286
-13.8812
-13.1239
-12.4635
-11.8636
-11.3059
-10.7781
-10.2704
-9.7745
-9.2825
-8.7860
-8.2756
-7.7394
-7.1607
-6.5151
-5.7819
-5.0028
-4.2727
-3.5983
-2.9130
-2.0621
-0.8530

Celah
Pairing
12.0144
16.4716
19.1106
20.6261
21.7773
25.1332
29.9154
33.8061
36.8655
39.2662
41.1087
42.4540
43.3396
43.7873
43.8067
43.3966
42.5464
41.2403
39.4745
37.3183
35.0799
33.2083
31.3527
28.6949
24.5992
18.1408
0.4333

Energi Total
Relatif
terhadap
124
50 Sn
327,4272
290,3854
254,6080
219,9883
186,6314
154,9091
125,3434
97,5974
71,3337
46,3815
22,6298
0,0000
-21,5677
-42,1109
-61,6564
-80,2183
-97,7939
-114,3609
-129,8700
-144,2448
-157,3279
-168,8731
-178,7406
-187,0561
-193,9478
-199,3180
-202,4707

16
Lampiran 3 Perbedaan antara pemodelan sembilan tingkat
energi, lima tingkat energi, dan eksperimen
Isotop
106
108
110
112
114
116
118
120
122
124
126
128
130
132
134
136
*

Pemodelan
Sembilan Level
234.1109
200.1009
166.1093
132.1450
108.0868
84.0700
60.0899
40.0255
19.9962
0.0000
-19.9621
-39.2124
-57.6796
-76.1234
-94.5433
-112.9404

Pemodelan
Lima Level*
154.171266
134.435754
115.384909
97.024265
79.33385
62.298584
45.883583
30.043045
14.758904
0.0000
-14.246653
-27.998979
-41.256811
-54.023377
-----------------

Eksperimen**
156.0946
135.3735
115.4000
96.4331
78.3912
61.2820
45.0109
29.4181
14.4338
0.0000
-13.9263
-27.3853
-40.4380
-52.9550
-59.112867
-65.124541

Penelitian yang dilakukan oleh Tony Sumaryada tahun 2007
** Penelitian yang dilakukan oleh
Korea Atomic Energy Research
Institute (KAERI)

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap tanggal 20 Juli 1991 dari
Ayah Kamin Giono dan Ibu Mumun. Penulis adalah anak
pertama dari 2 bersaudara. Pada tahun 2009 penulis berhasil
menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI)
dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengukuti perkuliahan,
penulis aktif menjadi asisten pratikum Fisika Dasar dan
pengajar bimbingan belajar. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Komisi III
Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA IPB periode 2011/2012.