Wire electroplating sludge sebagai katalis pembakaran batu bara

WIRE ELECTROPLATING SLUDGE SEBAGAI KATALIS
PEMBAKARAN BATU BARA

ERISTIADY FEBRYANWAR

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
ERISTIADY FEBRYANWAR. Wire Electroplating Sludge sebagai Katalis
Pembakaran Batu Bara. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan
MOHAMMAD KHOTIB.
Aditif bahan bakar (katalis pembakaran) dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran melalui proses oksidasi sempurna bahan bakar. Katalis pembakaran
dalam penelitian ini dibuat dari wire electroplating sludge yang didispersikan ke
dalam campuran minyak nabati, air, dan surfaktan. Disiapkan empat jenis
suspensi katalis, yaitu A (2% sludge); B (3% sludge); C (2% sludge, 3% asam
oksalat); D (3% sludge, 3% asam oksalat). Penambahan asam oksalat pada

suspensi katalis C dan D menghasilkan pengaruh yang nyata pada efisiensi
pembakaran. Suspensi katalis masing-masing diaplikasikan ke dalam batu bara
dengan nilai kalor 5235.09 kal/g. Konsentrasi suspensi katalis di dalam batu bara
adalah ±0.1% b/b. Hasil uji aktivitas dengan menggunakan penganalisis termal
diferensial menunjukkan bahwa efisiensi energi katalis A adalah 62.21%, B:
97.19%, C: 77.96%, dan D: 97.54%. Katalis D (3% sludge, 3% asam oksalat)
merupakan suspensi katalis terbaik yang dapat digunakan sebagai katalis
pembakaran batu bara.
Kata kunci: Aditif bahan bakar, katalis, nilai kalor, sludge, suspensi.

ABSTRACT
ERISTIADY FEBRYANWAR. Wire Electroplating Sludge as Coal Combustion
Catalyst. Supervised by ARMI WULANAWATI and MOHAMMAD KHOTIB.
A fuel additive (combustion catalyst) can improve the combustion
efficiency by promoting complete oxidation of fuel. Combustion catalyst in this
research was composed of wire electroplating sludge dispersed in a mixture of
vegetable oil, water, and surfactant. Four types of catalyst suspensions were
prepared, namely A (2% sludge); B (3% sludge); C (2% sludge, 3% oxalyc acid);
and D (3% sludge, 3% oxalyc acid). Addition of oxalyc acid in catalyst
suspension C and D showed significant effects on combustion efficiency. Each

suspension was applied in coal having caloric value of 5235.09 cal/g. The
concentration of catalyst suspension in coal was about ±0.1% w/w. The results of
activity test by using differential thermal analyzer showed that the energy
efficiency from catalyst A was 62.21%, B: 97.19%, C: 77.96%, and D: 97.54%.
Catalyst D (3% sludge, 3% oxalyc acid) is the best catalyst suspension that can be
used as coal combustion catalyst.
Key words: Caloric value, catalyst, fuel additive, sludge, suspension.

WIRE ELECTROPLATING SLUDGE SEBAGAI KATALIS
PEMBAKARAN BATU BARA

ERISTIADY FEBRYANWAR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi
Nama
NIM

:
:
:

Wire Electroplating Sludge sebagai Katalis Pembakaran Batu Bara
Eristiady Febryanwar
G44096035

Disetujui

Pembimbing I,


Pembimbing II,

Armi Wulanawati, SSi, MSi
NIP 19690725 200003 2 001

Mohammad Khotib, SSi, MSi
NIP 19781018 200701 1 002

Diketahui
Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan atas segala karunia kesehatan
dan kemudahan yang dilimpahkan oleh Allah SWT selama proses penyusunan
karya ilmiah dengan judul “Wire Electroplating Sludge sebagai Katalis

Pembakaran Batu Bara“. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 di Laboratorium
Kimia Fisik Departemen Kimia, Kampus IPB Dramaga, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi
dan Bapak Mohammad Khotib, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan, motivasi, waktu, dan doa selama penelitian.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayah, Ibu, saudara-saudari tersayang
Niken Lia Anggraini, Julian Andhika, Marbella Rizky Prawesti, dan Andreas
Prananda Putra yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan
dukungan selama masa studi hingga proses penyusunan karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ai, Bapak Ismail,
Bapak Nano, Bapak Eman, Bapak Syawal, Ibu Oktori (Dosen Ilmu Tanah), dan
Kepala Laboratorium Ilmu Tanah bagian Mineral Tanah IPB atas fasilitas,
bantuan, serta masukan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga terucap untuk
Kak Doni, Kak Nazmi, Andika, Nirwan, Mas Yana, Mas Doni, Zelfy, Kak Rozi
dan kelompok Al-Fath, Bapak Atep, Mbak Dewi, teman-teman Ankim 46
(khususnya “10’S”), Soni, Rohman (kelompok PES 2012), teman-teman Ekstensi
Kimia 43 atas bantuan, motivasi, diskusi, dan kebersamaannya. Terima kasih
dihaturkan pula kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa

maksud mengurangi rasa terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan balasan
atas segala amal yang diperbuat dan senantiasa menyertai hamba-Nya dengan
kasih dan sayang-Nya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Juni 2012

Eristiady Febryanwar

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 28 Februari 1988 sebagai
putra kedua dari Bapak Anwar Effendi dan Ibu Musliah. Tahun 2006 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama diterima di Program
Diploma IPB Program Keahlian Analisis Kimia melalui jalur PMDK. Penulis
lulus dari Diploma IPB pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikan S1 melalui
Program Alih Jenis Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama.
Selama menjalani masa perkuliahan di Diploma IPB, Penulis pernah
mengikuti kegiatan Safety in Laboratory Training, Pelatihan Pengantar Sistem
Manajemen Lingkungan (ISO 14001), Pelatihan Pengantar Sistem Manajemen
Mutu (ISO 9001:2001) dan HACCP. Penulis pernah melakukan magang di PT

Nutrifood Indonesia Tbk, dan praktik kerja lapang di Sentra Teknologi Polimer
(STP) dengan judul laporan Identifikasi Jenis Polimer di dalam Beberapa Botol
Susu Bayi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .............................................................................................. 1
Metode Penelitian .......................................................................................... 1
Pencirian Sludge dan Batu bara ..................................................................... 2
Preparasi Katalis ............................................................................................ 2
Uji Aktivitas Katalis ...................................................................................... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri Sludge............................................................................................... 3
Ciri-ciri Batu Bara ......................................................................................... 3
Hasil Preparasi Katalis ................................................................................... 3
Aktivitas Katalis ............................................................................................ 4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ........................................................................................................ 5
Saran .............................................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 5
LAMPIRAN ............................................................................................................ 7

vi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kadar logam di dalam sludge...................................................................... 3

2 Kurva DTA pembakaran batu bara tanpa katalis dan dengan katalis A
(sludge 2%) ................................................................................................. 4
3

Efisiensi energi pembakaran batu bara dan batu bara + katalis. ................. 4


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Bagan alir penelitian ................................................................................... 8

2

Kadar abu wire electroplating sludge dan batu bara................................... 9

3

Kadar air batu bara. ..................................................................................... 9

4

Kadar Fe2+ dalam batu bara + katalis D .................................................... 10

