Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit dan Limbah Kelapa Sawit Sludge Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biobriket Arang

48

Lampiran 1. flowchart penelitian
Mulai

Cangkang kelapa sawit

Sludge limbah kelapa sawit

Pengeringan

Pengeringan

Pengarangan

Penggilingan

Penggilingan

Pengayakan 20 mesh


Arang cangkang
kelapa sawit

Perekat tapioka

Pencampuran sesuai
Perlakuan

Sludge limbah kelapa
sawit

Pengadukan

Pencetakan

Pengeringan

Uji parameter

Analisis data


Selesai

Universitas Sumatera Utara

49

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

Penjemuran sludge limbah kelapa sawit

Proses penjemuran cangkang kalapa sawit

Timbangan digital

Universitas Sumatera Utara

50

Proses karbonisasi cangkang kelapa sawit


Proses penumbukan cangkang kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

51

Hasil briket yang telah dicetak

Pengujian nilai kalor briket

Universitas Sumatera Utara

52

Proses kenaikan T2 pada pengujian nilai kalor briket

Hasil pengujian nilai kadar air briket

Universitas Sumatera Utara


53

Tampak depan alat

Tampak samping alat

Tampak atas alat

Universitas Sumatera Utara

45

DAFTAR PUSTAKA

Amaru, Kh. M., Abimayu, D., Yunita Sari, dan I. Kamelia, 2004. Teknologi
Digester Gas Bio Skala Rumah Tangga. Program Kreativitas Mahasiswa
Bidang Penerapan Teknologi XVII. Fakultas Pertanian. Universitas
pajajaran, Bandung.
Astuti, A., 2002. Aktivitas Proses Dekomposisi Berbagai Bahan Organik Dengan

Aktivator Alami dan Buatan, Makalah Seminar Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
AGM, 2011. Particle Size- US Sieve Series and Tyler Mesh Size Equivalents.
http;www.agmcontainer.com/ desiccantcity/pdfs/Mesh Size
Equivalents.pdf ( 26 Mei 2011).
Andy, H. U., 2000. Aneka Tungku Sederhana. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Andriati Amir Husin, 2003. Limbah untuk Bahan Bangunan.
Anonim, 2005. Clays. http://en.wikipedia. (2 November 2005)
Arganda Mulia, 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Cangkang
Kelapa Sawit sebagai Briket Arang. Tesis. Magister Kimia. Universitas
Sumatera Utara.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994. Pedoman Teknis
Pembuatan Briket Arang. Departemen Kehutanan No. 3.
Basrianta, 2007. Manajemen Sampah. Kansius, Yogyakarta.
Bergeyk Van, K. dan I.A.J. Liedekerken, 1981. Teknologi Proses. Jilid 1. Bhratara
Karya Aksara, Jakarta.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H. Stauble, dan E. Scheiter, 1995. Teknologi
Kimia 2. Penerjemah Lieda Handojo. Pradya Paramita, Jakarta.
Darnoko dan Putboyo Guritno, 1995. Pembuatan Briket Arang dari Limbah Padat
Kelapa Sawit. Laporan Kegiatan Penelitian PPKS.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1994. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Arang.
Bogor.
Fauzi Y, 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi, Penebar Swadaya, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

46

Fauzi, Y., Y. E. Widyanti, I. Setyawibawa, dan R. Hartono, 2004. Kelapa
Sawit;Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisa Usaha dan
Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Haryanto, B., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kansius,
Yogyakarta.
Hartomo, A. J., 1992. Memahami Polimer dan Perekat. Edisi Pertama.
Yogyakarta.
Himawanto, D. A., 2003. Pengelohan Limbah Pertanian Menjadi Biobriket
Sebagai Salah Satu Bahan Bakar Alternatif. Laporan Penelitian. UNS.
Surakarta.
Ismun, U. A., 1993. Menjadikan Dapur Bioarang 3b Susunan Bata Siap. Kansius,

Yogyakarta.
Kadir, A., 1995. Energi Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik.Potensi Ekonomi.
UI Press. Jakarta.
Kurniawan, O., dan Marsono, 2008. Super karbon. Bahan Bakar Alternatif
Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kume, T., 1991. Aplication of radiation to Agro-resources, Proceedings of the
Workshops on the Utilization of Electron Beams.
Loebis, B., dan Tobing, P.L., 1989. Potensi Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit.
Buletin Perkebunan. 20; 49 – 56.
Loebis, B., 1997. Bahan Buangan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit. Bull BPP.
Medan.
Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Cetakan Pertama. UGM Press, Yogyakarta.
Mustafa, M., 2004. Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama Andi Cipta
Karya Nusa, Yogyakarta.
Naibaho, P. M., 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan.
Nainggolan, S., dan Susilawati, 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri
Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. USU Press, Medan.
Reksohadiprojo, 1998. Ekonomi Energi. Edisi Pertama. UGM-Press, Yogyakarta.


Universitas Sumatera Utara

47

Santi Purwanigsih et all, 2000. Pemanfaatan Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit
Sebagai Adsorben pada Limbah Cair Kayu Lapis. Laporan Penelitian
Tahunan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu.
Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor.
Walker, 2008. Bahan Bakar dan Lingkungan. Ahli Bahasa DewintaV. Maharani
Tiga Serangkai, Solo.
Widardo dan Suryanta, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu. Kansius,
Bogor.

