BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, penyakit infeksi masih menduduki urutan pertama dalam hal penyebarannya, sehingga dibutuhkan biaya penanggulangan yang relatif besar
terutama untuk obat-obat golongan antibiotik. Dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengimpor bahan baku antibiotik setiap tahunnya
berkisar antara Rp 18,6 – Rp 122,4 milyar Akmal, 1996. Penyakit infeksi yang banyak diderita masyarakat diantaranya infeksi
Enterobacteria dari golongan Escherichia, Salmonella, Shigella, Klebsiela, infeksi
kulit karena Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan sebagainya. Infeksi Enterobacteria dari golongan Escherichia yang sering terjadi, yaitu
Escherichia coli E. coli Anonim, 2004.
E. coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan, tetapi spesies tertentu
dari E. coli bisa menyebabkan diare berdarah, diare seperti air atau diare peradangan travelers diarrhea. Hal ini berkaitan dengan kemampuan strain E. coli tertentu
dalam membentuk enterotoksin yang berperan dalam pengeluaran cairan dan elektrolit Anonim, 2004. Selain peradangan usus, E. coli dapat menjadi penyebab
terjadinya infeksi saluran kemih dan dapat menginfeksi aliran darah, kandung kemih, paru-paru, dan kulit Brooks, dkk., 2005.
Pengobatan utama infeksi yang disebabkan oleh bakteri adalah antibiotik. Namun pada perkembangannya, banyak bakteri yang mengalami resistensi terhadap
1
antibiotik. Hal ini terjadi karena ternyata bakteri lama kelamaan dapat mengubah dirinya sehingga dapat bertahan terhadap antibiotik yang menyerangnya resisten.
Menurut penelitian yang dilakukan Eryani 2004 bakteri E. coli sendiri telah resisten terhadap antibiotik diantaranya sulfametoksazol-trimetoprim 96,3, amoksisilin
88,89, amoksisilin-klavulanat
70,37, kloramfenikol
22,2, dan
siprofloksasin 7,40. Saat ini sumber alam yang tengah gencar dikembangkan untuk mendapatkan
antibiotik adalah mikroorganisme yaitu bakteri dari kelas Actinomycetes terutama genus Streptomyces. Lebih dari 90 antibiotik dihasilkan dari berbagai genus
Streptomyces . Menurut Waksman 1950, Actinomycetes banyak ditemukan di tanah
berumput. Hal ini dikarenakan rizosfer rumput mengeluarkan eksudat yang merupakan sumber kehidupan bagi mikroflora tanah termasuk mikroorganisme.
Karena itulah maka banyak antibiotik dari Streptomyces diperoleh dari isolasi tanah rizosfer rumput Hasim, 2003.
Puryantiningsih 2009 telah melakukan isolasi dan skrining primer Streptomyces
dari tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum
Schumach dan Digitaria microbachne Presl. Henr yang diujikan pada E. coli
. Hasilnya diperoleh 2 isolat Streptomyces yang berpotensi sebagai antimikrobia, yaitu AL
SK
13 dan KB
SK
11. Isolat Streptomyces KB
SK
11 dperoleh dari rizosfer rumput kembangan Sukoharjo, dan AL
SK
13 diperoleh dari rizosfer alang-alang Sukoharjo. Isolat Streptomyces KB
SK
11 berpotensi sangat kuat diameter zona hambat 25 mm terhadap E. coli sensitif antibiotik dan berpotensi sedang diameter
zona hambat 7 mm terhadap E. coli multiresisten antibiotik. Sedangkan isolat Streptomyces
AL
SK
13 sangat kuat diameter zona hambat 25 mm terhadap E. coli 2
sensitif antibiotik dan tidak berpotensi sebagai antimikrobia terhadap E. coli multiresisten antibiotik. Dari hasil tersebut belum diketahui Kadar Bunuh Minimum
KBM, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai isolasi dan penentuan aktivitas antimikrobia dari isolat Streptomyces dan uji bioautografinya. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui senyawa yang memiliki potensi lebih tinggi sebagai antimikrobia yang kemungkinan besar terdapat dalam isolat Streptomyces tersebut.
B. Perumusan Masalah