5 Kurva DTA hasil pembakaran batu bara + katalis B (sludge 3%),
C (sludge 2% + asam oksalat 3%), D (sludge 3% + asam oksalat 3%) .... 11

6

Efisiensi energi pembakaran batu bara ..................................................... 12

vii

PENDAHULUAN
Konsumsi batu bara di Indonesia
mengalami
pertumbuhan
yang
cukup
signifikan dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu
dari 13.2 juta ton pada 1997 menjadi 45.3 juta
ton pada 2007, atau meningkat lebih dari 3
kali lipat. Peningkatan jumlah konsumsi yang
sangat tajam tersebut disebabkan meningkat
tajamnya permintaan batu bara sebagai
sumber energi terutama untuk pembangkit
listrik, baik di dalam negeri maupun di

negara-negara importir (Miranti 2008).
Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal
Minerba, total penjualan batu bara 2010
mencapai 235.61 juta ton (Setyowati 2011).
Dari sebanyak 21.13 miliar cadangan batu
bara Indonesia yang bisa ditambang, sekitar
66.39% diklasifikasikan memiliki nilai kalori
sedang (5100_6100 kkal/kg) (Setyowati 2011).
Pemanfaatan batu bara di dalam negeri
meliputi penggunaan di pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU), industri semen, kertas,
tekstil, metalurgi, dan industri lainnya (Tim
Kajian Batu Bara Nasional 2006).
Pembakaran batu bara merupakan salah
satu cara terpenting pemanfaatan batu bara
dalam menghasilkan energi. Namun, di
samping potensinya sebagai sumber energi
alternatif yang relatif murah, penggunaan batu
bara ini menghasilkan limbah yang dapat
mencemari lingkungan, yaitu limbah gas
seperti CO2, NOx, CO, SO2, hidrokarbon, dan
limbah padat. Selain itu, pembakaran tak
sempurna batu bara pada kegiatan industri
dapat menurunkan efisiensi pembakaran,
terutama jika digunakan batu bara yang tinggi
kadar airnya. Menurut Siritheerasas et al.
(2008), kandungan air di dalam batu bara
seharusnya tidak melebihi 20_30% agar
dihasilkan pembakaran yang efisien.
Beberapa cara telah diterapkan untuk
mengatasi permasalahan tersebut antara lain
penerapan teknologi bersih setelah proses
pembakaran
(denitrifikasi,
dedusting,
desulfurisasi, penghilangan CO2) atau
sebelum proses pembakaran (fluidized bed
combustion (FBC), gasifikasi batu bara,
magneto hydrodynamic (MHD), kombinasi
integrated gasification combined cycle
(IGCC) dan fuel cell) (Sugiyono 2000) serta
penambahan bahan-bahan anorganik seperti
aditif bahan bakar. Aditif bahan bakar dapat
meningkatkan efisiensi sistem pembakaran
melalui proses oksidasi sempurna bahan
bakar, yang meminimalisasi pembentukan
deposit dan bahan buangan (Willis 2000).

Pada umumnya, aditif bahan bakar berupa
katalis pembakaran berbentuk cairan yang
mengandung logam transisi seperti titanium
(Ti), vanadium (V), kromium (Cr), mangan
(Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni),
tembaga (Cu), zink (Zn), itrium (Y),
zirkonium (Zr), niobium (Nb), molibdenum
(Mo), timah (Sn), antimoni (Sb), wolfram
(W), dan osmium (Os) (Zhou et al. 2010).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al
(2011), beberapa logam seperti Cu, Ni, Zn,
Cr, dan Fe dapat diperoleh dari limbah padat
(sludge) hasil kegiatan elektroplating dengan
kadar berturut-turut 11.41, 9.99, 1.62, 1.38,
dan 1.27%.
Sludge belum banyak dimanfaatkan dan
masih menjadi masalah bagi industri
elektroplating, tidak hanya karena kandungan
logam yang cukup tinggi, tetapi juga
kuantitasnya cukup besar. Sekitar 65 000 ton
sludge elektroplating dihasilkan tiap tahunnya
di Jepang (Kuchar et al. 2010). Salah satu
usaha mengurangi dampak merugikan limbah
elektroplating ini tanpa melakukan landfill
ialah memanfaatkan kembali sludge, antara
lain sebagai bahan baku pengganti semen dan
pasir dalam mortar (Mastuti & Paryanto
2007). Penelitian ini bertujuan memanfaatkan
kembali limbah sludge elektroplating sebagai
bahan baku katalis pembakaran batu bara.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
kaca, cawan porselen, oven, neraca analitik,
tanur, mortar, blender, saringan 100 mesh,
penganalisis termal diferensial (DTA) (DTG60 H Simultaneous DTA-TG Apparatus,
Shimadzu), kalorimeter bom (Parr 6200),
spektrofotometer serapan atom (SSA)
(Shimadzu AA 6300), energy- dispersive Xray (EDX) Bruker.
Bahan-bahan yang digunakan adalah wire
electroplating sludge, air distilasi, minyak
goreng, Berol 226, asam nitrat pekat, asam
klorida pekat, kertas saring, feroamonium
sulfat heksahidrat (FAS) 11.30 ppm, 1,10ortofenantrolina, asam oksalat, asam asetat 0.1
M, natrium asetat 0.1 M, dan batu bara.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap
(Lampiran 1). Tahap pertama adalah pencirian
sludge/batu bara meliputi penentuan kadar
abu, kadar air, dan kadar logam sludge, serta
nilai kalori batu bara. Tahap kedua adalah

2

preparasi katalis dan uji Fe2+. Tahap ketiga
adalah uji aktivitas katalis terhadap batu bara.
Pencirian Sludge dan Batu Bara
Kadar Abu Sludge dan Batu Bara (AOAC
2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit kemudian ditimbang. Cawan ditimbang
kembali hingga bobotnya konstan. Sebanyak
±5 g contoh sludge dan batu bara yang telah
dikeringudarakan dimasukkan ke dalam
cawan tersebut, dipijarkan di atas nyala api
hingga tak berasap lagi. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600 oC selama 5 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit atau sampai dingin kemudian ditimbang
hingga didapatkan bobot yang konstan.
Kadar Air Batu Bara (SNI 2004)
Cawan porselen dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit kemudian ditimbang. Cawan ditimbang
kembali hingga bobotnya konstan. Sebanyak
±5 g contoh batu bara yang telah
dikeringudarakan dimasukkan ke dalam
cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 105 oC selama 2 jam. Cawan
lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30
menit atau sampai dingin dan ditimbang.
Penimbangan dilakukan minimum 3 kali atau
sampai mencapai bobot konstan.
Kadar Logam Sludge (Gunawan 2011)
Sebanyak 0.1998 g sludge yang telah
diabukan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang
kering
dan
bersih,
kemudian
ditambahkan 10 mL HNO3 pekat dan 10 mL
HCl pekat. Sampel dipanaskan pada suhu 150
o
C selama 30 menit sampai 1 jam. Setelah
dingin, larutan disaring kemudian ditepatkan
50 mL dengan air distilasi untuk dianalisis
dengan SSA.
Nilai Kalor Batu Bara
Batu bara dalam bentuk serbuk berukuran
100 mesh ditimbang sebanyak 0.5160 g. Nilai
kalor batu bara tersebut diukur dengan
menggunakan kalorimeter bom Parr 6200.