Universitas Sumatera Utara

24

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Pertanian
Fakultas Pertanian dan Laboratorium MIPA Universitas Sumatera Utara pada
bulan Oktober 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang kelapa sawit,
sludge limbah kelapa sawit, tepung kanji, air sebagai campuran bahan perekat.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku
pengarangan yang digunakan sebagai tempat pengarangan cangkang kelapa sawit,
sekop kecil yang digunakan untuk memasukkan cangkang kelapa sawit kedalam
tungku pengarangan, lumpang dan alu yang digunakan sebagai alat menumbuk
bioarang, ember dan baskom yang digunakan sebagai tempat pengadukan adonan
bioarang, gelas ukur yang digunakan untuk mengukur banyaknya air yang
dibutuhkan untuk membuat larutan kanji, kayu pengaduk yang digunakan sebagai
alat untuk adonan bioarang agar campuran merata, timbangan yang digunakan
sebagai alat untuk mengukur berat bioarang yang akan dicetak, cetakan briket
yang digunakan sebagai tempat untuk mencetak sampel briket, oven yang
digunakan sebagai alat untuk mengeringkan bioarang yang telah dicetak, bom
calorimeter yang digunakan sebagai alat untuk mengukur nilai kalori dari briket

yang dihasilkan.
Alat tulis yang digunakan sebagai perlengkapan dalam penelitian, shave
seckher yang digunakan untuk mengayak biorang yang telah ditumbuk.

Universitas Sumatera Utara

25

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) non faktorial. Perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan jenis bahan
pembuat briket cangkang kelapa sawit dan sludge limbah kelapa sawit dengan
komposisi tertentu yang bertujuan untuk mengamati pengaruh kombinasi
komposisi bahan terhadap mutu yang dihasilkan. Perpaduan kedua komposisi
bahan briket diasumsikan memiliki massa yang sama yaitu 100 gram setiap
perlakuan. Pembuatan briket ini dibedakan menjadi 6 kombinasi bahan baku,
yaitu :
P1. 100 % cangkang kelapa sawit
P2. 50 % cangkang kelapa sawit, 50 % sludge limbah kelapa sawit
P3. 40 % cangkang kelapa sawit, 60 % sludge limbah kelapa sawit

P4. 30 % cangkang kelapa sawit, 70 % sludge limbah kelapa sawit
P5. 20 % cangkang kelapa sawit, 80 % sludge limbah kelapa sawit
P6. 100 % sludge limbah kelapa sawit
Tabel 3. Perlakuan komposisi antara cangkang kelapa sawit dan sludge limbah
kelapa sawit
Perlakuan
Komposisi
Cangkang Sawit ( % )
Sludge Limbah Sawit
( %)
P1
100 %
0%
P2
50 %
50 %
P3
40 %
60 %
P4
30 %
70 %
P5
20 %
80 %
P6
0 %
100 %
Percobaan ini dilakukan dalam 3 kali ulangan yang diperoleh dari :
T c (n – 1) > 15
6 (n – 1 ) >15
6n > 24

Universitas Sumatera Utara

26

n> 2, 67
n – 3 kali ulangan
1. Persiapan Bahan Baku
Tahap ini bertujuan untuk mempersiapkan bahan bahan yang akan
digunakan dalam percobaan sehingga mempunyai bentuk yang seragam dan dapat
dengan mudah digunakan dalam tahap selanjutnya.
Adapun tahap persiapan bahan yaitu cangkang kelapa sawit dibersihkan
dari kotoran hal ini bertujuan agar proses pengarangan dapat berlangsung
sempurna dan tidak terganggu dengan kotoran yang ada. Begitu juga dengan
sludge limbah kelapa sawit dibersihkan dari kotoran dengan cara mengering anginkan limbah kelapa sawit terlebih dahulu sebelum digunakan.
Prosedur Penelitian
-

Cangkang kelapa sawit dan sludge limbah kelapa sawit dibersihkan dari
kotoran yang terikut, kemudian dilakukan pengeringan dibawah sinar
matahari.

-

Bahan cangkang kelapa sawit dimasukkan dalam tungku pengarangan lalu
bahan di sulut dengan api, sesudah menjadi arang bahan dikeluarkan dari
tungku pengarangan.

-

Bioarang hasil pengarangan ditumbuk hingga menjadi tepung arang dan
sludge limbah kelapa sawit dikering udarakan sehingga benar benar
kering.

-

Cangkang kelapa sawit yang ditumbuk tersebut kemudian diayak untuk
mendapatkan ukuran material yang seragam dalam penelitian ini, untuk
ukuran material cangkang kelapa sawit adalah 20 mesh.

Universitas Sumatera Utara

27

-

Sludge limbah kelapa sawit yang padat dihaluskan kembali.

-

Kemudian disiapkan campuran perekat (kanji) yang di larutkan dalam air
dengan perbandingan 1: 10, kemudian dipanaskan.

-

Adonan tepung kanji yang telah jadi perekat, kemudian dicampurkan
dengan tepung dari hasil pengayakan sehingga menjadi adonan yang
lengket, selanjutnya adonan diaduk agar semua bahan tercampur merata

-

Hasil adonan tepung kanji di timbang 20 % setiap perlakuan.

-

Hasil adonan briket dimasukkan ke cetakan briket tipe press

-

Kemudian briket dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengeringan
dengan oven pada suhu 600 C selama lebih berkurang 24 jam, briket yang
dihasilkan diuji parameternya yaitukualitas nilai kalor, kadar air, densitas
dan kadar abu.

Persiapan Alat
Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat pencetak briket,
mempersiapkan bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian
serta menyediakan dongkrak yang akan di gunakan pada alat pencetak briket.
Adapun langkah pembuatan alat pencetak briket adalah :
1. Dirancang bentuk alat pencetak briket
2. Digambar serta ditentukan ukuran alat pencetak briket
3. Dipilih bahan yang akan digunakan untuk membuat alat pencetak briket
4. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan pada gambar alat
5. Dipotong bahan sesuai dengan ukuran yang telah di tentukan

