14 diadaptasikan ke dalam kultur secara terus-menerus sampai enam kali dan
dipelihara dalam flask yang berisi media Dulbecco’s-eagle’s dengan asam amino non-esensial dan 20 serum kuda yang in-aktif Anonim, 1983, cit
Prawoto, 2004. Medium pertumbuhan untuk sel myeloma adalah RPMI 1640. Media
ini mengandung garam-garam yang diperlukan, asam amino dan vitamin untuk pertumbuhan sel. Beberapa media RPMI mengandung bikarbonat atau
hepes, glutamin dan serum sebagai tambahan essensial, dapat juga ditambahkan antibiotik, dan 2-mercapto etanol sebagai bahan tambahan
non-essensial Mahardika, 2003.
6. Sitotoksik
Uji sitotoksik merupakan perkembangan untuk mengidentifikasi obat sitotoksik baru atau deteksi obat dengan aktivitas antitumor. Dasar dari
percobaan ini antara lain bahwa sistem penetapan aktivitas biologis seharusnya memberikan kurva dosis respon yang menunjukkan hubungan
lurus dengan jumlah sel. Informasi yang diperoleh dari kurva seharusnya berhubungan dengan efek in vivo dari obat sitotoksik yang sama. Sitotoksik
senyawa merupakan syarat aktivitas antikanker Burger, 1970. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang bersifat toksik pada sel tumor secara in vitro
dan jika toksisitas ini ditransfer menembus sel tumor in vivo senyawa tersebut mempunyai aktivitas antitumor Evans, 2002.
Uji sitotoksik adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel yang digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari
suatu senyawa. Penggunaan uji sitotoksik pada kultur sel merupakan salah
15 satu cara penetapan in vitro untuk mendapatkan obat-obat sitotoksik. Sistem
ini merupakan uji kuantitatif dengan cara menetapkan kematian sel. Hasil uji sitotoksik dapat ditentukan nilai IC
50
yang menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik Freshney, 1986.
Akhir dari uji sitotoksik dapat memberikan informasi konsentrasi obat maksimal yang masih memungkinkan sel mampu bertahan hidup. Akhir dari
uji sitotoksisitas pada organ target memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik Doyle dan Griffiths, 2000.
7. MTT assay
MTT assay merupakan suatu metode pewarnaan suatu metode yang dilakukan dengan pengukuran berdasarkan adanya perubahan warna untuk
mengukur proliferasi sel. Metode ini digunakan untuk menetapkan sitotoksisitas dari agen penyembuhan potensial dan bahan-bahan toksik
lainnya Anonim, 2007
a
. MTT kuning adalah 3-4,5-Dimethylthiazol-2-yl-2,5-
diphenyltetrazolium bromida, suatu tipe dari tetrazole mereduksi formazan ungu dan kemudian cairan yang terlarut ditambahkan untuk mengubah
formazan ungu yang tidak larut menjadi cairan berwarna yang dapat dideteksi pada 570 nm oleh spektrofotometer. Proses reduksi ini terjadi hanya ketika
enzim mitokondria reduktase aktif, dan perubahan ini secara langsung berhubungan dengan angka sel yang dapat hidup Mosmann, 1983.
MTT 3-4,5-Dimethylthiazol-2-yl-2,5-diphenyltetrazolium bromida, suatu tipe dari tetrazole assay didasarkan pada kemampuan enzim
16 mitokondrial dehidrogenase dari sel hidup dalam pembelahan cincin
tetrazolium dari MTT kuning pucat dan bentuk suatu kristal formazan biru gelap yang secara luas tidak dapat menembus membran sel, kemudian
menghasilkan susunan tanpa sel yang hidup Mosmann, 1983.
8. Kromatografi Lapis Tipis