Preparasi Katalis
Tanpa Penambahan Asam Oksalat
Sebanyak 80 mL minyak nabati dan 8 mL
Berol 226 (surfaktan paduan antara amina
kuaterner monoetoksilat dan alkohol etoksilat)
dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL,
kemudian diaduk. Selama pengadukan,
ditambah ±2 g atau ±3 g sludge yang telah
disaring dengan saringan 100 mesh dan telah
diabukan. Air distilasi sebanyak 12 mL
kemudian ditambahkan ke dalam campuran,
diaduk hingga homogen. Larutan sludge 2%
selanjutnya disebut katalis A, dan larutan
sludge 3% disebut katalis B.
Dengan Penambahan Asam Oksalat 3%
Sebanyak 12 mL asam oksalat 3%
ditambahkan pada ±2 g atau ±3 g sludge
kemudian didiamkan beberapa saat sampai
terbentuk warna hijau kecokelatan pada
bagian air. Masing-masing didispersikan ke
dalam campuran 80 mL minyak nabati dan 8
mL Berol 226, diaduk hingga homogen.
Katalis A dan B dengan penambahan asam
oksalat 3% ini selanjutnya disebut berturutturut katalis C dan D.
Uji Kadar Besi (Fe2+) (modifikasi Dobrinas
et al. 2010)
Sebanyak 3.0145 g sludge direaksikan
dengan ±3 g asam oksalat yang dilarutkan di
dalam 15 mL akuades. Filtrat yang dihasilkan
disaring, diambil sebanyak 0.5 mL, dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Kemudian ditambahkan 5 mL 1,10ortofenantrolina dan 8 mL bufer asetat, ditera
menggunakan akuades. Sebanyak 5 mL
larutan tersebut diencerkan kembali dengan
akuades di dalam labu takar 100 mL. Larutan
yang
terbentuk
diukur
dengan
spektrofotometer pada λmaks 510 nm dan
dihitung kadar Fe2+ yang dihasilkan. Deret
standar Fe2+ yang disiapkan dari larutan induk
FAS yang mengandung 11.30 mg/L Fe2+ di
dalam labu takar 500 mL. Dari larutan induk
tersebut dibuat larutan Fe2+ 0.1, 0.2, 0.3, 0.5,
1.0, 1.5, dan 2.0 mg/L di dalam labu takar 100
mL. Setiap larutan tersebut ditambahkan 5 mL
1,10-ortofenantrolina dan 8 mL bufer asetat
kemudian ditera dengan akuades.
Uji Aktivitas Katalis
Empat variasi katalis (A, B, C, D) masingmasing dicampurkan ke dalam batu bara
dengan nisbah katalis_batu bara 1:1000. Setiap
variasi dihomogenkan selama ±3 jam dengan

menggunakan mortar. Aktivitas katalis diuji
menggunakan DTA. Masing-masing sampel
batu bara yang telah dihomogenkan dengan
katalis ditimbang sekitar 22 mg, ditempatkan
di dalam krus platinum, dan dipanaskan
hingga suhu 1000 oC selama 50 menit dengan
menggunakan gas nitrogen sebagai purge gas.
Dilakukan juga pengukuran terhadap batu
bara tanpa pemberian katalis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri Sludge

Kadar Logamdalam sludge (%)

Wire electroplating sludge umumnya
mengandung Fe sebagai logam yang dominan.
Kadar abu limbah cukup tinggi, yaitu sebesar
56.89% (Lampiran 2), menunjukkan bahwa
kandungan mineral logam Ca, Al, Cu, Mn,
dan Fe di dalam sludge cukup besar. Menurut
May (2007), mangan (Mn), besi (Fe), dan
tembaga (Cu), merupakan logam-logam
transisi yang dapat digunakan sebagai
komponen aktif utama pada katalis
pembakaran bahan bakar padat (batu bara).
Sedikitnya 50% yang sering digunakan adalah
besi (Zhou et al. 2010). Berdasarkan hasil
analisis, mineral logam terbanyak di dalam
sludge adalah Fe, dengan persentase 55.98%
dari keseluruhan kadar abu yang diperoleh
(Gambar 1). Hasil ini mengindikasikan
potensi wire electroplating sludge sebagai
bahan baku untuk membuat aditif pembakaran
batu bara.
35

menghasilkan pembakaran yang cukup efisien
karena mengandung air tidak melebihi
20_30% (Siritheerasas et al. 2008). Kadar air
dapat menurunkan nilai kalor dalam proses
pembakaran batu bara karena digunakan untuk
penguapan air (Muchjidin 2006).
Tabel 1 Hasil analisis parameter batu bara
Parameter
Hasil
Kadar air (%b/b)
14.20
Kadar abu (%b/b)
8.33
Nilai kalor (kal/g)
5235.09
Sementara itu, kadar abu yang diperoleh
kurang dari 10%. Semakin rendah kadar abu,
jumlah kalor yang dibutuhkan untuk memecah
mineral-mineral di dalam batu bara seperti
lempung dan karbonat semakin sedikit.
Karena itu, nilai kalor yang dikandung akan
semakin tinggi (Muchjidin 2006).
Nilai kalor yang dihasilkan adalah 5235.09
kal/g. Nilai kalor merupakan kalor yang
dilepaskan atau dihasilkan dari pembakaran
combustible material dalam batu bara
(Nuroniah 1996). Energi dibebaskan dari
interaksi eksotermik senyawa hidrokarbon
dengan oksigen. Material lainnya seperti air,
nitrogen, sulfur, dan mineral juga mengalami
perubahan kimia, tetapi kebanyakan reaksinya
endotermik dan akan mengurangi energi yang
sebenarnya ada dalam batu bara (Muchjidin
2006). Berdasarkan nilai kalor yang terukur,
batu bara yang digunakan tergolong bernilai
kalor sedang, yaitu 5100_6100 kkal/kg
(Hadiyanto 2010).

31,85
Hasil Preparasi Katalis

30
25
20
11,26

15
10

2,61

5

0,18 0,16

0
Fe

Ca

Cu

Al Mn

Logam
Gambar 1 Kadar logam di dalam sludge.
Ciri-ciri Batu Bara
Berdasarkan UNEP (2006), yang termasuk
sifat fisik batu bara adalah kadar air, kadar
abu, nilai kalor, dan bahan atsiri. Ciri fisik
batu bara yang diperoleh (Tabel 1)
berdasarkan perhitungan (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa batu bara dapat

Komposisi katalis batu bara meliputi
minyak nabati, air, surfaktan Berol 226, dan
wire electroplating sludge. Minyak nabati dan
air berfungsi sebagai pendispersi wire
electroplating sludge, dan Berol 226 berperan
mengurangi energi antarmuka padatan-cairan
serta memperlambat penggumpalan atau
pembentukan sedimen (Myers 2006).
Katalis yang dihasilkan memiliki stabilitas
yang rendah sehingga dihasilkan dalam
bentuk suspensi katalis. Suspensi katalis dapat
diaplikasikan menggunakan teknik sederhana,
seperti penyemprotan, sehingga dapat
mengurangi biaya pengoperasian (Zhou et al.
2010).
Preparasi katalis dilakukan dengan dan
tanpa penambahan asam oksalat, untuk
menguji pengaruh keberadaan Fe2+ hasil
reduksi Fe3+ di dalam sludge terhadap
efisiensi pembakaran. Reaksi yang terjadi
ialah sebagai berikut:

4

2Fe3+(Merah kecokelatan) + H2C2O4 + 2H2O
→ 2Fe (Hijau kecokelatan) + 2CO2 + 2H3O
2+

+

(Harvey 2000)
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
bentuk besi yang sering digunakan sebagai
katalis adalah logam besi, besi klorida, besi
sulfat, besi nitrat, dan garam-garam besi
lainnya (Zhou et al. 2010). Konsentrasi Fe2+
yang terukur pada sludge elektroplating 3%
dengan penambahan asam oksalat 3% sebesar
0.05% b/b (Lampiran 4). Hal ini berarti wire
electroplating sludge dengan penambahan
asam oksalat mengandung katalis Fe3+ dan
Fe2+.