Universitas Sumatera Utara

28

6. Dibubut dan dikikir plat cetakan sesuai dengan bentuk yang digunakan
7. Dipasang tuas pengukit pada alat cetakan
8. Dibentuk plat penekanan sesuai dengan bentuk cetakan
9. Dipasang besi berdiameter 5 cm di setiap sudut plat penekanan yang
bertumpu pada cetakan
10. Dilakukan perangkaian plat cetakan, pegas dengan kerangka alat
11. Dilakukan pengelasan untuk menyambung setiap bahan yang telah
dirangkai
12. Digerinda permukaan yang telah terlihat kasar karena bekas pengalasan
13. Dilakukan pengecetan guna memperpanjang umur pemakaian alat dan
menambah daya tarik alat pencetak briket
14. Dipasang dongkrak plat penekanan sebagai sumber tenaga untuk menekan
bahan
Penelitian Utama
Parameter yang diamati
Adapun parameter yang diuji adalah sebagai berikut :
1. Kualitas nilai kalor
Pengukuran kualitas nilai kalor untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kualitas nilai kalor dapat diukur dengan menggunakan alat bomb
calorimeter (kal/gr).
Cara pengujian kualitas nilai kalor pada biobriket arang cangkang kelapa
sawit dan limbah kelapa sawit sludge adalah sebagai berikut :
-

Tabung bomb calorimeter dibersihkan

Universitas Sumatera Utara

29

-

Ditimbang bahan bakar sebanyak 0,15 gram dan diletakan dalam cawan
platina.

-

Dipasang kawat penyala pada tangkai penyala

-

Cawan platina ditempatkan pada ujung tangkai penyala

-

Tabung di tutup dengan kuat

-

Dimasukkan oksigen dengan takanan 30 bar

-

Tabung bomb ditempatkan dalam calorimeter

-

Kalorimeter ditutup dengan penutupnya

-

Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit

-

Dicatat temperatur yang tertera pada termometer

-

Penyalaan di lakukan dan dibiarkan selama 5 menit

-

Dicatat kenaikan suhu pada termometer

-

Dihitung nilai kalor dengan rumus :
HHV = (T2 – T1 – 0,05 ) x Cv................................................................( 1 )
Dimana :
T1

= Temperatur sebelum pengeboman (o C )

T2

= Temperatur setelah pengeboman (o C )

1 Joule = 0,239 kal
HHV = Kualitas nilai kalor (kal/gr)
Panas jenis bom calorimeter = 73529, 6 (joule /kgo C )
Kenaikan temperatur kawat penyala = 0,05 oC
2. Kadar air
Penentuan kadar air di lakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kadar air dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (%)

= {( G0 – G1)/ G0} x 100 %..................................( 2 )

Universitas Sumatera Utara

30

Dimana,
G0

= berat contoh sebelum dikeringkan ( gr)

G1

= berat contoh setelah dikeringkan (gr)

3. Densitas ( kerapatan partikel )
Kerapatan umumnya dinyatakan dalam perbandingan berat dan volume ,
yaitu dengan cara menimbang briket dan mengukur volume. Kerapatan briket
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kerapatan = G/V..........................................................................................( 3 )
Dimana,
K : Kerapatan ( gr/ cm3 )
G : Bobot briket ( gr )
V : Volume ( cm3 )
4. Kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Contoh uji diletakkan 5 gr bahan ke dalam cawan kemudian dimasukkan
kedalam tungku pengabuan dan dibakar secara perlahan selama 4 jam sampai
suhu pembakaran akhir 580 – 6000 C sehingga semua karbon hilang, dinginkan
cawan beserta isinya kedalam desikator kemudian ditimbang untuk mendapatkan
kadar abu. Besar kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu (%) = Berat

Berat sisa abu ( gr )
kering tanur arang (gr )

x 100% ..............................( 4 )

Model Rancangan Penelitian
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
non-faktorial dengan model sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

31

Yij = µ + Ti + Σij =1,2,...t.................................................................................( 5 )
Dimana :
Yij

= Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Nilai tengah umum

Ti

= Pengaruh perlakuan ke-i

Σij

= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Universitas Sumatera Utara

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pemanfaatan cangkang kelapa sawit dan sludge limbah
kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan biobriket arang terhadap mutu yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil penelitian pemanfaatan cangkang kelapa sawit dan sludge limbah
kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan biobriket arang.
Perlakuan
Nilai Kalor
Kadar Air
Densitas
Kadar Abu
(kal/gr)
(%)
( gr/ cm3 )
(%)
P1
5506,38
4,13
0,75
7,86
P2
4862, 02
5,46
0,93
14,47
P3
3514,71
7,06
0,86
19,83
P4
4627,70
3,26
0,81
12,38
P5
3573,29
10,73
0,69
25,89
P6
410,04
17,06
0,72
38,64

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan P1 sebesar 5506,38 kal/gr sedangkan nilai kalor yang terendah
diperoleh dari perlakuan P6 410,04 sebesar kal/gr. Kadar air yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan P6 17,06 % sedangkan kadar air yang terendah diperoleh
dari perlakuan P4 sebesar 3, 26 %. Densitas (kerapatan partikel) yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan P2 sebesar 0,93 gr/cm3 sedangkan densitas terendah
diperoleh dari perlakuan P5 sebesar 0,69 gr/cm3. Kadar abu yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan P6 sebesar 38,64 % sedangkan kadar abu terendah
diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 7,86 %.
Dalam penelitian ini dilakukan uji LSR ( Least Significant Range ) untuk
menganalisa perbedaan mutu briket diantaranya nilai kalor, kadar air, densitas dan
kadar abu.

Universitas Sumatera Utara

33

Pengaruh Perbedaan Komposisi Bahan Terhadap Nilai Kalor
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa persentase perlakuan bahan
pengikat memberi pengaruh sangat nyata terhadap nilai kalor. Hasil pengujian
LSR (Least Significant Range) menunjukkan pengaruh

persentase perbedaan

komposisi bahan bakar terhadap nilai kalor untuk setiap perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji LSR persentase komposisi bahan briket terhadap nilai kalor
(kal/gr)
Jarak

LSR

Notasi

P
0,05
0,01
Perlakuan
Rataan
0,05
0,0
P6
410.04
a
A
2
172,7994 242,2894
P3
3.514,71
b
B
3
180,8757 252,6091
P5
3.573,29
b
B
4
185,7552 259,2272
P4
4.627,70
c
C
5
189,0081 263,8823
P2
4.862,02
c
C
6
191,2516 267,3596
P1
5.506,38
d
D
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
pada taraf 1 %
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada taraf 5 % perlakuan P1 memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan P6, perlakuan P3,P5,P4 dan P2
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya,
sedangakan pada taraf 1 % P6 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perlakuan P1 tetapi memberikan pengaruh yang tidak berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P3,P5,P4 dan P2.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai kalor dapat
dilihat pada Gambar 8.

