DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintak Implementasi Matematika Realistik 22
Tabel 2.2. Alternatif Pertama Pemberian Skor Pemecahan Masalah 30
Tabel 2.3 Alternatif Kedua Pemberian Skor Pemecahan Masalah 30
Tabel 3.1 Kriteria TKPM 58
Tabel 4.1 Tingkat Kemampuan Siswa Memahami Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
62 Tabel 4.2 Tingkat Kemampuan Siswa Merencanakan Masalah Pada Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah I 62
Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
63 Tabel 4.4 Tingkat Kemampuan Siswa Memeriksa kembali solusi yang
diperoleh Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 63
Tabel 4.5 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
64 Tabel 4.6. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I
66 Tabel 4.7 Tingkat Kemampuan Siswa Memahami Masalah Pada Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah II 72
Tabel 4.8 Tingkat Kemampuan Siswa Merencanakan Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
73 Tabel 4.9 Tingkat Kemampuan Siswa melaksanakan Pemecahan
Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 73
Tabel 4.10 Tingkat Kemampuan Siswa Memeriksa kembali solusi yang diperoleh Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
74 Tabel 4.11 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa melaksanakan Pemecahan
Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 75
Tabel 4.12 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa memecahkan Masalah Pada TKPM I dan TKPM II
76 Tabel 4.13 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus II
77 Tabel 4.14 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
80
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1.1. Hasil kerja siswa 5
Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas 45
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
64 Grafik 4.2 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 65
Grafik 4.3 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
74 Grafik 4.4 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 75
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Indonesia merupakan “pabrik” penghasil sumber daya manusia yang nantinya akan mengelola sumber daya alam Indonesia yang kaya dan
melimpah. Sebagaimana Undang-Undang Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 bab I pasal 1 dan ayat 1 menyatakan :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.” Salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam pendidikan
adalah matematika. Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang tujuan pengajarannya adalah agar siswa mampu menguasai konsep-konsep dan
mengkaitkan antarkonsep serta mampu menggunakan konsep-konsep itu dalam metode ilmiah untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
”Matematika sebagai proses yang aktif, dinamik, dan generatif melalui kegiatan matematika ”doing mathematics”, memberikan sumbangan
yang penting bagi peserta didik dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik, kritis dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam
meng
hadapi berbagai permasalahan.” Pernyataan di atas sejalan dengan yang dikemukakan Saleh 2008 : 27
bahwa matematika mampu mengasah otak menjadi lebih tajam. Sel-sel otak akan terus berkembang sehingga mampu memberikan berbagai alternatif dalam
pemecahan masalah. Sebagai tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi
perubahan keadaan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Untuk
memenuhi tuntutan yang demikian tinggi, tentunya tidak akan terlepas dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.
Jenning dan Dunne Suharta, 2004:1, mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi
kehidupan real. Faktor lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Soedjadi Suharta,
2004:1 mengemukakan bahwa agar pembelajaran menjadi bermakna meaningful maka dalam pembelajaran di kelas perlu mengaitkan pengalaman
kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa
kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Menurut Van de Henvel-Panhuizen Suharta,
2004:1, bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari- hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pembelajaran yang hanya berorientasi pada pencapaian penguasaan materi berhasil dalam kompetisi
mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa
yang dipelajarinya. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika di kelas seyogyanya
ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep
matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari mathematize of everyday experience adalah Pembelajaran Matematika Realistik PMR.
Jika kita kaji kondisi pembelajaran matematika di Indonesia, maka nampak proses dan hasil pembelajarannya belum memenuhi harapan yang
diinginkan. Berbagai riset menunjukkan bahwa kebanyakan guru di Indonesia masih mengajar menggunakan pendekatan tradisional teacher centered yang