Berdasarkan hasil pembakaran batu bara
dengan dan tanpa katalis, efisiensi energi
dapat dihitung. Hasilnya disajikan pada
Lampiran 6. Efisiensi energi pembakaran batu
bara tanpa penggunaan katalis sebesar 57%
(Gambar 3). Penambahan katalis A yang
berarti penambahan kandungan Fe3+ sludge
meningkatkan efisiensi energi pembakaran
sekitar 6.14%. Peningkatan efisiensi ini
semakin besar dengan bertambahnya sludge
1% pada sampel B, menjadi 41.12%. Hal ini
dapat terjadi karena meningkatnya jumlah
katalis Fe3+ ketika jumlah sludge yang
digunakan ditambah.

90

Hasil pembakaran batu bara dengan DTA
disajikan pada Gambar 2. Tanpa penambahan
katalis (Gambar 2a), terlihat jelas bahwa awal
pembakaran batu bara terjadi pada menit ke
20_22 dengan suhu 428.80_485.71 oC.
Terbentuk 2 lembah yang merupakan tahapan
pembakaran bahan atsiri dan titik nyala hasil
pembakaran char (Liu et al. 2002). Namun,
hasil
sebaliknya
tidak
terjadi
pada
pembakaran batu bara dengan katalis A
(Gambar 2b) maupun katalis B, C, D
(Lampiran 5). Hal ini membuktikan bahwa
pengaruh
katalis
terhadap
efisiensi
pembakaran batu bara ialah mempercepat
pembakaran zat atsiri dan tercapainya titik
nyala pada pembakaran char (Liu et al. 2002).

80

b
Gambar 2 Kurva DTA pembakaran batu bara
tanpa katalis (a) dan dengan katalis
A (sludge 2%) (b).

Efisiensi energi %

Aktivitas Katalis

a

97.19

100

77.96

70
60

97.54

62.21
56.07

50
40
30
20
10
0
O

A

B
C
D
Sampel
Gambar 3 Efisiensi energi pembakaran. O:
batu bara, A, B, C, D: batu bara
+ katalis A ,B, C, D.
Sampel C yang merupakan sampel A
dengan
penambahan
asam
oksalat
menghasilkan peningkatan efisiensi yang
lebih besar daripada sampel A, yaitu 21.89%.
Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan
memengaruhi
efisisensi
energi
Fe2+
pembakaran batu bara. Penambahan asam
oksalat pada sampel D menghasilkan efisiensi
energi yang hampir sama dengan sampel B
tanpa penambahan asam oksalat, yaitu sekitar
97%. Hal ini dapat terjadi karena efisiensi
energi maksimum yang dapat dicapai pada
pembakaran batu bara dengan menggunakan
katalis dengan atau tanpa penambahan asam
oksalat adalah sekitar 97_98%. Menurut Guan
et al. (2003), besi Fe2+ dan Fe3+ memiliki
kecenderungan katalitik yang sama pada saat
pembakaran batu bara. Pada saat pembakaran,
kedua bentuk besi tersebut diduga berubah
menjadi FeO.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa
penggunaan Fe2O3, yang berarti Fe3+, pada
proses pembakaran batu bara bitumin,

antrasit, dan grafit mempercepat pembakaran
karbon terikat di dalam batu bara
dibandingkan dengan tanpa Fe2O3 (Gong et
al. 2010). Selain itu, menurut Guan et al.
(2003), penambahan FeCl2 dan FeCl3, yang
berarti Fe2+ dan Fe3+, sebanyak 2% ke dalam
batu bara mampu menurunkan jumlah CO
yang diemisikan pada saat pembakaran.
Konsentrasi katalis ±0.1% yang digunakan
pada pembakaran batu bara mampu
menghasilkan persentase kehilangan bobot
maksimum sebesar 89.76%
(Lampiran 6).
Pada penelitian Gong et al. (2010), pemakaian
katalis 2% pada pembakaran batu bara
bitumin, antrasit, dan grafit juga mampu
menghasilkan kehilangan bobot lebih dari
80%.
Dugaan reaksi yang terjadi pada saat
pembakaran batu bara dengan menggunakan
katalis logam adalah sebagai berikut:
M-CO + O2 → MO + CO2
4MO + C → 2M2O + CO2
M2O + O2 → 2MO
Logam pada saat pembakaran mengalami
dekomposisi, kemudian berikatan dengan CO
yang berasal dari pemutusan kerangka batu
bara dan berfungsi sebagai ligan (donor
elektron). Terbentuk kompleks M-CO (M
adalah ion logam) yang kemudian bereaksi
dengan oksigen menghasilkan MO. Reaksi
MO dengan C akan menghasilkan M2O dan
CO2. Reaksi M2O dengan oksigen akan
membentuk kembali MO. Dalam proses
tersebut, oksigen terus disalurkan dari logam
ke atom karbon sehingga mempercepat difusi
oksigen pada permukaan char. Hal ini akan
meningkatkan efisiensi pembakaran karbon
dan karena itu, efisiensi pembakaran batu
bara.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Wire electroplating sludge 3% dengan
nisbah bobot terhadap batu bara 1:1000
dengan penambahan asam oksalat 3% dapat
digunakan sebagai katalis pembakaran batu
bara. Efisiensi energi yang dihasilkan sebesar
97.54% dan bobot hilang maksimum 89.76%
Saran
Perlu dilakukan optimalisasi Fe2+ hasil
reduksi Fe3+ oleh asam oksalat di dalam wire
electroplating sludge. Pengukuran dengan
menggunakan gas analyzer juga diperlukan
untuk menentukan gas hasil pembakaran batu
bara ketika dianalisis dengan menggunakan
DTA.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official
Analytical of Chemist. Arlington: AOAC.
Dobrinas S, Alina S, Cateluta BG, Mihaela T.
2010. Comparative methods applied for
determination of total iron from beer
samples. Ovidius Univ Annals Chem 21:
35-40.
Guan R, Wen L, Haokan C, Baoqing L. 2004.
The release of nitrogen species during
pyrolysis of model chars loaded with
different additives. Fuel Processing
Technol 85: 1025-1037.
Gunawan D. 2011. Petunjuk Pelatihan
Instrumentasi.
Semarang:
FMIPA
UNNES.
Gong X, Zhancheng G, Zhi W. 2010.
Reactivity of pulverized coals during
combustion catalyzed by CeO2 and Fe2O3.
Combustion and Flame 157: 351-356.
Hadiyanto. 2010. Anatomi Sumber Daya Batu
bara serta Asumsi Pemanfaatan ntuk
PLTU di Indonesia.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Kuchar D, Fukuta T, Kubota M, Matsuda H.
2010. Recovery of Cu, Zn, Ni and Cr from
plating sludge by combined sulfidation
and oxidation treatment. Civil and Environ
Eng 2(2):62-66.
Li PP, Peng CS, Li FM, Song SX, Juan AO.
2011. Copper and nickel recovery from
electroplating sludge by the process of
acid-leaching and electro-depositing. Int J
Environ Res 5(3):797-804.
Liu Y, Defu C, Tongmu X. 2002. Catalytic
reduction of SO2 during combustion of
typical Chinese coals. Fuel Processing
Technol 79:157-169.
Mastuti E, Paryanto. 2007. Pemanfaatan
limbah elektroplating sebagai pengganti
semen
dan
pasir
dalam mortar.
Ekuilibrium 6:15-19.
May WR, penemu; SFA International Inc. 12
Jun 2007. Method of reducing smoke and
particulate emissions from steam boilers
and heaters operating on solid fossil fuels.
US patent 7 229 482 B2.
Miranti E. 2008. Prospek industri batu bara
indonesia [ulas balik]. Economic Rev
214:1-9.
Muchjidin. 2006. Pengendalian Mutu dalam
Industri Batu Bara. Bandung: ITB.
Myers D. 2006. Surfactant Science and
Technology. New Jersey: J Wiley.