Universitas Sumatera Utara

34

6000

y = -806,7x + 6572,
R² = 0,697

Nilai Kalor ( kal/gr )

5000
4000
3000
2000
1000
0
0

1

2

3

4

5

6

Perlakuan ( P )

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai kalor jika
jumlah arang cangkang kelapa sawit semangkin sedikit dan limbah kelapa sawit
semangkin banyak, artinya bahwa komposisi bahan pembuat briket memberikan
pengaruh terhadap kualitas nilai kalor yang dihasilkan.
Perbedaan jumlah nilai kalor pada masing masing perlakuan disebabkan
oleh perbedaan akumulasi jumlah nilai kalor yang terkandung pada setiap briket
yang dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun briket bioarang tersebut. Pada
perlakuan P1 dengan kompisi bahan pembuat briket yaitu 100 % cangkang kelapa
sawit dan 0 % sludge limbah kelapa sawit memiliki nilai kalor tertinggi 5.506,38
kal/gr sedangkan pada perlakuan P6 dengan komposisi bahan pembuat briket yaitu
100 % sludge limbah kelapa sawit memiliki nilai kalor yang terendah yaitu 410,04
kal/gr. Hal ini sesuai dengan literatur Hartoyo (1983) yang menyatakan bahwa
kualitas nilai kalor briket yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai kalor atau energi
yang dimiliki oleh bahan penyusunnya.

Universitas Sumatera Utara

35

Pengaruh Perbedaan Komposisi Bahan Pembuat Briket Terhadap Kadar Air
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perbedaan komposisi bahan
bakar memberi pengaruh sangat nyata terhadap kadar air.
Melihat perbedaan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air, maka
dilakukan uji beda rataan dengan uji LSR (Least Significant Range), dari uji LSR
diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji LSR pengujian persentase komposisi bahan pembuat briket
terhadap kadar air ( % )
Jarak
LSR
Notasi
0,0
P
0,05
0,01
Perlakuan
Rataan
0,05
1
P4
3,26
a
A
2
0,470631 0,659891
P1
4,13
b
A
3
0,492627 0,687997
P2
5,46
c
B
4
0,505916 0,706022
P3
7,06
d
C
5
0,514776 0,718701
P6
10,73
e
D
6
0,520886 0,728171
P5
17,06
f
E
Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat sangat nyata pada
taraf 1 %
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan P4 memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap perlakuan P1 dan P1 memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap perlakuan P2 sedangkan P2 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
perlakuan P3 dan P3 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perlakuan P6 dan
P6 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perlakuanP5 yang diamati pada
taraf 5 % .
Dari Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi sebesar 17,06 %
diperoleh pada perlakuan P6 dan kadar air terendah pada perlakuan P4 yaitu 3, 26
%.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap kadar air dapat
dilihat pada Gambar 9.

Universitas Sumatera Utara

36

18

y = 1,828x + 1,55
R² = 0,435

16

Kadar Air ( % )

14
12
10
8
6
4
2
0
0

1

2

3

4

5

6

Perlakuan ( P )
Gambar 9. Grafik linear antara komposisi bahan pembuat briket bioarang terhadap
kadar air
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa kenaikan kadar air dari perlakuan P1
hingga P3 dipengaruhi oleh komposisi bahan pembuat briket, jadi dengan adanya
pencampuran antara arang cangkang kelapa sawit dengan limbah kelapa sawit
akan mempengaruhi kenaikan nilai kadar air pada briket. Menurut Rustini ( 2004 )
hal ini disebabkan karena pencampuran akan saling mengisi pori pori sehingga air
yang terikat di dalam pori pori lebih banyak.
Dari Gambar 9 juga dapat dilihat bahwa nilai kadar air tertinggi terdapat
pada perlakuan P5 yaitu 17,06 % dengan komposisi cangkang kelapa sawit 20 %
dan sludge limbah kelapa sawit 80 % sedangkan nilai kadar air terendah pada
perlakuan P4 yaitu 3,26 % dengan komposisi arang cangkang kelapa sawit 70 %
dan sludge limbah kelapa sawit 30 %. Perbedaan komposisi ini menghasilkan luas
permukaan briket yang berbeda sehingga memberi pengaruh dalam penyerapan
kadar air pada briket yang dibuat. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan
menurunnya nilai kalori dan efesiensi pembakaran.

Universitas Sumatera Utara

37

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa kadar air rendah jika jumlah serbuk
cangkang kelapa sawit banyak. Hal ini diduga karena perbedaan luas permukaan
bahan pembuat briket tersebut sehingga mempengaruhi jumlah kadar air. Luas
permukaan arang cangkang kelapa sawit lebih luas dibandingkan dengan luas
permukaan limbah kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan literatur Supriyono (2003)
bahwa luas permukaan bahan yang besar memungkinkan terjadinya penguapan
kadar air lebih cepat dibandingkan bahan dengan luas permukaan yang kecil.
Pengaruh Perbedaan Komposisi Bahan Pembuatan Briket Terhadap
Densitas
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perbedaan komposisi bahan
bakar memberi pengaruh sangat nyata terhadap densitas. Hasil pengujian LSR
(Least Significant Range) menunjukkan pengaruh perbedaan komposisi bahan
terhadap densitas untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji LSR perbedan persentase komposisi bahan pembuat briket
terhadap densitas ( gr/cm3 )
Jarak
LSR
Notasi
P