6

Nuroniah N. 1996. Analisis Sifat Kimia dan
Pengujian Sifat Fisik Batu Bara. Bandung:
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral.
Siritheerasas P, Chomthida C, Piyaporn S.
2008. Combustion of moist coal
briquettes. Chiang Mai J Sci 35(1):35-42.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Cara
Uji Mangan (Mn) secara Destruksi Asam
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA). SNI 06-6992.7-2004. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional.
Setyowati R. 2011. Batu Bara Tetap
Membara.
http://bataviase.co.id/node
/610330.html [8 Feb 2012].
Sugiyono A. 2000. Prospek penggunaan
teknologi bersih untuk pembangkit listrik
dengan bahan bakar batu bara indonesia. J
Tek Lingkungan 1(1):90-95.

Tim Kajian Batu Bara Nasional. 2006. Batu
Bara Indonesia. Kelompok Kajian
Kebijakan Mineral dan Batu Bara, Pusat
Litbang Teknologi Mineral dan Batu Bara.
[UNEP] United Nations Environment
Programme. 2006. Thermal Equipment
Fuels & Combustion. Cambridge: UNEP.
Willis
NJD,
penemu;
Combustion
Technologies
Inc.
5
Des
2000.
Combustion Catalyst. US patent 6 156
081.
Zhou et al, penemu; Headwaters Technology
Innovation LLC. 20 Jul 2010. Crystalline
nanocatalyst combustion properties of fuel
and fuel compositions incorporating such
catalysts. US patent 7 758 660 B2.

LAMPIRAN

8

Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Tahap 1 Pencirian sludge dan batu bara
Kadar logam
Sludge
Kadar abu

Kadar air
Batu bara
Nilai kalor

Tahap 2 Preparasi katalis
Sludge

2%

3%

+ asam oksalat
Sludge A

Sludge C

+ asam oksalat
Sludge B

Sludge D

+ Minyak,
Berol, air

Katalis A

Katalis C

Katalis B

Katalis D

Uji Fe2+

Tahap 3 Uji aktivitas katalis
Batu bara

Katalis A/B/C/D
Dicampur
Sampel A/B/C/D
Uji DTA

9

Lampiran 2 Kadar abu wire electroplating sludge dan batu bara
Bobot (g)
No

Sampel

1
2
3
1
2

Cawan Kosong

Sampel

15.5636
20.0172
17.1689
15.5636
20.0174

5.0045
5.0415
5.0246
5.0531
5.0295

Sludge
Batu bara

Abu +
cawan
18.4008
22.9220
20.0017
15.9870
20.4352

Kadar Abu
(%)
56.69
57.61
56.37
8.37
8.30

Contoh perhitungan sludge no 1

Lampiran 3 Kadar air batu bara.
Bobot (g)
No

Cawan
Kosong

Batu bara

1
2

17.1726
23.5070

5.0006
5.0004

Contoh perhitungan kadar air no 1:

Batu bara
setelah
dioven
21.4684
27.8048
Rerata

Kadar air (%)
14.09
14.28
14.20

Kadar
rerata (%)
56.89
8.33

10

Lampiran 4 Kadar Fe2+ dalam batu bara + katalis D
Absorbans, λmaks= 510 nm
0.0177
0.0259
0.0375
0.0604
0.1120
0.1598
0.2048
0.0333

Konsentrasi Standar Fe2+ (ppm)
0.1
0.2
0.3
0.5
1.0
1.5
2.0
Sampel D

0,25

Kurva kalibrasi Fe2+

Absorbans

0,2
0,15
0,1
0,05
0
0

0,5

1

1,5

2

Konsentrasi standar Fe2+ (ppm)

Persamaan regresi linear yang diperoleh:
y = 8.3293 10-3 + 0.0997x
Absorban sampel yang diperoleh: 0.0339
Jadi, konsentrasi Fe2+ di dalam sampel adalah
0.0339 = 8.3293 10-3 + 0.0997x
x = 0.2504 ppm
Faktor pengenceran = 4000
Sehingga konsentrasi sampel sebenarnya:
0.2504 ppm 4000 = 1001.6 ppm.
Konsentrasi Fe2+ dalam %b/b adalah

0.05% b/b

2,5

11

Lampiran 5 Kurva DTA hasil pembakaran batu bara + katalis B (sludge 3%), C
(sludge 2% + asam oksalat 3%), D (sludge 3% + asam oksalat 3%)
Sampel B

Sampel C

Sampel D

12

Lampiran 6 Efisiensi energi pembakaran batu bara.
Bobot hilang
Sampel

(g)

(%)

O
A
B
C
D

12.798
14.354
22.128
21.286
24.147

57.64
62.40
89.58
74.68
89.76

Energi yang
terpakai (kal/g)
2935.31
3256.74
5087.98
4081.27
5106.30

Keterangan : O: Batu bara
A, B, C, D: berturut-turut batu bara + katalis A, B, C, D

Contoh perhitungan untuk batu bara O:
Nilai kalor batu bara: 5235.09 kal/g
Kalor yang terpakai

Efisiensi energi (%)
56.07
62.21
97.19
77.96
97.54

ABSTRAK
ERISTIADY FEBRYANWAR. Wire Electroplating Sludge sebagai Katalis
Pembakaran Batu Bara. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan
MOHAMMAD KHOTIB.
Aditif bahan bakar (katalis pembakaran) dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran melalui proses oksidasi sempurna bahan bakar. Katalis pembakaran
dalam penelitian ini dibuat dari wire electroplating sludge yang didispersikan ke
dalam campuran minyak nabati, air, dan surfaktan. Disiapkan empat jenis
suspensi katalis, yaitu A (2% sludge); B (3% sludge); C (2% sludge, 3% asam
oksalat); D (3% sludge, 3% asam oksalat). Penambahan asam oksalat pada
suspensi katalis C dan D menghasilkan pengaruh yang nyata pada efisiensi
pembakaran. Suspensi katalis masing-masing diaplikasikan ke dalam batu bara
dengan nilai kalor 5235.09 kal/g. Konsentrasi suspensi katalis di dalam batu bara
adalah ±0.1% b/b. Hasil uji aktivitas dengan menggunakan penganalisis termal
diferensial menunjukkan bahwa efisiensi energi katalis A adalah 62.21%, B:
97.19%, C: 77.96%, dan D: 97.54%. Katalis D (3% sludge, 3% asam oksalat)
merupakan suspensi katalis terbaik yang dapat digunakan sebagai katalis
pembakaran batu bara.
Kata kunci: Aditif bahan bakar, katalis, nilai kalor, sludge, suspensi.

ABSTRACT
ERISTIADY FEBRYANWAR. Wire Electroplating Sludge as Coal Combustion
Catalyst. Supervised by ARMI WULANAWATI and MOHAMMAD KHOTIB.
A fuel additive (combustion catalyst) can improve the combustion
efficiency by promoting complete oxidation of fuel. Combustion catalyst in this
research was composed of wire electroplating sludge dispersed in a mixture of
vegetable oil, water, and surfactant. Four types of catalyst suspensions were
prepared, namely A (2% sludge); B (3% sludge); C (2% sludge, 3% oxalyc acid);
and D (3% sludge, 3% oxalyc acid). Addition of oxalyc acid in catalyst
suspension C and D showed significant effects on combustion efficiency. Each
suspension was applied in coal having caloric value of 5235.09 cal/g. The
concentration of catalyst suspension in coal was about ±0.1% w/w. The results of
activity test by using differential thermal analyzer showed that the energy
efficiency from catalyst A was 62.21%, B: 97.19%, C: 77.96%, and D: 97.54%.
Catalyst D (3% sludge, 3% oxalyc acid) is the best catalyst suspension that can be
used as coal combustion catalyst.
Key words: Caloric value, catalyst, fuel additive, sludge, suspension.

PENDAHULUAN
Konsumsi batu bara di Indonesia
mengalami
pertumbuhan
yang
cukup
signifikan dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu
dari 13.2 juta ton pada 1997 menjadi 45.3 juta
ton pada 2007, atau meningkat lebih dari 3
kali lipat. Peningkatan jumlah konsumsi yang
sangat tajam tersebut disebabkan meningkat
tajamnya permintaan batu bara sebagai
sumber energi terutama untuk pembangkit
listrik, baik di dalam negeri maupun di
negara-negara importir (Miranti 2008).
Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal
Minerba, total penjualan batu bara 2010
mencapai 235.61 juta ton (Setyowati 2011).
Dari sebanyak 21.13 miliar cadangan batu
bara Indonesia yang bisa ditambang, sekitar
66.39% diklasifikasikan memiliki nilai kalori
sedang (5100_6100 kkal/kg) (Setyowati 2011).
Pemanfaatan batu bara di dalam negeri
meliputi penggunaan di pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU), industri semen, kertas,
tekstil, metalurgi, dan industri lainnya (Tim
Kajian Batu Bara Nasional 2006).
Pembakaran batu bara merupakan salah
satu cara terpenting pemanfaatan batu bara
dalam menghasilkan energi. Namun, di
samping potensinya sebagai sumber energi
alternatif yang relatif murah, penggunaan batu
bara ini menghasilkan limbah yang dapat
mencemari lingkungan, yaitu limbah gas
seperti CO2, NOx, CO, SO2, hidrokarbon, dan
limbah padat. Selain itu, pembakaran tak
sempurna batu bara pada kegiatan industri
dapat menurunkan efisiensi pembakaran,
terutama jika digunakan batu bara yang tinggi
kadar airnya. Menurut Siritheerasas et al.
(2008), kandungan air di dalam batu bara
seharusnya tidak melebihi 20_30% agar
dihasilkan pembakaran yang efisien.
Beberapa cara telah diterapkan untuk
mengatasi permasalahan tersebut antara lain
penerapan teknologi bersih setelah proses
pembakaran
(denitrifikasi,
dedusting,
desulfurisasi, penghilangan CO2) atau
sebelum proses pembakaran (fluidized bed
combustion (FBC), gasifikasi batu bara,
magneto hydrodynamic (MHD), kombinasi
integrated gasification combined cycle
(IGCC) dan fuel cell) (Sugiyono 2000) serta
penambahan bahan-bahan anorganik seperti
aditif bahan bakar. Aditif bahan bakar dapat
meningkatkan efisiensi sistem pembakaran
melalui proses oksidasi sempurna bahan
bakar, yang meminimalisasi pembentukan
deposit dan bahan buangan (Willis 2000).

Pada umumnya, aditif bahan bakar berupa
katalis pembakaran berbentuk cairan yang
mengandung logam transisi seperti titanium
(Ti), vanadium (V), kromium (Cr), mangan
(Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni),
tembaga (Cu), zink (Zn), itrium (Y),
zirkonium (Zr), niobium (Nb), molibdenum
(Mo), timah (Sn), antimoni (Sb), wolfram
(W), dan osmium (Os) (Zhou et al. 2010).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al
(2011), beberapa logam seperti Cu, Ni, Zn,
Cr, dan Fe dapat diperoleh dari limbah padat
(sludge) hasil kegiatan elektroplating dengan
kadar berturut-turut 11.41, 9.99, 1.62, 1.38,
dan 1.27%.
Sludge belum banyak dimanfaatkan dan
masih menjadi masalah bagi industri
elektroplating, tidak hanya karena kandungan
logam yang cukup tinggi, tetapi juga
kuantitasnya cukup besar. Sekitar 65 000 ton
sludge elektroplating dihasilkan tiap tahunnya
di Jepang (Kuchar et al. 2010). Salah satu
usaha mengurangi dampak merugikan limbah
elektroplating ini tanpa melakukan landfill
ialah memanfaatkan kembali sludge, antara
lain sebagai bahan baku pengganti semen dan
pasir dalam mortar (Mastuti & Paryanto
2007). Penelitian ini bertujuan memanfaatkan
kembali limbah sludge elektroplating sebagai
bahan baku katalis pembakaran batu bara.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
kaca, cawan porselen, oven, neraca analitik,
tanur, mortar, blender, saringan 100 mesh,
penganalisis termal diferensial (DTA) (DTG60 H Simultaneous DTA-TG Apparatus,
Shimadzu), kalorimeter bom (Parr 6200),
spektrofotometer serapan atom (SSA)
(Shimadzu AA 6300), energy- dispersive Xray (EDX) Bruker.
Bahan-bahan yang digunakan adalah wire
electroplating sludge, air distilasi, minyak
goreng, Berol 226, asam nitrat pekat, asam
klorida pekat, kertas saring, feroamonium
sulfat heksahidrat (FAS) 11.30 ppm, 1,10ortofenantrolina, asam oksalat, asam asetat 0.1
M, natrium asetat 0.1 M, dan batu bara.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap
(Lampiran 1). Tahap pertama adalah pencirian
sludge/batu bara meliputi penentuan kadar
abu, kadar air, dan kadar logam sludge, serta
nilai kalori batu bara. Tahap kedua adalah