0,05

0,01

Perlakuan Rataan
0,05
0,01
P5
0,69
a
A
2
0,048985
0,068684
P6
0,72
a
AB
3
0,051274
0,071609
P1
0,75
ab
AB
4
0,052657
0,073485
P4
0,81
bc
BC
5
0,05358
0,074805
P3
0,86
c
CD
6
0,054216
0,07579
P2
0,93
d
D
Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap pada taraf 1 %
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan P5 tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan P6, memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perlakuan P1 dan P2, serta memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

38

terhadap perlakuan P3 dan P2 sedangkan P4 memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan P1 yang diamati pada taraf 5 %.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa densitas tertinggi sebesar 0,93 gr/cm3
diperoleh pada perlakuan P2 dan densitas terendah pada perlakuan P5 sebesar 0,69
gr/cm3
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap densitas dapat dilihat
pada Gambar 10.
1

Densitas ( gr/cm 3 )

0,9
0,8
0,7
0,6

y = -0,026x + 0,885
R² = 0,292

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0

1

2

3

4

5

6

Perlakuan ( P )
Gambar 10. Grafik linear antara komposisi bahan pembuat briket bioarang
terhadap densitas (kerapatan partikel )
Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa hubungan komposisi massa dan
densitas dapat diketahui bahwa nilai densitas sangat dipengaruhi oleh persentase
massa komposisi dari bahan penyusun briket terebut. Hal ini dapat dilihat pada
perlakuan P1 dengan komposisi bahan cangkang kelapa sawit 100 % dan sludge
limbah kelapa sawit 0% mempunyai nilai densitas 0,75 gr/ cm 3 sedangkan pada
perlakuan P2 dengan komposisi bahan arang cangkang kelapa sawit 50 % dan
sludge limbah kelapa sawit 50 % mempunyai nilai densitas tertinggi sekitar 0, 93

Universitas Sumatera Utara

39

gr/cm3 tetapi pada pada perlakuan P3,P4,P5 dan P6 terjadi penurunan densitas
dikarenakan penambahan komposisi bahan arang cangkang kelapa sawit lebih
sedikit dari pada limbah kelapa sawit. pada penilitian ini, densitas tertinggi pada
perlakuan P2 dengan komposisi bahan arang cangkang kelapa sawit 50 % dan
sludge limbah kelapa sawit 50 % sebesar 0,93 gr/ cm3 sedangkan nilai densitas
terendah pada perlakuan P5 dengan komposisi bahan arang cangkang kelapa sawit
20 % dan sludge limbah kelapa sawit 80 %.
Penambahan arang cangkang kelapa sawit dapat meningkatkan
densitas (kerapatan briket) arang. Hal ini terjadi karena berat jenis cangkang
kelapa sawit lebih tinggi dari pada sludge limbah kelapa sawit sehingga berat
briket per centimeter kubiknya meningkat dengan meningkatnya arang cangkang
kelapa sawit. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Sudrajat (1984) dalam
Setyawan (2006) menyatakan bahwa kayu yang berkerapatan tinggi akan
menghasilkan briket dengan berkerapatan lebih tinggi, sedangkan kayu yang
berkerapatan rendah akan menghasilkan briket dengan kerapatan yang rendah.
Pengaruh Perbedaan Komposisi Bahan Pembuat Briket Terhadap Nilai
Kadar Abu
Hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi bahan pembuat
briket memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu yang
dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR (Least Significant Range) yang
menunjukkan pengaruh setiap perlakuan komposisi terhadap nilai kadar abu yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7.

Universitas Sumatera Utara

40

Tabel 7. Hasil uji LSR persentase komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai
kadar abu %
Jarak
LSR
Notasi
0,05
0,01
Perlakuan
Rataan
0,05
0,01
P1
7,86
a
A
2
1,938459
2,717994
P4
12,38
b
B
3
2,029058
2,833761
P2
14,47
b
B
4
2,083796
2,908002
P3
19,83
c
C
5
2,120287
2,960223
P5
25,89
d
D
6
2,145454
2,999231
P6
38,64
e
E
Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
pada taraf 1 %
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap perlakuan P2 tetapi P4 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2 sedangkan perlakuanP3, P4 dan P6
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan lainnya yang diamati
pada taraf 5 %.
Dari Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan P6 sebesar 38,64 % dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 7,86 %.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai kadar abu dapat
dilihat pada Gambar 11.
40

Kadar Abu ( % )

35
30
25

y = 5,163x + 1,774
R² = 0,754

20
15
10
5
0
0

1

2

3

4

5

6

Perlakuan ( P )

Gambar 11. Grafik antara komposisi bahan pembuat briket bioarang terhadap
kadar abu ( % )

Universitas Sumatera Utara

41

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi memberikan
pengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada komposisi
bahan pembuat briket yaitu 100 % arang cangkang kelapa sawit dan 0 % sludge
limbah kelapa sawit yang memiliki nilai kadar abu terendah yaitu 7,86 %
sedangkan nilai kadar abu tertinggi adalah pada perlakuan P6 yaitu 38,64 %
dengan komposisi bahan arang cangkang kelapa sawit 0 % dan sludge limbah
kelapa sawit 100 %. Hal ini membuktikan bahwa kadar abu semangkin rendah
jika jumlah komposisi arang cangkang kelapa sawit pada setiap perlakuan
semangkin sedikit begitu sebaliknya jika jumlah komposisi bahan sludge limbah
kelapa sawit pada setiap perlakuan lebih banyak maka nilai kadar abu yang
didapatkan semangkin tinggi. Menurut Hendra dan Winarni (2003) dalam Hendra
(2007) bahwa faktor jenis bahan baku sangat berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya kadar abu briket arang yang dihasilkan. Hal ini dikarena bahan baku
yang digunakan memeliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda beda
sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula.
Krakteristik Briket Arang Cangkang Kelapa Sawit dengan Penambahan
Sludge Limbah Kelapa Sawit dibandingkan dengan Briket Arang Buatan
Jepang, Inggris, Amerika dan SNI
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, penambahan arang cangkang
kelapa sawit ternyata cukup mampu meningkatkan kualitas briket arang yang
dihasilkan terutama pada nilai kalor. Perbandingan nilai Rata – rata karakteristik
dari briket arang tersebut dengan briket arang buatan Jepang, Inggris, Amerika
dan SNI ditunjukkan pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