2

preparasi katalis dan uji Fe2+. Tahap ketiga
adalah uji aktivitas katalis terhadap batu bara.
Pencirian Sludge dan Batu Bara
Kadar Abu Sludge dan Batu Bara (AOAC
2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit kemudian ditimbang. Cawan ditimbang
kembali hingga bobotnya konstan. Sebanyak
±5 g contoh sludge dan batu bara yang telah
dikeringudarakan dimasukkan ke dalam
cawan tersebut, dipijarkan di atas nyala api
hingga tak berasap lagi. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600 oC selama 5 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit atau sampai dingin kemudian ditimbang
hingga didapatkan bobot yang konstan.
Kadar Air Batu Bara (SNI 2004)
Cawan porselen dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan
diletakkan dalam desikator kurang lebih 15
menit kemudian ditimbang. Cawan ditimbang
kembali hingga bobotnya konstan. Sebanyak
±5 g contoh batu bara yang telah
dikeringudarakan dimasukkan ke dalam
cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 105 oC selama 2 jam. Cawan
lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30
menit atau sampai dingin dan ditimbang.
Penimbangan dilakukan minimum 3 kali atau
sampai mencapai bobot konstan.
Kadar Logam Sludge (Gunawan 2011)
Sebanyak 0.1998 g sludge yang telah
diabukan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang
kering
dan
bersih,
kemudian
ditambahkan 10 mL HNO3 pekat dan 10 mL
HCl pekat. Sampel dipanaskan pada suhu 150
o
C selama 30 menit sampai 1 jam. Setelah
dingin, larutan disaring kemudian ditepatkan
50 mL dengan air distilasi untuk dianalisis
dengan SSA.
Nilai Kalor Batu Bara
Batu bara dalam bentuk serbuk berukuran
100 mesh ditimbang sebanyak 0.5160 g. Nilai
kalor batu bara tersebut diukur dengan
menggunakan kalorimeter bom Parr 6200.

Preparasi Katalis
Tanpa Penambahan Asam Oksalat
Sebanyak 80 mL minyak nabati dan 8 mL
Berol 226 (surfaktan paduan antara amina
kuaterner monoetoksilat dan alkohol etoksilat)
dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL,
kemudian diaduk. Selama pengadukan,
ditambah ±2 g atau ±3 g sludge yang telah
disaring dengan saringan 100 mesh dan telah
diabukan. Air distilasi sebanyak 12 mL
kemudian ditambahkan ke dalam campuran,
diaduk hingga homogen. Larutan sludge 2%
selanjutnya disebut katalis A, dan larutan
sludge 3% disebut katalis B.
Dengan Penambahan Asam Oksalat 3%
Sebanyak 12 mL asam oksalat 3%
ditambahkan pada ±2 g atau ±3 g sludge
kemudian didiamkan beberapa saat sampai
terbentuk warna hijau kecokelatan pada
bagian air. Masing-masing didispersikan ke
dalam campuran 80 mL minyak nabati dan 8
mL Berol 226, diaduk hingga homogen.
Katalis A dan B dengan penambahan asam
oksalat 3% ini selanjutnya disebut berturutturut katalis C dan D.
Uji Kadar Besi (Fe2+) (modifikasi Dobrinas
et al. 2010)
Sebanyak 3.0145 g sludge direaksikan
dengan ±3 g asam oksalat yang dilarutkan di
dalam 15 mL akuades. Filtrat yang dihasilkan
disaring, diambil sebanyak 0.5 mL, dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Kemudian ditambahkan 5 mL 1,10ortofenantrolina dan 8 mL bufer asetat, ditera
menggunakan akuades. Sebanyak 5 mL
larutan tersebut diencerkan kembali dengan
akuades di dalam labu takar 100 mL. Larutan
yang
terbentuk
diukur
dengan
spektrofotometer pada λmaks 510 nm dan
dihitung kadar Fe2+ yang dihasilkan. Deret
standar Fe2+ yang disiapkan dari larutan induk
FAS yang mengandung 11.30 mg/L Fe2+ di
dalam labu takar 500 mL. Dari larutan induk
tersebut dibuat larutan Fe2+ 0.1, 0.2, 0.3, 0.5,
1.0, 1.5, dan 2.0 mg/L di dalam labu takar 100
mL. Setiap larutan tersebut ditambahkan 5 mL
1,10-ortofenantrolina dan 8 mL bufer asetat
kemudian ditera dengan akuades.
Uji Aktivitas Katalis
Empat variasi katalis (A, B, C, D) masingmasing dicampurkan ke dalam batu bara
dengan nisbah katalis_batu bara 1:1000. Setiap
variasi dihomogenkan selama ±3 jam dengan

menggunakan mortar. Aktivitas katalis diuji
menggunakan DTA. Masing-masing sampel
batu bara yang telah dihomogenkan dengan
katalis ditimbang sekitar 22 mg, ditempatkan
di dalam krus platinum, dan dipanaskan
hingga suhu 1000 oC selama 50 menit dengan
menggunakan gas nitrogen sebagai purge gas.
Dilakukan juga pengukuran terhadap batu
bara tanpa pemberian katalis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri Sludge

Kadar Logamdalam sludge (%)

Wire electroplating sludge umumnya
mengandung Fe sebagai logam yang dominan.
Kadar abu limbah cukup tinggi, yaitu sebesar
56.89% (Lampiran 2), menunjukkan bahwa
kandungan mineral logam Ca, Al, Cu, Mn,
dan Fe di dalam sludge cukup besar. Menurut
May (2007), mangan (Mn), besi (Fe), dan
tembaga (Cu), merupakan logam-logam
transisi yang dapat digunakan sebagai
komponen aktif utama pada katalis
pembakaran bahan bakar padat (batu bara).
Sedikitnya 50% yang sering digunakan adalah
besi (Zhou et al. 2010). Berdasarkan hasil
analisis, mineral logam terbanyak di dalam
sludge adalah Fe, dengan persentase 55.98%
dari keseluruhan kadar abu yang diperoleh
(Gambar 1). Hasil ini mengindikasikan
potensi wire electroplating sludge sebagai
bahan baku untuk membuat aditif pembakaran
batu bara.
35

menghasilkan pembakaran yang cukup efisien
karena mengandung air tidak melebihi
20_30% (Siritheerasas et al. 2008). Kadar air
dapat menurunkan nilai kalor dalam proses
pembakaran batu bara karena digunakan untuk
penguapan air (Muchjidin 2006).
Tabel 1 Hasil analisis parameter batu bara
Parameter
Hasil
Kadar air (%b/b)
14.20
Kadar abu (%b/b)
8.33
Nilai kalor (kal/g)
5235.09
Sementara itu, kadar abu yang diperoleh
kurang dari 10%. Semakin rendah kadar abu,
jumlah kalor yang dibutuhkan untuk memecah
mineral-mineral di dalam batu bara seperti
lempung dan karbonat semakin sedikit.
Karena itu, nilai kalor yang dikandung akan
semakin tinggi (Muchjidin 2006).
Nilai kalor yang dihasilkan adalah 5235.09
kal/g. Nilai kalor merupakan kalor yang
dilepaskan atau dihasilkan dari pembakaran
combustible material dalam batu bara
(Nuroniah 1996). Energi dibebaskan dari
interaksi eksotermik senyawa hidrokarbon
dengan oksigen. Material lainnya seperti air,
nitrogen, sulfur, dan mineral juga mengalami
perubahan kimia, tetapi kebanyakan reaksinya
endotermik dan akan mengurangi energi yang
sebenarnya ada dalam batu bara (Muchjidin
2006). Berdasarkan nilai kalor yang terukur,
batu bara yang digunakan tergolong bernilai
kalor sedang, yaitu 5100_6100 kkal/kg
(Hadiyanto 2010).