42

Tabel 8. Perbandingan nilai briket arang cangkang kelapa sawit dengan sludge
limbah kelapa sawit dibandingkan dengan briket arang buatan Jepang,
Inggris, Amerika dan SNI
Sifat
Jepang Inggr Amerika SNI no. 1/
Briket arang
arang
is
6235 /
cangkang kelapa
briket
2000
sawit dengan
sludge limbah
kelapa sawit
Nilai kalor
6000 7289
6230
5000
3714, 16
(kal/gr)
7000
Kadar air
6–8
3,6
6,2
8
7,95
(%)
Kerapatan 1,0 – 1,2
0,46
1
0,79
3
( gr/cm )
Kadar abu
3-6
5,9
8,3
8
19,84
(%)
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ( 1994 )
Tabel 8 menunjukkan bahwa briket dari cangkang kelapa sawit dan
penambahan sludge limbah kelapa sawit tidak memenuhi kualitas briket arang
buatan Jepang, Inggris, Amerika dan SNI, ini terjadi karena bahan baku yang
digunakan berbeda yang sering digunakan untuk pembuatan bahan baku briket
arang. Umumnya bahan baku yang digunakan berupa kayu, serbuk kayu dan
tempurung kelapa. Adanya perbedaan bahan baku yang digunakan menyebabkan
kualitas briket arang yang dihasilkan berbeda juga, akan tetapi cangkang kelapa
sawit sebagai bahan baku briket arang sangat potensial dikembangkan karena
memenuhi standar nilai kalor SNI.
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kerapatan memenuhi kualitas briket
arang buatan Jepang, Inggris Amerika.

Universitas Sumatera Utara

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Perbedaan komposisi bahan pembuat briket bioarang memberi pengaruh
berbeda sangat sangat nyata terhadap terhadap nilai kalor, kadar air,
densitas ( kerapatan partikel ) dan kadar abu
2. Nilai kalor Rata - rata yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 3714,16 kal
/gr. Tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, jepang, Amerika
Serikat dan Indonesia.
3. Nilai kadar air Rata - rata yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 7,95 %.
Tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, Jepang, Amerika
tetapi memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia.
4. Nilai densitas Rata - rata yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,79
( gr/ cm3 ). Memenuhi standar mutu briket buatan Jepang dan Amerika
tetapi tidak memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia.
5. Nilai kadar abu Rata - rata yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 19,84
( % ). Tidak memenuhi standar mutu briket.
6. Penambahan arang cangkang kelapa sawit mampu meningkatkan kualitas
nilai kalor, kadar air,densitas dan kadar abu.
7. Cangkang kelapa berpotensi untuk dijadikan bahan bakar alternatif.
Saran
1. Perlu dirancang pada alat pencetak briket alat pengukur tekanan sehingga
diketahui tekanan pada saat mencetak briket.

Universitas Sumatera Utara

44

2. Diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan penambahan komposisi
bahan bahan lain.

Universitas Sumatera Utara

4

TINJAUAN PUSTAKA

Energi
Menurut Kadir (1995), energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat
sesuatu, defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas dari pada pengertian
energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan, dalam pengertian sehari
hari energi dapat di defenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja.
Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi
energi dunia hanya makin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk
mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti
diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya, karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam oleh karena itu,
sektor sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin
menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, tenaga air dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar
(Reksohadiprojo, 1998).
Bahan Bakar
Bahan bakar adalah istilah populer media untuk menyalakan api. Bahan
bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat
buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar,
batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik.
Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung
menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya yang dibutuhkaan manusia
dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun, 1993).

Universitas Sumatera Utara

5

Sepanjang sejarah, berbagai jenis bahan telah digunakan sebagai bahan
bakar (bergantung pada ketersediannya di suatu wilayah tertentu). Berikut ini
adalah beberapa jenis bahan bakar yang kita gunakan, minyak jelantah, gas alam,
propane, etanol, methanol, biomassa (Walker, 2008).
Biomassa
Menurut Silalahi (2000), Biomassa adalah campuran material organik
yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan mineral lain
yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi. Komponen
utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering lebih kurang 75 %),
lignin (lebih kurang 25%) dimana beberapa tanaman komposisinya berbeda beda.
Energi biomassa menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar
fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat
dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif tidak
mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara juga dapat
meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Widardo dan Suryanta, 1995).
Biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang dapat diubah
menjadi bahan bakar cair - biofuel – untuk keperluan transportasi (mobil, truk,
bus, pesawat terbang dan kereta api), diantara jenis biofuel yang banyak dikenal
adalah biogas, biodiesel dan bioethanol.
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak diesel atau solar. Bahan bakar ini ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel /

Universitas Sumatera Utara

6

solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap yang rendah memiliki cetane number yang
lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning) memiliki sifat
pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak
menghasilkan racun (Amaru dkk., 2004).