31,85
Hasil Preparasi Katalis

30
25
20
11,26

15
10

2,61

5

0,18 0,16

0
Fe

Ca

Cu

Al Mn

Logam
Gambar 1 Kadar logam di dalam sludge.
Ciri-ciri Batu Bara
Berdasarkan UNEP (2006), yang termasuk
sifat fisik batu bara adalah kadar air, kadar
abu, nilai kalor, dan bahan atsiri. Ciri fisik
batu bara yang diperoleh (Tabel 1)
berdasarkan perhitungan (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa batu bara dapat

Komposisi katalis batu bara meliputi
minyak nabati, air, surfaktan Berol 226, dan
wire electroplating sludge. Minyak nabati dan
air berfungsi sebagai pendispersi wire
electroplating sludge, dan Berol 226 berperan
mengurangi energi antarmuka padatan-cairan
serta memperlambat penggumpalan atau
pembentukan sedimen (Myers 2006).
Katalis yang dihasilkan memiliki stabilitas
yang rendah sehingga dihasilkan dalam
bentuk suspensi katalis. Suspensi katalis dapat
diaplikasikan menggunakan teknik sederhana,
seperti penyemprotan, sehingga dapat
mengurangi biaya pengoperasian (Zhou et al.
2010).
Preparasi katalis dilakukan dengan dan
tanpa penambahan asam oksalat, untuk
menguji pengaruh keberadaan Fe2+ hasil
reduksi Fe3+ di dalam sludge terhadap
efisiensi pembakaran. Reaksi yang terjadi
ialah sebagai berikut:

4

2Fe3+(Merah kecokelatan) + H2C2O4 + 2H2O
→ 2Fe (Hijau kecokelatan) + 2CO2 + 2H3O
2+

+

(Harvey 2000)
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
bentuk besi yang sering digunakan sebagai
katalis adalah logam besi, besi klorida, besi
sulfat, besi nitrat, dan garam-garam besi
lainnya (Zhou et al. 2010). Konsentrasi Fe2+
yang terukur pada sludge elektroplating 3%
dengan penambahan asam oksalat 3% sebesar
0.05% b/b (Lampiran 4). Hal ini berarti wire
electroplating sludge dengan penambahan
asam oksalat mengandung katalis Fe3+ dan
Fe2+.

Berdasarkan hasil pembakaran batu bara
dengan dan tanpa katalis, efisiensi energi
dapat dihitung. Hasilnya disajikan pada
Lampiran 6. Efisiensi energi pembakaran batu
bara tanpa penggunaan katalis sebesar 57%
(Gambar 3). Penambahan katalis A yang
berarti penambahan kandungan Fe3+ sludge
meningkatkan efisiensi energi pembakaran
sekitar 6.14%. Peningkatan efisiensi ini
semakin besar dengan bertambahnya sludge
1% pada sampel B, menjadi 41.12%. Hal ini
dapat terjadi karena meningkatnya jumlah
katalis Fe3+ ketika jumlah sludge yang
digunakan ditambah.

90

Hasil pembakaran batu bara dengan DTA
disajikan pada Gambar 2. Tanpa penambahan
katalis (Gambar 2a), terlihat jelas bahwa awal
pembakaran batu bara terjadi pada menit ke
20_22 dengan suhu 428.80_485.71 oC.
Terbentuk 2 lembah yang merupakan tahapan
pembakaran bahan atsiri dan titik nyala hasil
pembakaran char (Liu et al. 2002). Namun,
hasil
sebaliknya
tidak
terjadi
pada
pembakaran batu bara dengan katalis A
(Gambar 2b) maupun katalis B, C, D
(Lampiran 5). Hal ini membuktikan bahwa
pengaruh
katalis
terhadap
efisiensi
pembakaran batu bara ialah mempercepat
pembakaran zat atsiri dan tercapainya titik
nyala pada pembakaran char (Liu et al. 2002).

80

b
Gambar 2 Kurva DTA pembakaran batu bara
tanpa katalis (a) dan dengan katalis
A (sludge 2%) (b).

Efisiensi energi %

Aktivitas Katalis

a

97.19

100

77.96

70
60

97.54

62.21
56.07

50
40
30
20
10
0
O

A

B
C
D
Sampel
Gambar 3 Efisiensi energi pembakaran. O:
batu bara, A, B, C, D: batu bara
+ katalis A ,B, C, D.
Sampel C yang merupakan sampel A
dengan
penambahan
asam
oksalat
menghasilkan peningkatan efisiensi yang
lebih besar daripada sampel A, yaitu 21.89%.
Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan
memengaruhi
efisisensi
energi
Fe2+
pembakaran batu bara. Penambahan asam
oksalat pada sampel D menghasilkan efisiensi
energi yang hampir sama dengan sampel B
tanpa penambahan asam oksalat, yaitu sekitar
97%. Hal ini dapat terjadi karena efisiensi
energi maksimum yang dapat dicapai pada
pembakaran batu bara dengan menggunakan
katalis dengan atau tanpa penambahan asam
oksalat adalah sekitar 97_98%. Menurut Guan
et al. (2003), besi Fe2+ dan Fe3+ memiliki
kecenderungan katalitik yang sama pada saat
pembakaran batu bara. Pada saat pembakaran,
kedua bentuk besi tersebut diduga berubah
menjadi FeO.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa
penggunaan Fe2O3, yang berarti Fe3+, pada
proses pembakaran batu bara bitumin,

antrasit, dan grafit mempercepat pembakaran
karbon terikat di dalam batu bara
dibandingkan dengan tanpa Fe2O3 (Gong et
al. 2010). Selain itu, menurut Guan et al.
(2003), penambahan FeCl2 dan FeCl3, yang
berarti Fe2+ dan Fe3+, sebanyak 2% ke dalam
batu bara mampu menurunkan jumlah CO
yang diemisikan pada saat pembakaran.
Konsentrasi katalis ±0.1% yang digunakan
pada pembakaran batu bara mampu
menghasilkan persentase kehilangan bobot
maksimum sebesar 89.76%
(Lampiran 6).
Pada penelitian Gong et al. (2010), pemakaian
katalis 2% pada pembakaran batu bara
bitumin, antrasit, dan grafit juga mampu
menghasilkan kehilangan bobot lebih dari
80%.
Dugaan reaksi yang terjadi pada saat
pembakaran batu bara dengan menggunakan
katalis logam adalah sebagai berikut:
M-CO + O2 → MO + CO2
4MO + C → 2M2O + CO2
M2O + O2 → 2MO
Logam pada saat pembakaran mengalami
dekomposisi, kemudian berikatan dengan CO
yang berasal dari pemutusan kerangka batu
bara dan berfungsi sebagai ligan (donor
elektron). Terbentuk kompleks M-CO (M
adalah ion loga