Gambar 1. Jenis biomassa biodiesel
Menurut hasil penelitian BBPT, biodiesel bisa langsung digunakan 100%
sebagai bahan bakar pada mesin diesel tanpa memodifikasi mesin dieselnya atau
dalam bentuk campuran dengan solar pada berbagai konsentrasi mulai dari 5%.
Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan dari
tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (Crude Palm
Oil/CPO), jarak pagar (Crude Jatropha Oil/CJO), kelapa (Crude Coconut
Oil/CCO), sirsak, srikaya, kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel (Amaru dkk., 2004).
Kelapa sawit merupakan salah satu sumber bahan baku minyak nabati
yang prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia,
mengingat produksi CPO Indonesia cukup besar dan meningkat tiap tahunnya.
Tanaman jarak pagar juga prospektif sebagai bahan baku biodiesel mengingat

Universitas Sumatera Utara

7

tanaman ini dapat tumbuh di lahan kritis dan karakteristik minyaknya yang sesuai
untuk biodiesel (Amaru dkk., 2004).
Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroganisme. Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang
merupakan campuran antara bensin dan bioetanol.
Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar
basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan
security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi
mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,
mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan
bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru untuk
pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :


Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira
kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete



Bahan berpati : tepung-tepung sorgum biji, jagung,

cantel, sagu,

singkong/ gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, suweg, umbi dahlia.


Bahan berselulosa seperti kayu, jerami, batang pisang (Astuti, 2005).

Universitas Sumatera Utara

8

Gamabar 2. Jenis biomassa bioetanol
Biogas
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dengan
bantuan bakteri anaerob pada lingkungan tanpa oksigen bebas. Energi gas bio
didominasi gas metan (60% - 70%), karbondioksida (40% - 30%) dan beberapa
gas lain dalam jumlah lebih kecil. Gas metan termasuk gas rumah kaca (green
house gas), bersama dengan gas karbon dioksida ( CO2 ) memberikan efek rumah
kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas
metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian
permasalahan global (Daryanto, 2007).
Pada prinsipnya, pembuatan gas bio sangat sederhana, hanya dengan
memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam
waktu tertentu gas bio akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester
dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran
ternak untuk memproduksi gas bio dan diperoleh hasil samping (by-product)

Universitas Sumatera Utara

9

berupa pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat
mengurangi emisi gas metan ( CH4 ) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan
organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi
tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi
energi gas biogas (Daryanto, 2007).
Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan gas bio
sebenarnya cukup besar, namun belum banyak dimanfaatkan. Bahkan selama ini
telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya
para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung
menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi
saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak.

Gambar 3. Jenis biomassa biogas
Sebagai contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung
auksin cukup tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah
sapi dari tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
nutrisi bagi tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan
aktivator sebagai alternatif sumber dekomposer.
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang bersal

Universitas Sumatera Utara

10

dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak dan limbah kota
(sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit listrik, energi
panas atau energi mekanik (penggerak) dengan melihat potensi besar ini, maka
pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang cukup berarti dalam
pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya meskipun potensi
energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai saat ini belum
optimal (Daryanto, 2007).
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah :
Devisi

: Tracheophyita

Subdevisi

: Ptereopsida

Kelas

: Angiospermeae

Subkelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Cocoideae

Famili

: Palmeae

Subfamili

: Cocoideae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq

Varietas kelapa sawit digolongkan berdasarkan (Fauzi, 2004) :
1. Ketebalan tempurung dan daging buah, diantaranya yaitu Dura, Pisefera,
Tenera, Macro Carya dan Diwikka Wakka.
2. Warna kulit buah yaitu : Nigrescens, Virescens dan Albescens.
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal
dari daging buah ( mesokarp ) berwarna merah, jenis minyak ini dikenal sebagai

Universitas Sumatera Utara

11

minyak kelapa sawit kasar atau CPO (Crude Palm Oil) sedangkan minyak yang
kedua berasal dari inti kelapa sawit tidak bewarna, dikenal sebagai minyak inti
kelapa sawit atau PKO (Palm Kernel Oil). Minyak yang kedua ini komposisi
kimia dan warnanya hampir sama dengan minyak kelapa yiur, disamping minyak,
buah kelapa sawit juga menghasilkan bahan padatan berupa sabut, cangkang dan
tandan buah kosong kelapa sawit. Bahan padatan ini dimanfaatkan untuk sumber
energi, pupuk, makanan ternak dan bahan untuk industri
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Gambar 4. Kelapa sawit
Buah kelapa sawit secara umum terbagi dalam 3 bagian utama yaitu :
a. Kulit buah
Merupakan bagian terluar buah kelapa sawit. Bagian ini berfungi sebagai
pelindung mesokarp.
b. Daging buah
Merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena dari inilah minyak kelapa
sawit mentah (CPO) akan diperoleh.
c. Tempurung atau cangkang (endocarp)

Universitas Sumatera Utara

12

Tempurung merupakan bagian buah kelepa sawit yang berfungsi melindungi
inti.
d. Inti buah kelapa sawit (endosperm)
Kernel merupakan bagian terpenting kedua setelah meskarp, dari inti inilah
akan dihasilkan PKO (Mustafa, 2004).
Cangkang Kelapa Sawit
Perkembangan areal perkebunan kelapa sawit yang diiukuti dengan
pembangunan pabrik yang cukup pesat, akan mempengaruhi lingkungan
sekitarnya terutama badan air penerima limbah. Limbah pabrik minyak sawit
terdiri atas limbah padat dan limbah cair, Limbah padat adalah TBK ( tandan buah
kosong ) ampas serabut dan cangkang.
Tempurung (cangkang ) biji kelapa sawit, selain digunakan sebagai bahan
bakar atau arang juga digunakan sebagai pengeras jalan. Cangkang kelapa sawit
termasuk bahan berlignoselulosa yang berkadar karbon tinggi dan mempunyai
berat jenis yang lebih tinggi dari pada kayu yang mencapai 1,4 g/ml, sehingga
karakteristik ini memungkinkan bahan tersebut baik untuk dijadikan arang. Nilai
energi panas cangkang juga tinggi sebesar 20.093 kJ/kg( Anonim, 2005).
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif
dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550o C selama kurang
lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut
memenuhi SNI, kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi, hal ini
terlihat dari daya serap iodnya sebesar 28,9 % (Andrianti, 2003).

Universitas Sumatera Utara

13

Gamabar 5. Cangkang kelapa sawit
Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa,
disamping komponen lain yang mungkin kecil seperti abu, hemiselulosa dan
lignin.
Tabel 1. Komposisi kimia cangkang kelapa sawit
Komposisi
Kadar %
Komposisi
Abu
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin
Sumber : Fauzi, 2004

15
24
40
21

Abu
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin

Kadar %
15
24
40
21

Pada industri minyak sawit, setiap harinya dihasilkan limbah berupa
tandan kosong sawit dan cangkang. Cangkang yang dihasilkan sebanyak 7 % per
ton tandan buah segar (TBS) atau sekitar 50,4 ton setiap harinya, dengan asumsi
kapasitas produksi 30 ton/jam dengan waktu operasi 24 jam perhari (Santi, 2000).
Limbah Kelapa Sawit (Sludge)
Perkembangan areal kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan
pabrik yang cukup pesat akan mempengaruhi lingkungan sekitar terutama
lingkungan badan penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif pabrik
pengolahan kelapa sawit yang mengacu pada undang undang No. 4 tahun 1982
dan peraturan pemerintah, maka pengendalian limbah pabrik kelapa sawit harus

Universitas Sumatera Utara

14

dilakukan dengan baik. Pengendalian limbah pabrik sawit dapat dilakukan dengan
cara pemanfaatan, pengurangan volume limbah dan pengawasan mutu limbah
(Naibaho, 1996).
Industri pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit atau CPO
(Crude Palm Oil) dan inti sawit juga akan menghasilkan limbah yang terdiri
limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair dan padat PKS merupakan bahan
organik yang mengandung hara yang diperlukan oleh tanaman, oleh karena itu
aplikasi limbah padat dan cair tersebut merupkan usaha daur ulang sebagian hara
(nutrient recycling) yang terikut melalui panen tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit, sehingga akan mengurangi biaya pemupukan yang tergolong sangat tinggi
untuk budidaya tanaman kelapa sawit (Nainggolan dan Susilawati, 2011).
Indonesia merupakan negara pertanian, dimana hasil limbahnya masih
belum dimanfaatkan dengan maksimal. Salah satu limbah yang cukup besar
potensinya yang sampai saat ini belum diketahui kegunaannya limbah kelapa
sawit (Kume, 1991).
Kolam pengendapan lumpur (sludge recover pond) lumpur yang berasal
dari limbah industri pabrik kelapa sawit yaitu serat serat halus dari TBS ikut serta
dalam limbah cair, untuk itu perlu dilakukan pengendapan dikolam ini
(Nainggolan dan Susilawati, 2011).
Limbah ini paling banyak terdapat dalam bentuk tandan kosong (empety
fruitbunch), serabut sisa perasan ( palm press fiber) dan residu minyak kotor
(sludge) yang terdapat dalam bentuk lumpur (Loebis,1997).
Beberapa hasil analisis (Jenny dkk., 1997), menunjukkan sludge kelapa

Universitas Sumatera Utara

15

sawit mengandung bahan organik (85 %), protein (5 -18 %), lemak (0,3 %) dan
mineral lainnya.

Gambar 6. Limbah kelapa sawit
Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa
tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perekbunan, peremajaan dan
panen kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat,
limbah cair, dan limbah gas.
a. Limbah padat
Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong
kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas
pada komposisinya.
b. Limbah cair
Limbah cair ini berasal dari kondensat stasiun klarifikasi dan dari hidrosilikon.
Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses
klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses
pengolahan minyak kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami
proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan organik

Universitas Sumatera Utara

16

lumpur juga tinggi yaitu PH berkisar 3- 5. Beberapa hasil analisis bahwa
sludge limbah kelapa sawit mengandung bahan oganik (85 %).
c. Limbah gas
Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga
menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas
cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit (Amir, 2003).
Proses Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi
karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara
yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna
jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi didalam bahan organik
dibebankan ke lingkungan dengan perlahan. Secara ringkas proses karbonisasi
dapat ditampilkan dalam bagan ( Kurniawan dan Marsono, 2008 ).
Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pada suhu 100 – 1200 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 2700 C
mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan
sedikit methanol.Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 2700 C.
2. Pada suhu 270 – 310o C reaksi ekstermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant gas kayu dan
sedikit tar.Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti
asam cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310 – 5000 C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak
tar sedangkan larutan pirolighant menurun, gas CO2 menurun sedangkan
gas CO dan CH4 dan H2 meningkat.

Universitas Sumatera Utara

17

4. Pada suhu 500 -100

o

C merupakan tahapan dari pemurnian arang atau

kadar karbon (Sudrajat, 1994).
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi
meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode
karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan dalam
drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan yang dicapai mendekati angka 50 – 60 % dari berat
semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat
arang. Bagian alas drum dilubangi kecil – kecil degan paku atau bor besi dengan
jarak 1 cm x 1 cm, sehingga selanjutnya bahan baku dimasukkan kedalam drum,
lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,
berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.
Ayakan
Pengayakan adalah yang paling terkenal dan paling banyak dilaksanakan
untuk memisahkan campuran padat. Sistem pemisahan, didasarkan atas perbedaan
dalam ukuran dari bagian bagian yang akan dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak
(dinamakan lebar lubang kasa) dari medium ayak dipilih sedemikian rupa,
sehingga bahagian yang kasar tertinggal diatas ayakan dan bagian bagian yang
lebih halus jatuh melalui lubang (Bergeiyk dan Liedekerken, 1981).
Ayakan biasanya berupa nyaman dengan mata jala (mesh) yang berbentuk
bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubang lubang
bulat atau bulat panjang atau berupa kisi. Ayakan terbuat dari material yang dapat
berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan bahan bahan
sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik karena

Universitas Sumatera Utara

18

korosi maupun karena maupun gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran
lubang ayakan harus tetap konstan (Bernas